Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

IKHWAN AS-
SHAFA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kulliah Filsafat Islam

Disusun oleh Kelompok 4:


1. Sitra Yuliarnis
2. Sri Utami

DOSEN PENGAMPU :
Rahmadi, MA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI - YAPTIP PASAMAN
BARAT 1443 H / 2022 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah – Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana
dengan judul Ikhwan As-shafa. Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembacanya. Sekaligus sebagai
salah satu syarat dalam mensukseskan perkulliahan dengan ibunda Dosen
pembimbing mata kulliah Filsafat Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan
hati mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Mata Kulliah Rahmadi, MA
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi perbaikan laporan selanjutanya. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Simpang Empat, …. Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Batasan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Biografi Ikhwan Al Safa............................................................................2

B. Karya dan Filsafatnya................................................................................5

BAB III PENUTUP..............................................................................................10


A. Kesimpulan.................................................................................................10

B. Saran............................................................................................................10

DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................11

ii
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan pada dasarnya sangatlah luas dalam berbagai
macam persoalan yang meluas serta didasari oleh pemikiran dan
karakterisktik yang berbeda. Hal ini sangat berarti dan oenting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia, khususnya bagi perjalanan
panjang ilmu pengetahuan di Islam itu sendiri.
Seperti halnya filsaat, sudah sangat sering kita dengar dan kita
ketahui bahwa awal mula munculnya filsafat adalah berasal dari Yunani, akan
tetapi para filosof, para ahli agama, atau orang-orang muslim semasanya yang
senantiasa berpikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan ini untuk
kemajuan bagi umat muslim. Kemudian dikemas dan dipahami sedemikian
rupa serta dikaitkan dengan hal-hal atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-
Qur’an dan as- Sunnah, maka lahirlah filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan
yang baru serta cukup popular yang dikembangkan dan diajarkan secara turun
temurun oleh para filosof kepada generasi-generasi selanjutnya, dapat
diartikan murid- muridnya.
Kemudian muncul salah satu filosof dari kelompok yang
menamaikelompoknya dengan nama Ikwan al-Shafa yang mewarnai dunia
filsafat di Islam pada masa itu. oleh sebab itu, pada makalah ini penulis coba
memaparkan tentang Ikhwan Al Safa dan bagaimana pemikirannya.
B. Batasan Masalah
1. Bagaimanakah biografi Ikhwan al-shafa?
2. Apa saja Karya dan filsafatnya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Ikhwan al-shafa
2. Untuk mengetahui Karya dan filsafatnya

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ikhwan Al
Safa
Ikhwan Al Safa adalah sebuah perkumpulan para mujtahidin yang
bergerak dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan
namanya, Ikhwan Al Safa berarti persaudaraan yang suci dan bersih. Maka
atas utama perkumpulan ini adalah persaudaraan yang dilakukan secara tulus
dan ikhlas, kesekawanan yang suci, dalam menuju Ridho Ilahi. Perkumpulan
ini berkembang pada abad kedua Hijriah di kota Bashrah, Irak. Ikhwan Al
Safa merupakan para perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat
yang banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan
pendidikan.
Organisasi ini mengajarkan tentang dasar-dasar agama islam yang
didasarkan pada persaudaraan islamiyah (ukhuwwah islamiyyah), yaitu suatu
sikap yang memandang iman seorang muslim tidak akan sempurna kecuali
jika ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Sebagai
sebuah organisai ia memiliki semangat dakwah dan tablik yang amat militan
dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.1
Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh
terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat.2 Disinilah letak relevansinya
berbicara Ikhwan al-Safa dengan pendidikan. Informasi lain menyebutkan
bahwa organisai ini didasarkan oleh kelompok masyarakat yang terdiri dari
para filosof. Organisasi yang mereka dirikan bersifat rahasia dan memiliki
misi politis. Namun bersamaan dengan itu pula ada yang menyatakan bahwa
organisasi ini lebih bercorak kebatinan. Mereka sangat mengutamakan
pendidikan dan pengajaran yang berkenaan dengan pembentukan pribadi,
jiwa, dan akidah.3

1
Ahmad Fu’ad Al-Ahwani, Al-Tarbiyah Fi Al-Islam, Hlm 227. Dalam Filsafat
Pendidikan Islam, H. Abuddin Nata, 2005. Hlm 231
2
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Hlm 92-93. Dalam Filsafat Pendidikan
Islam, H. Abuddin Nata, 2005. Hlm 231.
3
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta 2005. Hlm 231-232

2
Diantara anggotanya yang dapat diketahui nama-nama mereka adalah
sebanyak lima orang, yaitu:
1. Abu Sulaiman Muhammad Ibnu Masyar al-Basti atau dikenal dengan
nama al-Maqdisy
2. Abu Hasan Ali Ibnu Harun al-Zanjany
3. Abu Ahmad al-Mahrajani
4. Al-Qufy
5. Zaid Ibnu Rifa’ah4
Secara umum yang melatar belakangi kemunculan Ihwan al-Shafa
yaitu keprihatinan terhadap pelaksanaan ajaran Islam yang telah tercemar
oleh ajaran-ajaran diluar Islam, serta untuk membangkitkan kembali rasa
cinta kepada ilmu pengetahuan dikalangan umat Islam. Aktivitas Ikhwan Al
Safa difokuskan untuk mempelajari filsafat, baik filsafat Yunani, Persia, dan
lainnya yang kemudia dipadukan dengan ajaran Islam, sehingga menjadi satu
ikhtisar dan mazhab filsafat sendiri.
Kota Bashroh merupakan tempat asal Ikhwan. Sumber-sumber Arab
menyebutkan nama masing-masing secara berlainan dan barangkali ini
merupakan tindakan kerahasiaan yang berhasil mereka upayakan pada masa
itu sehingga hanya sedikit sekali yang kita ketahui tentang kehidupan mereka
pada zaman sekarang.5
Dalam catatan Dedi supriyadi sebagaimana tertulis dalam karyanya
mengatakan bahwa Ikhwan Al Safa sudah terbiasa mengadakan pertemuan di
setiap tempat yang ada pengikutnya. Dalam pertemuan itu diselenggarakan
setiap 12 hari sekali dan hanya diikuti oleh para anggota dan pengikut
kelompok ikhwan, dibicarakan berbagai masalah metafisika dan tafsir
esotoris (batin), Ada pula pertemuan-pertemuan lain yang bersifat okasional
(kadang- kadang) yang diperuntukkan bagi kaum muda yang baru masuk
anggota, semacam acara penerimaan anggota baru.

4
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi
Arus Global, 2014. Hlm 161.
5
Dedi Supriyadi. Pengantar Filsafat Islam, Konsep Filsuf dan Ajarannya. Bandung: CV
Pustaka Setia.2013.hlm. 99-100.

3
Perekrutan anggota dilakukan lewat hubungan perorangan dan
dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya. Orang-orang yang ditugasi
untuk merekrut anggota baru dianjurkan supaya menjalankan tugasnya
dikalangan kaum muda, karena orang yang sudah tua biasanya bersikap kaku
dan tidak layak dilibatkan dalam pergerakan.
Jemaah Ikhwan Ash-Shafa’terdiri dari empat kelompok yang di
asingkan sesuai usia, yaitu:
1. Al –Ikhwan Al-Abrar Ar-Ruhama’ (para saudara yang baik dan dikasihi),
berusia 15 ampai 29 tahun yang memiliki jiwa suci dan pikiran yang kuat.
Mereka berstatus murid, karenanya dituntut tunduk dan patuh secara
sempurna kepada guru.
2. Al- Ikhwan Al-Akhyar Al-Fudala’ (para saudara yang terbaik dan utama),
berusia dari 30 sampai 40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu
memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban
demi persaudaraan (tingkat guru-guru).
3. Al-Ikhwan Al-Fudala ‘Al- Kiram (para saudara yang utama dan mulia),
berusia 40 sampai 50 tahun. Dalam kenegaraan kedudukan mereka
bagaikan sultan atau hakim.
4. Al-Kamal, Kelompok yang berusia 50 tahun keatas, yaitu kelompok elit
yang hati mereka telah terbuka dan menyaksikan kebenaran dengan mata
hati. Mereka disebut tingkatan al-muqorrobin min Allah karena mereka
sudah mampu memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada
di atas alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana malaikat al-
muqorrobin.6
Menurut singkat pemakalah, Ikhwan Al Safa ingin memberikan
penghormatan lebih bagi mereka yang telah lama ikut dalam kelompok.
Karena semakin lama mereka bergabung semakin tinggi pula kedudukan
mereka dalam kelompok, disamping itu juga faktor usia setiap anggota.

Omar A.Farrukhdalam M.M. Syarif (editor).Aliran-AliranFilsafat Islam. Bandung:


6

NuansaCendekia. 2004.hlm 182-183.

4
B. Karya dan Filsafatnya
Ikhwan As-Shafa’ menghasilkan sebagai magnum opus (masterpiece)
yang terhimpun ke dalam sebuah kumpulan tulisan yang terdiri dari 52 risalah
dengan keluasan dan kualitas beragam yang mengkaji subjek-subjek
berspektrum luas yang merentang dari musik sampai sihir. Tekanannya
bersifat amat didaktik, sedangkan kandungannya sangat elektrik. ini
memberikan cerminan pedagogis dan kultural zaman mereka serta beragam
filsafat dan kredo masa itu.7
Rasail dibagi menjadi 4 bagian utama; 14 terfokus pada ilmu
matematis, 17 membahas ilmu kealaman, 10 berhubungan dengan ilmu
psiklogis dan intelektual, dan 11 mengakhiri empat jilid edisi Arab terahir
dengan memusatkan perhatian pada apa yang disebut metafisika atau ilmu
teologis. Karya yang erat hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al-
Jam’iah (Risalah Komprehensif) yang merupakan sebuah summerium
(Ringkasan) dari Rasa’il.
Karya ini pun dimaksudkan hanya diedarkan untuk kalangan sendiri,
yakni dikalangan para anggota kelompok saja. Banyak informasi ilmi’ah yang
tidak termaktub dalam Jam’iah, yang pada aslinya informasi tersebut
merupakan tulang punggung Rasa’il, dan dalam informasi ini pula gagasan-
gagasan yang dimaksudkan oleh Ikhwan Al Safa untuk disuntikan kepada
para pengikut mereka diungkapkan dengan lebih jelas dan lengkap.

1. Metafisika
Adapun mengenai ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi
pemikiran kepada bagian. Menurut mereka, ilmu bilangan adalah lidah
yang mempercayakan tentang tauhid, al-tanzih, dan meniadakan sifat
dan tasybih, serta dapat menolak sikap orang yang mengingkari keesaan
Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan tentang angka membawa kepada
pengakuan tentang keesaan Tuhan, karena apabila angka satu rusak, maka
rusaklah semuanya. Selanjutnya mereka katakan, angka satu belum angka
dua dan dalam angka dua terkandung pengertian kesatuan.

7
Dedi, hlm. 101

5
Dengan istilah lain, angka satu adalah angka pemula dan ia lebih
dahulu dari angka dua atau angka lainnya. Karena itu keutamaan terletak
pada yang dahulu, yakni angka satu. Sedangkan angka dua dan lainnya
terjadi kemudian. Karena itu terbuktilah bahwa lainya bahwa yang Esa
(Tuhan) lebih dahulu dari lainnya seperti dahulunya angka satu dari angka
yang lain.8
Ikhwan al-Shafa juga melakukan al-tanzih, meniadakan sifat dan
tasybih kepada Tuhan. Tuhan adalah pencipta segala yang ada dengan
cara al-faidh (emanasi) dan memberi bentuk tanpa waktu dan tempat,
cukup dengan firman-Nya kun fa kana. Maka adalah segala yang
dikendaki-Nya. Ia berada pada segala sesuatu tanpa berbaur dan
bercampur, seperti adanya angka satu dalam tiap-tiap bilangan.
Sebagaimana bilangan satu tidak dapat dibagi dan tidak serupa deng an
bilangan lain. Demikian pula Tuhan tidak ada menyamai dan menyerupai-
Nya. Tetapi, ia jadikan fitrah manusia untuk dapat mengenal-Nya tanpa
belajar.
Tentang ilmu Tuhan, Ikhwan al-Shafa beranggapan bahwa seluruh
pengetahuan (al-ma’lumat) berada dalam ilmu Tuhan sebagaimana
beradanya seluruh bilangan dalam satu. Berbeda dengan ilmu para
pemikir, ilmu Tuhan dari zat-Nya sebagaimana bilangan yang banyak dari
bilangan yang satu yang merupakan seluruh bilangan. Demikian pula ilmu
Tuhan terhadap segala sesuatu yang ada.9
Berkaitan dengan penciptaan alam, pemikiran Ihwan al-Shafa
merupakan perpaduan antara pendapay Aristoteles, Plotinus dan
Mutakallimin. Bagi Ikhwan al-Shafa, Tuhan adalah pencipta dan mutlak
Esa. Dengan kemauannya sendiri Tuhan menciptakan Akal Pertama atau
Akal Aktif (al-‘aql al-fa’al) secara emanasi. Kemudian, Allah
menciptakan materi pertama (al-hayula al-ula).n demikian, jika Allah
kadim, lengkap dan sempurna, maka akal pertama ini juga demikian
halnya. Pada Akal Pertama ini lengkap segala potensi yang akan muncul
pada wujud berikutnya. Sementara jiwa terciptanya secara emanasi
dengan perantaran akal, maka jiwa kadim dan lengkap, tetapi tidak
sempurna. Dengan demikian juga halnya materi pertama karena
terciptanya secara emanasi

8
Hasyimsah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media, 2005. Hlm 48.
9
Ibid, 49.

6
dengan perantaran jiwa, maka Materi Pertama adalah kadim, dan tidak
lengkap, dan tidak sempurna.
Jadi, berhubungan dengan alam materi secara langsung, sehingga
kemurnian tauhid dapat pelihara dengan sebaik-baiknya. Lengkapnya
rangkaian proses emanasi adalah Allah maha pencipta dan dari-Nya
timbullah:
a. Akal Pertama atau Akal Aktif (al-Aql wa al-Fa’al)
b. Jiwa Universal (al-nafs al-kulliyah)
c. Materi Pertama (al-hayula al-ula)
d. Potensi Jiwa Universal (al-thabi’ah al-fa’ilah)
e. Materi Absolut atau Materi Kedua (al-jism al-muthlaq)
f. Alam Planet-planet (‘alam al-falak)
g. Materi gabungan yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan
hewan.10
Kedelapan mahiyah diatas bersama zat Allah yang mutlak,
semournalah jumlah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini
membentuk substnsi organik pada tubuh manusia yaitu tulang, sumsum,
daging, urat saraf, kulit, rambut dan kuku. Segala sesuatu di alam ini
adakalnya berupa materi, bentuk, jauhar atau aradh. Jauhar yang pertama
adalah materi dan bentuk. Sedangkan aradh yang pertama adalah tempat,
gerak dan zaman.
Salah satu pemikiran Ikhwan al-Shafa yang mengagumkan adalah
rentetan emanasi ke delapan. Mereka telah mendahului Charles Darwin
(1809-1882 M) tentang rangkaina kejadian alam secara evolusi. Menurut
mereka, alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan merupakan
satu rentetan yang sambung menyambung. Obyek-obyek fisik tersusun
atas empat unsur yang menimbulkan, melalui perantaran empat kualitas
utama, onyek-obyek gabungan di dunia ini, yaitu meneral tumbuh-
tumbuhan dan hewan. Jadi, tingkatan penciptaan yang paling rendah
adalah meneral dan paling tinggi mencapai puncaknya pada manusia
sebagai khalifoah Allah di muka bumi, yang merupakan tapal batas antara
urutan malaikat dan hewan.
Menurut Ikwan al-Shafa, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh
kaum stoik, tubuh manusia merupakan munuatur alam sementara
sebagai
10
Sirajudin Zar, Filsafat Islam: Filosof Dan Filsafatnya,.Hlm 149.

7
keseluruhan (ikosmos). Tentang logika, Ikhwan al-Shafa mengajukan
konsep alur berpikir yang lurus, yaitu urutan berpikir sistematis:
a. analisis (al-tahlil), untuk mengetahui obyek inderawi secara rinci,
b. definitif (al-had) untuk mengetahui hakikat species (naw’) dan
c. deduktif (al-burhan), untuk mengetahui henus (al-jins).
2. Jiwa Manusia
Jiwa manusia bersumber dari jiwa universal. Dalam
perkembangannya jiwa manusia banyak dipengaruhi materi yang
mengitarinya. Agar jiwa tidak kecewa dalam perkembangannya, jiwa
dibatu oleh akal yang merupakan daya bagi jiwa untuk berkembang.
Pengetahuan diperoleh melalui proses berpikir. Anak-anak pada mulanya
seperti kertas putih bersih dan belum ada coretan. Lembaran pytih
tersebut akan tertulis dengan adanya tanggapan panca indera yang
menyalurkannya ke otak bagian depan yang memiliki daya imajinasi (al-
quwwat al- mutakhayyilat).
Dari sini meningkat ke daya berpikir (al-quwwat al-mufakkirat)
yang terdapat pada otak bagian tengah. Pda tingkat ini manusia sanggip
membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk. Setelah itu,
disalurkan ke daya ingatan (al-quwwat al-hafizhat) yang terdapat pada
otak bagian belakang. Pada tingkat ini seseorang telah sanggup
menyimpan hal- hal abstrak yang diterima oleh daya berpikir. Tingkatan
terakhr adalah daya berbicara (al-quwwat al-nathiqat), yaitu kemampuan
mengungkapkan pikiran dan ingatan lewat bahasa tulis kepada pembaca.
3. Moral
Adapun tentang moral, Ikhwan al-Shafa bersifat rasionalitas.
Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas merdeka. Dalam
mencapai tingkat moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari
ketergantungan materi. Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai
kepada ekstase. Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat adalah
sia- sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih
kasayang, keadilan, rasa syukur, mengutakan kebajikan, gemar berkorban
untuk orang lain kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi.
Sebaliknya, hahasa kasar, kemunafikan, penipuan, kedzaliman, dan
kepalsuan harus dikiks habis hingga timbul kesucian perasaan, cinta
terhadap sesaman manusia, dan keramahan terhadap alam.

8
Jiwa yang telah dibersihkan akan mampu bentuk-bentuk cahaya
sepiritual dan entitas-entitas yang bercahaya. Semakin suci jiwa, maka
semakin dapat memahami makna dasae yang tersembunyi dalam kitab
suci dan kesesuaianya dengan pengetahuan rasional dalam filsafat.
Sebaliknya, selama jiwa terperosok dalam daya pikat keinginan-keinginan
dan kesenangan-kesenangannya, ia tidak dapat mengetahui makna kitab
suci dan tidak bisa merenungkan apa yang ada di dalamnya. Demikian
juga setelah peristiwa kematian, dia tidak akan bisa terbebas dari beban-
bebanya dan tidak bisa masuk syurga dan dia akan dimasukkan ke dalam
neraka. Itu adalah akibat dari kekufuran, kesalahan, kebodohan dan
kebutaan terhadap makna dasar kitab suci.
4. Bilangan
Tujuan Ikhwan al-Shafa membicarakan bilangan untuk
mendemonstrasikan bagaimana sifat bilangan itu bila diterapka dalam
sesuatu, sehingga siapa saja yang mendalami bilangan dengan segala
hukum-hukumnya, sifat-sifat dasarnya, jenis-jenisnya akan memahami
jumlah macam-macam benda.11

11
Ibid., hlm 55

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikhwan al-Shafa adalah sebuah perkumpulan para mujtahidin dalam
bidang filsafat yang bergerak dalam lapangan ilmu pengetahuan.
Perkumpulan ini dibentuk di kota Bashrah Irak sekitar tahun 340/941 olah
Zayd Ibn Rifa'ah dan berkemb ang pada abad ke dua Hijriah. Ikhwan al-Shafa
merupakan para perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang
banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan.
Dalam sejarah Islam, kelompok ini tampil eksklusif dalam gerakan
reformatif pendidikannya, karena itu mereka adalah ta'limiyyun (pengajaran)
dalam melangsungkan kegiatan keilmuannya organisasi ini memandang
pendidikan dengan pandangan yang bersifat rasional dan empiric, atau
perpaduan antara pandangan yang bersifat intelektual dan faktual. Mereka
memandang ilmu sebagai gambaran dari sesuatu yang diketahui dari alam ini.
Pandangan Ikwan al-Shafa menempatkan fungsi-fungsi spiritual yang
bersifat efektif pada hirarki paling atas dan mulia dibanding dengan fungsi-
fungsi lainnya. Hal ini bisa dikatakan bahwa Ikhwan al-Shafa sangat
mengedepankan religiousitas dan akhlak seseorang sebagai bagian dari tujuan
pendidikan. Selain itu, tujuan luhur kependidikan yaitu pengenalan diri.
Melalui pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri maka ia akan dapat
mengenal Tuhannya.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa sebagai insan yang dho’if tidak akan
lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Di samping itu barangkali makalah yang
kami sajikan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka pemakalah sangat
mengharapkan ide-ide yang cemerlang dari rekan mahasiswa semua untuk
berfartisifasi dalam meningkatkan pengetahuan kami di pertemuan yang akan
dating berupa kritik dan saran.

1
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dedi Supriyadi. 2013. Pengantar Filsafat Islam, Konsep Filsuf dan Ajarannya.
Bandung: CV Pustaka Setia

Hasyimsah Nasution, 2005. Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media

M. Arifin, 2005. Filsafat Pendidikan Islam, Hlm 92-93. Dalam


Filsafat Pendidikan Islam, H. Abuddin Nata.

Maragustam, 2014. Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter


Menghadapi Arus Global.

Omar A.Farrukh dalam M.M. Syarif (editor). 2004. Aliran-AliranFilsafat Islam.


Bandung: Nuansa Cendekia

Sirajudin Zar, 2002. Filsafat Islam: Filosof Dan Filsafatnya, Jakarta: Rosda
Karya.

Anda mungkin juga menyukai