Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DAMPAK NEGATIF KORUPSI

Ditulis Sebagai Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi
Sekolah Tinggi Agama Islam Yayasan Perguruan Tinggi Pasaman Barat
(STAI YAPTIP) Pasaman Barat

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:


1. MELLY SRI RISKI
2. NUR HASANAH
3. RIZKI TEGAR RAFAEL P.

DOSEN PENGAMPU:
Dr. ISWANDI, MA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STAI - YAPTIP PASAMAN BARAT
1443 H / 2022 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah – Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana
dengan judul Dampak Negatif Korupsi. Semoga makalah ini dapat di pergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembacanya. Sekaligus
sebagai salah satu syarat dalam mensukseskan perkulliahan dengan bapak Dosen
pembimbing mata kulliah Pendidikan Anti Korupsi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan
hati mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Mata Kulliah Dr. Iswandi,
MA yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi perbaikan laporan selanjutanya. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Simpang Empat, ….Juni 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI 

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Batasan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Dampak Negatif Korupsi dibidang Perekonomian...................................3
B. Dampak Negatif Korupsi dibidang Sosial dan Kemiskinan......................5
C. Dampak Negatif Korupsi dibidang Birokrasi Pemerintahan.....................6
D. Dampak Negatif Korupsi dibidang Politik dan Demokrasi.......................8
E. Dampak Negatif Korupsi dibidang Penegak Hukum................................9
F. Dampak Negatif Korupsi dibidang Pertahanan dan Keamanan..............10
G. Dampak Negatif Korupsi dibidang kerusakan Lingkungan....................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................14
DAFTAR KEPUSTAKAAN...............................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia bertujuan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh tumpah darah Indonesia seperti yang tercantum dalam Alinea 4
(empat) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan pembangunan nasional menjadi terganggu dengan semakin
merajalelanya korupsi yang terjadi di seluruh aspek lapisan masyarakat dalam
segala bidang yang lambat laun telah menggerogoti hasil pembangunan yang
telah dicapai karena korupsi telah banyak menyebabkan kerugian keuangan
negara dan perekonomian negara. Kejahatan yang dilakukan secara sistematis
dan terorganisir dengan baik, serta dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam tatanan sosial
masyarakat.
Korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia
tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap
orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit
korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab
korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal
terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu,
aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial
seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup.
Dari beberapa uraian diatas, pemakalah akan mengupas sedikit tentang
tentang korupsi sebagaimana yang termaktub dalam Batasan masalah dibawah
ini:
B. Batasan Masalah
1. Bagaimana Dampak Negatif Korupsi dibidang Perekonomian?
2. Bagaimana Dampak Negatif Korupsi dibidang Sosial dan Kemiskinan?

1
3. Bagaimana Dampak Negatif Korupsi dibidang Birokrasi Pemerintahan?
4. Bagaimanakah Dampak Negatif Korupsi dibidang Politik dan Demokrasi?
5. Bagaimanakah Dampak Negatif Korupsi dibidang Penegak Hukum?
6. Bagaimanakah Dampak Negatif Korupsi dibidang Pertahanan dan
Keaman?
7. Bagaimanakah Dampak Negatif Korupsi dibidang kerusakan Lingkungan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui tentang Dampak Negatif Korupsi dibidang
Perekonomian
2. Untuk Mengetahui tentang Dampak Negatif Korupsi dibidang Sosial dan
Kemiskinan
3. Untuk Mengetahui tentang Dampak Negatif Korupsi dibidang Birokrasi
Pemerintahan
4. Untuk Mengetahui tentang Dampak Negatif Korupsi dibidang Politik dan
Demokrasi
5. Untuk Mengetahui Dampak Negatif Korupsi dibidang Penegak Hukum
6. Untuk Mengetahui Dampak Negatif Korupsi dibidang Pertahanan dan
Keaman
7. Untuk Mengetahui Dampak Negatif Korupsi dibidang kerusakan
Lingkungan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak Negatif Korupsi dibidang Perekonomian
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok.
Sedangkan menurut istilah Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang
dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau
uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku
pribadi.1
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu
projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan
untuk kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek,
penggelepan dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam
projek), maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut
tidak akan tercapai.2
Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan
bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam
negeri maupun luar negeri, karena para investor akan berpikir dua kali untuk
membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti
untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak
keamanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak
tahun 1997, investor dari negara-negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain)
cenderung lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct
Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya kecil.3

1
Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Cet. II, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001),
hlm. 31.
2
Gerald M. Meier dan James E. Rauch, 2005, Leading Issues in Economic Development,
ed. 8, Oxford: Oxford University Press, hlm. 508-509
3
David Jay Green, 2004, “Investment Behavior and The Economic Crisis in Indonesia”,
Journal of Asian Economics, Vol. 15, No. 2, April 2004, New Brunswick: Rutger University,
Elsevier Group, hlm. 299.

3
Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan
menggunakan angka indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel-
variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah:
1. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk
menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih memilih
menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan
India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari
nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini
diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang
seharusnya. Hal ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai.
2. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas sehingga
dasar porsi 20% APBN tidak sebesar apabila tanpa korupsi. Korupsi
mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari
infrastruktur Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan
infrastruktur suatu negara.
3. Menurunnya Pendapatan Negara dari Pajak
APBN dibiayai oleh pajak sebesar 70%. Pajak Penghasilan (PPh)
dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah jenis pajak yang paling banyak
menyumbang untuk pendapatan negara. Penurunan pendapatan ini karena
kenyataan bahwa banyak oknum pegawai pajak yang memanfaatkan
kesempatan buruk ini untuk memperkaya dirinya sendiri. Hal ini juga
mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pegawai pajak, dan
tentunya akan menghambat proses pembangunan dan merugikan
masyarakat.
4. Meningkatkan Utang Negara
Korupsi tentunya akan memperburuk keuangan negara. Selain
sebelumnya negara memang sudah punya hutang dengan negara lain,
dengan adanya korupsi justru hutang itu akan semakin bertambah. Para
maling uang rakyat ini tidak sadar diri bahwa apa yang ia lakukan dapat

4
memperburuk keadaan negara. Mereka hanya memikirkan keuntungan
pribadi.4
Dari beberapa uraian diatas pemakalah mengambil simpulan bahwa,
Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan seperti kanker dalam darah,
sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus
menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus.

B. Dampak Negatif Korupsi dibidang Sosial dan Kemiskinan


Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin
akibat korupsi, diantaranya:
1. Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial
lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan
konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalan
materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui ditengah–
tengah masyarakat.
2. Investasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyek–proyek yang
menolong kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan
membangun prasarana yang mercusuar namun minim manfaatnya untuk
masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye
dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat.
3. Orang yang miskin dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak
sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum.
4. Kaum miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian
karena terhambat dengan tingginya biaya baik yang legal maupun yang
tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang harus berurusan
dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini dilakukan
agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah
pepatah “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.5

4
K. A Abbas, “The Cancer of Corruption”, dalam Suresh Kohli (ed.), Corruption in
India, (New Delhi: Chetana Publications. 1975), hlm. 26
5
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, (PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta, 1991), hlm. 7.

5
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan
masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan
Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk
mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM.
Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi
biaya pendidikan semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa
disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali kepada para koruptor:
1. Masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada negara lewat pajak
dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas. Namun oleh
negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin”
tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat.
2. Upaya menaikkan pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat
miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para koruptor,
meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya
negara meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang
mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin.
C. Dampak Negatif Korupsi dibidang Birokrasi Pemerintahan
Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok
yang paling rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua
warga negara. Oleh karena itu, Transparency International, lembaga
internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara sederhana
mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk
kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini
dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara
administratif, korupsi bisa dilakukan ‘sesuai dengan hukum’ yaitu: meminta
imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi

6
yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang untuk
melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain
dalam bentuk uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu
Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar
prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa uang pelicin surat-surat ini
memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi yang kedua,
muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu
lintas, agar si pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun
kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan
keputusan di tubuh angkatan bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum
saat harus berhadapan dengan oknum militer yang seringkali berlindung di
balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin
oleh Dr. Indria Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI
akibat korupsi:
1. Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan
angkatan bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan
pembangunan ekonomi nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi
kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat peduli pada
pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki
sumber dana lain di luar APBN.
2. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan
para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya
tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi
kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan.
3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga
menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki
kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga hubungan
kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di

7
perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada
mereka yang ada di lapangan.
4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan
semanagat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang
mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata
maupun atas nama pribadi.6
Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan
Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan
pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur
dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan
golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis
besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak
saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang
profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi
komersial.
D. Dampak Negatif Korupsi dibidang Politik dan Demokrasi
Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012,
India menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko,
dan Zambia. Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi
penyakit yang terus melanda. Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih telah menjadi praktik yang lama berlangsung.
Padahal, Singapura bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor indeks
persepsi korupsi Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas
Swiss, Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi tak
tampak berkorelasi dengan berkurangnya korupsi.
Di Negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak
berpengaruh terhadap pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah
menjadi negara demokrasi sejak tahun 1998. Menurut Freedom House,
lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah tergolong negara

6
Tunku Abdul Aziz, Fighting Corruption: My Mission, (Kuala Lumpur: Konrad
Adenauer Foundation. 2005), hlm. 60.

8
bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi
2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya,
masyarakat merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.
Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru,
demokrasi tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan
kualitas demokrasi di suatu negara.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan
substansi. Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih
tergolong ke dalam demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-
aspek yang terkait dengan pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat
meminimalkan korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural
dapat memanipulasi pemilihan umum yang justru membuat mereka menjadi
pemegang tampuk kekuasaan.
E. Dampak Negatif Korupsi dibidang Penegak Hukum
Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971, setelah
diungkapkannya Undang-undang pengganti yakni UU No. 3 pada tanggal 29
Maret 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu
berlakunya kedua undang-undang tersebut dinilai tidak mampu berbuat
banyak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
undang-undang yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai dengan
perkembangan zaman, padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan
tingkat prediktibilitas yang tinggi.
Namun pada saat membuat peraturan perundang-undangan ditingkat
legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun
keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka
ketika melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan itu hanya melindungi kaum pejabat saja dan
mengabaikan masyarakat. Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999
dinyatakan undang-undang yang dianggap lebih baik, yaitu UU No.31 tahun
1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 sebagai pengganti

9
UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah dikeluarkan
UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah
lembaga negara independen yang berperan besar dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih
sempurna, maka diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau
menjalankan hukum tersebut dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada
kenyataannya adalah budaya suap telah menggerogoti kinerja aparat penegak
hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai pelaksanaan produk
hukum di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-
undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan
sebagai kekuatan politik yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak
dikeluarkannya undang-undang tahun 1960, gagalnya pemberantasan korupsi
disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara terlalu turut campur
dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi dan
mengatur proses jalannya peradilan.
Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum tindak pidana di
Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-
pejabat negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak
berdaya untuk mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam
domen logos, pejabat tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege
karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan pada domen teknologos,
hukum pidana korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga banyak
koruptor yang diseret ke pengadilan dibebaskan dengan alasan tidak cukup
bukti.
F. Dampak Negatif Korupsi dibidang Pertahanan dan Keamanan
Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh
oleh agen-agen pemberantas kosupsi. Akibatnya tidak banyak kasus korupsi
yang terungkap dan sampai kepada putusan pengadilan yang terungkap di
media masa, namun apakah hal tersebut berarti institusi Pertahanan dan
Keamanan Indonesia, TNI dan Polri dapat dikatakan bebas dari kasus korupsi?

10
Kesimpulan seperti itu tidak dapat diambil begitu saja. Kasus yang sedang
hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah kasus Simulator SIM yang
melibatkan Irjen Polisi Djoko Susilo.
Diluar kasus tersebut, kinerja kepolisian yang berhubungan langsung
dengan masyarakat sipil pun secara persepsi masih kental dengan tindakan
korupsi mulai dari uang damai, penyuapan, maupun jasa pengamanan illegal.
Lain hal nya di tubuh Tentara Nasional Indonesia, selama ini terkesan tidak
terjamah oleh aparat penegak hukum dalam hal penanganan pidana Korupsi.
ICW meberitakan dalam situsnya, telah ada bukti awal dan laporan terkait
paling tidak untuk lima kasus korupsi yang diserahkan ke pihak Kejaksaan
Agung namun belum diadakan penyelidikan, yang dijadikan alasan tentunya
undang-undang yang membatasi kewenangan kejaksaan untuk menangani
kasus korupsi di TNI.
Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi, baik uang
maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam
pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta
nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum
TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan dan
Keamanan.
Adapun dampak-dampak yang nyata terlihat dari adanya korupsi di
bidang Pertahanan dan Keamanan dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Kerawanan HANKAMNAS karena lemahnya ALUSISTA Indonesia
adalah negara nomor 15 terluas di dunia, dengan luas daratan keseluruhan
1.919.440 km dan luas lautan 3.2 juta km2. Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia
terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis
lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur
serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania.
Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Wilayah Indonesia terbentang
sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila

11
perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia akan
sepanjang London sampai Iran, sebuah wilayah yang sangat besar. Lima
pulau besar di Indonesia adalah: Sumatera dengan luas 473.606 km
persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar
ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas
189.216 km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi. Dengan
penduduk yang 230 juta jiwa, tentara yang melindungi negara berjumlah
316.00 tentara aktif dan 660.000 cadangan, atau hanya sekitar 0,14%
dibandingkan dengan jumlah penduduk. Dengan bentuk negara kepulauan
seperti ini tentunya masalah kerawanan hankam menjadi sesuatu yang
sangat penting.
2. Lemahnya Garis Batas Negara Indonesia dalam posisinya berbatasan
dengan banyak negara, seperti Malaysia, Singapura, China, Philipina,
Papua Nugini, Timor Leste dan Australia. Perbatasan ini ada yang
berbentuk perairan maupun daratan. Daerah-daerah perbatasan ini rata-rata
terisolir dan mempunyai fasilitas yang sangat terbatas, seperti jalan raya,
listrik dan energi, air bersih dan sanitasi, gedung sekolah dan
pemerintahan dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat
yang hidup di wilayah perbatasan harus menanggung tingginya biaya
ekonomi.
3. Menguatnya Sisi Kekerasan Dalam Masyarakat Kondisi kemiskinan pada
akhirnya memicu berbagai kerawanan sosial lainnya yang semakin
membuat masyarakat frustasi menghadapi kerasnya kehidupan. Kondisi ini
membuat masyarakat secara alamiah akan menggunakan insting bertahan
mereka yang sering kali berakibat negatif terhadap orang lain dan
lingkungan sekitarnya.7
G. Dampak Negatif Korupsi dibidang kerusakan Lingkungan
Korupsi bukan hanya pada lingkungan atas saja atau lingkungan
bawah saja, melainkan semua lingkungan. Karena korupsi ranahnya luas dan
7
Snezanayofanda.2013. Pengaruh Aspek Pertahanan dan Kemanan. (Online) (Available:
http://snezanayofanda.blogspot.com/2013/06/pengaruh-aspekpertahanan-dan-keamanan.html)
diakses 31 mei 2022.

12
menjalar. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum, karena korupsi itu
sendiri menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat sebagai dampak
dari tindakan tersebut. Menurut Syamsul, korupsi juga sering dianggap
sebagai penyakit sosial, mengingat dampak yang korupsi ini sangat merugikan
negara dan masyarakat. Sebagai penyakit sosial, permasalahannya sejajar
dengan penyakit sosial lainnya, seperti perjudian, prostitusi, narkotika, dan
kriminalitas.
Selain dari dampak yang telah dipaparkan sebelumnya, korupsi juga
memberikan dampak terhadap psikologis orang disekitar pelaku khususnya
keluarga dan kerabat dekat. Dalam penelitian Bagus dan Meita (2013),
menyebutkan bahwa subyek memiliki dampak psikologis berupa stres akibat
perilaku tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh suami atau anak subyek.
Terdapat beberapa faktor atau aspek yang berperan dalam terjadinya stres
pada subyek yaitu aspek fisiologis, aspek kognitif, aspek emosi dan aspek
perilaku. Berikut adalah dampak masif korupsi:
1. Menurunnya kualitas ligkungan
2. Menurunnya kualitas hidup
Korupsi sangat merugikan negara dan rakyat kecil, sehingga dapat
menghambat pembangunan infrasrtuktur dan dapat memberikan contoh yang
buruk kepada orang lain dan generasi berikutnya. Selain itu korupsi juga
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini. Korupsi juga telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan
kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah
menjadi masalah internasional.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindakan memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan
korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
daya manusia, serta struktur ekonomi.
Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang
demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Oleh karena itu, korupsi
adalah musuh bersama yang harus dibasmi bukan dilestarikan, karna korupsi
bukan budaya.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa sebagai insan yang dho’if tidak akan
lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Di samping itu barangkali makalah yang
kami sajikan ini masih jauh dari kata sempurna. Maka pemakalah sangat
mengharapkan ide-ide yang cemerlang dari rekan mahasiswa semua untuk
berfartisifasi dalam meningkatkan pengetahuan kami di pertemuan yang akan
dating berupa kritik dan saran.

14
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Andi Hamzah, 1991. Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.

David Jay Green, 2004, “Investment Behavior and The Economic Crisis in
Indonesia”, Journal of Asian Economics, Vol. 15, No. 2, April
2004, New Brunswick: Rutger University, Elsevier Group.

Gerald M. Meier dan James E. Rauch, 2005, Leading Issues in Economic


Development, ed. 8, Oxford: Oxford University Press

K. A Abbas, “The Cancer of Corruption”, dalam Suresh Kohli (ed.), Corruption


in India. New Delhi: Chetana Publications.

Robert Klitgaard, 2001. Membasmi Korupsi, Cet. II. Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia.

Snezanayofanda.2013. Pengaruh Aspek Pertahanan dan Kemanan. (Online)


(Available:
http://snezanayofanda.blogspot.com/2013/06/pengaruh-
aspekpertahanan-dan-keamanan.html)

Tunku Abdul Aziz, 2005. Fighting Corruption: My Mission. Kuala Lumpur:


Konrad Adenauer Foundation.

15

Anda mungkin juga menyukai