Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PSIKOLOGI
UMUM TENTANG
KEPRIBADIAN

Disusun Oleh:
LATIFAH
NOVIA GIVANIE
WAHYU RAMADHAN

Dosen Pembimbing :
AMUL HUSNI FADLAN, S.Psi, M.A
NIDN. 2121108801

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
YAYASAN PERGURUAN TINGGI ISLAM PASAMAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi individu, baik


sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik setiap fase-fase
perkembangan. Dalam penulisan makalah ini untuk mengetahui karakteristik
perkembangan fase remaja, hal-hal apa saja yang mempengaruhi psikologi
perkembangan pada fase remaja.
Seorang tersusun atas dasar fatalitas jasmani dan rohania, di samping ada
faktor temperamen, karakter, dan bakat fitalitas jasmani seseorang bergantunng
pada konstruksi tubuhnya yang terpengaruh oleh factor-faktor hereditas sehingga
keaadaanya dapat di katakan tetap atau konstan dan merupakan daya hidup yang
sifatnya jasmanias.

1
BAB II
PEMBAHASAN
KEPRIBADIAN

A. Pembentukan Kepribadian Masa Anak-anak


Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan, yakni kira-kira dua tahun sampai saat anak matang secara
seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria1.
Pola kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada masa bayi,
mulai berbentuk dalam awal masa kanak – kanak. Karena orang tua, saudara
– saudara kandung dan sanak saudara yang lain merupakan dunia sosial bagi
anak – anak, maka bagaimana perasaan mereka kepada anak – anak, maka
bagaimana perlakuan mereka merupakan faktor penting dalam pembentukan
konsep diri, yaitu inti pola kepribadian. Inilah sebabnya mengapa Glasner
mengatakan bahwa konsep diri anak “terbentuk di dalam Rahim hubungan
keluarga”.
Dengan berjalannya periode awal masa kanak – kanak, anak semakin
banyak berhubungan dengan teman – teman sebayanya, baik dilingkungan
prasekolah atau di pusat perawatan anak. Sikap dan cara teman – teman
memperlakukannya mulai membawa pengaruh dalam konsep diri, pengaruh
mana dapat mendorong atau melawan dan bertentangan dengan pengaruh –
pengaruh dari keluarga2.
Sikap awal teman – teman, seperti halnya sikap anggota – anggota
keluarga yang berarti, berperan penting karena sekali dasar untuk konsep diri
telah diletakkan maka agak sulit untuk diubah. Lagi pula karena baik anggota
maupun teman – teman sebaya terbiasa memandang anak dalam cara tertentu
seperti, selalu bersedia menolong atau orang berlagak tapi menyusahkan
mereka, tidak mudah mengubah sikapnya dan terus memandang anak dengan
cara yang sama.

1
Ridwan Max Sijabat, Development Psycology, Gelora Aksara Pratama, 1980, h. 108
2
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, h. 35

2
1. Kondisi – kondisi yang membentuk Konsep Diri pada Awal Masa Kanak
– kanak
Karena lingkungan anak – anak terbatas pada rumah dan anggota
keluarga, tidaklah mengherankan bahwa banyak kondisi dalam keluarga
yang turut membentuk konsep diri dalam tahun – tahun awal dari masa
kanak – kanak. Hubungan anak dengan keluarga umumnya penting. Tetapi
sikap orang tua mengenai penampilan, kemampuan, dan prestasinya sangat
mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri.

a. Cara Pelatihan anak yang digunakan adalah penting dalam membentuk


konsep diri yang sedang berkembang.
b. Cita – cita orang tua terhadap anaknya berperan dalam
mengembangkan konsep dirinya.
c. Posisi urutan anak – anak dalam keluarga dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian.
d. Ketidaknyamanan lingkungan, apakah karena kematian, perceraian,
perpisahan atau mobilitas sosial, berpengaruh buruk terhadap konsep
diri anak karena ia merasa tidak aman dan merasa lain dari teman –
teman sebaya.
2. Meningkatnya individualitas
Individualitas, yang sudah tampak pada saat dilahirkan dan lebih
meningkat lagi dalam masa bayi, merupakan salah satu ciri yang
menonjol. Pada saat awal masa kanak – kanak berakhir dan anak – anak
siap masuk sekolah, pola kepribadian – nya sudah dapat dibedakan. Ada
anak yang jadi pemimpin dan ada yang sebagai pengikut, ada yang kejam
da nada yang lembut, ada yang senang menonjolkan diri untuk menjadi
pusat perhatian dan sebagian lagi ada yang lebih senang menjauhkan diri
dari perhatian, ada yang lebih egosentris yang hanya memikirkan tentang
dirinya sendiri da nada yang menyesuaikan diri dan berusaha untuk
menjadi seperti anggota – anggota kelompok.
Thomas dan kawan – kawan menunjukkan bahwa adanya tiga
sindroma kepribadian :
a. Anak yang mudah, yaitu anak yang mempunyai penyesuaian fisik dan
psikologi yang baik.
b. Anak yang sulit, yaitu anak yang mempunyai fungsi – fungsi tubuhnya
tidak teratur, intensitas reaksinya tinggi dan lambat menyesuaikan diri
dengan perubahan, dan
c. Anak yang lamban, yaitu anak yang tingkat aktivitasnya rendag dan
tidak cepat menyeseuaikan diri. Sindroma – sindroma ini tampak
dalam perilaku penyeseuaikan anak – anak selama tahun – tahun
prasekolah.
Individualitas sangat dipengaruhi oleh berbagai pengalaman sosial awal
diluar Rumah. Kalau pengalaman ini kurang menyenangkan, anak
cenderung menjadi tidak mau bersosial dengan orang lain dan cenderung
mengimbangi dengan cara – cara yang tidak sosial seeperti menghabiskan
waktu bermain dengan melihat televisi dan membayangkan dirinya seperti
martir yang dijemput oleh orang – orang lain.

B. Masa Remaja Membentuk Identitas


Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang
rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus
penuh tantangan dan harapan. Masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak
lagi memiliki status kanakkanak. Dipandang dari segi sosial, remaja
mempunyai suatu posisi marginal. Penelitian Roscoe dan Peterson ( 1984 )
membuktikan hal itu3.
Pada fase remaja terjadi perubahan yang mendasar pada aspek
biologis, kognitif, dan sosial. Akibat terjadinya perubahan-perubahan
tersebut, remaja mengalami transisi posisi dan eksistensi antara kanak-kanak
3
F.J. Moneks, Psikologi Perkembangan ( Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2004 ), hal. 260
dengan dewasa, sehingga menunjukkan sikap dan perilaku yang ambigu.
Menurut G. S. Hall, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan
perasaan dan emosinya. Keadaan seperti ini diistilahkan sebagai “ Storm and
Stress”4. Dimana remaja menunjukkan emosi yang meledak-ledak dan sulit
dikendalikan, hal ini disebabkan karena pada masa remaja terjadi proses
pencarian identitas diri.
Dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas
merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan
tercapai pada akhir masa remaja. Meskipun tugas pembentukan identitas ini
telah mempunyai akar-akarnya pada masa anak-anak, namun pada masa
remaja ia menerima dimensi-dimensi baru karena berhadapan dengan
perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan relasional. Selama masa remaja ini,
kesadaran akan identitas menjadi lebih kuat, karena itu ia berusaha mencari
identitas dan mendefinisikan kembali “siapakah” ia saat ini dan akan menjadi
“siapakah” atau menjadi “apakah” ia pada masa yang akan datang.
Perkembangan identitas selama masa remaja ini juga sangat penting karena ia
memberikan suatu landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi
interpersonal pada masa dewasa5.
Selama masa ini, remaja mulai memiliki suatu perasaan tentang
identitasnya sendiri. Akan tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa maka terjadi kekacauan peranan-peranan dan
kekacauan identitas ( identity confusion ). Kondisi demikian menyebabkan
remaja merasa terisolasi, hampa cemas dan bimbang. Mereka sangat peka
terhadap cara-cara orang lain memandang dirinya, dan menjadi mudah
tersinggug dan merasa malu. Selama masa kekacauan identitas ini tingkah
laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diprediksikan. Pada satu saat
mungkin ia lebih tertutup terhadap siapapun, karena takut ditolak, atau
dikecewakan. Namun pada saat lain ia mungkin ingin jadi pengikut atau
pencinta, dengan tidak mempedulikan konsekuensi-konsekuensi dari
komitmennya.

4
Andi Mappiare, Psikologi Remaja ( Surabaya: Usaha Nasional, 1982 ), hal. 32
5
Desmita, Psikologi Perkembangan ( Bandung: Rosdakarya, 2005 ), hal. 213
Berdasarkan kondisi demikian, maka menurut erikson, salah satu
tugas perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis
identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada
akhir masa remaja. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan seseorang,
makin mampu dia menggambarkan dirinya sendiri6.
Pertumbuhan identitas berkembang seiring dengan bertambahnya
berbagai pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya baik dari pendidikan
keluarga, sekolah maupun dari masyarakat dimana ia tinggal. Dengan kata
lain, lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan identitas
diri remaja. Dalam teori-teori psikologi barat menyatakan bahwa, lingkungan
menyebabkan perubahan pada diri ( behaviorisme ). Lingkungan yang baik
diharapkan dapat menunjang kematangan remaja dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya, yang dalam hal ini ditekankan pada pembentukan identitas
diri ( self identity ).

C. Masa Dewasa Kontinuitas Kepribadian


Pada fase ini merupakan proses perkembangan kepribadian seseorang
yang mulai luas. Fase ini merupakan fase terakhir. Fase ini ditandai dengan
semakin stabilnya karakter seseorang dengan perilaku khasnya. Pada fase ini
perkembangan kepribadian cenderung menetap secara permanen yaitu dengan
terbentuknya perilaku yang khas dan perwujudan kepribadian yang bersifat
abstrak sebelumnya. Fase ketiga ini bisa terbentuk sampai usia dewasa yaitu
sampai usia 25-28 tahun.

Setelah kepribadian ketiga terbentuk, maka diklasifikasikan menjadi


tiga tipe kepribadian yaitu:
1. Kepribadian normatif (normative man)
Tipe kepribadian ini merupakan yang ideal. Seseorang dengan tipe
kepribadian ini memiliki prinsip prinsip yan gkuat dalam menerapkan

6
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002 ) , hal. 147
nilai sentral yang ada dalam dirinya. Prinsip prinsip yang diterapkan
merupakan hasil dari sosialisasi pada masa sebelumnya. Tipe kepribadian
normatif ini bisa didapatkan apabila seseorang mendapatkan perlakuan
terhadap dirinya dan perlakuan terhadap orang lain sesuai dengan tata
nilai pada suatu kelompok sosial lingkungannya. Tipe ini dapat
menyesuaikan diri dalam kelompok sosial dan memiliki kemampuan
untuk menampung aspirasi orang lain. Tipe kepribadian normatif mampu
bersifat netral dan tidak mendominasi dalam suatu kelompok.
2. Kepribadian otoriter (otoriter man)
Tipe ini dibentuk dari proses interaksi dengan lingkungan sosial yang
menghasilkan individu yang lebih mementingkan kepentingan diri sendiri
dibandingkan kepentingan orang lain. Tipe ini biasa terjadi pada anak
tunggal.Anak tunggal sudah terbiasa mendapatkan kasih sayang dan
semuanya hanya untuk dirinya sendiri. Anak tunggal terbiasa
mendapatkan perlindungan dan dukungan dari orang sekitarnya sejak
kecil, serta biasa memimpin kelompoknya. Kepribadian otoriter pada
individu menjadikannya tipe orang yang berfokus pada diri nya sendiri
dan mengendalikan sekitarnya sesuai keinginannya.
3. Kepribadian perbatasan (marginal man)
Tipe kepribadian ini relatif stabil dan memiliki ciri khas dan prinsip
tertentu yan gditunjuukkan dengan perilaku tertentu dan sering kali
mengalami perubahan. Sehingga orang dengan tipe ini memiliki lebih dari
satu karakter kepribadian. Orang bisa memiliki tipe kepribadian
perbatasan apabila dirinya hidup dalam lingkungan dua budaya, misalnya
dengan latar belakang orang tua yang berbeda negara dan beda budaya
dan harus belajar dua struktur budaya yang berbeda. Anak yang tumbuh
dalam dua budaya yang berasal dari orang tuanya, akan memiliki
kepribadian yang cukup unik. Kepribadian anak berasal dari kebiasaan
yang bercampur antar budaya yang diterapkan dalam lingkungan
rumahnya.
D. Teori dan Pendekatan dalam Kepribadian
Berdasarkan definisi dan sudut pandang para psikolog, diungkapkan
mengenai tipe-tipe kepribadian. Beberapa psikolog membagi tipe kepribadian
berbeda satu sama lain, dan perbedaan ini disebabkan oleh sudut pandang dari
mana penelitian atas kepribadian dimulai atau didasarkan oleh faktor tertentu
yang juga berbeda antara satu ahli dengan lainnya. Oleh karena itu beberapa
tipe kepribadian yang akan dikemukakan berikut ini, dibatasi oleh pendapat
yang dianggap cukup banyak diperbincangkan oleh para ahli.
1. Trait Theory
Tokohnya Gordon Allport dan, R.B. Cattell. Mereka mendefinisikan trait
(watak), sebagai susunan neuropsychic yang mempunyai kemampuan
memberikan banyak rangsangan pada fungsi-fungsi yang sederajat dan
mengarahkan bentuk dan pengungkapan perilaku. R.B. Cattell
mengklasifikasikan sifat berdasarkan empat pasang tipe yaitu:
a. Common versus unique; artinya terdapat sifat-sifat umum yang
dimiliki oleh semua orang dan orang yang memiliki sifat khusus dan
tidak dimiliki oleh orang lain;
b. Surface versus source; artinya suatu sifat ada yang dengan mudah
dapat dilihat dan ada yang harus dilakukan penelitian lebih jauh baru
dapat kelihatan;
c. Constitutional versus environtmental mold; yaitu sifat yang
tergantung pada pembawaan (constitutional) dan yang tergantung
pada lingkungan;
d. Dynamic versus ability and temperament; dynamic artinya sifat yang
mendorong seseorang untuk mencapai tujuan dan sifat yang
menentukan kemampuan untuk mencapai tujuan dan temperamen
adalah aspek-aspek emosional yang mengarahkan kepada aktifitas.
2. Psychoanalysis Theory
Tokohnya adalah Sigmund Freud yang mengatakan bahwa kepribadian
manusia adalah pertarungan antara Id, Ego dan Super Ego. Id adalah
bagian kepribadian manusia yang mengendalikan dorongan-dorongan
biologis seperti dorongan sex dan sifat agresif, Id bertindak atas prinsip
kesenangan semata, sehingga seringkali disebut sebagai tabiat hewani
manusia. Super Ego adalah hati nurani yang bertindak atas prinsip moral.
Super ego merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural
masyarakatnya, Id dan Super Ego seringkali bertentangan, dan ketiganya
berada dalam alam bawah dasar manusia. Ego merupakan kepribadian
yang menjembatani antar keinginan Id dan aturan yang ditentukan oleh
super ego. Baik id, ego dan super ego, ketiganya berada dalam alam
bawah sadar manusia.
Jadi dalam teori psikoanalisis dijelaskan oleh Freud bahwa perilaku
manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (id), psikologis
(ego) dan sosial (super ego) atau menurut Jalaluddin Rahmat disebut
sebagai unsur animal, rasional dan moral. Freud juga mengemukakan
bahwa kepribadian manusia dipengaruhi oleh tingkatan psychosexual
yang dibagi ke dalam tiga tingkatan yaitu:
a. Oral Stage: umur 0 – 1½ tahun dicirikan dengan kesenangan pada
bagian mulut dan bibir seperti ngemut, menggigit, dan menelan.
b. Anal Stage: umur 1½ – 3 tahun dicirikan dengan sering
mempermainkan sesuatu yang keluarnya dari analnya.
c. Phallic Stage: umur 3 – 6 tahun sangat tertarik pada bagian-bagian
vitalnya.
Pada fase ini juga mulai terlihat kesenangan pada lawan jenisnya, seperti
anak laki-laki yang menyenangi ibunya dan anak perempuan menyenangi
bapaknya. Apa hubungan antara fase perkembangan dengan kepribadian
seseorang? Menurut Freud, rasa frustrasi dan konflik yang terjadi pada
fase-fase tertentu akan mempengaruhi kepribadian seseorang pada saat
beranjak dewasa yang mengakibatkan 2 hal yaitu yang disebut: Fixation
(perasaan yang mendalam) dan Regression. Sebagai contoh; jika
seseorang mengalami fixation pada oral stage maka orang tersebut akan
cenderung berkarakter rakus, dan kurang peduli, dan jika mengalami hal
yang sama pada anal stage maka ia cenderung kikir dan kepala batu.
3. Phenomenology Theory
Tokoh adalah: Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Berbeda dengan teori
psikoanalisis yang menekankan pada masalah perkembangan
psychosexual, ketidaksadaran (unconscious), teori ini lebih menekankan
pada masalah persepsi, pengertian, perasaan dan pengertian akan diri
sendiri (self).
Teori ini melihat manusia sebagai pribadi unik dan sangat individual
sifatnya artinya kepribadian seseorang dalam perkembangannya, sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, dalam hal ini orang tua dan
orang-orang yang menjadi panutannya. Teori-teori tentang kepribadian
banyak pula dibahas oleh para pakar di antaranya adalah sebagai berikut.

E. Penilaian Kepribadian
1. Penilaian kepribadian yang bersifat pra ilmiah
Usaha-usaha untuk menyusun teori maupun konsep yang utuh dalam
rangka menjelaskan perilaku manusia sudah sejak lama dilakukan orang.
Usaha ini sudah sejak lama dilakukan dan diperbaiki secara bertahap
karena disadari pentingnya teori dan konsep yang utuh tentang perilaku
manusia untuk kepentingan kehidupan manusia itu sendiri.
Hasil dari usaha-usaha yang telah dilakukan oleh manusia ada yang
nilainya ilmiahnya masih jauh dari memadai dan karenanya dapat disebut
dengan usaha-usaha pra ilmiah7.
Usaha-usaha ini menurut suryabrata ( 2002 : 6-10 ) terwujud dalam
berbagai bentuk yaitu :
Pada abad pertengahan psikologi kebribadian seseorang lebih diidentikan
dengan cir-ciri fisik yang nampak pada tubuh sese orang, namun semua
itu tidaklah begitu spesifik dan meyakinkan karena psikologi kepribadian
itu tidaklah nampak pada fisik seseorang adapun hal-hal yang sering
dilakukan oleh orang-orang jaman dahulu untuk mengetahui kepribadian
seseorang melalui fisik terbagi kedalam beberapa usaha pra Ilmiah yaitu:
1. Chirologi :Ilmu Guratan tangan
2. Astrologi :Ilmu Perbintangan
7
Farozin, Muhammad. 2004. Pemahaman tingkah laku. Jakarta : PT Asdi Mahasatya., h.
25
3. Grafologi :Ilmu tulisan tangan
4. Phisiogrami ;Ilmu tentang wajah
5. Phrenologi :Ilmu tentang tengkorak
6. Onychologi :Ilmu tentang kuku.
2. Penilaian kepribadian yang lebih tinggi nilainya
Berbeda dengan usaha pemahaman tingkah laku yang bersifat pra ilmiah
dengan kecenderungan saling lepas satu sama lain, pada usaha-usaha
pemahaman tiingkah laku yang lebih tinggi nilainya ini terdapat
kesinambungan antara satu dengan yang lainnya, jadi ada usaha perbaikan
dari pandangan sebelumnya yang dipandang memiliki kelemahan
pandangan baru yang mengacu pada perbaikan dari beberapa bagian
terdahulu yang dipandang lemah.
Usaha-usaha tergolong merupakan usaha yang lebih tinggi nilainya
daripada usaha-usaha yang bersifat pra ilmiah adalah pemahaman tingkah
laku manusia melalui teori tipologi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan, yakni kira-kira dua tahun sampai saat anak matang secara
seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.
Pola kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada masa bayi,
mulai berbentuk dalam awal masa kanak – kanak. Karena orang tua, saudara
– saudara kandung dan sanak saudara yang lain merupakan dunia sosial bagi
anak – anak, maka bagaimana perasaan mereka kepada anak – anak, maka
bagaimana perlakuan mereka merupakan faktor penting dalam pembentukan
konsep diri, yaitu inti pola kepribadian. Inilah sebabnya mengapa Glasner
mengatakan bahwa konsep diri anak “terbentuk di dalam Rahim hubungan
keluarga”.
Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang
rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus
penuh tantangan dan harapan. Masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak
lagi memiliki status kanakkanak. Dipandang dari segi sosial, remaja
mempunyai suatu posisi marginal.

B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu kami meminta kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan Max Sijabat, Development Psycology, Gelora Aksara Pratama, 1980, h.


108
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
F.J. Moneks, Psikologi Perkembangan ( Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2004
Andi Mappiare, Psikologi Remaja Surabaya: Usaha Nasional, 1982
Desmita, Psikologi Perkembangan Bandung: Rosdakarya, 2005
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Farozin, Muhammad. 2004. Pemahaman tingkah laku. Jakarta :
PT Asdi Mahasatya.

Anda mungkin juga menyukai