Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FILSAFAT ISLAM

PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM IKHWAN AL-SHAFA

DOSEN PENGAMPU : Sidiq Aulia S.H.I, M.H.I

OLEH : KELOMPOK 4

1. Fauzan Ramadhan ( 21621016)


2. Febri Adhi ( 21621016 )

POGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini menyajikan materi
tentang “ Pemikiran Filsafat Islam Ikhwan Al-Shafa ” dalam mata kuliah
“Filsafat Islam”.

Sholawat serta rahmat Allah SWT, mudah-mudahan selalu tercurahkan


kepangkuan Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya aamiin
ya rabbal alamin. Selanjutnya, disini kami selaku pemakalah mengucapkan
ribuan terimakasih kepada seluruh pihak dan teman-teman yang sudah setia
membantu demi terselesainya makalah yang kami susun ini, serta bapak
selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila dengan kesabaran dan
keikhlasannya sehingga sedikit banyaknya mudah-mudahan mata kuliah ini
dapat kami manfaatkan untuk bahan pembelajaran nantinya.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Wasalamu’alaikum Wr.Wb.

Curup, 26 Oktober 2021

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. .i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang ..................................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3

A. Biografi Ikhwan Al-Shafa .................................................................3


B. Karya-karya Ikhwan Al-Shafa ...........................................................5
C. Pemikiran Filsafat Ikhwan Al-Shafa .................................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................13


A. Kesimpulan ........................................................................................13
B. Saran...................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya sangatlah luas dalam berbagai
macam persoalan yang meluas serta slidasari oleh pemikiran dan
karakteristik yang berbeda. Hal ini sangat berarti dan oonting dalam
pelumbangan den pengetdan di dunia, khususnya bagi perjalanan
panjang ilmu pengetahun di Islam itu sendiri.
Seperti halnya filat, sudah sangat sering kita dengar dan kita
ketahu hawa awal madla muscuinya filsafist adalah berasal dari
Yunani, akan tapi para fileet, para ahli aga atau ung-orang muslim
semasanya yang senantiasa berpikir dan mengembangkan ilmu
pengetahuan ini untuk kemajuan bagi umat musan. Kemudian
dikemas dan dipahami sedemikian rupa serta dikaitkan dengan hal-hal
atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka
lahirlah lsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang baru serta cuka
populat yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temuan oleh
para filosof kepada generusi generasi selanjumya, dapat diartikan
murid-muridnya
Kemudian muncul salah san filosof dan kelompok yang
meramaikelenpaknya dengan nama kwan al-Shats yang mewamas
dunta di lam pada masa itu oleh sebab itu, pada sukulah ini penulis
cobe memaparkan tentang Ikhwan al-Shafu dan bagaimana
pemikirannya.

1
B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Ikhwan al-Shafa?

2. apa saja karya- karya Ikhwan al- Shafa ?

2. Apa Pemikiran Filsafat Ikhwan Al-Shafa ?

3. Bagaimana konsep pemikirannya di berbagu sp?

C. Tujuan Masalah

Adapun neuan dan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui biografi ikhwan al shafa

2. Untuk mengetahui karya – karya ikhwan al-shafa

3. Untuk mengetahui konsep pemikiran ikhwan al-shafa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ikhwan Al-Shafa

Ikhwan al-Shafa (persaudaraan mei) adalah nama yang disematkan


pada sekelompok pemikir yang berwawasan liberal yang aktivitasnya
menggali dan mengembangkan sains dan filsafat dengan tujuan tidak semata-
mata hanya untuk kepentingan sains itu sendiri, melainkan untuk memenuhi
harapan-harapan lainnya, seperti terbentuknya komunitas etika-relegius dan
mempersatukan berbagai kalangan dalam sebuah wadah yang selalu siap
memperjuangkan aspirasi mereka. Komitas etikaspiritual ini merupakan
pembauran dari berbagai kalangan muslim yang heterogen. Heterogenitas
yang mewarnai kelompok ini, mencerminkan ciri mereka yang pluralitis,
karena beranggotakan dari unsur-unsur dan lantai sekte atau madzhab.

Para pemikir lslam yang bergerak secara rahasia ini lahir pada abad ke
(10M) di Basrah. Kerahasiaan kelompok ini yang juga menamakan kelompok
dirinya Khulan Al Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abni Al Hamdi, atau juga Auliya
Allah boleh jadi karena tendensi politis, dan baru terungkap setelah
berkuasanya dinasti Buwaihi di Baghdad pada tahun 983 M. Ada
kemungkinan kerahsiaan organisasi ini dipengaruhi oleh paham taqiyah.1

Karena basis kegiatanya berada di tengah masyarakat mayoritas


Sunni. Boleh jadi juga, kerahasiaan ini karena mereka mendukung faham
Mu'tazilah yang telah dihapuskan oleh khalifah Abbasiyah Al-Mutawakil
sebagai madzhab negara . Menurut Hana Al farukhi nama ikhwan al-shafa
diekpresikan dari kisah merpati dalam cerita Kalilah wa Dhummah yang
diterjemahkan Ibn Muqaffa. Sesuai dengan namanya Ikhwan al-Shafa berarti
1
Tim Penyusun Ensiklopedia Islam, Jilid II (Jakarta: Intan, 1994) hal. 194.

3
persaudaraan yang suci dan bersih. Organisasi ini antara lain mengajarkan
tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada persaudaraan
Islamiyah (Ukhuwan tilamsyah) yaitu sikap yang memandang sikap seorang
uslim tidak akan sempurna kecuali jika ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai diri sendiri, persaudaraan yang dilakukan secara tulus ikhlas,
kesetiakawanan yang aici mumisena saling menasehati antara sesama anggon
organisasi dalam meraju ridha illahi. Olch schab in di dalam risalab yang
mereka kumpulan para penulis yang selalu meanidai ishatnya dengan kalimat
"ya ayyuhul akh, (wahai saudara) atau yaayyuhal akh alfadhil (wahai saudar
yang budiman!) suatu tanda kesetia kawanan antar anggota. Sebagai sebuah
organisasi ia mempunyai semangat da'wah dan tabiligh yang amat militer
dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.

Kelompok Ikhwan al-Shafa bergerak dalam bidang filsafat yang


banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang da'wah dan pendidikan.
Mereka berkumpul untuk menyalakan kembali obor ilmu pengetahuan di
kalangan kaum muslimin agar mereka tidak terperosok dalam kejahilan dan
fanatisme. Kemunculan Ikhwan Al-Shafa dilatar belakangi oleh keprihatinan
terhadap pelaksanaan ajaran Islam yang telah tercemar oleh ajaran dari luar
Islam dan untuk membangkitkan kembali rasa cinta ilmu pengetahuan di
kalangan umat Islam. Mereka bekerja danbergerak secara rahasia disebabkan
kekhasan akan ditindik penguasa pada waktu itu yang cenderung menindas
gerakan-gerakan pemikiran yang timbul. Kondisi ini atau lain yang
menyebabkan Ikhwan Al-Shata memiliki anggi yang terbatas. Mereka sangat
selektif dalam menerima anggota haru dengan melihat berhar syarat yang
mereka tetapkan dalam merekrut magta adalah memiliki du pengetaun yang
luas, loyalitas yang tinggi, memiliki kesungguhan, din benkhlak mulia dan
semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru da mubaligh terhadap
orang lain yang terdapat di masyarakat Lahimya Ikhwan al-Shufa adalah
ingin menyelamatkan masyarakat dan mendekatkannya pada jalan
kebahagiaan yang diridhai Allah Menurut mereka syari'at telah dinsda

4
bermacam-macam kejahiliyahan dan dilumuri beraneka ragam kesesatan
Dalam kelompok ini ada empat tingkatan anggota, yaitu:

1. Al-Ikhwan al-Abrar al-Ruhama, kelompok yang berusia 15-30 tahun


yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus
murid, karenanya dituntut tunduk dan patuh secara sempurna kepada
guru.
2. Al-Ikhwan al-Akhyar, yakni kelompok yang berusia 30-40 tahun. Pada
tingkatan ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah,
kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan (Tingkat guruguru).
3. Al-Ikhwan al-Fudhala’al-Kiram yakni kelompok yang berusia 40-50
tahun. Dalam kenegaraan kedudukan mereka sama dengan sulthan dan
hakim. Mereka sudah mengetahui aturan ketuhanan sebagai tingkatan
para nabi.
4. Al-Kamal, yakni kelompok yang berusia 50 tahun ke atas. Mereka
disebut dengan tingkatan al-Muqarrabin min Allah, karena mereka sudah
mampu memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada diatas
alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana Malaikat al-Muqorrabun.

B. Karya-karya Ikhwan Al-Shafa

Karya monumental Ikhwan al-Shafa adalah ensiklopedia Rasa’il


Ikhwan al-Shafa.Kitab ini memuat informasi yang sangat penting diketahui
oleh public tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang telah
berkembang di dunia Islam pada sekitar abad kesepuluh dan sebelas, seperti
matematika, etika, logika, fisika, psikologi dan agama yang terkumpul dalam
52 risalah ilmiah yang sangat maju diukur dengan zamannya. Berikut ini
adalah rincian daftar isi kitab Rasa’il tersebut:
1. Buku Kesatu: Matematika (Aritmatika, Geometri, Musik, dan Astronomi)
2. Buku Kedua: Logika (Isagogi, Demonstrasi, Silogisme, Dialektika,
Retorika, Sopistik, dan Poetik)
3. Buku Ketiga: Fisika (Kosmologi Fisik, Minerologi, Botani, dan Zoologi)

5
4. Buku Keempat: Fisika (Zoologi, Anatomi, Embriologi, dan Antropologi)
5. Buku Kelima: Psikologi (Anatomi, Psikologi, dan Bahasa)
6. Buku Keenam: Psikologi (Kosmologi, Psikologi, dan Eskatologi)
7. Buku Ketujuh: Agama (Mazhab Pemikiran, Persaudaraan, dan Iman)
8. Buku Kedelapan: Agama (Ilmu Hukum dan syariat.

Menurut Majid Fakhry, Rasa’il Ikhwan al-Shafa wa Khullan al-Wafa


dikarang oleh 10 orang yang mengaku dirinya sebagai pakar tapi
merekamerahasiakan identitasnya. Namun, diduga kuat, ikhtisar tersebut
digarap oleh Al-Majriti (w. 1008). Konon, Al-Majriti pula yang pertama-tama
membawa ajaran Ikhwan al-Shafa di daratan Spanyol. Ensiklopedi ini secara
garis besar, dapat dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok pertama, berisi
empat belas risalah “matematis” tentang angka. Oleh kalangan Ikhwan Al-
Shafa, angka dianggap alat penting untuk mengkaji filsafat “sebab ilmu angka
akar semua sains, saripati kebijaksanaan kebijaksanaan, sumber kognisi, dan
unsur pembentuk makna.
Kelompok kedua, terdiri atas tujuh belas risalah yang
membahas”persoalan fisik materiil”. Secara kasar, semua risalah tersebut
berkaitan dengan karya-karya fisika Aristoteles. Sedikit tambahan ihwal
psikologi, epistemologi, dan linguistik yang tidak terdapat dalam korpus
Aristotelian,njuga masuk dalam kelompok ini.
Kelompok ketiga, terdiri atas 10 risalah “psikologos-rasional” yang
membahas prinsip-prinsip intelektual, intelek itu sendiri, hal-hal kawruhan
(intelligibles), hakikat cinta erotik (‘isyq), hari kebangkitan, dan sebagainya.
Kelompok keempat, terdiri atas empat belas risalah yang membahas
cara mengenal Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat
hukum Ilahi, kenabian, tindakan-tindakan makhluk halus, jin dan malaikat,
rezim politik, dan terakhir hakikat teluh, azimat, dan aji-aji.2

2
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam; Sebuah Peta kronologis,(Terj.) Zainul Am.
(Bandung: Mizan, 2002) hal. 64.

6
Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat menafsirkan, bahwa ikhwan al-
Shafa mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama
dan ilmu pengetahuan (filsafat dan sains). Sedangkan karya yang erat
hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al-Risalat al-jami’ah (Risalah
Komprehensif) yang merupakan sebuah summarium (ikhtisar, ringkasan) dan
summa dari aslinya. Selanjutnya, jami’ah pun diikhtisarkan dalam Risalat al-
jamiah au al-Zubdah min Rasa’il Ikhwan al-Shafa (Kondensasi dari Risalah
Komprehensif atau krim dari Rasa’il Ikhwan al-Shafa, yang juga dinamai al-
Risalat al-Jami’ah.3

C. Pemikiran Filsafat Ikhwan Al-Shafa

1. Al-Tawfiq Dan Al-Talfiq


Pemikiran al-tawfiq (rekonsiliasi) Ikhwan al-Shafa terlihat pada
tujuan pokok bidang keagamaan yang hendak dicapainya, yakni
merekosiliasikan atau menyelaraskan antara agama dan filsafat dan
antara agama-agama yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka
bahwa syariah telah dikotori bermacam-macam kejahilan dan dilumuri
berbagai kesesatan, satu-satunya jalan membersihkannya adalah dengan
filsafat.
Ikhwan al-Shafa berusaha memadukan filsafat dengan agama
dengan menurunkan metafisika dan ilmu pengertian dari puncak
spekulatif murni yang tidak dapat dijangkau secara aktif-praktis. Dengan
demikian, harus dimunculkan satu tingkat kepercayaan yang menengahi
tingkat kepercayaan yang telah ada, tingkat yang cocok bagi orang-orang
pilihan dan bagi orang kebanyakan yaitu tinggkat kepercayaan yang
cocok bagi keduanya, yang berakar pada akal, dipotong oleh kitab suci,
dan dapat diterima oleh semua kelompok pencari kebenaran.
Disamping itu Ikhwan al-Shafa juga memadukan agama-agama
yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti
Islam, Kristen, Majusi, Yahudi dan lain karena, menurut mereka tujuan
agama adalah sama yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan.
2. Metafisika
3
Omar A. Farukh dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa
Cendekia, 2004), hal. 181.

7
Adapun mengenai ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi
pemikiran kepada bagian. Menurut mereka, ilmu bilangan adalah lidah
yang mempercayakan tentang tauhid, al-tanzih, dan meniadakan sifat
dan tasybih, serta dapat menolak sikap orang yang mengingkari
keesaan Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan tentang angka
membawa kepada pengakuan tentang keesaan Tuhan, karena apabila
angka satu rusak, maka rusaklah semuanya. Selanjutnya mereka
katakan, angka satu belum angka dua dan dalam angka dua terkandung
pengertian kesatuan. Dengan istilah lain, angka satu adalah angka
pemula dan ia lebih dahulu dari angka dua atau angka lainnya. Karena
itu keutamaan terletak pada yang dahulu, yakni angka satu. Sedangkan
angka dua dan lainnya terjadi kemudian. Karena itu terbuktilah bahwa
lainya bahwa yang Esa (Tuhan) lebih dahulu dari lainnya seperti
dahulunya angka satu dari angka yang lain.4

Ikhwan al-Shafa juga melakukan al-tanzih, meniadakan sifat


dan tasybih kepada Tuhan. Tuhan adalah pencipta segala yang ada
dengan cara al-faidh (emanasi) dan memberi bentuk tanpa waktu dan
tempat, cukup dengan firman-Nya kun fa kana. Maka adalah segala
yang dikendaki-Nya. Ia berada pada segala sesuatu tanpa berbaur dan
bercampur, seperti adanya angka satu dalam tiap-tiap bilangan.
Sebagaimana bilangan satu tidak dapat dibagi dan tidak serupa deng an
bilangan lain. Demikian pula Tuhan tidak ada menyamai dan
menyerupai-Nya. Tetapi, ia jadikan fitrah manusia untuk dapat
mengenal-Nya tanpa belajar.
Tentang ilmu Tuhan, Ikhwan al-Shafa beranggapan bahwa
seluruh pengetahuan (al-ma’lumat) berada dalam ilmu Tuhan
sebagaimana beradanya seluruh bilangan dalam satu. Berbeda dengan
ilmu para pemikir, ilmu Tuhan dari zat-Nya sebagaimana bilangan
yang banyak dari bilangan yang satu yang merupakan seluruh bilangan.
Demikian pula ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu yang ada.
Berkaitan dengan penciptaan alam, pemikiran Ihwan al-Shafa
merupakan perpaduan antara pendapay Aristoteles, Plotinus dan
Mutakallimin. Bagi Ikhwan al-Shafa, Tuhan adalah pencipta dan
mutlak Esa. Dengan kemauannya sendiri Tuhan menciptakan Akal
4
Ibid., hlm 48

8
Pertama atau Akal Aktif (al-‘aql al-fa’al) secara emanasi. Kemudian,
Allah menciptakan materi pertama (al-hayula al-ula).n demikian, jika
Allah kadim, lengkap dan sempurna, maka akal pertama ini juga
demikian halnya. Pada Akal Pertama ini lengkap segala potensi yang
akan muncul pada wujud berikutnya. Sementara jiwa terciptanya secara
emanasi dengan perantaran akal, maka jiwa kadim dan lengkap, tetapi
tidak sempurna. Dengan demikian juga halnya materi pertama karena
terciptanya secara emanasi dengan perantaran jiwa, maka Materi
Pertama adalah kadim, dan tidak lengkap, dan tidak sempurna.
Jadi, berhubungan dengan alam materi secara langsung, sehingga
kemurnian tauhid dapat pelihara dengan sebaik-baiknya. Lengkapnya
rangkaian proses emanasi adalah:
Allah maha pencipta dan dari-Nya timbullah: 5

1)   Akal Pertama atau Akal Aktif (al-Aql wa al-Fa’al)

2)   Jiwa Universal (al-nafs al-kulliyah)

3)   Materi Pertama (al-hayula al-ula)

4)   Potensi Jiwa Universal (al-thabi’ah al-fa’ilah)

5)   Materi Absolut atau Materi Kedua (al-jism al-muthlaq)

6)   Alam Planet-planet (‘alam al-falak)

7)   Materi gabungan yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan


hewan.

Mahiyah diatas bersama zat Allah yang mutlak, semournalah


jumlah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini membentuk
substnsi organik pada tubuh manusia yaitu tulang, sumsum, daging, urat
saraf, kulit, rambut dan kuku. 6

Segala sesuatu di alam ini adakalnya berupa materi, bentuk,


jauhar atau aradh. Jauhar yang pertama adalah materi dan bentuk.
Sedangkan aradh yang pertama adalah tempat, gerak dan zaman.

5
Sirajudin Zar, Filsafat Islam : Filosof Dan Filsafatnya., hlm. 149
6
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, ( Jakarta : Gaya Media , 2005). Hlm. 49

9
Salah satu pemikiran Ikhwan al-Shafa yang mengagumkan
adalah rentetan emanasi ke delapan. Mereka telah mendahului
Charles Darwin (1809-1882 M) tentang rangkaina kejadian alam
secara evolusi. Menurut mereka, alam mineral, alam tumbuh-
tumbuhan, alam hewan merupakan satu rentetan yang sambung
menyambung. Obyek-obyek fisik tersusun atas empat unsur yang
menimbulkan, melalui perantaran empat kualitas utama, onyek-
obyek gabungan di dunia ini, yaitu meneral tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Jadi, tingkatan penciptaan yang paling rendah adalah
meneral dan paling tinggi mencapai puncaknya pada manusia
sebagai khalifoah Allah di muka bumi, yang merupakan tapal batas
antara urutan malaikat dan hewan.

Menurut Ikwan al-Shafa, yang dalam hal ini dipengaruhi


oleh kaum stoik, tubuh manusia merupakan munuatur alam
sementara sebagai keseluruhan (ikosmos).

Tentang logika, Ikhwan al-Shafa mengajukan konsep alur


berpikir yang lurus, yaitu urutan berpikir sistematis: (1) analisis
(al-tahlil), untuk mengetahui obyek inderawi secara rinci, (2)
definitif (al-had) untuk mengetahui hakikat species (naw’) dan (3)
deduktif (al-burhan), untuk mengetahui henus (al-jins)

3. Hukum
Adalah keyakinan ikhwan al-Shafa bahwa hakum-hukum
agama berbeda satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan dan watak
bangsa-bungsa yang bersangkutan. Seperti Mutazilal mereka
berpendapat bahwa semua tema keagamaan seperti Penciptaan, Adam,
Syaitan Pohon Pengetahuan, Kebangkitan Kembali, Hari Kiamat,
Neraka dan Surga harus dipandang sebagai simbol-simbol dan
dipahami secara alegoris. Mereka juga berpendapat bahwa dalam
agama tidak boleh ada paksaan, oleh karena agama adalah soal hati dan
bertumpu pada keyakinan (Basari, 1989: 59)
4. Politik

Mengenal politik, ikhwan al-Shafa tampaknya tidak peduli,


walaupun sebenarnya mereka tidak puas dengan keadaan di zaman

10
mereka ,membantu gerakan-gerakan yang menentang kekuasaan
Abbasiyyah (Basuri, 198962) . Dari segi doktrin mereka berpendapat
bahwa negara bertumpu kepada kerajaan dan agama. Diperlukan
seorang raja untuk menegakkan disiplin, hukum dan ketertiban dalam
negeri, dan jika tidak ada raja, harus ada sebuah majelis yang terdiri
dari orang-orang terbaik, untuk menguasai dan memerintah, sebab jika
tidak, akan nenimbulkan anarki, pertumpahan darah dan kekacawan.

5. Pendidikan

Teori mereka tentang pendidikan didasari atas gagasan yunani.


Mereka berpendapat bahwa setiap anak lahir dengan bakat, artinya
dengan potensi potensi yang harus diaktualkan. Oleh sebab itu, guru
tidak perlu menjejaki otak muridnya dengan ide-idenya sendiri
melaikan harus mengangkat apa yang terdapat secara laten di
dalamnya. Selama empat tahun pertama, anak secara tidaksadar
menyerap semua ide dan perasaan dari lingkungan sosialnya .
6.  Jiwa Manusia

Jiwa manusia bersumber dari jiwa universal. Dalam


perkembangannya jiwa manusia banyak dipengaruhi materi yang
mengitarinya. Agar jiwa tidak kecewa dalam perkembangannya, jiwa
dibatu oleh akal yang merupakan daya bagi jiwa untuk berkembang. 7
Pengetahuan diperoleh melalui proses berpikir. Anak-anak pada
mulanya seperti kertas putih bersih dan belum ada coretan. Lembaran
pytih tersebut akan tertulis dengan adanya tanggapan panca indera yang
menyalurkannya ke otak bagian depan yang memiliki daya imajinasi
(al-quwwat al-mutakhayyilat). Dari sini meningkat ke daya berpikir (al-
quwwat al-mufakkirat) yang terdapat pada otak bagian tengah. Pda
tingkat ini manusia sanggip membedakan antara benar dan salah, antara
baik dan buruk. Setelah itu, disalurkan ke daya ingatan (al-quwwat al-
hafizhat) yang terdapat pada otak bagian belakang. Pada tingkat ini
seseorang telah sanggup menyimpan hal-hal abstrak yang diterima oleh
daya berpikir. Tingkatan terakhr adalah daya berbicara (al-quwwat al-
nathiqat), yaitu kemampuanmengungkapkan pikiran dan ingatan lewat
bahasa tulis kepada pembaca.

7.  Moral
7
Ibid ., hlm. 50

11
Adapun tentang moral, Ikhwan al-Shafa bersifat rasionalitas.
Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas merdeka. Dalam
mencapai tingkat moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari
ketergantungan materi. Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai
kepada ekstase. Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat adalah sia-
sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih kasayang,
keadilan, rasa syukur, mengutakan kebajikan, gemar berkorban untuk
orang lain kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya,
hahasa kasar, kemunafikan, penipuan, kedzaliman, dan kepalsuan harus
dikiks habis hingga timbul kesucian perasaan, cinta terhadap sesaman
manusia, dan keramahan terhadap alam.  Jiwa yang telah dibersihkan akan
mampu bentuk-bentuk cahaya sepiritual dan entitas-entitas yang
bercahaya. Semakin suci jiwa, maka semakin dapat memahami makna
dasae yang tersembunyi dalam kitab suci dan kesesuaianya dengan
pengetahuan rasional dalam filsafat. Sebaliknya, selama jiwa terperosok
dalam daya pikat keinginan-keinginan dan kesenangan-kesenangannya, ia
tidak dapat mengetahui makna kitab suci dan tidak bisa merenungkan apa
yang ada di dalamnya. Demikian juga setelah peristiwa kematian, dia tidak
akan bisa terbebas dari beban-bebanya dan tidak bisa masuk syurga dan
dia akan dimasukkan ke dalam neraka. Itu adalah akibat dari kekufuran,
kesalahan, kebodohan dan kebutaan terhadap makna dasar kitab suci.

8.   Bilangan

Tujuan Ikhwan al-Shafa membicarakan bilangan untuk


mendemonstrasikan bagaimana sifat bilangan itu bila diterapka dalam
sesuatu, sehingga siapa saja yang mendalami bilangan dengan segala
hukum-hukumnya, sifat-sifat dasarnya, jenis-jenisnya akan memahami
jumlah macam-macam benda. 8

BAB III

8
Ibid., hlm 55

12
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ikhwan al-shafa adalah nama kelompok pemikiran islam yang


bergerak secara rahasia yang mayoritas bergologan syi`ah yang lahir pada
abad ke 4H(10M) di basroh. Ikhwan al-shafa menghasilkan sebuah kumpulan
tulisan yang terdiri dari 52 risalah dengan menekan aspek kuat dalam
keluasaan berpikir dan keluasan bserta kualitas beragam yang mengkaji
subjek-subjek bersektrum luas .
Ikhwan a;-shafa dalam usahannya berfilsafat tetap ingin memadukan
antara agama dan filsafat. Namun ikhwan al-shafa lebih menempatkan filsafat
di atas agama dan mereka mengharuskan berfilsafat dan membuat filsafat
menjadi landasan agama yang di padukan dengan ilmu . dan mereka
memadukan agama dengan agama lainnya.
B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca. Maka, dari itu ktitik dan saran kami harapkan
untuk memperbaiki makalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

13
Tim Penyusun Ensiklopedia Islam , 1994 , Jakarta: Intan
Sirajudin Zar, Filsafat Islam, Filosof Dan Filsafatnya.
Hasyimsyah Nasution, 2005, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media.
Omar A. Farukh dalam M.M. Syarif (editor), 2004, Aliran-Aliran Filsafat
Islam, Bandung: Nuansa Cendekia.
Majid Fakhry, 2002, Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan.

14

Anda mungkin juga menyukai