FILSAFAT ISLAM
OLEH : KELOMPOK 4
2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini menyajikan materi
tentang “ Pemikiran Filsafat Islam Ikhwan Al-Shafa ” dalam mata kuliah
“Filsafat Islam”.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan pada dasarnya sangatlah luas dalam berbagai
macam persoalan yang meluas serta slidasari oleh pemikiran dan
karakteristik yang berbeda. Hal ini sangat berarti dan oonting dalam
pelumbangan den pengetdan di dunia, khususnya bagi perjalanan
panjang ilmu pengetahun di Islam itu sendiri.
Seperti halnya filat, sudah sangat sering kita dengar dan kita
ketahu hawa awal madla muscuinya filsafist adalah berasal dari
Yunani, akan tapi para fileet, para ahli aga atau ung-orang muslim
semasanya yang senantiasa berpikir dan mengembangkan ilmu
pengetahuan ini untuk kemajuan bagi umat musan. Kemudian
dikemas dan dipahami sedemikian rupa serta dikaitkan dengan hal-hal
atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka
lahirlah lsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang baru serta cuka
populat yang dikembangkan dan diajarkan secara turun temuan oleh
para filosof kepada generusi generasi selanjumya, dapat diartikan
murid-muridnya
Kemudian muncul salah san filosof dan kelompok yang
meramaikelenpaknya dengan nama kwan al-Shats yang mewamas
dunta di lam pada masa itu oleh sebab itu, pada sukulah ini penulis
cobe memaparkan tentang Ikhwan al-Shafu dan bagaimana
pemikirannya.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Para pemikir lslam yang bergerak secara rahasia ini lahir pada abad ke
(10M) di Basrah. Kerahasiaan kelompok ini yang juga menamakan kelompok
dirinya Khulan Al Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abni Al Hamdi, atau juga Auliya
Allah boleh jadi karena tendensi politis, dan baru terungkap setelah
berkuasanya dinasti Buwaihi di Baghdad pada tahun 983 M. Ada
kemungkinan kerahsiaan organisasi ini dipengaruhi oleh paham taqiyah.1
3
persaudaraan yang suci dan bersih. Organisasi ini antara lain mengajarkan
tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada persaudaraan
Islamiyah (Ukhuwan tilamsyah) yaitu sikap yang memandang sikap seorang
uslim tidak akan sempurna kecuali jika ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai diri sendiri, persaudaraan yang dilakukan secara tulus ikhlas,
kesetiakawanan yang aici mumisena saling menasehati antara sesama anggon
organisasi dalam meraju ridha illahi. Olch schab in di dalam risalab yang
mereka kumpulan para penulis yang selalu meanidai ishatnya dengan kalimat
"ya ayyuhul akh, (wahai saudara) atau yaayyuhal akh alfadhil (wahai saudar
yang budiman!) suatu tanda kesetia kawanan antar anggota. Sebagai sebuah
organisasi ia mempunyai semangat da'wah dan tabiligh yang amat militer
dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.
4
bermacam-macam kejahiliyahan dan dilumuri beraneka ragam kesesatan
Dalam kelompok ini ada empat tingkatan anggota, yaitu:
5
4. Buku Keempat: Fisika (Zoologi, Anatomi, Embriologi, dan Antropologi)
5. Buku Kelima: Psikologi (Anatomi, Psikologi, dan Bahasa)
6. Buku Keenam: Psikologi (Kosmologi, Psikologi, dan Eskatologi)
7. Buku Ketujuh: Agama (Mazhab Pemikiran, Persaudaraan, dan Iman)
8. Buku Kedelapan: Agama (Ilmu Hukum dan syariat.
2
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam; Sebuah Peta kronologis,(Terj.) Zainul Am.
(Bandung: Mizan, 2002) hal. 64.
6
Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat menafsirkan, bahwa ikhwan al-
Shafa mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama
dan ilmu pengetahuan (filsafat dan sains). Sedangkan karya yang erat
hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al-Risalat al-jami’ah (Risalah
Komprehensif) yang merupakan sebuah summarium (ikhtisar, ringkasan) dan
summa dari aslinya. Selanjutnya, jami’ah pun diikhtisarkan dalam Risalat al-
jamiah au al-Zubdah min Rasa’il Ikhwan al-Shafa (Kondensasi dari Risalah
Komprehensif atau krim dari Rasa’il Ikhwan al-Shafa, yang juga dinamai al-
Risalat al-Jami’ah.3
7
Adapun mengenai ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi
pemikiran kepada bagian. Menurut mereka, ilmu bilangan adalah lidah
yang mempercayakan tentang tauhid, al-tanzih, dan meniadakan sifat
dan tasybih, serta dapat menolak sikap orang yang mengingkari
keesaan Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan tentang angka
membawa kepada pengakuan tentang keesaan Tuhan, karena apabila
angka satu rusak, maka rusaklah semuanya. Selanjutnya mereka
katakan, angka satu belum angka dua dan dalam angka dua terkandung
pengertian kesatuan. Dengan istilah lain, angka satu adalah angka
pemula dan ia lebih dahulu dari angka dua atau angka lainnya. Karena
itu keutamaan terletak pada yang dahulu, yakni angka satu. Sedangkan
angka dua dan lainnya terjadi kemudian. Karena itu terbuktilah bahwa
lainya bahwa yang Esa (Tuhan) lebih dahulu dari lainnya seperti
dahulunya angka satu dari angka yang lain.4
8
Pertama atau Akal Aktif (al-‘aql al-fa’al) secara emanasi. Kemudian,
Allah menciptakan materi pertama (al-hayula al-ula).n demikian, jika
Allah kadim, lengkap dan sempurna, maka akal pertama ini juga
demikian halnya. Pada Akal Pertama ini lengkap segala potensi yang
akan muncul pada wujud berikutnya. Sementara jiwa terciptanya secara
emanasi dengan perantaran akal, maka jiwa kadim dan lengkap, tetapi
tidak sempurna. Dengan demikian juga halnya materi pertama karena
terciptanya secara emanasi dengan perantaran jiwa, maka Materi
Pertama adalah kadim, dan tidak lengkap, dan tidak sempurna.
Jadi, berhubungan dengan alam materi secara langsung, sehingga
kemurnian tauhid dapat pelihara dengan sebaik-baiknya. Lengkapnya
rangkaian proses emanasi adalah:
Allah maha pencipta dan dari-Nya timbullah: 5
5
Sirajudin Zar, Filsafat Islam : Filosof Dan Filsafatnya., hlm. 149
6
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, ( Jakarta : Gaya Media , 2005). Hlm. 49
9
Salah satu pemikiran Ikhwan al-Shafa yang mengagumkan
adalah rentetan emanasi ke delapan. Mereka telah mendahului
Charles Darwin (1809-1882 M) tentang rangkaina kejadian alam
secara evolusi. Menurut mereka, alam mineral, alam tumbuh-
tumbuhan, alam hewan merupakan satu rentetan yang sambung
menyambung. Obyek-obyek fisik tersusun atas empat unsur yang
menimbulkan, melalui perantaran empat kualitas utama, onyek-
obyek gabungan di dunia ini, yaitu meneral tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Jadi, tingkatan penciptaan yang paling rendah adalah
meneral dan paling tinggi mencapai puncaknya pada manusia
sebagai khalifoah Allah di muka bumi, yang merupakan tapal batas
antara urutan malaikat dan hewan.
3. Hukum
Adalah keyakinan ikhwan al-Shafa bahwa hakum-hukum
agama berbeda satu sama lain, sesuai dengan kebutuhan dan watak
bangsa-bungsa yang bersangkutan. Seperti Mutazilal mereka
berpendapat bahwa semua tema keagamaan seperti Penciptaan, Adam,
Syaitan Pohon Pengetahuan, Kebangkitan Kembali, Hari Kiamat,
Neraka dan Surga harus dipandang sebagai simbol-simbol dan
dipahami secara alegoris. Mereka juga berpendapat bahwa dalam
agama tidak boleh ada paksaan, oleh karena agama adalah soal hati dan
bertumpu pada keyakinan (Basari, 1989: 59)
4. Politik
10
mereka ,membantu gerakan-gerakan yang menentang kekuasaan
Abbasiyyah (Basuri, 198962) . Dari segi doktrin mereka berpendapat
bahwa negara bertumpu kepada kerajaan dan agama. Diperlukan
seorang raja untuk menegakkan disiplin, hukum dan ketertiban dalam
negeri, dan jika tidak ada raja, harus ada sebuah majelis yang terdiri
dari orang-orang terbaik, untuk menguasai dan memerintah, sebab jika
tidak, akan nenimbulkan anarki, pertumpahan darah dan kekacawan.
5. Pendidikan
7. Moral
7
Ibid ., hlm. 50
11
Adapun tentang moral, Ikhwan al-Shafa bersifat rasionalitas.
Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas merdeka. Dalam
mencapai tingkat moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari
ketergantungan materi. Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai
kepada ekstase. Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat adalah sia-
sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih kasayang,
keadilan, rasa syukur, mengutakan kebajikan, gemar berkorban untuk
orang lain kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya,
hahasa kasar, kemunafikan, penipuan, kedzaliman, dan kepalsuan harus
dikiks habis hingga timbul kesucian perasaan, cinta terhadap sesaman
manusia, dan keramahan terhadap alam. Jiwa yang telah dibersihkan akan
mampu bentuk-bentuk cahaya sepiritual dan entitas-entitas yang
bercahaya. Semakin suci jiwa, maka semakin dapat memahami makna
dasae yang tersembunyi dalam kitab suci dan kesesuaianya dengan
pengetahuan rasional dalam filsafat. Sebaliknya, selama jiwa terperosok
dalam daya pikat keinginan-keinginan dan kesenangan-kesenangannya, ia
tidak dapat mengetahui makna kitab suci dan tidak bisa merenungkan apa
yang ada di dalamnya. Demikian juga setelah peristiwa kematian, dia tidak
akan bisa terbebas dari beban-bebanya dan tidak bisa masuk syurga dan
dia akan dimasukkan ke dalam neraka. Itu adalah akibat dari kekufuran,
kesalahan, kebodohan dan kebutaan terhadap makna dasar kitab suci.
8. Bilangan
BAB III
8
Ibid., hlm 55
12
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
13
Tim Penyusun Ensiklopedia Islam , 1994 , Jakarta: Intan
Sirajudin Zar, Filsafat Islam, Filosof Dan Filsafatnya.
Hasyimsyah Nasution, 2005, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media.
Omar A. Farukh dalam M.M. Syarif (editor), 2004, Aliran-Aliran Filsafat
Islam, Bandung: Nuansa Cendekia.
Majid Fakhry, 2002, Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan.
14