Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

HADIS AHKAM AHWAL ASY-SYAKHSHIYYAH


NAFKAH UNTUK KELUARGA

Dosen Pengampu : Muhammad Syahriza Rezkianoor S.Ag.,M.H

Kelompok 1
Aisya Nur Akbarrini 180102010136
Hajariyah 180102010120
Wahyuni Wulandari 180102010137

FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad saw.
beserta keluarga sahabat dan pengikut beliau hingga akhir jaman.

Makalah ini berjudul “Nafkah Untuk Keluarga ” yang menjadi tugas makalah bagi mahasiswa
Semester V Universitas Islam Negeri Antasari dalam mata kuliah Hadis Ahkam Al-Ahwal Asy-
Syakhshiyyah B pada Prodi Hukum Keluarga Islam lokal B 2018 yang dibimbing oleh Bapak
Muhammad Syahriza Rezkianoor, S.Ag., M.H.

Akhirnya penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini
terdapat kekurangan dan kekhilafan, dan kami juga menyadari dengan sepenuhnya bahwa
penulisan ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, baik dalam bentuk dukungan, bimbingan
dan arahan.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dalam dunia pendidikan pada umumnya. Amin.

Banjarmasin, 23 September 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
D. TEORI PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. RUANG LINGKUP NAFKAH
B. LANDASAN TEORI TENTANG NAFKAH
C. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
D. HADITS TENTANG NAFKAH UNTUK KELUARGA

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
C. DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat dan perkawinan adalah
institusi dasarnya. Perkawinan merupakan sebuah media yang akan mempersatukan dua insan
dalam sebuah rumah tangga dan satu-satunya ritual pemersatu yang diakui secara resmi dalam
hukum agama. Perkawinan adalah akad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara
laki-laki dan perempuan yang saling menolong diantara keduanya serta menimbulkan hak dan
kewajiban antar keduannya.1 Menurut UU RI, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Keluarga dalam islam tidak akan terbentuk dan tidak akan tegak kecuali dengan jalan
yang di syari’atkan, yaitu perkawinan. Islam telah menjelaskan pensyari’atan perkawinan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan dalam perkawinan sebagaimana firman Allah SWT dalam
QS. An-Nur (24) ayat 32 sebagai berikut :

‫َوأَ ْن ِكحُوا اأْل َيَا َم ٰى ِم ْن ُك ْم َوالصَّالِ ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َوإِ َمائِ ُك ْم ۚ إِ ْن يَ ُكونُوا فُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُم هَّللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ِه ۗ َوهَّللا ُ َوا ِس ٌع َعلِيم‬

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”

Perkawinan merupakan pintu untuk memasuki jenjang kehidupan berumah tangga dalam
sebuah konstruksi keluarga baru. Dalam memasuki pintu yang dikenal sakral dalam tradisi
keagamaan ini disusul pula perubahan status, peran, dan tanggung jawab dengan masa
sebelumnya ketika masih bersama orang tua. Perkawinan mempunyai konsekuensi moral,

1
Muh. Abu Zahrah, Definisi “Nikah” Menurut Abu Zahrah, (Cet III Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1337 H/1957 M), Hlm. 18
2
UU RI Perkawinan Pasal 1 Nomor 1 Tahun 1979
sosial, dan ekonomi yang kemudian melahirkan sebuah peran dan tanggung jawab sebagai
suami istri.

Ketika dalam rumah tangga seorang suami yang bekerja guna mencukupi kebutuhan
rumah tangga akan membutukan kehadiran seorang istri yang dapat menyenangkan,
melegakan, melepaskan rasa lelah, memberikan inspirasi serta motivasi baru untuk
menunaikan tugas-tugasnya. Pernikahan dilakukan bukannya tanpa syarat, kemampuan secara
lahir batin adalah dua hal utama dalam sebuah pernikahan atau kesediaan memberikan nafkah
kepada keluarga. Dalam rumah tangga suami sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban
sebagai pemberi nafkah kepada anak dan istri, karena itu dalam islam upaya suami memberi
nafkah kepada keluarga sebagai kategori ibadah, memberi nafkah merupakan kewajiban
suami dan menjadi hak istri dan anak, tidak serta-merta anak dan istri menuntut secara
semena-mena. Kewajiban suami yang menjadi hak istri itu dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan suami.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana ruang lingkup nafkah
2. Bagaimana landasan teori tentang nafkah
3. Apa itu hak dan kewajiban Suami Istri
4. Apa saja hadits tentang nafkah untuk keluarga

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui ruang lingkup nafkah
2. Mengetahui landasan teori tentang nafkah
3. Mengetahui hak dan kewajiban suami istri
4. Mengetahui apa saja hadis tentang nafkah untuk keluarga

D. TEORI PENELITIAN
Dalam penyusunan makalah ini kami selaku penulis menggunakan pandangan pustaka
sebagai metode analisis. Mengambil berbagai referensi dari beberapa macam buku dan kitab
serta media maya untuk mendapatkan informasi yang terkait, dan semua menggunakan
konsep teori pendekatan normatif yang mendukung. Semua yang kami tulis dimakalah berasal
dari sumber referensi yang terpercaya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. RUANG LINGKUP NAFKAH


A. Pengertian Nafkah

Nafkah menurut bahasa berasal dari kata infaq, yakni Ikhraj atau digunakan dalam hal
kebaikan.3 Menurut istilah pemberian yang mencukupi dari makanan, pakaian, tempat tinggal,
dan apa yang berkaitan dengannya4. Secara bahasa nafkah (‫ )النفقة‬diambil dari kata (‫)اإلنفاق‬
yang berarti pengeluaran, penghabisan (konsumtif) infak tidak digunakan kecuali untuk yang
baik-baik. Adapun menurut istilah nafkah adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia
dari pada sandang, pangan, dan papan.5 Nafkah menurut bahasa adalah (‫راج‬p‫ )األخ‬keluar atau (‫لذ‬
‫ )ھااب‬pergi, misalnya ‫االبیغ‬pp‫احبھا ب‬pp‫ك ص‬pp‫ نفقت الدابة اذا خرجت من مل‬seekor hewan telah keluar atau
pergi dari pemiliknya karena dijual. Adapun nafkah menurut istilah ulama fikih adalah
pengeluaran seseorang berupa kebutuhan kepada siapa yang wajib dinafkahinya, misalnya
roti, pakaian, tempat tinggal dan apa yang dibutuhkannya. Hukumnya adalah wajib, misalnya
nafkah suami kepada istrinya atau nafkah bapak terhadap anaknya.6

Nafkah secara etimologi berarti sesuatu yang dibagi atau diberikan kepada orang, dan
membuat kehidupan orang yang mendapatkanya tersebut berjalan lancar karena dibagi atau
diberikan, maka nafkah tersebut secara fisik habis atau hilang dari pemiliknya. Secara
terminologi, nafkah itu adalah sesuatu yang wajib diberikan berupa harta untuk memenuhi
keberlangsungan hidup seperti sandang, pangan, dan papan.

Nafkah termasuk kewajiban suami, maksudnya ialah menyediakan segala keperluan istri
seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, mencari pembantu dan obat-obatan sesuai dengan
kadar kesanggupannya. Hal tersebut terdapat didalam Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. yeperti
firman Allah :

3
Mu’jam Maqayisy Al-Lughah, Jilid 5, hlm. 455 dan Lisan Al-‘Arab, Jilid 10, hlm. 538
4
Kassyaf Al-Qina, Jilid 13, hlm.113
5
Sabri Samin dan Nurmaya Aroeng, Buku Daras “Fikih II” (Cet. I Makassar: Alauddin Press, 2010), hlm. 116
6
Abdu Al-Jaziri, Al-Fiqh Al- Mazahibil Al-Arba’ah Juz 4, (Cet I Daar Al-Afaq Al-Arabiah, Al-Qahirah, 2005), hlm. 424
َ ‫ض ْعنَ أَوْ ٰلَ َده َُّن َحوْ لَ ْي ِن َكا ِملَي ِْن ۖ لِ َم ْن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱل َّر‬
ِ ‫ضا َعةَ ۚ َو َعلَى ْٱل َموْ لُو ِد لَهۥُ ِر ْزقُه َُّن َو ِكس َْوتُه َُّن بِ ْٱل َم ْعر‬
ُ‫ُوف ۚ اَل تُ َكلَّف‬ ِ ْ‫ت يُر‬ ُ ‫َو ْٱل ٰ َولِ ٰ َد‬
‫نَ ْفسٌ إِاَّل ُو ْس َعهَا‬

“Ayah berkewajiban memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf,
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya” (QS. Al-Baqarah:
233).

Oleh karena seorang istri dengan sebab adanya akad nikah menjadi terikat oleh suaminya,
dan suaminya berhak penuh untuk menikmati dirinya. Ia wajib taat kepada suaminya, tinggal
dirumah suaminya, mengatur rumah tangga suaminya, mengasuh anak dan sebagainya. Dan
sebagai penyeimbang atas semua itu, suami wajib untuk mencukupi kebutuhan istri dan
menafkahinya, selama hubungan suami istri masih ada keduannya dan selama tidak ada
kedurhakaan atau sebab lain yang menghalangi pemberian nafkah.

B. Jenis-Jenis Nafkah

Ada beberapa macam jenis-jenis nafkah:

a. Nafkah manusia atas dirinya

َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬p،‫ك‬
‫ض َل ع َْن ِذي‬ َ ِ‫ض َل ع َْن أَ ْهل‬
َ ِ‫ك َش ْي ٌء فَلِ ِذي قَ َرابَت‬ َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬،َ‫ض َل َش ْي ٌء فَأِل َ ْهلِك‬
َ َ‫ فَإ ِ ْن ف‬،‫ص َّد ْق َعلَ ْيهَا‬ َ ‫ا ْبد َْأ بِنَ ْف ِس‬
َ َ‫ك فَت‬
‫قَ َرابَتِكَ َش ْي ٌء فَهَ َك َذا َوهَ َك َذا‬

Rasullah SAW, bersabda “Gunakanlah ini untuk memenuhi kebutuhanmu dahulu, maka
bersedekahlah dengannya untuk mencukupi kebutuhan dirimu. Jika masih berlebih,
berikanlah kepada keluargamu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada kerabatmu. Jika
masih berlebih, berikanlah kepada ini dan itu” (HR Muslim).7

b. Nafkah anak atas orang tua (bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya)

‫اح ْبهُ َما فِى ٱل ُّد ْنيَا َم ْعرُوفًا‬


ِ ‫ص‬َ ‫َو‬

“Dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik” (QS. Luqman:15)8

7
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/05/17/n5pvaj-bersedekah-kepada-kerabat
8
Departemen Agama , Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 412
‫َوبِ ْٱل ٰ َولِ َد ْي ِن إِحْ ٰ َسنًا‬

“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya” (QS.
Al-Isra:23)9

c. Nafkah orang tua atas anak, cucu, dan seterusnya

ِ ‫َو َعلَى ْٱل َموْ لُو ِد لَهۥُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس َوتُه َُّن بِ ْٱل َم ْعر‬
‫ُوف‬

“Dan kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma’ruf” (QS. Al-Baqarah:233)10

d. Nafkah suami atas istri

۟ ُ‫ْضهُ ْم َعلَ ٰى بَعْض َوبمٓا أَنفَق‬


‫وا ِم ْن أَ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬ َّ َ‫ٱلرِّ َجا ُل قَ ٰ َّو ُمونَ َعلَى ٱلنِّ َسٓا ِء بِ َما ف‬
َ ‫ض َل ٱهَّلل ُ بَع‬
َِ ٍ

“Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena Allah te;ah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),dank arena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An-Nisa:34)11

C. Macam-Macam Nafkah

Nafkah ada tiga :

1. Memberi makan istri (roti, makanan pokok dan apa yang dibutuhkan seperti tepung,
bahan masakan dan minuman)
2. Pakaian istri
3. Tempat tinggalnya

Menurut Imam Malik nafkah wajib ada dua macam, sebelum dukhul dan sesudah dukhul.

Syarat sebelum dukhul yaitu :

9
Departemen Agama , Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 284
10
Departemen Agama, Al-Qur,an dan Terjemahnya, hlm. 80
11
Departemen Agama, Al-Qur,an dan Terjemahnya, hlm. 84
a) Mampu melakukan hubungan seks, jika menikah dengan anak kecil yang tidak
melakukan hubungan seks maka tidak wajib baginya nafkah sampai dia mampu
b) Istrinya tidak dalam keadaan sakit parah yang menjadikan suami menjauh darinya
c) Istri sudah sampai umur baligh

Adapun syarat setelah dukhul maka suami wajib memberikan nafkah atas istri baik
mampu melakukan hubungan atau tidak, sakit atau tidak, baligh atau belum.

Menurut Imam Syafi’I nafkah wajib jika memenuhi syarat berikut ini:

a) Istri menyerahkan penuh dirinya kepada suami, misalnya istri mengatakan saya serahkan
diriku sepenuhnya untukmu
b) Mampu melakukan hubungan suami istri
c) Tidak durhaka (nusyuz) misalnya istri tidak mau disentuh, dicium dan melakukan
hubungan tanpa alasan yang diberikan

Menurut Imam Ahmad bin Hambal nafkah wajib jika memenuhi syarat berikut ini:

a) Istri menyerahkan dirinya kepada suami di negara manapun dia hidup


b) Mampu melakukan hubungan suami istri pada umumnya
c) Tidak durhaka (nusyuz) misalnya istri keluar rumah tanpa izin suami, bepergian tanpa
izin suami dan tidak mau melakukan hubungan atau istri tidak mau tidur satu tempat tidur
dengan suami.12

D. Ukuran Nafkah

Adapun kadar nafkah terhadap istri itu ditentukan oleh kondisi kemampuan suami, sebab
dalam infaq, kadar infaq itu tergantung kepada si pemberi infaq bukan kepada si penerima
infaq.

‫لِيُنفِ ْق ُذو َس َع ٍة ِّمن َس َعتِ ِهۦ ۖ َو َمن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُ ۥهُ فَ ْليُنفِ ْق ِم َّمٓا َءاتَ ٰىهُ ٱهَّلل ُ ۚ اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا إِاَّل َمٓا َءاتَ ٰىهَا ۚ َسيَجْ َع ُل ٱهَّلل ُ بَ ْع َد‬
ٍ ‫ُعس‬
‫ْر يُ ْس ًر‬

12
Abdu Al-Jaziri, Al-Fiqh Al- Mazahibil Al-Arba’ah Juz 4, (Cet I Daar Al-Afaq Al-Arabiah, Al-Qahirah, 2005), hlm. 423
“Hendaklah orang-orang yang mampu memberikan nafkah menurut kemampuannya dan
orang-orang yang disempitkan rezekinya hendaknya memberikan nafkah sesuai apa yang
diberikan Allah SWT, tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah nanti akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan” (QS. At-Thalaq:7)13

2. LANDASAN TEORI TENTANG NAFKAH

Legalitas dan hukum nafkah dalam nash-nash al-Quran dan hadits Nabi menunjukkan
anjuran untuk memberi nafkah, baik nafkah untuk diri sendiri ataupun orang lain, baik nafkah
bersifat wajib ataupun sunnah berikut sejumlah nash tentang pemberian nafkah.

a. QS. Al-Baqarah : 215

۟ ُ‫يل ۗ َوما تَ ْف َعل‬


‫وا ِم ْن خَ ي ٍْر‬ َ ِ ِ‫ك َما َذا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ َمٓا أَنفَ ْقتُم ِّم ْن َخي ٍْر فَلِ ْل ٰ َولِ َدي ِْن َوٱأْل َ ْق َربِينَ َو ْٱليَ ٰتَ َم ٰى َو ْٱل َم ٰ َس ِكي ِن َوٱ ْب ِن ٱل َّسب‬ َ َ‫لُون‬pََٔ‫يَسْٔـ‬
‫فَإ ِ َّن ٱهَّلل َ بِ ِهۦ َعلِي ٌم‬
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa
saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”14

b. QS. Saba : 39

َ‫ق لِ َمن يَ َشٓا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِهۦ َويَ ْق ِد ُر لَهۥُ ۚ َو َمٓا أَنفَ ْقتُم ِّمن َش ْى ٍء فَهُ َو ي ُْخلِفُهۥُ ۖ َوهُ َو َخ ْي ُر ٱل ٰ َّر ِزقِين‬
َ ‫قُلْ ِإ َّن َربِّى يَ ْب ُسطُ ٱلر ِّْز‬

“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-


Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-
Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan
Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya”15

c. QS. Al-Baqarah : 267


13
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 559
14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 33
15
Deparetemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 432
۟ ‫ت ما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا أَ ْخ َرجْ نَا لَ ُكم ِّمنَ ٱأْل َرْ ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُم‬
َ ِ‫وا ْٱل َخب‬ ۟ ۟ ٓ
‫يث ِم ْنهُ تُنفِقُونَ َولَ ْستُم‬ ِ َ ِ َ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا أَنفِقُوا ِمن طَيِّ ٰب‬
‫ُوا فِي ِه ۚ َوٱ ْعلَ ُم ٓو ۟ا أَ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى َح ِمي ٌد‬
۟ ‫اخ ِذي ِه إٓاَّل أَن تُ ْغ ِمض‬
ِ ِ pََٔ‫بِٔـ‬

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”16

d. QS. Al-Baqarah : 261

َ ٰ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِى ُك ِّل س ُۢنبُلَ ٍة ِّم ۟ائَةُ َحبَّ ٍة ۗ َوٱهَّلل ُ ي‬


ۗ ‫ُض ِعفُ لِ َمن يَ َشٓا ُء‬ ْ ‫َّمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ أَ ْم ٰ َولَهُ ْم فِى َسبِي ِل ٱهَّلل ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ۢنبَت‬
‫َوٱهَّلل ُ ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”17

e. QS. An-Nisa : 114

‫ت‬ َ ِ‫اس ۚ َو َمن يَ ْف َعلْ ٰ َذل‬


َ ْ‫ك ٱ ْبتِغَٓا َء َمر‬
ِ ‫ضا‬ ِ َّ‫ح بَ ْينَ ٱلن‬
ٰ
ٍ ۭ َ‫ُوف أَوْ إِصْ ل‬
ٍ ‫ص َدقَ ٍة أَوْ َم ْعر‬
َ ِ‫ير ِّمن نَّجْ َو ٰىهُ ْم إِاَّل َم ْن أَ َم َر ب‬
ٍ ِ‫ا خَ ْي َر فِى َكث‬
‫ٱهَّلل ِ فَ َسوْ فَ نُ ْؤتِي ِه أَجْ رًا َع ِظي ًما‬

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan


dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar”18

16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 45
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 45
18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 97
Quraish Shihab menafsirkan ayat ini merupakan pendidikan yang sangat berharga bagi
masyarakat menyangkut pembicaraan yang direstui agama, sekaligus mengingatkan bahwa
amal-amal lahiriah hendaknya selalu disertai dengan keikhlasan serta keterbatasan dari tujuan
duniawi yang sifatnya menggugurkan amal itu. Perintah bersedekah, perintah melakukan
ma’ruf, dan upaya melakukan perbaikan antar manusia, ketiga hal yang dikecualikan dari
pembicaraan rahasia yang buruk, menunjukkan bahwa amal-amal dapat menjadi terpuji
apabila di lakukan secara rahasia, seperti bersedekah, melakukan perbaikan antar manusia,
serta amal ma’ruf tertentu. Bahwa hanya ketiga hal itu yang dikecualikan, menurut Ar-Razi,
karena amal pada garis besarnya tidak keluar dari memberi manfaat atau menampik mudharat.
Pemberian manfaat dapat bersifat material dan inilah yang diwakili oleh bersedekah, yang
bersifat immaterial ditunjuk dengan ma’ruf. Ma’ruf dapat mencakup pengembangan potensi
kemampuan teoritis, melalui pemberian pengetahuan atau pengembangan potensi amaliah
melalui keteladanan. Adapun menolak kemudharatan, ia ditunjuk oleh perbaikan antar
manusia.19

Setelah melihat nash-nash yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, hemat penulis bahwa
anjuran memberi nafkah adalah wajib pada setiap individu sesuai dengan kapasitasnya dalam
lingkungan itu sendiri. Ketika seseorang sebagai suami maka kewajibannya untuk memberi
nafkah kepada istri dan anak-anaknya, seorang anak yang sudah beranjak dewasa dan belum
menikah akan tetapi sudah memiliki pekerjaan maka wajib menafkahi dirinya sendiri,dan
ketika anak tersebut masih memiliki orang tua yang sudah renta, tidak mampu lagi untuk
menafkahi dirinya maka kewajiban bagi sang anak untuk menafkahi orang tuanya, bahkan
sebagai seorang istri yang ikut membantu perekonomian keluarga, membantu suami mencari
nafkah, maka itu merupakan sebuah ibadah dan sedekah baginya.

3. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI


A. Kewajiban Suami

19
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah , hlm. 717
Al-Qur’an pun menghimbau kaum suami agar melaksanakan hak-hak istri mereka, baik
hak-hak yang wajib maupun sunnah. Rasulullah SAW juga memerintahkan agar mereka
menasehati para istri dengan cara yang bijak dan benar.

Hak-hak istri yang harus dijalankan suami bisa dirinci sebagai berikut :

a. Menafkahinya, nafkah ini meliputi nafkah sandang dan pangan.


b. Memperlakukannya dengan baik, yaitu tidak mengabaikan hiburan yang bisa
menyenangkan istri, berbaik sangka pada istri, menjaga rasa malunya sebagai sesuatu
yang tercantik dalam kehidupan wanita, serta memberikan haknya di tempat tidur, tidak
membuka rahasianya pada siapapun, mengizinkannya berkunjung ke keluarganya dan
mengizinkan keluarganya untuk mengunjunginya di rumah pada waktu-waktu tetentu,
membantunya jika ia membutuhkan dan menghormati kepemilikan pribadi wanita dan
tidak mengutak-atiknya kecuali izinnya.
c. Mengajarinya hal-hal yang dibutuhkannya terkait dengan masalah agama
d. Mencemburuinya dalam batas kewajaran20

B. Hak wanita

Hak wanita yang pertama adalah maskawin (mahar). Islam mewajibkan pria memberikan
mas kawin kepada wanita (calon istrinya) sebagai tanda cinta dan keseriusannya. Allah swt
berfirman:

p‫ ا‬pً‫ئ‬p‫ ي‬p‫ ِر‬p‫ َم‬p‫ ا‬pً‫ئ‬p‫ ي‬pِ‫ ن‬p‫ َه‬pُ‫ه‬p‫ و‬pُ‫ ل‬p‫ ُك‬pَ‫ ف‬p‫ ا‬p‫ ًس‬p‫ ْف‬pَ‫ ن‬pُ‫ ه‬p‫ ْن‬p‫ ِم‬p‫ ٍء‬p‫ي‬
pْ p‫ َش‬p‫ن‬pْ p‫ َع‬p‫ ْم‬p‫ ُك‬pَ‫ ل‬p‫ن‬pَ p‫ ْب‬p‫ ِط‬p‫ن‬pْ pِ‫ إ‬pَ‫ ف‬pۚ pً‫ ة‬pَ‫ ل‬p‫ح‬pْ pِ‫َّ ن‬p‫ ن‬p‫ ِه‬pِ‫ت‬p‫ ا‬pَ‫ ق‬p‫ ُد‬p‫ص‬
َ p‫ َء‬p‫ ا‬p‫ َس‬pِّ‫ن‬p‫ل‬p‫ ا‬p‫ا‬p‫ و‬pُ‫ت‬p‫ آ‬p‫َو‬

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisa:4)21

Ungkapan dengan kerelaan menegaskan, mas kawin adalah hadiah dan bukan harga atas
kesenangan yang suami dapatkan dari istri, sebagaimana sebagian orang menuntut maskawin

20
Mahmud Muhammad al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal, hlm. 187-191
21
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 77
yang banyak atau mahal. Terkadang wanita harus membayar harga yang tidak sebanding
dengan apa yang harus dia kerjakan.

Hak wanita yang kedua adalah nafkah. Suami harus menyediakan makanan, pakaian,
tempat tinggal, dan perawatan kesehatan bagi istrinya sesuai lingkungan, kondisi, dan
penghasilan suami. Orang kaya dan orang miskin mempunyai ukuran masing-masing
mengenai pemberian nafkah. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-Talaq ayat 7 :

‫لِيُنفِ ْق ُذو َس َع ٍة ِّمن َس َعتِ ِهۦ ۖ َو َمن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُ ۥهُ فَ ْليُنفِ ْق ِم َّمٓا َءاتَ ٰىهُ ٱهَّلل ُ ۚ اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا إِاَّل َمٓا َءاتَ ٰىهَا ۚ َسيَجْ َع ُل ٱهَّلل ُ بَ ْع َد‬
ٍ ‫ُعس‬
‫ْر يُ ْس ًر‬

“Hendaklah orang-orang yang mampu memberikan nafkah menurut kemampuannya dan


orang-orang yang disempitkan rezekinya hendaknya memberikan nafkah sesuai apa yang
diberikan Allah SWT, tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah nanti akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan”22

Hak wanita yang ketiga adalah perlakuan yang baik. Allah SWT berfirman dalam QS An-
Nisa ayat 19 :

ۚ ‫ْض َمٓا َءاتَ ْيتُ ُموه َُّن إِٓاَّل أَن يَأْتِينَ بِ ٰفَ ِح َش ٍة ُّمبَيِّنَ ٍة‬ ۟ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا اَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَن تَرث‬
ِ ‫ضلُوه َُّن لِت َْذهَبُوا بِبَع‬ ُ ‫وا ٱلنِّ َسٓا َء كَرْ هًا ۖ َواَل تَ ْع‬ ِ َ
۟
‫ا َويَجْ َع َل ٱهَّلل ُ فِي ِه خَ ْيرًا َكثِيرًا‬pًًٔ‫ُوف ۚ فَإِن َك ِر ْهتُ ُموه َُّن فَ َع َس ٰ ٓى أَن تَ ْك َرهُوا َش ْئـ‬
ِ ‫َوعَا ِشرُوه َُّن بِ ْٱل َم ْعر‬

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaul lah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”23

Ketika dirinci tugas atau kewajiban antara pria dan wanita, maka sangat jelas bahwa pria
memiliki peran yang dominan dalam keluargannya dan wanita tugasnya hanyalah mengurus

22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 559
23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 80
rumah tangga, suami dan anak. Jika adanya pembagian peran yang kaku antara pria dan
wanita maka secara langsung akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

1) Kebutuhan perempuan akan pengembangan diri dan aktualisasi diri terabaikan


2) Menimbulkan ketidaksetaraan pendidikan antara wanita dan pria
3) Wanita tertinggal dari pria dalam berbagai aspek kehidupan
4) Ketergantungan ekonomi
5) Menimbulkan beban ganda
6) Perempuan takut menjadi nomor satu
7) Menimbulkan kekerasan terhadap perempuan
8) Membahayakan harga diri pria
9) Menimbulkan kebijakan Negara yang timpang.24

4. HADITS TENTANG NAFKAH UNTUK KELUARGA


1) HR. SHAHIH BUKHARI (No. 5351)

‫ عَن النَّبي صلَّى هّٰللا‬: ُ‫ سمعْتُ َعب َدهّٰللا بْنَ يزي َد أَاْل ْنصاري عَنْ َٔابي مسعودأَاْل ْنصاري فَقُ ْلت‬: ‫عَنْ َعدي بن ثَابت قَال‬
ُ َ ِّ ِ ِ ِّ ِ َ ٍ ُْ ْ َ ْ ِ َّ ِ َ ِْ َ ِ ْ ِ َ َ ٍ ِ ِ ْ ِّ ِ
‫هّٰللا‬
ُ‫ه‬k َ‫انَتْ ل‬kk‫سلِ ُم نَفَقَةٌ َعلَى َٔا ْهلِ ِه َو ُه َو يَ ْحت َِسبُ َها َك‬ َ َ‫ اِ َذا َٔا ْنف‬: ‫سلَّ َم قَا َل‬
ْ ‫ق ا ْل ُم‬ َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬: ‫سلَّ َم فَقَا َل‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
ٌ‫ص َدقَة‬
َ

Artinya:

Dari Adi bin Tsabit, dia berkata : Aku mendengar Abdullah bin Yazid Al Anshari, dari
Abu Mas’ud Al Anshari, aku berkata, “Dari Nabi SAW?” Dia berkata, “Dari Nabi SAW,
beliau bersabda, ‘Apabila Seorang muslim menafkahkan suatu nafkah kepada
keluarganya dan dia mengharapkan pahalanya, maka hal itu menjadi sedekah baginya”.25

Syarah Hadits :
Hadits Abu Mas’ud Al Anshari yaitu Uqbah bin Amr tentang nafkah yang dikeluarkan
seorang muslim untuk keluarganya. Pada pembahasan tentang peperangan dari Muslim
bin Ibrahim dari Syu’bah, dari Adi, dari Abdullah bin Yazid dia mendengar Abu Mas’ud

24
Itiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga dalam Islam, (Cet I Jakarta: PT. The Asia Foundation, 1999), hlm. 9
25
Kitabuth Thalaq, “68. KITAB TALAK (CERAT) l. FirmanAllah,” n.d., 526.
Al Badari dari Nabi SAW… disebutkan redaksi hadits secara ringkas, dan tidak ada
kalimat “dan dia mengharapkan pahalanya”. Kalimat ini pula yang membatasi cakupan
riwayat yang mengatakan bahwa infak kepada keluarga adalah sedekah. Dari hadits ini
dapat disimpulkan bahwa pahala tidak didapatkan dengan perbuatan kecuali disertai niat.
Oleh karena itu, Imam Bukhari memasukkan hadits Abu Mas’ud tersebut pada bab
“Amal Perbuatan itu harus disertai niat dan mengharapkan pahala”.
Al Muhallab berkata “Nafkah kepada keluarga adalah wajib berdasarkan ijma’. Hanya
saja syara’ memberinya nama sedekah karena khawatir menusia mengira bahwa
perbuatannya melakukan yang wajib tidak mendatangkan pahala sedekah. Oleh karena
itu, diberitahukan kepada mereka bahwa perkara yang wajib itu juga merupakan sedekah
bagi mereka, agar mereka tidk memberikannya kepada selain keluarganya, kecuali
setelah terpenuhi kebutuhan mereka.26

2) HR. SHAHIH BUKHARI (No. 5352)

َ‫ق َعلَيْك‬ ْ ِ‫ َٔا ْنف‬: ُ ‫ قَا َل هّٰللا‬: ‫سلَّ َم قَا َل‬


ْ ِ‫ق يَا ابْنُ آ َد َم ُٔا ْنف‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ض َي ُ َع ْنهُ اَنَّ َر‬
َ ِ ‫س ْو َل‬ ِ ‫عَنْ َٔابِ ْي ُه َر ْي َرةَ َر‬

Artinya :

Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman,
‘Berilah nafkah wahai anak Adam niscaya akan aku beri nafkah kepadamu’ “.27

Syarah Hadits :

Hadits Abu Hurairah yang dikutip melalui Ismail, dari Malik, dari Abu Az-zinad, dari Al
A'raj. Ismail adalah Ibnu Abi Uwais. Hadits ini diriwayatkan Imam Malik, tetapi tidak
terdapat dalam kitab Al Muwaththa', dan sesuai dengan kriteria syaikh kami dalam kitab
Taqrib Al Asanid, dia tidak meriwayatkannya seperti hadits-hadits yang serupa
dengannya. Hanya saja dia meriwayatkannya dari Hammam, dari Abu Hurairah RA. Al
Ismail meriwayatkannya dari Abdunahman bin Al Qasim dan Abu Nu'aim dari Abdullah
bin Yusuf dari Malik. Allah berfirman, "Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku
akan berinfak kepadamu"')' Kata infak pertama dalam bentuk perintah (amr), sedangkan
26
Thalaq, 530–31.
27
Thalaq, 527.
yang kedua dalam bentuk kata kerja bentuk masa sekarang dan akan datang (mudhari'),
yaitu janji untuk menggantikan, seperti firman Allah (dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya). Bagian tersebut telah disebutkan pada tafsir
surah Huud dari jalur Syu'aib, dari Abu Hamzah, dari Abu Az-Zinad di sela-sela hadits
(Allah berfirman, "Berinfaklah niscaya Aku akan berinfak kepadamu." Beliau bersabda,
"Tangan Allah adalah penuh"')' Hadits kedua ini diriwayatkan Ad-Daruquthni dalam
kitab Ghara'ib Malik dari Sa'id bin Daud, dari Malik, dia berkata, "Shahih. tetapi hanya
diriwayatkan oleh Sa'id dari Malik." Sementara Imam Muslim meriwayatkan hadits
pertama dari Hammad, dari Abu Hurairah dengan redaksi lS"sungguhnya Allah
berfirman kepadaku, "Berinfaklah, niscaya Aku akan berinfak kepadamu"). Imam
Bukhari memisahkannya sebagaimana yang akan disebutkan pada pembahasan tentang
tauhid, dan dalam riwayatnya tidak ada kalimat "berfirman kepadaku", maka hal ini
menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh firman-Nya dalam riwayat bab di atas, "Wahai
anak Adam" adalah Nabi SAW sendiri. Namun, mungkin juga yang dimaksud adalah
jenis anak Adam. Adapun pengkhususan penisbatan itu kepada Nabi SAW, dikarenakan
beliau adalah pemimpin manusia. Oleh karena itu, pembicaraan ditujukan kepada beliau
untuk diamalkan dan disampaikan kepada umatnya. Kemudian tidak adanya pengaitan
nafkah dengan sesuatu tertentu menunjukkan bahwa anjuran berinfak mencakup segala
jenis kebaikan.28

3) HR. SHAHIH BUKHARI (No.1213)

ِ ‫ص ع َْن أَبِي ِه َر‬


ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ٍ ‫ب ع َْن عَا ِم ِر ْب ِن َس ْع ِد ْب ِن أَبِي َوقَّا‬ ٍ ‫ك ع َْن ا ْب ِن ِشهَا‬ ٌ ِ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يُوسُفَ أَ ْخبَ َرنَا َمال‬
‫ت ِإنِّي قَ ْد بَلَ َغ بِي ِم ْن ْال َو َج ِع‬ ُ ‫َاع ِم ْن َو َج ٍع ا ْشتَ َّد بِي فَقُ ْل‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَعُو ُدنِي عَا َم َح َّج ِة ْال َود‬
َ ِ ‫ال َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ق‬
‫ث َكبِي ٌر أَوْ َكثِي ٌر‬ ُ ُ‫ث َوالثُّل‬ ْ ‫ت بِال َّش‬
ُ ُ‫ط ِر فَقَا َل اَل ثُ َّم قَا َل الثُّل‬ ُ ‫ال اَل فَقُ ْل‬
َ َ‫ق بِثُلُثَ ْي َمالِي ق‬ َ ‫َوأَنَا ُذو َما ٍل َواَل يَ ِرثُنِي إِاَّل ا ْبنَةٌ أَفَأَت‬
ُ ‫َص َّد‬
َ‫ق نَفَقَةً تَ ْبت َِغي بِهَا َوجْ هَ هَّللا ِ إِاَّل أُ ِجرْ ت‬
َ ِ‫ك لَ ْن تُ ْنف‬ َ َّ‫ك أَ ْغنِيَا َء َخ ْي ٌر ِم ْن أَ ْن تَ َذ َرهُ ْم عَالَةً يَتَ َكفَّفُونَ الن‬
َ َّ‫اس َوإِن‬ َ َ‫ك أَ ْن تَ َذ َر َو َرثَت‬
َ َّ‫إِن‬
َ ‫ك لَ ْن تُخَ لَّفَ فَتَ ْع َم َل َع َماًل‬
‫صالِحًا إِاَّل‬ َ َ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ أُ َخلَّفُ بَ ْع َد أَصْ َحابِي ق‬
َ َّ‫ال إِن‬ ُ ‫ك فَقُ ْل‬
َ ِ‫بِهَا َحتَّى َما تَجْ َع ُل فِي فِي ا ْم َرأَت‬
‫ض أِل َصْ َحابِي ِهجْ َرتَهُ ْم‬ ِ ‫ك آ َخرُونَ اللَّهُ َّم أَ ْم‬ َ ُ‫ك أَ ْن تُ َخلَّفَ َحتَّى يَ ْنتَفِ َع بِكَ أَ ْق َوا ٌم َوي‬
َ ِ‫ض َّر ب‬ َ َّ‫از َددْتَ بِ ِه َد َر َجةً َو ِر ْف َعةً ثُ َّم لَ َعل‬
ْ
َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْن َماتَ بِ َم َّكة‬
َ ِ ‫ َواَل تَ ُر َّدهُ ْم َعلَى أَ ْعقَابِ ِه ْم لَ ِك ْن ْالبَائِسُ َس ْع ُد بْنُ َخوْ لَةَ يَرْ ثِي لَهُ َرسُو ُل هَّللا‬29

28
Thalaq, 532–33.
29
carihadis.com
Artinya :

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami
Malik dari Ibnu Syihab dari 'Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash dari bapaknya radliallahu
'anhu berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah mengunjungiku pada hari
Haji Wada' (perpisahan) saat sakitku sudah sangat parah, lalu aku berkata: “Sakitku
sudah sangat parah (menjelang kematianku) dan aku banyak memiliki harta sedangkan
tidak ada yang akan mewarisinya kecuali anak perempuanku. Bolehkah aku
menyedekahkan sepertiga dari hartaku ini?. Beliau menjawab: “Tidak boleh”. Aku
katakan lagi: "Bagaimana kalau setengahnya?”. Beliau menjawab: “Tidak boleh”.
Kemudian Beliau melanjutkan: “Sepertiga dan sepertiga itu sudah besar atau banyak.
Sesungguhnya kamu bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan
(kaya) itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka serba kekurangan sehingga
nantinya mereka meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidaklah menginfaqkan
suatu nafkah yang hanya kamu hanya niatkan mencari ridha Allah kecuali kamu pasti
diberi balasan pahala atasnya bahkan sekalipun Nafkah yang kamu berikan untuk mulut
isterimu”. Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah aku diberi umur panjang setelah
sahabat-sahabatku?. Beliau berkata,: “Tidaklah sekali-kali engkau diberi umur panjang
lalu kamu beramal shalih melainkan akan bertambah derajat dan kemuliaanmu. Dan
semoga kamu diberi umur panjang sehingga orang-orang dapat mengambil manfaat dari
dirimu dan juga mungkin dapat mendatangkan madharat bagi kaum yang lain. Ya Allah
sempurnakanlah pahala hijrah sahabat-sahabatku dan janganlah Engkau kembalikan
mereka ke belakang”. Namun Sa'ad bin Khaulah membuat Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersedih karena dia akhirnya meningal dunia di Makkah.30

Asbabul Wurud :

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami
Malik dari Ibnu Syihab dari 'Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash dari bapaknya radliallahu
'anhu berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah mengunjungiku pada hari
Haji Wada' (perpisahan) saat sakitku sudah sangat parah, lalu aku berkata: “Sakitku
sudah sangat parah (menjelang kematianku) dan aku banyak memiliki harta sedangkan

30
carihadis.com
tidak ada yang akan mewarisinya kecuali anak perempuanku. Bolehkah aku
menyedekahkan sepertiga dari hartaku ini?. Beliau menjawab: “Tidak boleh”. Aku
katakan lagi: "Bagaimana kalau setengahnya?”. Beliau menjawab: “Tidak boleh”. Lalu
turunlah hadits ini.

Syarah Hadits :

Bahwa setiap nafkah yang seseorang membelanjakan-nya dengan hanya berharap wajah
Auah maka dia dibalas atas perbuatannya itu, hal ini seperti menafkahi isteri. Memberi
nafkah isteri,bagi suami bukan merupakan pemberian untuknya (isteri) karena nafkah ini
adalah hubUngan timbal balik dari balasan mengambil manfaat terhadap perempuan dan
bersenang-senang dengannya, meskipun demikian seorang suami tetap dibalas akan
perbuatannya itu selama iamelakukan demikian dengan mengharap wajah Allah. Begitu
juga sama perkataan terhadap seseorang yang seandainya dia memberikan makan untuk
dirinya sendiri dengan mengharap wajah Atlah, maka sesungguhnya dia akan dibalas,
sebagaimana hadits shahih dari Nabi shallallahu Alaihi wa sallamoleh karena itu beliau
bersabda, "Dan sesungguhnya engkau tidak akan sia-sia mengeluarkan nafkah yang
engkau hanya berharap wajah Allah Ta'ala melainkan engkau akan dibalas dengannya
hingga sekalipun satu suapan yang engkau jadikan di dalam mulut isterimu." artinya pada
mulutnya (isteri), akan tetapii'rab (perubahan daIam jabatan kalimat) al-asma dengan
huruf lebih fasih dari pada dengan memberi harakat.

4) HR. SHAHIH BUKHARI (No. 5236)

‫الز ْه ِريُّ ع َْن عَا ِم ِر ْب ِن َس ْع ٍد ع َْن أَبِي ِه‬ُّ ‫يز بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن أَبِي َسلَ َمةَ أَ ْخبَ َرنَا‬
ِ ‫َح َّدثَنَا ُمو َسى بْنُ إِ ْس َما ِعي َل َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َع ِز‬
‫ت بَلَ َغ بِي َما تَ َرى َوأَنَا‬ ُ ‫َاع فَقُ ْل‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَعُو ُدنِي ِم ْن َو َج ٍع ا ْشتَ َّد بِي زَ َمنَ َح َّج ِة ْال َود‬ َ ِ ‫ال َجا َءنَا َرسُو ُل هَّللا‬َ َ‫ق‬
‫ث َكثِي ٌر أَ ْن تَ َد َع‬
ُ ُ‫ث قَا َل الثُّل‬
ُ ُ‫ت الثُّل‬ ْ ‫ت بِال َّش‬
ُ ‫ط ِر قَا َل اَل قُ ْل‬ ُ ‫ق بِثُلُثَ ْي َمالِي قَا َل اَل قُ ْل‬ َ َ‫ال َواَل يَ ِرثُنِي إِاَّل ا ْبنَةٌ لِي أَفَأَت‬
ُ ‫ص َّد‬ ٍ ‫ُذو َم‬
‫ق نَفَقَةً تَ ْبتَ ِغي بِهَا َوجْ هَ هَّللا ِ إِاَّل أُ ِجرْ تَ َعلَ ْيهَا َحتَّى َما‬ َ َّ‫َو َرثَتَكَ أَ ْغنِيَا َء خَ ْي ٌر ِم ْن أَ ْن تَ َذ َرهُ ْم عَالَةً يَتَ َكفَّفُونَ الن‬
َ ِ‫اس َولَ ْن تُ ْنف‬
َ ِ‫تَجْ َع ُل فِي فِي ا ْم َرأَت‬31
‫ك‬

Artinya:

31
carihadis.com
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz bin Abdullah bin Abu Salamah telah mengabarkan kepada kami Az Zuhri
dari 'Amir bin Sa'd dari Ayahnya dia berkata “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah datang menjengukku ketika aku sedang menderita sakit keras yaitu ketika Haji
Wada', maka aku berkata "Wahai Rasulullah, keadaan saya semakin parah, seperti yang
telah anda lihat saat ini, sedangkan saya adalah orang yang memiliki banyak harta,
sementara saya hanya memiliki seorang anak perempuan yang akan mewarisi harta
peninggalan saya, maka bolehkah saya menyedekahkan dua pertiga dari harta saya?”
Beliau bersabda “Jangan” Saya bertanya lagi “Kalau begitu, bagaimana jika
separuhnya?” Beliau menjawab “Jangan” Tanyaku lagi “Kalau begitu bagaimana kalau
sepertiganya? Beliau menjawab “Sepertiga pun sudah banyak, sebenarnya jika kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan yang serba kekurangan dan meminta-minta kepada
orang lain. Tidakkah Kamu me nafkahkan suatu nafkah dengan tujuan untuk mencari
ridha Allah, melainkan kamu akan mendapatkan pahala lantaran dari Nafkah
pemberianmu itu, hingga sesuap makanan yang kamu suguhkan ke mulut istrimu”32

Asbabul Wurud:

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz bin Abdullah bin Abu Salamah telah mengabarkan kepada kami Az Zuhri
dari 'Amir bin Sa'd dari Ayahnya dia berkata “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah datang menjengukku ketika aku sedang menderita sakit keras yaitu ketika Haji
Wada', maka aku berkata "Wahai Rasulullah, keadaan saya semakin parah, seperti yang
telah anda lihat saat ini, sedangkan saya adalah orang yang memiliki banyak harta,
sementara saya hanya memiliki seorang anak perempuan yang akan mewarisi harta
peninggalan saya, maka bolehkah saya menyedekahkan dua pertiga dari harta saya?"
Beliau bersabda "Jangan" Saya bertanya lagi "Kalau begitu, bagaimana jika separuhnya?"
Beliau menjawab "Jangan" Tanyaku lagi "Kalau begitu bagaimana kalau sepertiganya?”
lalu turun lah hadits ini.

Syarah Hadits

32
Ibid
5) HR. SUNAN ABU DAUD (N0. 1947)

‫اط َمةَ فَ َسأَلَهَا‬


ِ َ‫د هَّللا ِ قَا َل أَرْ َس َل َمرْ َوانُ إِلَى ف‬pِ ‫ي ع َْن ُعبَ ْي‬ ُّ ‫اق ع َْن َم ْع َم ٍر ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ ِ ‫َح َّدثَنَا َم ْخلَ ُد بْنُ خَ الِ ٍد َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال َّر َّز‬
‫ْض ْاليَ َم ِن‬
ِ ‫ب يَ ْعنِي َعلَى بَع‬ َ ‫ي ْبنَ أَبِي‬
ٍ ِ‫طال‬ َّ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َّم َر َعل‬ ٍ ‫َت ِع ْن َد أَبِي َح ْف‬
َ ‫ص َو َكانَ النَّبِ ُّي‬ ْ ‫فَأ َ ْخبَ َر ْتهُ أَنَّهَا َكان‬
‫ث ْبنَ ِه َش ٍام أَ ْن يُ ْنفِقَا َعلَ ْيهَا‬ ِ ‫َّاش ْبنَ أَبِي َربِي َعةَ َو ْال َح‬
َ ‫ار‬ َ ‫ت لَهَا َوأَ َم َر َعي‬ ْ َ‫َت بَقِي‬ ْ ‫ث إِلَ ْيهَا بِت‬
ْ ‫َطلِيقَ ٍة َكان‬ َ ‫فَخَ َر َج َم َعهُ َزوْ ُجهَا فَبَ َع‬
‫ك إِاَّل أَ ْن تَ ُكونِي َحا ِماًل‬ِ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل اَل نَفَقَةَ ل‬ ْ ‫فَقَااَل َوهَّللا ِ َما لَهَا نَفَقَةٌ إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ َحا ِماًل فَأَت‬
َّ ِ‫َت النَّب‬
َ ‫ي‬
ُ‫ض ُع ثِيَابَهَا ِع ْن َده‬ َ َ‫وم َو َكانَ أَ ْع َمى ت‬ ٍ ُ‫ت أَ ْينَ أَ ْنتَقِ ُل يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل ِع ْن َد ا ْب ِن أُ ِّم َم ْكت‬ْ َ‫َوا ْستَأْ َذنَ ْتهُ فِي ااِل ْنتِقَا ِل فَأ َ ِذنَ لَهَا فَقَال‬
َ‫صةُ إِلَى َمرْ َوان‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أُ َسا َمةَ فَ َر َج َع قَبِي‬
َ ‫ت ِع َّدتُهَا فَأ َ ْن َك َحهَا النَّبِ ُّي‬
ْ ‫ض‬ َ ‫ك َحتَّى َم‬ َ ‫ص ُرهَا فَلَ ْم تَ َزلْ هُنَا‬ ِ ‫َواَل يُ ْب‬
‫ت‬ َ َّ‫يث إِاَّل ِم ْن ا ْم َرأَ ٍة فَ َسنَأْ ُخ ُذ بِ ْال ِعصْ َم ِة الَّتِي َو َج ْدنَا الن‬
ْ َ‫اس َعلَ ْيهَا فَقَال‬ َ ‫ك فَقَا َل َمرْ َوانُ لَ ْم نَ ْس َم ْع هَ َذا ْال َح ِد‬ َ ِ‫فَأ َ ْخبَ َرهُ بِ َذل‬
ُ ‫ك بَ ْينِي َوبَ ْينَ ُك ْم ِكتَابُ هَّللا ِ قَا َل هَّللا ُ تَ َعالَى { فَطَلِّقُوه َُّن لِ ِع َّدتِ ِه َّن َحتَّى اَل تَ ْد ِري لَ َع َّل هَّللا َ يُحْ ِد‬
‫ث بَ ْع َد‬ َ ِ‫اط َمةُ ِحينَ بَلَ َغهَا َذل‬
ِ َ‫ف‬
ُّ ‫ي َوأَ َّما‬
‫الزبَ ْي ِديُّ فَ َر َوى‬ ُّ ‫ك َر َواهُ يُونُسُ ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ َ ِ‫ث قَا َل أَبُو دَا ُود َو َك َذل‬ِ ‫ث بَ ْع َد الثَّاَل‬ ُ ‫ت فَأَيُّ أَ ْم ٍر يُحْ ِد‬ْ َ‫ك أَ ْمرًا } قَال‬ َ ِ‫َذل‬
ُّ ‫ق ع َْن‬
ِّ‫الز ْه ِري‬ َ ‫يث أَبِي َسلَ َمةَ بِ َم ْعنَى ُعقَ ْي ٍل َو َر َواهُ ُم َح َّم ُد بْنُ إِ ْس َح‬ َ ‫ن َج ِميعًا َح ِد‬pِ ‫ْال َح ِديثَ ْي‬
َ ‫يث ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ بِ َم ْعنَى َم ْع َم ٍر َو َح ِد‬
ُ‫صةُ إِلَى َمرْ َوانَ فَأ َ ْخبَ َره‬ َ ‫ب َح َّدثَهُ بِ َم ْعنًى َد َّل َعلَى خَ بَ ِر ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ِحينَ قَا َل فَ َر َج َع قَبِي‬ َ ‫أَ َّن قَبِي‬
ٍ ‫صةَ ْبنَ ُذؤَ ْي‬
َ ِ‫بِ َذل‬33
‫ك‬

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid, Telah menceritakan kepada kami
Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Az Zuhri dari 'Ubaidullah, ia berkata “Marwan mengirim
utusan kepada Fathimah untuk bertanya kepadanya, kemudian Fathimah mengabarkan
kepadanya bahwa ia dahulu adalah isteri Abu Hafsh, dan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai pemimpin sebagian (wilayah) Yaman,
kemudian suaminya keluar bersamanya dan mengirimkan utusan membawa
penceraiannya yang tersisa, dan memerintahkan 'Ayyasy bin Abu Rabi'ah serta Al Harits
bin Hisyam agar memberikan nafkah kepadanya. Mereka berdua mengatakan “Demi
Allah ia tidak memiliki hak nafkah kecuali ia dalam keadaan hamil”. Kemudian Fathimah
datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau berkata “Engkau tidak
memiliki hak nafkah, kecuali apabila engkau sedang hamil”. Fathimah meminta izin
untuk pindah, lalu Beliau mengizinkannya. Fathimah berkata “Kemana aku pindah wahai
Rasulullah? Beliau berkata “Rumah Ibnu Ummi Maktum. Ia adalah orang yang buta, ia

33
carihadis.com
dapat meletakkan pakaiannya di rumah Ibnu Ummi Maktum sementara ia tidak
melihatnya. Fathimah tetap ada di sana hingga 'iddahnya habis. Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menikahkannya dengan Usamah, kemudian Qabishah
kembali kepada Marwan dan mengabarkan hal tersebut kepadanya. Marwan berkata
“Kami tidak mendengar hadis ini kecuali dari seorang wanita dan kami akan mengambil
sesuatu yang dipercaya yang kami dapati orang-orang ada padanya. Fathimah berkata
ketika hal tersebut sampai kepadanya “Antaraku dan kalian terdapat Kitab Allah”, Allah
ta'ala berfirman "Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar)" hingga firmanNya "Kamu tidak mengetahui
barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru". Ia berkata “Sesuatu
apakah yang akan Allah adakan setelah tiga kali perceraian?” Abu Daud berkata “Dan
begitu juga hadis tersebut diriwayatkan oleh Yunus dari Az Zuhri, adapun Az Zubaidi,
maka ia telah meriwayatkan dua hadis semuanya, yaitu hadis 'Ubaidullah yang seperti
makna hadis Ma'mar, serta hadis Abu Salamah yang seperti makna hadis 'Uqail. Dan
hadis tersebut diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Az Zuhri bahwa Qabishah
bin Dzuaib telah menceritakan kepadanya secara makna yang menunjukkan kepada hadis
'Ubaidullah bin Abdullah ketika ia berkata “Kemudian Qabishah kembali kepada Marwan
dan mengabarkan hal tersebut kepadanya”.34

Asbabul Wurud:

Telah menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid, Telah menceritakan kepada kami
Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Az Zuhri dari 'Ubaidullah, ia berkata “Marwan mengirim
utusan kepada Fathimah untuk bertanya kepadanya, kemudian Fathimah mengabarkan
kepadanya bahwa ia dahulu adalah isteri Abu Hafsh, dan Nabi shallallahu 'alaih wasallam
mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai pemimpin sebagian (wilayah) Yaman, kemudian
suaminya keluar bersamanya dan mengirimkan utusan membawa penceraiannya yang
tersisa, dan memerintahkan 'Ayyasy bin Abu Rabi'ah serta Al Harits bin Hisyam agar
memberikan nafkah kepadanya. Mereka berdua mengatakan “Demi Allah ia tidak
memiliki hak nafkah kecuali ia dalam keadaan hamil”. Kemudian Fathimah datang
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu turunlah hadits ini.

34
carihadis.com
‫‪Syarah Hadits :‬‬

‫)‪6) HR. SUNAN TIRMIDZI (No. 1100‬‬

‫طلَّقَنِي زَ وْ ِجي ثَاَل ثًا َعلَى َع ْه ِد النَّبِ ِّي‬ ‫س َ‬ ‫ت قَ ْي ٍ‬‫ت فَا ِط َمةُ بِ ْن ُ‬
‫َح َّدثَنَا هَنَّا ٌد َح َّدثَنَا َج ِري ٌر ع َْن ُم ِغي َرةَ ع َْن ال َّش ْعبِ ِّي قَا َل قَالَ ْ‬
‫يرةُ فَ َذكَرْ تُهُ إِل ِ ب َْرا ِهي َم فَقَا َل‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَل ُس ْكنَى لَ ِ‬
‫ك َواَل نَفَقَةَ قَا َل ُم ِغ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ َ‬
‫َ‬
‫ت َو َكانَ ُع َم ُر يَجْ َع ُل‬ ‫ت أَ ْم ن َِسيَ ْ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لِقَوْ ِل ا ْم َرأَ ٍة اَل نَ ْد ِري أَ َحفِظَ ْ‬
‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّنَا َ‬
‫ع ِكت َ‬ ‫قَ َ‬
‫ال ُع َم ُر اَل نَ َد ُ‬
‫ال هُ َش ْي ٌم َو َح َّدثَنَا دَا ُو ُد أَ ْيضًا‬ ‫يع َح َّدثَنَا هُ َش ْي ٌم أَ ْنبَأَنَا ُح َ‬
‫صي ٌْن َوإِ ْس َم ِعي ُل َو ُم َجالِ ٌد قَ َ‬ ‫لَهَا ال ُّس ْكنَى َوالنَّفَقَةَ َح َّدثَنَا أَحْ َم ُد بْنُ َمنِ ٍ‬
‫طلَّقَهَا‬‫ت َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِيهَا فَقَالَ ْ‬ ‫س فَ َسأ َ ْلتُهَا ع َْن قَ َ‬
‫ضا ِء َرسُو ِل هَّللا ِ َ‬ ‫ت قَ ْي ٍ‬ ‫اط َمةَ بِ ْن ِ‬
‫ت َعلَى فَ ِ‬ ‫ع َْن ال َّش ْعبِ ِّي قَا َل َد َخ ْل ُ‬
‫ث دَا ُو َد‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُس ْكنَى َواَل نَفَقَةً َوفِي َح ِدي ِ‬ ‫زَ وْ ُجهَا ْالبَتَّةَ فَخَا َ‬
‫ص َم ْتهُ فِي ال ُّس ْكنَى َوالنَّفَقَ ِة فَلَ ْم يَجْ َعلْ لَهَا النَّبِ ُّي َ‬
‫ْض أَ ْه ِل ْال ِع ْل ِم‬
‫ص ِحي ٌح َوه َُو قَوْ ُل بَع ِ‬ ‫ال أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد ٌ‬
‫يث َح َس ٌن َ‬ ‫ت ا ْب ِن أُ ِّم َم ْكتُ ٍ‬
‫وم قَ َ‬ ‫ت َوأَ َم َرنِي أَ ْن أَ ْعتَ َّد فِي بَ ْي ِ‬
‫قَالَ ْ‬
‫ْس لِ ْل ُم َ‬
‫طلَّقَ ِة ُس ْكنَى َواَل نَفَقَةٌ‬ ‫ق َوقَالُوا َلي َ‬ ‫اح َوال َّش ْعبِ ُّي َوبِ ِه يَقُو ُل أَحْ َم ُد َوإِس َ‬
‫ْح ُ‬ ‫طا ُء بْنُ أَبِي َربَ ٍ‬ ‫ِم ْنهُ ْم ْال َح َسنُ ْالبَصْ ِريُّ َو َع َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْنهُ ْم ُع َم ُر َو َع ْب ُد هَّللا ِ إِ َّن‬ ‫ال بَعْضُ أَ ْه ِل ْال ِع ْل ِم ِم ْن أَصْ َحا ِ‬
‫ب النَّبِ ِّي َ‬ ‫إِ َذا لَ ْم يَ ْملِ ْك َزوْ ُجهَا الرَّجْ َعةَ و قَ َ‬
‫ي َوأَ ْه ِل ْال ُكوفَ ِة و قَا َل بَعْضُ أَ ْه ِل ْال ِع ْل ِم لَهَا ال ُّس ْكنَى َواَل نَفَقَةَ‬ ‫ْال ُمطَلَّقَةَ ثَاَل ثًا لَهَا ال ُّس ْكنَى َوالنَّفَقَةُ َوهُ َو قَوْ ُل ُس ْفيَانَ الثَّوْ ِر ِّ‬
‫ث ْب ِن َس ْع ٍد َوال َّشافِ ِع ِّي و قَا َل ال َّشافِ ِع ُّي إِنَّ َما َج َع ْلنَا لَهَا ال ُّس ْكنَى بِ ِكتَا ِ‬
‫ب هَّللا ِ قَا َل هَّللا ُ‬ ‫ك ْب ِن أَنَ ٍ‬
‫س َواللَّ ْي ِ‬ ‫لَهَا َوهُ َو قَوْ ُل َمالِ ِ‬
‫تَ َعالَى { اَل تُ ْخ ِرجُوه َُّن ِم ْن بُيُوتِ ِه َّن َواَل يَ ْخرُجْ نَ إِاَّل أَ ْن يَأْتِينَ بِفَا ِح َش ٍة ُمبَيِّنَ ٍة } قَالُوا هُ َو ْالبَ َذا ُء أَ ْن تَ ْب ُذ َو َعلَى أَ ْهلِهَا‬
‫َت تَ ْب ُذو َعلَى أَ ْهلِهَا قَا َل ال َّشافِ ِع ُّي‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ال ُّس ْكنَى لِ َما َكان ْ‬
‫س لَ ْم يَجْ َعلْ لَهَا النَّبِ ُّي َ‬ ‫َوا ْعتَ َّل بِأ َ َّن فَ ِ‬
‫اط َمةَ بِ ْنتَ قَ ْي ٍ‬
‫ث فَا ِط َمةَ بِ ْن ِ‬
‫ت قَ ْي ٍ‬
‫س‬ ‫ص ِة َح ِدي ِ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي قِ َّ‬
‫ث َرسُو ِل هَّللا ِ َ‬ ‫‪َ 35‬واَل نَفَقَةَ لَهَا لِ َح ِدي ِ‬

‫‪Artinya:‬‬

‫‪Telah menceritakan kepada kami Hannad dari Jarir dari Mughirah dari Asy Sya'bi berkata‬‬
‫‪Fathimah binti Qais berkata "Suamiku telah mentalakku tiga kali pada masa Nabi‬‬
‫‪shallallahu 'alaihi wasallam”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata “Kamu‬‬
‫‪tidak berhak mendapatkan tempat tinggal dan Nafkah". Mughirah berkata; "Saya‬‬
‫‪sampaikan hal itu pada Ibrahim, dia berkomentar Umar berkata “Kami tidak akan‬‬
‫‪meninggalkan kitab Allah dan sunnah Nabi kita shallallahu 'alaihi wasallam karena‬‬
‫‪perkataan seorang wanita yang kami tidak tahu apakah dia masih hafal atau telah lupa”.‬‬
‫‪35‬‬
‫‪carihadis.com‬‬
Umar tetap memberikan tempat tinggal dan Nafkah pada orang yang telah ditalak tiga”.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah menceritakan kepada kami
Husyaim, telah memberitakan kepada kami Hushain, Isma'il dan Mujalid Husyaim
berkata; dan telah menceritakan kepada kami Daud juga dari Asy Sya'bi berkata; "Saya
menemui Fathimah binti Qais. Saya bertanya tentang keputusan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam padanya. Dia menjawab bahwa suaminya telah menceraikanya tiga kali,
lalu dia mengadukannya tentang tempat tinggal dan Nafkah. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tidak memutuskan mendapatkan tempat tinggal dan Nafkah." Pada hadis Daud,
Fathimah berkata; "Beliau menyuruhku untuk ber'iddah di rumah Ibnu Umi Maktum."
Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadis hasan sahih. Ini pendapat sebagian ulama. Di
antaranya; Al Hasan Al Bashri, 'Atha` bin Abu Rabah dan Asy Sya'bi. Ini juga pendapat
Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata; “Tidak ada tempat tinggal dan Nafkah bagi orang
yang ditalak, jika suami sudah tidak ada hak rujuk”. Sebagian ulama dari kalangan
sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya Umar dan Abdullah berpendapat
bahwa bagi wanita yang ditalak tiga, mendapatkan tempat tinggal dan Nafkah. Ini
pendapat Malik bin Anas, Laits bin Sa'ad dan Syafi'i. Ini juga pendapat yang dipilih
Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah. Sebagain lagi berpendapat; dia mendapatkan
tempat tinggal tapi tidak mendapatkan Nafkah. Ini pendapat yang juga dipakai Malik bin
Anas, Laits bin Sa'ad dan Syafi'i. Syafi'i berkata; 'Kami menetapkan tempat tinggal
berdalil dengan kitab Allah. Allah Ta'ala berfirman: "..Janganlah kamu keluarkan mereka
dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang.." Mereka berkata; yang dimaksud Al Badza` yaitu perkataan
keji kepada suaminya dan dia beralasan bahwa Fathimah binti Qais tidak diberi tempat
tinggal oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena dia berkata keji atas suaminya.
Syafi'i berkata; dia tidak mendapatkan Nafkah karena (berdasarkan) hadis Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tentang kisah Fathimah bin Qais.36

Asbabul Wurud :

36
carihadis.com
Telah menceritakan kepada kami Hannad dari Jarir dari Mughirah dari Asy Sya'bi berkata
Fathimah binti Qais berkata "Suamiku telah mentalakku tiga kali pada masa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam”. Lalu turunlah hadits ini.

Syarah hadits :

Seorang wanita yang telah ditalak tiga suaminya berhak mendapat nafkah sebuah tempat
tinggal (rumah). Jika seorang suami menalak istrinya maka talaknya adalah talak raj’i
atau talak ba’in. jika talaknya adalah raj’i maka istri berhak mendapatkan nafkah dan
tempat tinggal, tanpa ada perselisihan pendapat mengenainya, karena ikatan pernikahan
masih ada. Sementara jika talaknya adalah ba’in dan sang istri dalam keadaan hamil
maka menurut kesepakatan ulama ia berhak mendapatkan nafkah. Berdasarkan firman
Allah “Dan jika mereka istri-istri sudah ditalak itu sedang hamil maka berikanlah kepada
mereka nafkah hingga mereka melahirkan” (QS. At-Thalaq:6).

7) HR. SUNAN AD-DARIMI (No. 2185)

ِ ‫ت َك ْع‬
‫ب ْب ِن‬ ِ ‫َب بِ ْن‬
َ ‫ب ب ِْن عُجْ َرةَ ع َْن َع َّمتِ ِه َز ْين‬ ِ ‫ق ْب ِن َك ْع‬ َ ‫ك ع َْن َس ْع ِد ْب ِن إِ ْس َح‬ ٌ ِ‫أَ ْخبَ َرنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ َع ْب ِد ْال َم ِجي ِد َح َّدثَنَا َمال‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْن يَأْ َذنَ لَهَا أَ ْن تَرْ ِج َع إِلَى أَ ْهلِهَا فَإ ِ َّن‬َ ِ ‫ت َرسُو َل هَّللا‬ ْ َ‫ك أَ ْخبَ َر ْتهَا أَنَّهَا َسأَل‬
ٍ ِ‫عُجْ َرةَ أَ َّن ْالفُ َر ْي َعةَ بِ ْنتَ َمال‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ُوم قَتَلُوهُ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ف ْالقَد‬ ِ ‫ب أَ ْعبُ ٍد لَهُ أَبَقُوا فَأ َ ْد َر َكهُ ْم َحتَّى إِ َذا َكانَ بِطَ َر‬ِ َ‫طل‬ َ ‫زَ وْ ِجي قَ ْد خ ََر َج فِي‬
ُ‫ت أَ ْملِ ُكهُ َواَل نَفَقَ ٍة فَقَا َل ا ْم ُكثِي َحتَّى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ أَ َجلَه‬ ُ ‫ك َحتَّى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ أَ َجلَهُ فَقُ ْل‬
ٍ ‫ت إِنَّهُ لَ ْم يَ َد ْعنِي فِي بَ ْي‬ ِ ِ‫ا ْم ُكثِي فِي بَ ْيت‬
َ َ‫ك فَأ َ ْخبَرْ تُهُ فَاتَّبَ َع َذلِكَ َوق‬
‫ضى بِ ِه‬ َ ِ‫ي فَ َسأَلَنِي ع َْن َذل‬
َّ َ‫ت فَلَ َّما َكانَ ع ُْث َمانُ أَرْ َس َل إِل‬
ْ َ‫ت فِي ِه أَرْ بَ َعةَ أَ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا قَال‬
ْ ‫فَا ْعتَ َّد‬37

Artinya:

Telah mengabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin Abdul Majid telah menceritakan kepada
kami Malik dari Sa'd bin Ishaq bin Ka'b bin 'Ujrah dari bibinya Zainab binti Ka'an bin
Ujrah bahwa Al Furai'ah binti Malik, ia telah mengabarkan kepadanya, bahwa ia pernah
meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar memberinya izin untuk
kembali kepada keluarganya. Ia berkata "Sesungguhnya suamiku keluar untuk mencari
budak-budaknya yang kabur, kemudian ia mendapatkan mereka hingga setelah berada di
Tharaf Al Qadum, budak-budaknya membunuhnya". Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tinggallah di rumahmu hingga 'iddahmu habis sampai batas
37
carihadis.com
waktunya." Aku berkata "Sesungguhnya suamiku tidak meninggalkanku di rumah yang
aku miliki, tidak pula ada Nafkah." Beliau bersabda "Tinggallah hingga 'iddah sampai
batas waktunya." Kemudian ia menjalani 'iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Furai'ah berkata; Tatkala Utsman mengirim surat kepadaku dan bertanya mengenai hal
itu, maka aku mengabarkan kepadanya, setelah itu Utsman mengikuti dan memberikan
keputusan dengannya."38

Asbabul Wurud :

Telah mengabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin Abdul Majid telah menceritakan kepada
kami Malik dari Sa'd bin Ishaq bin Ka'b bin 'Ujrah dari bibinya Zainab binti Ka'an bin
Ujrah bahwa Al Furai'ah binti Malik, ia telah mengabarkan kepadanya, bahwa ia pernah
meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar memberinya izin untuk
kembali kepada keluarganya. Ia berkata "Sesungguhnya suamiku keluar untuk mencari
budak-budaknya yang kabur, kemudian ia mendapatkan mereka hingga setelah berada di
Tharaf Al Qadum, budak-budaknya membunuhnya". Lalu turunlah hadits ini.

Syarah Hadits :

8) HR. MUSNAD AHMAD (No.21372)

‫ُّوب ع َْن أَبِي قِاَل بَةَ ع َْن أَبِي أَ ْس َما َء ع َْن ثَوْ بَانَ قَا َل قَا َل‬ َ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ َم ْه ِديٍّ َح َّدثَنَا َح َّما ٌد يَ ْعنِي ا ْبنَ َز ْي ٍد ع َْن أَي‬
‫يل هَّللا ِ ثُ َّم َعلَى أَصْ َحابِ ِه‬
ِ ِ‫َار يُ ْنفِقُهُ ال َّر ُج ُل َعلَى ِعيَالِ ِه ثُ َّم َعلَى نَ ْف ِس ِه ثُ َّم فِي َسب‬
ٍ ‫ض ُل ِدين‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْف‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
ٍ ْ‫فِي َسبِي ِل هَّللا ِ قَا َل أَبُو قِاَل بَةَ فَيَ ْبدَأُ بِ ْال ِعيَا ِل و قَا َل ُسلَ ْي َمانُ بْنُ َحر‬
‫ب َولَ ْم يَرْ فَ ْعهُ ِدينَا ٌر أَ ْنفَقَهُ َر ُج ٌل َعلَى دَابَّتِ ِه فِي َسبِي ِل‬
ِ ‫هَّللا‬39

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami 'Abdur Rahman bin Mahdi telah bercerita kepada kami
Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Asma` dari Tsauban berkata;
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda; “Dinar terbaik adalah yang di nafkahkan
38
carihadis.com
39
carihadis.com
seseorang kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya, kemudian untuk dirinya,
kemudian untuk sabilillah, kemudian untuk sahabat-sahabatnya di jalan Allah”. Berkata
Abu Qilabah; diawal-mulai dari orang-orang yang menjadi tanggungannya. Berkata
Sulaiman bin Harb dan ia tidak memarfu'kannya; Dinar yang dibelanjakan seseorang
untuk kendaraannya dijalan Allah.40

Syarah Hadits :

9) HR. SUNAN IBNU MAJAH (No. 2284)

‫َّري ُر قَالُوا َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه‬
ِ ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْنُ أَبِي َش ْيبَةَ َو َعلِ ُّي بْنُ ُم َح َّم ٍد َوأَبُو ُع َم َر الض‬
‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِ َّن أَبَا ُس ْفيَانَ َر ُج ٌل َش ِحي ٌح اَل‬ ْ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَال‬
َ ‫ت ِه ْن ٌد ِإلَى النَّبِ ِّي‬
ْ ‫ت َجا َء‬
ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬
ِ ‫ك بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ ُ ‫يُ ْع ِطينِي َما يَ ْكفِينِي َو َولَ ِدي ِإاَّل َما أَخ َْذ‬41
ِ ‫ت ِم ْن َمالِ ِه َوهُ َو اَل يَ ْعلَ ُم فَقَا َل ُخ ِذي َما يَ ْكفِي‬
ِ ‫ك َو َولَ َد‬

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan
kepada kami Ali bin Muhammad dan Abu Umar Adl Dlarir mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah ia berkata, “Hindun datang menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah seorang laki-laki
yang pelit, ia tidak memberi Nafkah yang bisa mencukupi aku dan anakku, kecuali
dengan sesuatu yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya!” Beliau lantas
bersabda: “Ambillah uang miliknya yang bisa mencukupi nafkahmu dan juga anakmu
dengan ma'ruf.”42

Asbabul Wurud :

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan
kepada kami Ali bin Muhammad dan Abu Umar Adl Dlarir mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin

40
carihadis.com
41
carihadis.com
42
Ibid
Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah ia berkata, “Hindun datang menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah seorang laki-laki
yang pelit, ia tidak memberi Nafkah yang bisa mencukupi aku dan anakku, kecuali
dengan sesuatu yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya!”. Kemudian
turunlah hadits ini.

Syarah Hadits : Hadis ini dijadikan dalil bahwa siapa yang memiki hak terhadap orang
lain, dan tidak mampu mengambilnya, maka dia boleh mengambil dari harta orang itu

sesuai haknya meskipun tanpa izinnya. Ini merupakan pendapat Iman Syafi’i dan
sebagian ulama. Namun, pendapat yang kuat menurut mazhab Syafi’i bahwa dia tidak
boleh mengambil selain jenis haknya, kecuali jika tidak mungkin mengambil dari jenis
haknya. Menurut Abu Hanifah perbuatan ini terlarang. Diriwayatkan juga

darinya pendapat yang membolehkan mengambil jenis haknya dan tidak boleh

mengambil selain jenis haknya, kecuali salah satunya dapat menggantikan yang lain.

Dari Malik terdapat tiga riwayat seperti pendapat-pendapat ini. Dari Ahmad dinukil

pendapat yang melarangngya secara mutlak. al-Kahtthabi berkata, “Disimpulkan dari

hadis Hindun tentang bolehnya mengambil jenis hak dan jenis selain hak, karena

dalam rumah orang yang bakhil tidak terkumpul segala sesuatu yang dibutuhkan, baik

dari makanan, pakaian, dan lainnya, sementara Nabi SAW telah memberi izin secara

mutlak kepada Hindun untuk mengambil dari harta suaminya apa yang mencukupi

dirinya. Hadis ini menunjukan juga bahwa yang wajib dalam memberikan nafkah

adalah secukupnya tanpa ditentukan berapa nilainya. Inilah pendapat jumhur ulama

seperti Al-Hadi dan Asy-Syafi’i berdasarkan firman Allah Ta’ala, “dan kewajiban

ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS.

Al-Baqarah: 233)
10) HR. SUNAN NASAI (No. 5323)

‫رِّع قَا َل َح َّدثَنَا اأْل َ ْع َمشُ ع َْن َسلَ َمةَ ْب ِن‬


ِ ‫ض ُر بْنُ ْال ُم َو‬ِ ‫ص ِل ْب ِن َع ْب ِد اأْل َ ْعلَى قَا َل َح َّدثَنَا ُم َحا‬ ِ ‫أَ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد اأْل َ ْعلَى بْنُ َوا‬
‫ار غُاَل ًما لَهُ ع َْن ُدب ٍُر َو َكانَ ُمحْ تَاجًا َو َكانَ َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ق َر ُج ٌل ِم ْن اأْل َ ْن‬
َ َ‫ُكهَي ٍْل ع َْن َعطَا ٍء ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل أَ ْعت‬
َ ِ‫ك َوأَ ْنفِ ْق َعلَى ِعيَال‬
‫ك‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِثَ َما ِن ِمائَ ِة ِدرْ ه ٍَم فَأ َ ْعطَاهُ فَقَا َل ا ْق‬
pَ َ‫ض َد ْين‬ َ ِ ‫ َدي ٌْن فَبَا َعهُ َرسُو َل هَّللا‬43

Artinya :

Telah mengabarkan kepada kami Abdul A'la bin Washil bin Abdul A'la ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Muhadlir Ibnul Muwadli' ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Al A'masy dari Salamah bin Kuhail dari 'Atha dari Jabir bin Abdullah ia
berkata, “Seorang laki-laki Anshar memerdekakan budak miliknya saat hendak
meninggal. Ia sangat miskin dan tengah terlilit hutang. Lalu ia menjualnya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan harga delapan ratus dirham. Beliau
kemudian memberikan uang pembayarannya dan bersabda: “Bayar hutangmu dan
Nafkahilah keluargamu”.44

Asbabul Wurud :

Telah mengabarkan kepada kami Abdul A'la bin Washil bin Abdul A'la ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Muhadlir Ibnul Muwadli' ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Al A'masy dari Salamah bin Kuhail dari 'Atha dari Jabir bin Abdullah ia
berkata, “Seorang laki-laki Anshar memerdekakan budak miliknya saat hendak
meninggal. Ia sangat miskin dan tengah terlilit hutang. Lalu ia menjualnya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan harga delapan ratus dirham. Lalu turunlah
hadits ini.

Syarah Hadits :

43
carihadis.com
44
Ibid
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
warahmah. Faedah terbesar dalam suatu pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara
perempuan, sebab seorang perempuan apabila ia sudah menikah maka nafkahnya (biaya
hidupnya) wajib ditanggung oleh suaminya. Dengan adanya pernikahan maka suami wajib
menafkahi istrinya, baik nafkah lahir maupun bathin. Kewajiban suami adalah pembimbing,
terhadap isteri dan rumah tangganya. Mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami isteri bersama. Suami wajib melindungi istrinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Jika seorang istri tinggal bersama suaminya, maka sang suami lah yang menanggung
nafkahnya dan bertanggung jawab mencukupi kebutuhannya yang meliputi makanan,
pakaian, dan sebagainya.

B. PESAN DAN SARAN

Kami selaku penulis masih merasa banyak kekurangan, terlebih lagi di masa pandemi ini
yang menuntut kita untuk tetap melaksanakan perkuliahan walaupun secara daring.
Kemudian jarak antara satu dengan yang lainnya membuat kami sedikit terhalang untuk
melakukan diskusi untuk kesempurnaan makalah ini. Tetapi kami mencoba dengan
semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan baik dan kami yakin sedikit
banyaknya ilmu ini pasti bermanfaat buat kita semua. Dan kami selaku penulis
mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran dari semua pihak demi perkembangan
ilmu pengetahuan ini. Semoga pandemi COVID-19 ini cepat berlalu dan kita semua selalu
diberikan kesehatan oleh Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Muh. Abu Zahrah, Definisi “Nikah” Menurut Abu Zahrah, (Cet III Dar Al-Fikr Al-Arabi,
1337 H/1957 M)
Mu’jam Maqayisy Al-Lughah, Jilid 5, hlm. 455 dan Lisan Al-‘Arab, Jilid 10
Kassyaf Al-Qina, Jilid 13
Sabri Samin dan Nurmaya Aroeng, Buku Daras “Fikih II” (Cet. I Makassar: Alauddin Press,
2010)
Abdu Al-Jaziri, Al-Fiqh Al- Mazahibil Al-Arba’ah Juz 4, (Cet I Daar Al-Afaq Al-Arabiah, Al-
Qahirah,2005)
Departemen Agama , Al-Qur’an dan Terjemahannya
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah
Mahmud Muhammad al-Jauhari, Muhammad Abdul Hakim Khayyal
Itiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga dalam Islam, (Cet I Jakarta: PT. The Asia
Foundation, 1999)
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/05/17/n5pvaj-bersedekah-kepada-
kerabat
https://carihadis.com
https://tafsirweb.com/#gsc.tab=0
https://quran.kemenag.go.id/

Anda mungkin juga menyukai