Anda di halaman 1dari 35

34

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Pencipta, Pengatur dan Pemelihara
semesta alam. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi
Muhmmad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang setia
hingga Hari Pembalasan.

Dalam pembuatan buku fiqih munakahat ini tidak sedikit kesulitan dan
kendala yang dihadapi penulis, baik yang menyangkut soal waktu, pengumpulan
bahan maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kemauan keras dan
usaha yang sungguh-sungguh disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka segala kesulitan dan kendala itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh
karena itu, seyogianyalah penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam rangka pembuatan
buku fiqih munakahat ini. Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima
oleh Allah SWT, dan dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin...

Atas dasar itu kiranya perlu bagi penulis untuk mengkaji lebih jauh tentang
Fikih Munakahat dengan tujuan, pertama untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa
dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai Fikih Munakahat, dan
yang kedua untuk mencoba melahirkan kandungan pemahaman saya tentang ilmu
fikih.

Mungkin buku ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kami mohon saran dan kritik yang nantinya dapat kami gunakan sebagai acuan
untuk lebih baik lagi dalam menulis buku selanjutnya.Kami berdoa dan berharap
semoga buku ini nantinya dapat bermanfaat bagi pribadi penulis khususnya, dan
bagi para pembaca pada umumnya. Akhirnya, Jazakumullah Ahsanal Jaza.

34
PENDAHULUAN

Telah diketahui bahwa pernikahan adalah merupakan sunatullah, bahwa


makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang pasangan, baik laki-laki maupun
perempuan firman Allah dalam Al Quran Surat Dzariat ayat 49:

[٥١:٤٩] َ‫َي ٍء خَ لَ ْقنَا زَ وْ َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬


ْ ‫َو ِم ْن ُكلِّ ش‬
"dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat
akan kebesaran allah".

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.Hubungan antara
seorang laki laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan
oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad
nikah. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan perkawinan ini
akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki
maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat
yang berada disekeliling kedua insan tersebut.

Kehidupan berkeluarga cerminan semua makhluk ciptaan Allah SWT,


sehingga kelangsungan kehidupan di dunia akan terus menerus berkembang.
Manusia adalah salah satu makhluk yang sangat sempurna di bandingkan dengan
makhluk lainnya. Manusiapun di takdirkan untuk hidup berpasang - pasangan satu
dengan yang lainnya yakni yang berlainan jenis.

Dengan jalan nikah inilah yang paling baik untuk dapat melangsungkan
keturunan. Nikah adalah fitra yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia
sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa serta sehat
jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis
kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat
mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja
sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup
berumah tangga. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah bersabda: "Barang siapa dianugrahkan
Allah SWT istri yang sholehah, maka sungguh Allah telah menolong setengah
agamanya, maka hendaklah maka hendaklah ia memelihara setengah yang tersisa."
(HR. At Tabrani) Menikahi perempuan yang sholeh, bahtera kehidupan rumah
tangga yang baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan
berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw memberikan penghargaan

34
yang tinggi kepada istri yang sholeh. Mempunyai istri yang sholeh, berarti Allah
SWT menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamanya.

34
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................2

PENDAHULUAN ........................................................................................3

DAFTAR ISI .................................................................................................5

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN ......................................................6


B. SYARAT DAN RUKUN NIKAH ...................................................8
1. Syarat Nikah ..............................................................................8
2. Rukun Nikah ..............................................................................9
C. MEMILIH PASANGAN HIDUP ..................................................11
D. SYARAT SEORANG WALI .........................................................16
1. Pengertian Wali .......................................................................16
2. Syarat Wali ..............................................................................16
E. SYARAT SEORANG SAKSI ........................................................18
1. Pengertian Saksi .......................................................................18
2. Syarat Saksi .............................................................................19
F. TEKS KHOTBAH NIKAH ............................................................21
G. AKAD NIKAH ..............................................................................24
1. Pengertian Akad Nikah ............................................................24
2. Dasar Hukum Akad Nikah .......................................................25
3. Rukun Akad Nikah ..................................................................26
4. Sah Dan Batalnya Nikah ..........................................................26
5. Sighot Akad Nikah ..................................................................28
6. Doa Setelah Akad ....................................................................29

KESIMPULAN ...........................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

34
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah
dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur'an dengan arti kawin
yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad. Pernikahan atau
perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.

Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan

34
antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. 1 Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang
merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya
adalah merupakan ibadah.

Menurut bahasa, kata "nikah" berarti adh-dhammu wattadaakhul (bertindah


dan memasukkan). Dalam kitab lain, kata nikah diartikan dengan adh-dhammu wa
al-jam'u (bertindih dan bekrumpul). Oleh karena itu, menurut kebiasaan Arab,
pergesekan rumput pohon seperti bambu akibat tiupan angin diistilahkan dengan
tanakahatil asyjar (rumput pohon itu sedang kawin), karena tiupan angin itu
menyebabkan terjadinya pergesekan dan masuknya rumpun yang satu ke ruang
yang lain.3.

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin"


yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau ber- setubuh.' Perkawinan disebut juga "pernikahan",
berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata "nikah" sendiri
sering digunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah. 4

Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum,


melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong.
Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung
adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhaan Allah Swt. Dalam kompilasi
Hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuannya dinyatakan dalam Pasal 2 dan
3 sebagai berikut: Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu

Pasal 2

akad yang sangat kuat atau mitsagan ghalîzhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.

1
Sulaiman Rasyid, FKIH ISLAM (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 374.
2
Idris Ramulyo, HUKUM PERKAWINAN, HUKUM KEWARISAN, HUKUM
ACARA PERADILAN AGAMA DAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM (Jakarta:
Sinar Grafika, 1995), h. 432.
3
Beni Ahmad Saebani, FIQIH MUNAKAHAT 1, Cetakan ke tujuh (Bandung: Cv
Pustaka Setia, t.t.), h. 10.
4
Dep DIkbud, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, edisi ke dua, cetakan ke tiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 465.

34
Pasal 3

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,


mawaddah, dan rahmah."5

Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari: Perkawinan merupakan salah satu


sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan
maupun tumbuh- tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai
jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan
hidupnya setelah masing-masing pa- sangan siap melakukan perannya yang positif
dalam mewu- judkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti
makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara
anarki tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia,
Allah menga- dakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara
laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling
meridhai, dengan upacara ijab kabul sebagai lambang adanya rasa ridha-meridhai,
dan dengan dihadiri dengan para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki
dan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk per- kawinan ini telah memberikan
jalan yang aman pada naluri seks, memelihara keturunan dengan baik, dan menjaga
kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak
dengan seenaknya. Pergaulan suami istri menurut ajaran Islam diletakkan di bawah
naluri keibuan dan kebapaan sebagaimana ladang yang baik yang nantinya me
numbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula. 6

Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio
bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu
jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu
kaum dan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan interelasi antara satu
kaum dengan yang lain.

Pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam
hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami-istri dan keturunannya,
melainkan antara dua keluarga. Baiknya pergaulan antara istri dan suaminya, kasih-
mengasihi, akan berpindah kepada semua keluarga kedua belah pihak, sehingga
mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam menjalankan
kebaikan dan mencegah segala kejahatan. 7

5
Abdurrahman, KOMPLIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA, edisi ke 2 (Jakarta:
Akademika Pressindo, t.t.), h. 114.
6
Sayyid Sabiq, FIQH SUNNAH : TERJEMAH NUR HASANUDDIN (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), h. 5.

34
B. Syarat dan Rukun Nikah
A. Syarat Nikah

Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk shalat." Atau, menurut Islam, calon pengantin laki-
laki/perempuan itu harus beragama Islam. "Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah)
yang memenuhi rukun dan syarat.8

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila


syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya
segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.

Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:

1) Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang


inginmenjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang
yang haram dinikahi, baik karena haram dinikah untuk sementara maupun
untuk selama-lamanya.
2) Akad nikahnya dihadiri para saksi. Secara perinci, masing-masing rukun di
atas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:

Syarat-syarat kedua mempelai.

Syarat-syarat pengantin pria. Syari'at Islam menentukan beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:

 Calon suami beragama Islam.


 Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
 Orangnya diketahui dan tertentu.
 Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya.
 Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
 Tidak sedang melakukan ihram.
 Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri

7
Beni Ahmad Saebani, FIQIH MUNAKAHAT 1, h.11.
8
Abdul Hamid Hakim, MABADI AWWALIYYAH, juz 1, Cetakan Pertama (Jakarta:
Bulan Bintang, t.t.), h. 9.

34
 Tidak sedang mempunyai istri empat.9

Syarat-syarat calon pengantin perempuan:

 Beragama Islam atau ahli Kitab.


 Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci).
 Wanita itu tentu orangnya.
 Halal bagi calon suami.
 Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam "idah.
 Tidak dipaksa/ikhtiyar.
 Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

B. Rukun Nikah

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
membasuh muka untuk wudhu` dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau adanya
calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan. 10

Rukun Perkawinan menurut Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan


itu ter- diri atas:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan per- kawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap
sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan
akad nikah tersebut.
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat: Imam Malik
mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:

Wali dari pihak perempuan, Mahar (maskawin),


Calon pengantin laki-laki
Calon pengantin perempuan
Sighat akad nikah.

Imam Syafi'i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:

9
Zakiah Darajat, FIQIH II, t.t., h. 38.
10
Abdul Hamid Hakim, MABADI AWWALIYYAH, h. 9.

34
Calon pengantin laki-laki,
Calon pengantin perempuan,
Wali,Dua orang saksi,
Sighat akad nikah.

Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja, (yaitu
akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Adapun menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:

Sighat (ijab dan qabul),


Calon pengantin perempuan,
Calon pengantin laki-laki,
Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon
pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun,
seperti terlihat di bawah ini.

Rukun perkawinan:

a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki
dan mempelai perempuan.
b. Adanya wali.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Dilakukan dengan sighat tertentu.11.

C. Memilih Pasangan Hidup


A. Ketentuan Agama Tentang Memilih Pasangan Hidup

Setiap orang memiliki daya tarik dan selera berbeda- beda terhadap lawan
jenis. Daya tarik ada yang berisfat lahir, kecantikan atau kegantengan, ada juga daya
tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat, jabatan dan popularitas.
Ada juga daya tarik yang bersumber dalam diri seseorang, seperti kelemah-
lembutan, kesetiaan, keramahan, kejujuran dan berbagai cirri kepribadian lainnya
yang disebut dengan inner-beauty. Selera manusia juga berbeda-beda, ada yang
lebih tertarik kepada paras (tampang). ada juga yang mempertimbangkan dari aspek
harta dan jabatan serta status sosial, di samping ada yang seleranya lebih kepada
kualitas hati. la sangat tertarik kepada orang yang lemah lembut, jujur dan setia

11
Zakiah Darajat, FIQIH II, h. 38.

34
meski ia orang miskin dan sama sekali tidak tertarik kepada orang genit dan
sombong meski cantik dan kaya.12

Agama adalah tuntunan hidup manusia, oleh karena itu, tuntunannya sejalan
dengan fikiran (logika) dan perasaan umat manusia. Manusia diciptakan Tuhan
dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal, seperti
yang disebut dalam Q.S Ali- Imran:14

َّ ِ‫ب َو ْالف‬
‫ض ِة‬ َّ َ‫ت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَنَا ِطي ِْر ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمن‬
ِ َ‫الذه‬ ِ ‫اس حُبُّ ال َّشهَ ٰو‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا‬
‫ب‬ ُ ‫ك َمتَا‬ َ ِ‫ث ۗ ٰذل‬ ِ ْ‫َو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع ِ“ام َو ْال َحر‬
Artinya:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang


diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenias emas,perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah ksenangan hidup di
dunia dan sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)".

Setiap manusia tertarik kepada lawan jenis, bangga memiliki anak-anak


yang sukses, senang memiliki benda- benda berharga, kendaraan bagus, kebun luas
dan binatang ternak. Manusia secara manusiawi menyukai kenikmatan, kebanggaan
dan kenyamanan. Sepanjang syahwatnya ditunaikan secara benar dan sah (halal)
maka ia bisa menjadi sesuatu yang dipandang ibadah atau sekurangnya mubah,
tidak haram. Jika lelaki menginginkan memiliki istri yang cantik dan kaya, maka
syahwat seperti itu adalah syahwat yang wajar dan sah karena hal itu merupakan
fitrah yang dilekatkan Tuhan kepada manusia.13

Jika orang dalam memilih jodoh lebih dipengaruih oleh hawa nafsunya,
maka kecenderungannya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan
ssesaat, bukan kepada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih
dipengaruhi oleh tuntunan nurani dan agama, maka pertimbangannya lebih memilih
kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terkebih
dahulu fase-fase kesabaran dalam melengkapi kesulitan dan

kepahitan hidup. Agama, seperti yang dianjurkan nabi memberikan


tunutunan dalam memilih pasangan.14Tujuan menikah untuk memperkokoh tiang
agama. Jadi, ketika menikah, hendaklah didasari pada niat untuk beribadah kepada
Allah SWT. Oleh sebab itu, ketika mencari pasangan hidup, kita harus memilih
orang yang taat kepada AllahSWT dan Rasul-Nya. Dalam Islam, kita harus melihat
kriteria calon pasangan hidup dari agamanya. Menikah adalah persoalan serius, di
12
Mufidah, PSIKOLOGI KELUARGA ISLAM BERWAWASAN GENDER (Malang:
UIN Maliki Press, 2013), h. 71.
13
Q.S Al-Imron:14

34
dalamnya terdapat banyak tanggung jawab. Jadi, kalau ingin mengarungi rumah
tangga yang bahagia dan di ridhai Allah SWT, kita harus memilih pasangan hidup
yang taat beragama.15

Islam juga menganjurkan supaya bakal istri dari keturunan baik-baik,


perjalanan yang lurus, juga dibesarkan dalam alam lingkungan atau suasana
masyarakat yang luhur bersopan santun, sederhana dan tenang, jauh dari
penghidupan yang liar dan menyeleweng, karena keadaan yang demikian akan
dapat menolongnyadalam mendidik anak-anaknya ke jalan yang di Ridhoi Allah
dan RasulNya, andaikata ia dibesarkan dalam lingkungan yang liar, tidaklah biasa
dengan cara hidup yang bersopan santun sebagaimana ia dapat mendidik dan
memelihara anak- anaknya16 dan sebaik-baiknya hendaklah wanita itu bukan dari
kaum kerabatyang dekat, sebab yang demikian itu akan mengurangi syahwat,
sedangkan hal itu merupakan perkara yang utama yang paling menarik kepada
wanita, dan diantara rahasia bagi perkawinan. Dan sebaik-baiknya juga hendaklah
wanita itu seorang yang masih gadis.Islam sangat menganjurkan umatnya agar
menentukan pendamping hidup secara selektif, dan jangan asal piliih. Dalam Islam,
hendaknya calon pasangan dipilih bukan karena kekayaan, ketampanan, atau
ketenarannya. Justru, yang harus menjadi standar adalah agamanya.

Ada empat pertimbangan yang harus dipertimbangkan dalam memilih pasangan.


Sebagaimana hadits Nabi:

:‫ تُ ْن َك ُح ال َمرْ َأةُ َألرْ بَ ٍع‬:‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َع ِن النبي صلى هللا عليه وسلم“ قَا َل‬ ِ ‫ع َْن َأبِي ه َُري َْرةَ َر‬
ْ َ‫ ت َِرب‬،‫ِّين‬
َ‫ت يَدَاك‬ ْ َ‫ ف‬،‫لِ َمالِهَا َولِ َح َسبِهَا“ َو َج َمالِهَا َولِ ِدينِهَا‬
ِ ‫اظفَ ْ“ر بِ َذا‬
ِ ‫ت الد‬

Artinya:

"Dari Abu Hurairah R.A, dari Nabi SAW, beliau berkata, wanita dinikahi karena
empat perkara; karena hartanya, garis keturunannya, kecantikannya, dan agamanya.
Pilihlah yang memiliki agama, (niscaya) engkau akan beruntung".

14
Ibit.hlm 78
15
Muhammad Makhyaruddin, MUHAMMAD SAW : THE SUPER HASBAND KISAH
CINTA TERINDAH SEPANJANG SEJARAH (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2013),
h.11.
16
Abdullah Muhammad Ali, RUMAH TANGGA MUSLIM WANITA DAN
KELUARGA DI BAWAH NAUNGAN AL-QUR’AN (Surabaya: PT. Bungkul Indah,
1994), h. 19.

34
Jauh sebelum Rasulullah menyampaikan pesan tersebut, Allah SWT.
Terlebih dulu memberikan peringatan kepada kita melalui firmanNya di dalam
surah An-Nur Ayat 26:

َ ‫ت ۚ ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬
‫ك‬ ِ ‫ت لِلطَّيِّبِينَ َوٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَ ٰـ‬
“ُ ‫ت ۖ َوٱلطَّيِّبَ ٰـ‬ ِ ‫ت لِ ْلخَ بِيثِينَ َو ْٱلخَ بِيثُونَ لِ ْل َخبِيثَ ٰـ‬
ُ ‫ْٱل َخبِيثَ ٰـ‬
٢٦ ‫ق َك ِري ۭ ٌم‬ ٌ “ۭ ‫ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُم َّم ْغفِ َر ۭةٌ َو ِر ْز‬
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka
(yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”

Ayat ini menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sholehah diperuntukkan


bagi laki-laki yang sholeh, sedangkan wanita-wanita yang tidak sholehah
diperuntukkan bagi laki-laki yang tidak sholeh, dan begitupun sebaliknya. 17

Islam memberikan jalan ta'aruf bagi mereka yang ingin menikah. Ta'aruf
sendiri adalah media untuk mengenal calon pasangan sebelum memasuki gerbang
rumha tangga. Ta;atuf perlu dilakukan oleh pasangan yang telah siap untuk
menikah. Namun, ta'aruf yang dimaksud bukanlah pacaran. Ta'aruf dilakukan oleh
dua pihak untuk saling mengenal (dengan tujuan pernikahan), yang kelak
menentukan bersedia atau tidaknya mereka untuk menuju gerbang pernikahan.

Kita harus cerdas dan cermat dalam menetukan calon pasangan hidup agar
kebahagiaan yang kita dapatkan saat berumah tangga dapat terbawa sampai ke
akhirat kelak. Untuk itu, Rasululah SAW. telah mengajarkan kepada kita tentang
standar dalam memilih pasangan hidup, yaitu:18

1. Faktor Harta

Salah satu kriteria memilih calon suami atau istri adalah dasar kekayaannya.
Tidaklah salah jika harta menjadi dasar pertimbangan seseorang memilih calon
pasangan, karena harta dapat menghantarkan keluarga sejahtera, terpenuhi
kebutuhan finansial dalam rumah tangga. Namun, harta benda belum dapat
menjamin pasangan suami istri menemukan kebahagiaan hakiki dalam rumah
tangga.

17
Priyatna Aam, MENGAPA MENUNDA MENIKAH (Bandung: Khazanah
Intelektual, 2013), 11–12.
18
Ibid.hlm 14

34
Harta dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, tetapi seringkali
dengan harta seseorang menjadi celaka. Ketika harta menjadi alasan memilih calon
pasangan, di saat rumah tangga mengalami krisis ekonomi, dapat mengubah sikap
seseorang terhadap pasangannya. Dengan demikian, harta memang diperlukan
tetapi bukan pertimbangan pasangannya. utama seseorang menjadi menentukan

2. Faktor Keturunan

Dalam menentukan siapa yang cocok untuk menjadi suami atau istri, salah
satunya adalah faktor keturunan. Seseorang akan diketahui potensi dan
kepribadiannya, dapat dilihat pula dari mana dia berasal, siapa orang tua dan
keturunan siapa. Dalam pertimbangan orang jawa, memilih jodoh dengan ungkapan
"bebet, bibit dan bobot", ketiganya diyakini sebagai dasar rumah tangga sakinah
karena diharapkan akan lahir keturunan yang memiliki sumber daya manusia yang
unggul, tidaklah keliru jika faktor keturunan menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan jodoh, namun keturunan tidak boleh digunakan sebagai kebanggaan
dan kesombongan. Kebahagiaan rumah tangga bukan tergantung dari keturunan
siapa dia berasal, tetapi keturunan semata-mata menjadi pertimbangan bukan
sebagai tujuan seseorang termotivasi untuk menikah. 19.

3. Faktor Kecantikan/Ketampanan

Tuhan Maha Indah dan menciptakan keindahan pada makhluknya, alam


semesta ciptaan Tuhan sungguh sangat indah mencerminkan keindahan Sang
Pencipta. Manusia yang mencintai keindahan secara benar pasti dicintai Allah,
karena cinta keindahan juga merupakan sifat Allah:

‫ِإ َّن هللاَ َج ِمي ٌل يُ ِحبُّ ْال َج َما َل‬


Artinya:

"Sesungguhnya Allah itu sangat indah dan menyenangi keindahan". (H.R. Muslim
dan Turmuzi dari Ibnu Mas'udi)”

Kecantikan atau kegantengan bersifat relatif. Setiap orang memiliki selera


dan daya tarik yang berbeda terhadap lawan jenis. Ada yang menekankan pada
paras wajahnya, ada yang mengutamakan bentuk bodynya dan adapula yang melihat
kecantikan dari sikapnya yang luwes. Kecantikan, kegantengan yang bersifat fisik
tidak mampu dipertahankan sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin
tua semakin hilang kecantikan dan kegantengannya. 20

4. Faktor Agama

19
Mufidah, PSIKOLOGI KELUARGA ISLAM BERWAWASAN GENDER, h. 74.

34
Di akhir hadits Nabi tersebut berbunyi, pilihlah yang memiliki agama, maka
kalian akan beruntung, hadits tidak menyebutkan orang yang beragama tetapi orang
yang memiiki agama (dzatiddin) kata dzatiddin di sini mengandung arti substansi
(jauhar) atau sifat (ard), jadi perempuan atau lelaki yang dzatiddin adalah orang
yang beragama secara substansial atau dapat dilihat dari sifat-sifatnya sebagai orang
yang mematuhi agama. Secara vertikal. Orang yang memiliki agama itu mengimani,
meyakini sepenuhnya adanya Allah Pencipta Yang Maha Besar, Maha Adil, Maha
Pemurah, Maha Pengampun, yang oleh karena itu sebagai manusai atau Hamba
Allah, ia tidak sanggup untuk sombong, sewenang-wenang dan kikir.

Secara horizontal, orang yang memiliki agama secara substansial akan


berusaha secara maksimal menjadikan dirinya bermanfaat kepada manusia dan
makhluk lain, karena manusia tidak lain adalah pengejawantahan kasih sayang
Tuhan. Karakter bidzatiddin akan terasa dalam berkomunikasi, dalam berinteraksi
yakni substansi agamaya akan terasa menyejukkan, menentramkan, membangun
semangat, menumbuhkan etos, "mengagumkan", dengan agama, suami istri akan
menemukan ketenangan yang hakiki karena jaminan rumah tangganya semata-mata
digantungkan kepada Yang Maha Mengatur dan Maha Bijaksana. 21

D. Syarat Seorang Wali


A. Pengertian Wali

Wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai
wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali nikah ialah orang laki-laki yang
memenuhi syarat Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh." 22

Menurut Sudarsono "wali adalah pihak yang menjadi orang yang memberi
izin berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah hanya
ditetapkan bagi pihak penganten perempuan." Menunut pendapat Imam Syafi'i,
Maliki, Hambali dan Hanafi terjadi perbedaan pendapat yaitu, "Syafi'i, Maliki dan
Hambali: wali penting dan menjadi sahnya pernikahan. Hanafi: wali tidak penting
dan tidak menjadi unsur sahnya perkawinan."23

A. Syarat Syarat Wali

Adapun Menurut Zainuddun Ali syarat- syarat wali nikah adalah:

a. Laki-laki;
20
Ibid.,hlm.,75.
21
Ibid.,hlm., 77.
22
Lihat Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam

34
b. Dewasa;

c. Mempunyai hak perwalian;

d. Tidak terdapat halangan perwalian.

Selain wali nikah di atas, perlu diungkapkan bahwa wali nikah adalah orang
yang menikahkan seorang wanita dengan seorang pria. Wali nikah dalam
perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita
yang hendak dinikahkannya. Wanita yang menikah tanpa wali berarti
pernikahannya tidak sah. Ketentuan tersebut dikatakan oleh Hadist Nabi
Muhammad yaitu: "Tidak sah perkawinan, kecuali dinikahkan oleh wali. 24

Status wali dalam perkawinan merupakan rukun yang menentukan sahnya


akad nikah (perkawinan). Seorang wali mempunyai persyaratan yaitu laki-laki
dewasa, mempunyai hak perwalian, dan tidak terdapat halangan perwalian
sebagaimana tersebut di atas. Menurut Pasal 20 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum
Islam yaitu:

1. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.

2. Wali nikah terdiri dari:

a. Wali nasab

b. Wali Hakim

Menurut Sudarsono syarat wali sebagai berikut :

1. Islam

2. Baligh

3. Berakal

4. Merdeka

5. Laki-laki

6. Adil

7. Tidak sedang ihram/umrah.25

Menurut Hukum Perkawinan Islam, wali ada tiga, yaitu:

23
Sudarsono, HUKUM PERKAWINAN NASIONAL (Rineka Cipta, 2005), h.50.
24
Ibit

34
a. Wali mujbir
b. Wali nasab
c. Wali Hakim

Wali mujbir adalah mereka yang mempunyai keturunan ke atas dengan


perempuan yang akan menikah. "Mereka yang termasuk wali mujbir ialah ayah dan
seterusnya ke atas menurut garis patrilineal." 26 "Wali nasab ialah saudara laki-laki
sekandung, sebapak, paman beserta keturunannya menurut garis patrilineal (laki-
laki)." 27"Wali Hakim ialah wali yang ditunjuk dengan kesepakatan kedua belah
pihak (calon suami-istri). Wali Hakim itu harus mempunyai pengetahuan sama
dengan Qadli. Pengertian Wali Hakim ini termasuk Qadli di Pengadilan." 28 Pasal 22
Kompilasi Hukum Islam Menjelaskan "Apabila wali nikah yang paling berhak,
urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah, atau karena wali nikah itu
menderita tunawicara, runggu atau sudah uzur, maka hak menjadi wall tergeser
kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya." Urutan wali nikah secara
rinci adalah sebagai berikut.

1. Ayah kandung

2. Kakek (dari garis ayah dan seterusnya ke atas dalam garis laki-laki)

3. Saudara laki-laki sekandung 4. Saudara laki-laki seayah

5. anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

6. anak laki-laki saudara laki-laki seayah

7. anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

8. anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah

9. Saudara laki-laki ayah sekandung

10. Saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah)

11. Anak laki-laki paman sekandung

E. Syarat Seorang Saksi


25
Sudarsono, HUKUM PERKAWINAN NASIONAL, h. 50.
26
Ibid.halaman 51
27
Ibid., halaman 52
28
Ibid,.

34
A. Pengertian Saksi

Secara umum, saksi adalah orang yang menyaksikan atau melihat langsung
suatu peristiwa. Dalam KUHAP pasal 1 (26) dinyatakan, "Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara tentang suatu perkara yang
ia dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu." Jadi, saksi adalah orang yang terlibat langsung (melihat,
mendengar, dan mengalami) suatu peristiwa. Ini adalah pengertian saksi secara
umum.Bila ditarik pada kasus pernikahan, maka saksi nikah adalah orang yang
terlibat dan menyaksikan langsung prosesi ijab-kabul (pernikahan) dengan tujuan
agar masyarakat umum tahu bahwa mereka (kedua mempelai) telah menjadi
pasangan suami-istri yang sah. Meskipun dalam al-Qur'an tidak dijelaskan secara
eksplisit mengenai saksi nikah, tapi ada satu ayat yang berbicara tentang saksi
rujuk. Dan, tampaknya ayat ini juga berlaku atau dapat digunakan sebagai dasar
wajibnya saksi dalam pernikahan.29

Sedangkan dalil hukum saksi nikah berdasarkan hadits, antara lain ialah:

 "Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi."(HR.
Daruquthni).
 "Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi adil." (HR.
Ahmad).
 Abi Zubair al-Makki menyatakan bahwa Umar bin Khathab Ra. Pernah
ditanya tentang menikah yang tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-
laki dan seorang wanita. Maka ia berkata, "Ini adalah nikah sirr, aku tidak
membolehkannya.
 Bila kamu menggaulinya pasti aku rajam." (HR. Malik). "Wanita mana saja
yang menikah tanpa izin dari walinya dan dua orang saksi yang adil, maka
pernikahan batil.
 Apabila seorang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar
mahar untuknya. Dan, bila mereka berselisih, maka sultan adalah wali bagi
mereka yang tidak mempunyai wali."30

B. Syarat Menjadi Saksi dalam Pernikahan

Lantas, apa saja syarat dari saksi nikah itu? Sebenarnya, syarat saksi nikah
telah dijelaskan dalam KHI sebagaimana disebutkan di atas. Tapi, untuk lebih
jelasnya, berikut adalah syarat-syarat saksi nikah secara umum, yakni:

29
Laksana, FIQIH KELUARGA TERLENGKAP, (Banguntapan Yogyakarta: Laksana,
2018), h. 92.

34
1) adil,

2) Islam,

3) laki-laki,

4) baligh,

5) berakal,

6) merdeka,

7) minimal dua orang,

8) memahami makna lafazh ijab dan kabul, dan

9) dapat mendengar, melihat, dan berbicara (tidak buta dan bisu).

Itulah syarat-syarat saksi nikah. Bila ada saksi yang tidak memenuhi syarat-
syarat tersebut, maka pernikahan dianggap tidak sah. Abu Ubaid meriwayatkan dari
Az-Zuhri yang mengatakan, "Telah menjadi sunnah Rasulullah Saw. bahwa tidak
diperkenankan persaksian wanita dalam masalah hudud, nikah, dan talak. Akad
nikah bukanlah satu perjanjian kebendaan, bukan pula dimaksudkan untuk
kebendaan, dan biasanya yang menghindari adalah kaum laki-laki. karena itu, tidak
sah akad nikah dengan saksi dua orang perempuan, seperti halnya dalam urusan
pidana tidak dapat diterima kesaksiannya dua orang perempuan.

Syarat-syarat saksi nikah di atas adalah syarat yang sifatnya umum. Bila
ditinjau secara lebih spesifik, maka terdapat perbedaan pada masing-masing
madzhab tentang syarat-syarat saksi nikah. Untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang syarat-syarat saksi nikah, berikut adalah pendapat empat
madzhab tentang syarat saksi nikah:

Pertama, syarat saksi nikah menurut Imam Syafi'i meliputi:

 saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki,


 muslim,
 baligh,
 berakal, dan
 melihat dan mendengar.

Kedua, syarat saksi nikah menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali. Kedua
imam madzhab ini memiliki pendapat yang sama dengan Imam Syafi'i dalam hal
penetapan syarat saksi nikah. Mereka bersepakat dengan Imam Syafi'i dan KHI

30
Laksana, h. 93.

34
pasal 24 ayat 1 yang berbunyi, "Saksi dalam perkawinan merupakan rukun
pelaksanaan akad nikah." Namun, Imam Hanafi dan Imam Hambali membolehkan
saksi berupa satu orang laki-laki dan dua orang perempuan dengan merujuk pada
firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 282. Kemudian, mereka juga
menambahkan bahwa dua orang buta dan dua orang adil boleh menjadi saksi.
Mereka melarang saksi dari orang yang tuli, orang yang sedang tidur, dan orang
mabuk.

Ketiga, syarat saksi nikah menurut Imam Malik. Imam Malik termasuk
ulama yang membolehkan tidak ada saksi dalam akad nikah. Ia berpandangan
bahwa saksi dalam perkawinan itu tidak wajib. Pendapatnya ini berdasarkan pada
fakta bahwa tidak ada dalil qath'i tentang saksi pernikahan. Dalil yang digunakan
hanya dimaksudkan sad adz-dzari'ah.31

F. Teks Khotbah Nikah


Khutbah nikah merupakan khutbah yang dilakukan ketika dilangsungkan
prosesi pertunngan atau akad nikah.Membacakan khutbah nikah pada situasi seperti
itu hukumnya dianjurkan dan sunnah sebagaimana disebutkan oleh kebanyakan
ulama fiqh.

‫ت َأ ْع َمالِنَا َم ْن‬
ِ ‫ُهونَعُوْ ُ“ذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِ“ر َأ ْنفُ ِسنَا َو َسيَِّئا‬
َ ‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْست َِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِر‬
ُُ‫ي لَه‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد‬ ِ ‫يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬
َ ‫َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬
‫ك لَه‬

ُ‫وَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬.


َ
َ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموتُ َّن ِإالَّ َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

‫ث ِم ْنهُ َما‬َّ َ‫ق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا“ َوب‬ َ َ‫اح َد ٍة َوخَ ل‬


ِ ‫س َو‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
‫ِر َجاالً َكثِيرًا َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواَألرْ َحا َ“م ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬

‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا“ قَوْ الً َس ِديدًا‬

ِ ‫يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَوْ ًزا ع‬
‫َظي ًما‬

31
Laksana, h. 95-96.

34
‫َو َش َّر اُأل ُموْ ِ“ر‬ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ُ ‫ي هَ ْد‬ ِ ‫ َو َخ ْي َر ْالهَ ْد‬,ِ‫ث ِكتَابُ هللا‬ ِ ‫ق ْال َح ِد ْي‬َ ‫ فَِإ َّن َأصْ َد‬,ُ‫َأ َّما بَ ْعد‬
‫صلِّ َعلَى‬ َ ‫ اَللَّهُ َّم‬,‫ار‬ِ َّ‫ضالَلَ ٍة فِى الن‬ َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ َ ‫ُمحْ َدثَاتُهَا َو ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
‫ان ِإلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ٍ ‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس‬َ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى َألِ ِه َو‬
“Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, seraya memohon
pertolongan dan ampunan-Nya, dan kami memohon perlindungan Allah dari
keburukan-keburukan nafsu kami dan dari akibat buruk perilaku kami.

Barangsiapa yang telah diberi petunjuk oleh Allah kepadanya, tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang telah disesatkan, tidak ada yang dapat
memberikan petunjuk kepadanya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah melainkan Allah saja,
tidak ada sekutu bagi-Nya.Dan aku bersaksi bahwa Muhammad B adalah hamba
dan utusan-Nya.Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah kamu mati melainkan dalam
keadaan Islam.

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan


kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak,
dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-
Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”

Rasulullah telah bersabda sesuai dengan hadis dari Abdullah Bin Masud

َ ْ‫ َوَأح‬, ‫ص ِر‬
ُ‫صن‬ َ َ‫ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب‬, ْ‫ب ! َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَزَ َّوج‬ ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
ٌ َ‫ ُمتَّف‬.‫صوْ ِم ; فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ ِ ْ‫لِ ْلفَر‬
َّ ‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬, ‫ج‬
“Wahai para Pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah,
menikahlah. Karena sesungguhnya dengan menikah dapat menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa dapat menjadi benteng baginya.”

Jadi perintah menikah ini, sekaligus perintah untuk selalu menjaga pandangan dan
menjaga kemaluan, artinya jangan sekali-kali melakukan perzinahan. Dan
perintah menikah ini, tentunya bukan bagi jejaka saja, tetapi termasuk juga para

34
Duda. Justru kalau tidak menikah, berarti termasuk kategori orang yang
membenci sunnah Nabi, dan bagi yang membenci sunnah Nabi, maka tidak
termasuk golongan Umatnya.

َ َ‫ َوق‬, ‫ َوَأ ْثنَى َعلَ ْي ِه‬, َ ‫ي صلى هللا عليه وسلم“ َح ِم َد هَّللا‬
” : ‫ال‬ َّ ِ‫ك { َأ َّن النَّب‬ ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬ ِ ‫َوع َْن َأن‬
َ ‫ب ع َْن ُسنَّتِي فَلَي‬
‫ْس‬ َ ‫ فَ َم ْن َر ِغ‬, ‫ َوَأتَزَ َّو ُج النِّ َسا َء‬, ‫ َوَأصُو ُ“م َوُأ ْف ِط ُر‬, ‫صلِّي َوَأنَا ُم‬ َ ‫لَ ِكنِّي َأنَا ُأ‬
ٌ َ‫ ِمنِّي } ُمتَّف‬.
‫ق َعلَ ْي ِه‬
Bahwasanya Nabi SAW setelah memuji Allah dan menyanjungnya, lalu bersabda :
“Tetapi aku sholat dan juga tidur, aku puasa dan juga tidak puasa, dan aku juga
menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka bukanlah ia
termasuk golonganku.“

Akad Nikah hakikatnya merupakan Janji agung di hadapan Yang Maha Agung,
yang harus dipertanggungjawabkan. Maka hendaknya janji agung ini kita pegang
dengan teguh. Allah telah mengingatkan dalam Al-Quran S. Al-Isra‘ : 34,

ً‫َوَأوْ فُوا“ بِ ْال َع ْه ِد ِإ َّن ْال َع ْه َد َكانَ َم ْسُئوال‬


“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.“

Tentu saja seorang yang membangun mahligai rumah tangga, maka yang menjadi
dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan
dengan baik, dipenuhi mawaddah war-rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya
saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Qur’an S. Ar-Rum : 21,

‫ق لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا“ ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ِإ َّن فِي‬
َ َ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه َأ ْن خَ ل‬
َ‫ت لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬
ٍ ‫َذلِكَ آليَا‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”

Kondisi mawaddah war-rahmah tentu saja tidak datang begitu saja, syarat untuk
bisa mencapai mawaddah war-rahmah, salah satunya adalah, hendaknya suami –
istri itu saling melindungi, saling melengkapi dan menutupi kekurangan pasangan
masing-masing. Dalam Al-Qur’an S. Al-Baqarah : 187 Allah berfirman :

34
‫ه َُّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوَأ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن‬
“Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka.“

Dapat kita pahami, bahwa pakaian berfungsi menutup aurat dan kekurangan
jasmani manusia, jadi demikianlah pasangan suami – istri, masing-masing pakaian
bagi yang lain, artinya mereka harus saling melengkapi, saling menutupi
kekurangan dan aib pasangannya. Demikian juga, masing-masing harus saling
melindungi dari segala permasalahan pasangannya.

Apabila ada sepasang suami – istri yang saling membuka aib dan rahasia
pasangannya, maka mereka itulah sebenarnya orang-orang yang paling buruk
kedudukannya di sisi Allah kelak pada hari Kiamat. Sebagaimana sabda Nabi B,
hadits dari Abu Said al-Khudri :

ِ َّ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم“ { ِإ َّن َش َّر الن‬: ‫َوع َْن َأبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ قَا َل‬
‫اس‬
ِ ‫ضي ِإلَى اِ ْم َرَأتِ ِه َوتُ ْف‬
} ‫ ثُ َّم يَ ْن ُش ُر ِس َّرهَا‬, ‫ضي ِإلَ ْي ِه‬ ِ ‫َم ْن ِزلَةً ِع ْن َد هَّللا ِ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ; اَل َّر ُج ُل يُ ْف‬
‫َأ ْخ َر َجهُ ُمسْل‬
“Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari
Kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya dan Istri yang mendatangi
suaminya, kemudian ia membuka rahasia hubungan dengannya.“

Dambaan untuk meraih mawaddah war-rahmah dalam bahtera rumah tangga hanya
akan terwujud apabila Istri yang mendampingi hidupnya adalah wanita shalihah.
Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya
dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk
senantiasa taat kepada Allah Ta’ala. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya
untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh, yang tidak
mudah roboh oleh badai yang menerpanya.

Sabda Rasulullah SAW :

ُ‫َاعهَا ْال َمرْ َأةُ الصَّالِ َحة‬ ٌ ‫ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ ‫ع َو َخ ْي ُر َمت‬
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
wanita shalihah.” (HR. Muslim).

G. Akad Nikah

34
A. Pengertian Akad Nikah

Menurut hukum syara; akad nikah/perkawinan adalah suatu yang


membolehkan seseorang untuk melakukan persetubuhan dengan menggunakan
lafazh "menikahkan atau mengawinkan" yang diikuti dengan pengucapan ijab-kabul
antara wali dan calon mempelai pria dengan jelas serta tidak terselang oleh
pekerjaan Jainnya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 sub C, dikatakan bahwa akad nikah
ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh
mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi, Rumusan pengertian
akad nikah di atas, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:

1 Akad nikah itu merupakan perjanjian atau ikatan.

2. Adanya akad nikah menjadikan dihalalkannya berkumpul atau bersetubuh.

Didalm akad nikah terdapat Ijab Kabul, ijab kabul terdiri dari dua
pemahaman kata, pernyataan pertama untuk menunjukkan kemauan membentuk
hubungan suami istri dari pihak perempuan disebut Ijab. Sedang pernyataan kedua
yang diucapkan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan
rasa ridha dan setuju disebut Kabul. 32Lebih jelasnya Ijab adalah sesuatu yang
dikeluarkan (diucapkan) pertama kali oleh salah seorang dari dua orang yang
berakad sebagai tanda mengenai keinginannya dalam melaksanakan akad dan
kerelaan atasnya. Sedangkan Kabul adalah segala sesuatu yang dikeluarkan
(diucapkan) kedua dari pihak lain sebagai tanda kesepakatan dan kerelaannya atas
sesuatu yang diwajibkan pihak pertama dengan tujuan kesempurnaan akad. 33

B. Dasar Hukum Akad Nikah

Pernikahan adalah suatu perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasullullah


SAW. Dan akadnya merupakan suatu perjanjian dan ikatan yang tidak boleh
dianggap main-main. Oleh karena itu, akad nikah harus didasarkan pada landasan
dan pondasi yang kuat. Landasan akad nikah didasarkan pada tiga hal yaitu:

 Keyakinan atau keimanan. Iman merupakan sesuatu yang sangat penting


bagi kehidupan seseorang. Imanlah yang menjadi syarat diterimanya amal
perbuatan manusia. Mengingat pentingnya iman bagi seseorang, sudah
seharusnya bila akad nikah menetapkan tauhid ini menjadi dasar atau asas
pertamanya. Artinya, akad nikah tidak boleh bertentangan dan harus
32
Sohari Sahrani Tihami, FIQIH MUNAKAHAT KAJIAN NIKAH LENGKAP, cetakan
ke empat (Jakarta: Rajawali Pers, t.t.), h. 79.
33
Ali Yusuf As-Subki, NAZMU AL- USROH FI AN-NISA’I : DITEJEMAHKAN
OLEH NUR KHOZIN : FIQIH KELUARGA, t.t., h. 100.

34
menumbuhkan serta memupuk iman seseorang. Suatu ikatan perkawinan
diharapkan kokoh dan kuat sehingga apapun ujian dan goncangan yang ada
dikemudian hari tidak akan goyah dan sirna, karena antara mempelai laki-
laki dan perempuan melakukan akad nikahnya dengan dilandasi oleh
keimanan yang mapan.
 Al-Islam. Maksudnya bahwa akad nikah merupakan suatu aktivitas ibadah
yang telah dicontohkan oleh Rasullullah SAW. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya harus sesuai dengan ajaran-ajaran dan norma-norma Islam
yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , serta ijtihad, terutama
dalam bentuk Ijma’ dan Qiyas.
 Al-Ihsan, maksudnya bahwa akad nikah haruslah dilandasi suatu prinsip
taqarrub kepada Allah dan untuk Allah, sehingga akad nikah itu dapat
melahirkan manusia-manusia yang takwa, dekat kepada Allah, giat
beribadah, dan mencurahkan segenap aktivitas hidupnya untuk mencari
ridha Allah SWT.34

C. Rukun Akad Nikah

Perkawinan dalam Islam bukanlah semata-mata hubungan atau kontrak


keperdataan biasa, tetapi mempunyai nilai ibadah sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 KHI bahwa perkawinan merupakan akad yang sangat kuat untuk menaati
perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah. Dalam KHI, rukun nikah
terdapat dalam Bab IV bagian kesatu pasal 14 yang salah satu rukunnya yaitu ijab
dan kabul. Ijab dan kabul merupakan rukun yang paling pokok. Dikatakan rukun
yang paling pokok dalam perkawinan, karena ada perlambang yang tegas untuk
menunjukkan kemauan mengadakan ikatan bersuami istri. Perlambang itu
diutarakan dengan kata-kata kedua belah pihak yang mengadakan akad.Para ulama
telah sepakat bahwa akad nikah itu baru terjadi setelah dipenuhinya rukun-rukun
akad nikah yaitu:

 Adanya calon pengantin laki-laki dan calon penganti perempuan.


 Calon pengantin itu kedua-duanya telah dewasa dan berakal.
 Persetujuan bebas antara calon mempelai tersebut.
 Harus ada wali bagi calon pengantin perempuan
 Harus ada mahar (mas kawin) dari calon pengantin laki-laki.
 Harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi lakilaki yang adil.
 Harus ada upacara ijab kabul.Selain dari semua itu, akad nikah merupakan
suatu perjanjian yang menyebabkan halalnya kehormatan seorang
perempuan.
34
Nanda Jamaluddin, BUKU AJAR HUKUM PERKAWINAN, Cetakan Pertama, 2016,
h. 59.

34
Hal ini dengan tegas dinyatakan Rasullullah SAW: “syarat yang lebih patut
untuk dipenuhi yaitu perjanjian yang menyebabkan halalnya kehormatan
seorang perempuan”.35

D. Sah dan Batalnya Akad

NikahSebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa rukun yang


paling pokok dalam perkawinan adalah adanya ijab dan kabul antara wali calon
mempelai perempuan dengan calon mempelai lakilaki dalam sebuah mejelis
pernikahan yang dinamakan akad nikah. Ijab berarti pernyataan yang diucapkan
oleh wali calon mempelai perempuan, sedangkan kabul adalah pernyataan
menerima perkawinan yang diuapkan oleh mempelai laki-laki. Antara ijab dan
kabul harus berjalan secara beruntun atau tidak didahului oleh pekerjaan atau
ucapan lain. Pada dasarnya akad nikah dapat terjadi dengan menggunakan
bahasa apapun yang dapat menunjukkan keinginan serta dapat dimengerti
pihak-pihak yang bersangkutan dan dipahami oleh para saksi. Mempergunakan
bahasa apapun, baik itu bahasa Indonesia, bahasa Arab, maupun bahasa daerah
sekalipun semuanya dipandang sah dan tidak dapat dikatakan bahwa
menggunakan bahasa yang satu lebih utama daripada menggunakan bahasa
yang lain. Karena pada dasarnya ucapan dalam akad nikah (Sighat akad nikah)
dapat dilakukan dalam berbagai cara, asalkan yang terpenting sighatnya jelas
dan tidak terputus oleh pekerjaan lain.Mengingat pentingnya shighat, kalangan
ahli fiqh menyatakan bahwa rukun perkawinan adalah ijab dan kabul. untuk
menghindari terjadinya akad yang mempunyai akibat hukum, baik pada suami
maupun istri, akad dianggap sah bila memenuhi syarat-syarat berikut: 36

a) Kedua belah pihak harus tamyiz. Bila salah satu pihak ada yang gila
atau masih kecil dan belum tamyiz, maka pernikahannya tidak sah.
b) Ijab kabulnya dalam satu majelis, yaitu ketika menguapkan ijab kabul
tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain.
c) Hendaklah ucapan kabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau
lebih baik daripada ucapannya sendiri yang menunjukkan pernyataan
persetujuan lebih tegas.
d) Pihak-pihak yang melakukan akad harus dapat mendengarkan
pernyataan masing-masing dengan kalimat yang maksudnya
menyatakan terjadinya pelaksanaan akad nikah, sekalipun kata-katanya
ada yang tidak dapat dipahami karena yang dipertimbangkan disini
maksud dan niat, bukan mengerti katakata yang dinyatakan dalam ijab
dan kabul.

35
Jamaluddin, h. 60.
36
Jamaluddin, 61–62.

34
e) Didalam mengucapkan ijab kabul hendaknya dipergunakan kata-kata
yang dapat dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan akad
nikah, dan tidak boleh menggunakan katakata yang samar dan kabur.

Ijab kabul dianggap sah jika telah memenuhi syarat-syarat hukumnya


seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun, terdapat juga beberapa hal yang
menjadikan akad nikah dianggap batal, yaitu:

1. Apabila ucapan ijab kabul diselingi dengan suatu syarat, menangguhkan


dengan suatu waktu akan datang, atau waktu tertentu dan dikaitkan dengan
suatu syarat. Dalam hal itu, akad nikahnya dianggap tidak sah atau batal.
Sighat yang isinya digantungkan kepada sesuatu yang lain, dengan suatu
keadaan menyebabkan batalnya perkawinan karena sighat ini bergantung
kepada syarat yang mungkin terjadi dan mungkin pula tidak. Akad
bersyarat yang dipandang tidak sah ini adalah apabila syarat yang
dimaksud tidak terjadi pada saat itu juga, misalnya wali mengatakan
kepada calon mempelai laki-laki : “apabila engakau telah mendapatkan
pekerjaan nanti, aku nikahkan engaku dengan anakku Fulanah dengan
mahar lima ribu rupiah”. Ijab seperti ini tidak sah, sebab syaratnya yaitu
mendapat pekerjaan belum tentu terpenuhi dalam waktu mendatang.
Padahal ijab kabul itu berarti telah memberikan kekuasaan untuk
menikmatinya sekarang, sehingga tidak boleh ada tenggang waktu antara
syaratnya, yang ketika diucapkan belum ada, sedangkan menghubungkan
kepada sesuatu yang belum ada berarti tidak ada. Dengan demikian,
pernikahannya pun tidak ada dan akad nikah seperti itu dianggap tidak sah
atau batal.
2. Ijab kabul yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang. Shighat yang
menyandarkan dengan waktu yang akan datang bertentangan dengan akad
perkawinan itu sendiri, karena akad itu mempunyai akibat hukum yaitu
suami dapat menggauli istri sejak adanya akad. Selain itu, akad yang
dibatasi untuk waktu tertentu misalnya selama sebulan atau lebih, tidak
dibolehkan, karena bertentangan dengan prinsip perkawinan dalam Islam.
Oleh karena itu, kebanyakan para ulama menyatakan bahwa nikah mut’ah
adalah haram karena nikah mut’ah ini hanya bertujuan untuk kesenangan
sesaat saja, padahal pernikahan sejatinya dimaksudkan untuk kehidupan
bersama, memperoleh keturunan, merawat dan mendidiknya. Selain itu
dikatakan haram karena berdasarkan hadits Rasullullah SAW. Riwayat
Ibnu Majah yang berbunyi: ”wahai umat manusia, dulu aku mengizinkan
kamu kawin mut’ah, tetapi ketahuilah, Allah telah mengharamkannya

34
sampai hari kiamat.”. Oleh karena itu, akad nikah seperti ini dianggap tidak
sah.37

E. Sighot Akad Nikah

Shighat Akad NikahSeperti telah dikemukakan sejak awal, bahwa


awal dari ikatan atau perjanjian adalah melakukan akad perkawinan yang
bentuknya adalah ijab dan kabul. Dalam melakukan ijab kabul haruslah
dipergunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh masing-masing pihak yang
melakukan akad nikah untuk menyatakan kemauan yang timbul dari kedua
belah pihak untuk menikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata yang
samar atau kabur. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ijab kabul boleh
menggunakan bahasa apapun atau kata-kata yang biasa digunakan oleh
masyarakat pada umumnya. Para ahli fiqh pun sependapat bahwa didalam
kabul boleh digunakan kata-kata atau bahasa apa saja, asalkan kata-kata itu
dapat menyatakan ridha atau setuju, misalnya saya terima, saya setuju, saya
laksanakan dan sebagainya.Shighat dalam akad dapat diungkapkan dengan
beberapa cara yaitu :38

 Shighat dengan ucapan. Shighat dengan ucapan merupakan shighat akad


yang paling banyak digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan
cepat dipahami karena kedua pihak harus mengerti ucapan masing-masing
serta menunjukkan keridhaannya.
 Shighat dengan isyarat. Khusus untuk orang yang bisu, karena pembawaan
sejak kecil atau karena sebuah penyakit, akad untuk orang bisu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan isyarat kalau ia dapat memahami
dan isyaratnya itu dapat dimengerti, atau dengan tulisan kalau dia dapat
menulis. Ijab kabul orang bisu sah hukumnya dengan isyarat apabila
isyaratnya dapat dimengerti. Akan tetapi, jika salah satu pihak tidak
memahami isyaratnya, maka ijab kabulnya tidak sah, sebab yang
melakukan ijab kabul hanyalah dua orang yang bersangkutan itu saja.
Masing-masing pihak yang berijab kabul wajib mengerti apa yang
dilakukan oleh pihak lainnya.39
F. Doa Setelah Akad

Disunnahkan bagi kedua mempelai untuk membaca doa yang diajarkan


oleh Rasulullah. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi jika menikahkan seseorang
beliau berdoa:

37
Jamaluddin, h. 62-63.
38
Jamaluddin, h. 63.
39
Jamaluddin, h. 64.

34
‫ك َعلَ ْيكَ َو َج َم َع بَ ْينَ ُك َما فِ ْي خَ ي ٍْر‬
َ ‫بَا َركَ هللاُ لَكَ َوبَا َر‬
"Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi atas kamu, dan
mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan." [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan
At-Tirmidzi. Dia berkata, "Hadits hasan shahih"].

ْ ِّ‫ف بَ ْينَهُ َما َك َما َوَأل‬


َ‫ف بَ ْين‬ ْ ِّ‫ف بَ ْينَ ٰا َد َم َو َح َّوا َء َوَأل‬ْ ِّ‫ف بَ ْينَهُ َما َك َما َوَأل‬ ْ ِّ‫اَ ٰللّهُ َّم َأل‬
‫ف بَ ْينَهُ َما‬ْ ِّ‫ُف َو ُزلَ ْي َخا َء َوَأل‬“َ ‫ف َسيِّ ِدنَا يُوْ س‬ ْ ِّ‫ف بَ ْينَهُ َما َك َما َوَأل‬ْ ِّ‫َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم َو َسا َرةَ َوَأل‬
‫ف‬ْ ِّ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َسيِّ َدتِنَا“ َخ ِد ْي َجةَ ْال ُكب َْرى َوَأل‬ َ ‫ف بَ ْينَ َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ ْ ِّ‫َك َما َوَأل‬
‫ف بَ ْينَ َسيِّ ِدنَا َعلِ ِّي َو َسيِّ َدتِنَا“ فَا ِط َمةَ ال َّز ْه َرا َء‬ ْ ِّ‫بَ ْينَهُ َما َك َما َوَأل‬
Artinya: “Ya Allah, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi
Adama dan Hawa, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi
Ibrahim dan Sarah, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi
Yusuf dan Zulaikha, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan
Baginda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallama dan Khadijah Al-Kubra,
dan rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Ali dan Fathimah Az-
Zahra.”

‫ق بَ ْينَهُ َما ُأ ْلفَةً َوقَ َرارًا دَاِئ ًما َواَل‬ ٰ


ِ ‫للّهُ َّم اجْ َعلْ ٰه َذا ْال َع ْق َد َع ْقدًا ُمبَا َر ًكا َم ْعصُوْ ًما َوَأ ْل‬
‫صا ًما“ َوا ْكفِ ِه َما ُمْؤ نَةَ ال ُّد ْنيَا َوااْل ٰ ِخ َر ِة‬
َ ‫تَجْ َعلْ بَ ْينَهُ َما فِرْ قَةً َوفِ َرا ًرا“ َو ِخ‬
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah akad ini sebagai ikatan yang diberkahi dan
dilindungi, tanamkan di antara keduanya kerukunan dan ketetapan yang
langgeng, jangan Engkau jadikan di antara keduanya perpecahan, perpisahan
dan permusuhan, dan cukupi keduanya bekal hidup di dunia dan akhirat.”

34
Kesimpulan

Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan
antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang
merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya
adalah merupakan ibadah.

Menurut bahasa, kata "nikah" berarti adh-dhammu wattadaakhul (bertindah


dan memasukkan). Dalam kitab lain, kata nikah diartikan dengan adh-dhammu wa
al-jam'u (bertindih dan bekrumpul). Oleh karena itu, menurut kebiasaan Arab,
pergesekan rumput pohon seperti bambu akibat tiupan angin diistilahkan dengan
tanakahatil asyjar (rumput pohon itu sedang kawin), karena tiupan angin itu

34
menyebabkan terjadinya pergesekan dan masuknya rumpun yang satu ke ruang
yang lain.

Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk shalat." Atau, menurut Islam, calon pengantin laki-
laki/perempuan itu harus beragama Islam. "Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah)
yang memenuhi rukun dan syarat.

Adapun Syarat-syarat kedua mempelai.

Syarat-syarat pengantin pria. Syari'at Islam menentukan beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:

 Calon suami beragama Islam.


 Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
 Orangnya diketahui dan tertentu.
 Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya.
 Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
 Tidak sedang melakukan ihram.
 Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
 Tidak sedang mempunyai istri empat.

Syarat-syarat calon pengantin perempuan:

 Beragama Islam atau ahli Kitab.


 Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci).
 Wanita itu tentu orangnya.
 Halal bagi calon suami.
 Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam "idah.
 Tidak dipaksa/ikhtiyar.
 Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

Rukun Perkawinan menurut Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu ter-
diri atas:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan per- kawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap
sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan
akad nikah tersebut.

34
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.

Wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai
wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali nikah ialah orang laki-laki yang
memenuhi syarat Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.

Adapun Menurut Zainuddun Ali syarat- syarat wali nikah adalah:

a. Laki-laki;

b. Dewasa;

c. Mempunyai hak perwalian;

d. Tidak terdapat halangan perwalian

Syarat saksi nikah telah dijelaskan dalam KHI sebagaimana disebutkan di


atas. Tapi, untuk lebih jelasnya, berikut adalah syarat-syarat saksi nikah secara
umum, yakni:

1) adil,

2) Islam,

3) laki-laki,

4) baligh,

5) berakal,

6) merdeka,

7) minimal dua orang,

8) memahami makna lafazh ijab dan kabul, dan

9) dapat mendengar, melihat, dan berbicara (tidak buta dan bisu).

Menurut hukum syara; akad nikah/perkawinan adalah suatu yang


membolehkan seseorang untuk melakukan persetubuhan dengan menggunakan
lafazh "menikahkan atau mengawinkan" yang diikuti dengan pengucapan ijab-kabul
antara wali dan calon mempelai pria dengan jelas serta tidak terselang oleh
pekerjaan Jainnya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 sub C, dikatakan bahwa akad nikah
ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh

34
mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi, Rumusan pengertian
akad nikah di atas, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:

1 Akad nikah itu merupakan perjanjian atau ikatan.

2. Adanya akad nikah menjadikan dihalalkannya berkumpul atau bersetubuh.

34
Daftar Pustaka

Aam, Priyatna. MENGAPA MENUNDA MENIKAH. Bandung: Khazanah


Intelektual, 2013.
Abdul Hamid Hakim. MABADI AWWALIYYAH. Juz 1. Cetakan Pertama. Jakarta:
Bulan Bintang, t.t.
Abdurrahman. KOMPLIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA. edisi ke 2. Jakarta:
Akademika Pressindo, t.t.
Ali Yusuf As-Subki. NAZMU AL- USROH FI AN-NISA’I : DITEJEMAHKAN
OLEH NUR KHOZIN : FIQIH KELUARGA, t.t.
Beni Ahmad Saebani. FIQIH MUNAKAHAT 1. Cetakan ke tujuh. Bandung: Cv
Pustaka Setia, t.t.
Dep DIkbud. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA. Edisi ke dua. cetakan ke tiga.
Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Idris Ramulyo. HUKUM PERKAWINAN, HUKUM KEWARISAN, HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA DAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM. Jakarta:
Sinar Grafika, 1995.
Jamaluddin, Nanda. BUKU AJAR HUKUM PERKAWINAN. Cetakan Pertama,
2016.
Laksana. FIQIH KELUARGA TERLENGKAP,. Banguntapan Yogyakarta: Laksana,
2018.
Mufidah. PSIKOLOGI KELUARGA ISLAM BERWAWASAN GENDER. Malang:
UIN Maliki Press, 2013.
Muhammad Ali, Abdullah. RUMAH TANGGA MUSLIM WANITA DAN
KELUARGA DI BAWAH NAUNGAN AL-QUR’AN. Surabaya: PT. Bungkul
Indah, 1994.
Muhammad Makhyaruddin. MUHAMMAD SAW : THE SUPER HASBAND KISAH
CINTA TERINDAH SEPANJANG SEJARAH. Jakarta: PT. Mizan Publika,
2013.
Sayyid Sabiq. FIQH SUNNAH : TERJEMAH NUR HASANUDDIN. Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006.
Sudarsono. HUKUM PERKAWINAN NASIONAL. Rineka Cipta, 2005.
Sulaiman Rasyid. FKIH ISLAM. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.
Tihami, Sohari Sahrani. FIQIH MUNAKAHAT KAJIAN NIKAH LENGKAP.
cetakan ke empat. Jakarta: Rajawali Pers, t.t.
Zakiah Darajat. FIQIH II, t.t.

34

Anda mungkin juga menyukai