KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Pencipta, Pengatur dan Pemelihara
semesta alam. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi
Muhmmad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang setia
hingga Hari Pembalasan.
Dalam pembuatan buku fiqih munakahat ini tidak sedikit kesulitan dan
kendala yang dihadapi penulis, baik yang menyangkut soal waktu, pengumpulan
bahan maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun, berkat kemauan keras dan
usaha yang sungguh-sungguh disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka segala kesulitan dan kendala itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh
karena itu, seyogianyalah penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam rangka pembuatan
buku fiqih munakahat ini. Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima
oleh Allah SWT, dan dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin...
Atas dasar itu kiranya perlu bagi penulis untuk mengkaji lebih jauh tentang
Fikih Munakahat dengan tujuan, pertama untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa
dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai Fikih Munakahat, dan
yang kedua untuk mencoba melahirkan kandungan pemahaman saya tentang ilmu
fikih.
Mungkin buku ini banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kami mohon saran dan kritik yang nantinya dapat kami gunakan sebagai acuan
untuk lebih baik lagi dalam menulis buku selanjutnya.Kami berdoa dan berharap
semoga buku ini nantinya dapat bermanfaat bagi pribadi penulis khususnya, dan
bagi para pembaca pada umumnya. Akhirnya, Jazakumullah Ahsanal Jaza.
34
PENDAHULUAN
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.Hubungan antara
seorang laki laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan
oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad
nikah. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan perkawinan ini
akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki
maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat
yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Dengan jalan nikah inilah yang paling baik untuk dapat melangsungkan
keturunan. Nikah adalah fitra yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia
sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa serta sehat
jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis
kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat
mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja
sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup
berumah tangga. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah bersabda: "Barang siapa dianugrahkan
Allah SWT istri yang sholehah, maka sungguh Allah telah menolong setengah
agamanya, maka hendaklah maka hendaklah ia memelihara setengah yang tersisa."
(HR. At Tabrani) Menikahi perempuan yang sholeh, bahtera kehidupan rumah
tangga yang baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan
berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw memberikan penghargaan
34
yang tinggi kepada istri yang sholeh. Mempunyai istri yang sholeh, berarti Allah
SWT menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamanya.
34
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ........................................................................................3
KESIMPULAN ...........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
34
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah
dan zawaj. Kata na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur'an dengan arti kawin
yang berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad. Pernikahan atau
perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.
Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan
34
antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. 1 Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang
merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya
adalah merupakan ibadah.
Pasal 2
akad yang sangat kuat atau mitsagan ghalîzhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
1
Sulaiman Rasyid, FKIH ISLAM (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 374.
2
Idris Ramulyo, HUKUM PERKAWINAN, HUKUM KEWARISAN, HUKUM
ACARA PERADILAN AGAMA DAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM (Jakarta:
Sinar Grafika, 1995), h. 432.
3
Beni Ahmad Saebani, FIQIH MUNAKAHAT 1, Cetakan ke tujuh (Bandung: Cv
Pustaka Setia, t.t.), h. 10.
4
Dep DIkbud, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, edisi ke dua, cetakan ke tiga
(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 465.
34
Pasal 3
Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio
bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu
jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu
kaum dan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan interelasi antara satu
kaum dengan yang lain.
Pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam
hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami-istri dan keturunannya,
melainkan antara dua keluarga. Baiknya pergaulan antara istri dan suaminya, kasih-
mengasihi, akan berpindah kepada semua keluarga kedua belah pihak, sehingga
mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam menjalankan
kebaikan dan mencegah segala kejahatan. 7
5
Abdurrahman, KOMPLIKASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA, edisi ke 2 (Jakarta:
Akademika Pressindo, t.t.), h. 114.
6
Sayyid Sabiq, FIQH SUNNAH : TERJEMAH NUR HASANUDDIN (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), h. 5.
34
B. Syarat dan Rukun Nikah
A. Syarat Nikah
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk shalat." Atau, menurut Islam, calon pengantin laki-
laki/perempuan itu harus beragama Islam. "Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah)
yang memenuhi rukun dan syarat.8
Syarat-syarat pengantin pria. Syari'at Islam menentukan beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
7
Beni Ahmad Saebani, FIQIH MUNAKAHAT 1, h.11.
8
Abdul Hamid Hakim, MABADI AWWALIYYAH, juz 1, Cetakan Pertama (Jakarta:
Bulan Bintang, t.t.), h. 9.
34
Tidak sedang mempunyai istri empat.9
B. Rukun Nikah
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
membasuh muka untuk wudhu` dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau adanya
calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan. 10
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan per- kawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap
sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan
akad nikah tersebut.
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat: Imam Malik
mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
Imam Syafi'i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
9
Zakiah Darajat, FIQIH II, t.t., h. 38.
10
Abdul Hamid Hakim, MABADI AWWALIYYAH, h. 9.
34
Calon pengantin laki-laki,
Calon pengantin perempuan,
Wali,Dua orang saksi,
Sighat akad nikah.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja, (yaitu
akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Adapun menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon
pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun,
seperti terlihat di bawah ini.
Rukun perkawinan:
a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki
dan mempelai perempuan.
b. Adanya wali.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Dilakukan dengan sighat tertentu.11.
Setiap orang memiliki daya tarik dan selera berbeda- beda terhadap lawan
jenis. Daya tarik ada yang berisfat lahir, kecantikan atau kegantengan, ada juga daya
tarik yang menempel di luar seperti kekayaan, pangkat, jabatan dan popularitas.
Ada juga daya tarik yang bersumber dalam diri seseorang, seperti kelemah-
lembutan, kesetiaan, keramahan, kejujuran dan berbagai cirri kepribadian lainnya
yang disebut dengan inner-beauty. Selera manusia juga berbeda-beda, ada yang
lebih tertarik kepada paras (tampang). ada juga yang mempertimbangkan dari aspek
harta dan jabatan serta status sosial, di samping ada yang seleranya lebih kepada
kualitas hati. la sangat tertarik kepada orang yang lemah lembut, jujur dan setia
11
Zakiah Darajat, FIQIH II, h. 38.
34
meski ia orang miskin dan sama sekali tidak tertarik kepada orang genit dan
sombong meski cantik dan kaya.12
Agama adalah tuntunan hidup manusia, oleh karena itu, tuntunannya sejalan
dengan fikiran (logika) dan perasaan umat manusia. Manusia diciptakan Tuhan
dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal, seperti
yang disebut dalam Q.S Ali- Imran:14
َّ ِب َو ْالف
ض ِة َّ َت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَنَا ِطي ِْر ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمن
ِ َالذه ِ اس حُبُّ ال َّشهَ ٰو ِ َُّزيِّنَ لِلن
هّٰللا
ِ ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا
ب ُ ك َمتَا َ ِث ۗ ٰذل ِ َْو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع ِ“ام َو ْال َحر
Artinya:
Jika orang dalam memilih jodoh lebih dipengaruih oleh hawa nafsunya,
maka kecenderungannya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan
ssesaat, bukan kepada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih
dipengaruhi oleh tuntunan nurani dan agama, maka pertimbangannya lebih memilih
kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terkebih
dahulu fase-fase kesabaran dalam melengkapi kesulitan dan
34
dalamnya terdapat banyak tanggung jawab. Jadi, kalau ingin mengarungi rumah
tangga yang bahagia dan di ridhai Allah SWT, kita harus memilih pasangan hidup
yang taat beragama.15
: تُ ْن َك ُح ال َمرْ َأةُ َألرْ بَ ٍع:ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َع ِن النبي صلى هللا عليه وسلم“ قَا َل ِ ع َْن َأبِي ه َُري َْرةَ َر
ْ َ ت َِرب،ِّين
َت يَدَاك ْ َ ف،لِ َمالِهَا َولِ َح َسبِهَا“ َو َج َمالِهَا َولِ ِدينِهَا
ِ اظفَ ْ“ر بِ َذا
ِ ت الد
Artinya:
"Dari Abu Hurairah R.A, dari Nabi SAW, beliau berkata, wanita dinikahi karena
empat perkara; karena hartanya, garis keturunannya, kecantikannya, dan agamanya.
Pilihlah yang memiliki agama, (niscaya) engkau akan beruntung".
14
Ibit.hlm 78
15
Muhammad Makhyaruddin, MUHAMMAD SAW : THE SUPER HASBAND KISAH
CINTA TERINDAH SEPANJANG SEJARAH (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2013),
h.11.
16
Abdullah Muhammad Ali, RUMAH TANGGA MUSLIM WANITA DAN
KELUARGA DI BAWAH NAUNGAN AL-QUR’AN (Surabaya: PT. Bungkul Indah,
1994), h. 19.
34
Jauh sebelum Rasulullah menyampaikan pesan tersebut, Allah SWT.
Terlebih dulu memberikan peringatan kepada kita melalui firmanNya di dalam
surah An-Nur Ayat 26:
َ ت ۚ ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ
ك ِ ت لِلطَّيِّبِينَ َوٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَ ٰـ
“ُ ت ۖ َوٱلطَّيِّبَ ٰـ ِ ت لِ ْلخَ بِيثِينَ َو ْٱلخَ بِيثُونَ لِ ْل َخبِيثَ ٰـ
ُ ْٱل َخبِيثَ ٰـ
٢٦ ق َك ِري ۭ ٌم ٌ “ۭ ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُم َّم ْغفِ َر ۭةٌ َو ِر ْز
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka
(yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
Islam memberikan jalan ta'aruf bagi mereka yang ingin menikah. Ta'aruf
sendiri adalah media untuk mengenal calon pasangan sebelum memasuki gerbang
rumha tangga. Ta;atuf perlu dilakukan oleh pasangan yang telah siap untuk
menikah. Namun, ta'aruf yang dimaksud bukanlah pacaran. Ta'aruf dilakukan oleh
dua pihak untuk saling mengenal (dengan tujuan pernikahan), yang kelak
menentukan bersedia atau tidaknya mereka untuk menuju gerbang pernikahan.
Kita harus cerdas dan cermat dalam menetukan calon pasangan hidup agar
kebahagiaan yang kita dapatkan saat berumah tangga dapat terbawa sampai ke
akhirat kelak. Untuk itu, Rasululah SAW. telah mengajarkan kepada kita tentang
standar dalam memilih pasangan hidup, yaitu:18
1. Faktor Harta
Salah satu kriteria memilih calon suami atau istri adalah dasar kekayaannya.
Tidaklah salah jika harta menjadi dasar pertimbangan seseorang memilih calon
pasangan, karena harta dapat menghantarkan keluarga sejahtera, terpenuhi
kebutuhan finansial dalam rumah tangga. Namun, harta benda belum dapat
menjamin pasangan suami istri menemukan kebahagiaan hakiki dalam rumah
tangga.
17
Priyatna Aam, MENGAPA MENUNDA MENIKAH (Bandung: Khazanah
Intelektual, 2013), 11–12.
18
Ibid.hlm 14
34
Harta dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, tetapi seringkali
dengan harta seseorang menjadi celaka. Ketika harta menjadi alasan memilih calon
pasangan, di saat rumah tangga mengalami krisis ekonomi, dapat mengubah sikap
seseorang terhadap pasangannya. Dengan demikian, harta memang diperlukan
tetapi bukan pertimbangan pasangannya. utama seseorang menjadi menentukan
2. Faktor Keturunan
Dalam menentukan siapa yang cocok untuk menjadi suami atau istri, salah
satunya adalah faktor keturunan. Seseorang akan diketahui potensi dan
kepribadiannya, dapat dilihat pula dari mana dia berasal, siapa orang tua dan
keturunan siapa. Dalam pertimbangan orang jawa, memilih jodoh dengan ungkapan
"bebet, bibit dan bobot", ketiganya diyakini sebagai dasar rumah tangga sakinah
karena diharapkan akan lahir keturunan yang memiliki sumber daya manusia yang
unggul, tidaklah keliru jika faktor keturunan menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan jodoh, namun keturunan tidak boleh digunakan sebagai kebanggaan
dan kesombongan. Kebahagiaan rumah tangga bukan tergantung dari keturunan
siapa dia berasal, tetapi keturunan semata-mata menjadi pertimbangan bukan
sebagai tujuan seseorang termotivasi untuk menikah. 19.
3. Faktor Kecantikan/Ketampanan
"Sesungguhnya Allah itu sangat indah dan menyenangi keindahan". (H.R. Muslim
dan Turmuzi dari Ibnu Mas'udi)”
4. Faktor Agama
19
Mufidah, PSIKOLOGI KELUARGA ISLAM BERWAWASAN GENDER, h. 74.
34
Di akhir hadits Nabi tersebut berbunyi, pilihlah yang memiliki agama, maka
kalian akan beruntung, hadits tidak menyebutkan orang yang beragama tetapi orang
yang memiiki agama (dzatiddin) kata dzatiddin di sini mengandung arti substansi
(jauhar) atau sifat (ard), jadi perempuan atau lelaki yang dzatiddin adalah orang
yang beragama secara substansial atau dapat dilihat dari sifat-sifatnya sebagai orang
yang mematuhi agama. Secara vertikal. Orang yang memiliki agama itu mengimani,
meyakini sepenuhnya adanya Allah Pencipta Yang Maha Besar, Maha Adil, Maha
Pemurah, Maha Pengampun, yang oleh karena itu sebagai manusai atau Hamba
Allah, ia tidak sanggup untuk sombong, sewenang-wenang dan kikir.
Wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai
wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali nikah ialah orang laki-laki yang
memenuhi syarat Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh." 22
Menurut Sudarsono "wali adalah pihak yang menjadi orang yang memberi
izin berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah hanya
ditetapkan bagi pihak penganten perempuan." Menunut pendapat Imam Syafi'i,
Maliki, Hambali dan Hanafi terjadi perbedaan pendapat yaitu, "Syafi'i, Maliki dan
Hambali: wali penting dan menjadi sahnya pernikahan. Hanafi: wali tidak penting
dan tidak menjadi unsur sahnya perkawinan."23
a. Laki-laki;
20
Ibid.,hlm.,75.
21
Ibid.,hlm., 77.
22
Lihat Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam
34
b. Dewasa;
Selain wali nikah di atas, perlu diungkapkan bahwa wali nikah adalah orang
yang menikahkan seorang wanita dengan seorang pria. Wali nikah dalam
perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi oleh calon mempelai wanita
yang hendak dinikahkannya. Wanita yang menikah tanpa wali berarti
pernikahannya tidak sah. Ketentuan tersebut dikatakan oleh Hadist Nabi
Muhammad yaitu: "Tidak sah perkawinan, kecuali dinikahkan oleh wali. 24
1. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.
a. Wali nasab
b. Wali Hakim
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil
23
Sudarsono, HUKUM PERKAWINAN NASIONAL (Rineka Cipta, 2005), h.50.
24
Ibit
34
a. Wali mujbir
b. Wali nasab
c. Wali Hakim
1. Ayah kandung
2. Kakek (dari garis ayah dan seterusnya ke atas dalam garis laki-laki)
34
A. Pengertian Saksi
Secara umum, saksi adalah orang yang menyaksikan atau melihat langsung
suatu peristiwa. Dalam KUHAP pasal 1 (26) dinyatakan, "Saksi adalah orang yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara tentang suatu perkara yang
ia dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu." Jadi, saksi adalah orang yang terlibat langsung (melihat,
mendengar, dan mengalami) suatu peristiwa. Ini adalah pengertian saksi secara
umum.Bila ditarik pada kasus pernikahan, maka saksi nikah adalah orang yang
terlibat dan menyaksikan langsung prosesi ijab-kabul (pernikahan) dengan tujuan
agar masyarakat umum tahu bahwa mereka (kedua mempelai) telah menjadi
pasangan suami-istri yang sah. Meskipun dalam al-Qur'an tidak dijelaskan secara
eksplisit mengenai saksi nikah, tapi ada satu ayat yang berbicara tentang saksi
rujuk. Dan, tampaknya ayat ini juga berlaku atau dapat digunakan sebagai dasar
wajibnya saksi dalam pernikahan.29
Sedangkan dalil hukum saksi nikah berdasarkan hadits, antara lain ialah:
"Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi."(HR.
Daruquthni).
"Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi adil." (HR.
Ahmad).
Abi Zubair al-Makki menyatakan bahwa Umar bin Khathab Ra. Pernah
ditanya tentang menikah yang tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-
laki dan seorang wanita. Maka ia berkata, "Ini adalah nikah sirr, aku tidak
membolehkannya.
Bila kamu menggaulinya pasti aku rajam." (HR. Malik). "Wanita mana saja
yang menikah tanpa izin dari walinya dan dua orang saksi yang adil, maka
pernikahan batil.
Apabila seorang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar
mahar untuknya. Dan, bila mereka berselisih, maka sultan adalah wali bagi
mereka yang tidak mempunyai wali."30
Lantas, apa saja syarat dari saksi nikah itu? Sebenarnya, syarat saksi nikah
telah dijelaskan dalam KHI sebagaimana disebutkan di atas. Tapi, untuk lebih
jelasnya, berikut adalah syarat-syarat saksi nikah secara umum, yakni:
29
Laksana, FIQIH KELUARGA TERLENGKAP, (Banguntapan Yogyakarta: Laksana,
2018), h. 92.
34
1) adil,
2) Islam,
3) laki-laki,
4) baligh,
5) berakal,
6) merdeka,
Itulah syarat-syarat saksi nikah. Bila ada saksi yang tidak memenuhi syarat-
syarat tersebut, maka pernikahan dianggap tidak sah. Abu Ubaid meriwayatkan dari
Az-Zuhri yang mengatakan, "Telah menjadi sunnah Rasulullah Saw. bahwa tidak
diperkenankan persaksian wanita dalam masalah hudud, nikah, dan talak. Akad
nikah bukanlah satu perjanjian kebendaan, bukan pula dimaksudkan untuk
kebendaan, dan biasanya yang menghindari adalah kaum laki-laki. karena itu, tidak
sah akad nikah dengan saksi dua orang perempuan, seperti halnya dalam urusan
pidana tidak dapat diterima kesaksiannya dua orang perempuan.
Syarat-syarat saksi nikah di atas adalah syarat yang sifatnya umum. Bila
ditinjau secara lebih spesifik, maka terdapat perbedaan pada masing-masing
madzhab tentang syarat-syarat saksi nikah. Untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang syarat-syarat saksi nikah, berikut adalah pendapat empat
madzhab tentang syarat saksi nikah:
Kedua, syarat saksi nikah menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali. Kedua
imam madzhab ini memiliki pendapat yang sama dengan Imam Syafi'i dalam hal
penetapan syarat saksi nikah. Mereka bersepakat dengan Imam Syafi'i dan KHI
30
Laksana, h. 93.
34
pasal 24 ayat 1 yang berbunyi, "Saksi dalam perkawinan merupakan rukun
pelaksanaan akad nikah." Namun, Imam Hanafi dan Imam Hambali membolehkan
saksi berupa satu orang laki-laki dan dua orang perempuan dengan merujuk pada
firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 282. Kemudian, mereka juga
menambahkan bahwa dua orang buta dan dua orang adil boleh menjadi saksi.
Mereka melarang saksi dari orang yang tuli, orang yang sedang tidur, dan orang
mabuk.
Ketiga, syarat saksi nikah menurut Imam Malik. Imam Malik termasuk
ulama yang membolehkan tidak ada saksi dalam akad nikah. Ia berpandangan
bahwa saksi dalam perkawinan itu tidak wajib. Pendapatnya ini berdasarkan pada
fakta bahwa tidak ada dalil qath'i tentang saksi pernikahan. Dalil yang digunakan
hanya dimaksudkan sad adz-dzari'ah.31
ت َأ ْع َمالِنَا َم ْن
ِ ُهونَعُوْ ُ“ذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِ“ر َأ ْنفُ ِسنَا َو َسيَِّئا
َ ِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْست َِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِر
ُُي لَه َ ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد ِ يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم
َ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي
ك لَه
يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا“ قَوْ الً َس ِديدًا
ِ يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَوْ ًزا ع
َظي ًما
31
Laksana, h. 95-96.
34
َو َش َّر اُأل ُموْ ِ“ر ي ُم َح َّم ٍد ُ ي هَ ْد ِ َو َخ ْي َر ْالهَ ْد,ِث ِكتَابُ هللا ِ ق ْال َح ِد ْيَ فَِإ َّن َأصْ َد,َُأ َّما بَ ْعد
صلِّ َعلَى َ اَللَّهُ َّم,ارِ َّضالَلَ ٍة فِى الن َ ضالَلَةٌ َو ُك َّل َ ُمحْ َدثَاتُهَا َو ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة
ان ِإلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة ٍ صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسَ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى َألِ ِه َو
“Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, seraya memohon
pertolongan dan ampunan-Nya, dan kami memohon perlindungan Allah dari
keburukan-keburukan nafsu kami dan dari akibat buruk perilaku kami.
Barangsiapa yang telah diberi petunjuk oleh Allah kepadanya, tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang telah disesatkan, tidak ada yang dapat
memberikan petunjuk kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah melainkan Allah saja,
tidak ada sekutu bagi-Nya.Dan aku bersaksi bahwa Muhammad B adalah hamba
dan utusan-Nya.Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah kamu mati melainkan dalam
keadaan Islam.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-
Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
Rasulullah telah bersabda sesuai dengan hadis dari Abdullah Bin Masud
َ ْ َوَأح, ص ِر
ُصن َ َ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب, ْب ! َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَزَ َّوج ِ يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا
ٌ َ ُمتَّف.صوْ ِم ; فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء
ق َعلَ ْي ِه ِ ْلِ ْلفَر
َّ َو َم ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال, ج
“Wahai para Pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah,
menikahlah. Karena sesungguhnya dengan menikah dapat menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa dapat menjadi benteng baginya.”
Jadi perintah menikah ini, sekaligus perintah untuk selalu menjaga pandangan dan
menjaga kemaluan, artinya jangan sekali-kali melakukan perzinahan. Dan
perintah menikah ini, tentunya bukan bagi jejaka saja, tetapi termasuk juga para
34
Duda. Justru kalau tidak menikah, berarti termasuk kategori orang yang
membenci sunnah Nabi, dan bagi yang membenci sunnah Nabi, maka tidak
termasuk golongan Umatnya.
َ َ َوق, َوَأ ْثنَى َعلَ ْي ِه, َ ي صلى هللا عليه وسلم“ َح ِم َد هَّللا
” : ال َّ ِك { َأ َّن النَّب ٍ َِس ب ِْن َمال ِ َوع َْن َأن
َ ب ع َْن ُسنَّتِي فَلَي
ْس َ فَ َم ْن َر ِغ, َوَأتَزَ َّو ُج النِّ َسا َء, َوَأصُو ُ“م َوُأ ْف ِط ُر, صلِّي َوَأنَا ُم َ لَ ِكنِّي َأنَا ُأ
ٌ َ ِمنِّي } ُمتَّف.
ق َعلَ ْي ِه
Bahwasanya Nabi SAW setelah memuji Allah dan menyanjungnya, lalu bersabda :
“Tetapi aku sholat dan juga tidur, aku puasa dan juga tidak puasa, dan aku juga
menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka bukanlah ia
termasuk golonganku.“
Akad Nikah hakikatnya merupakan Janji agung di hadapan Yang Maha Agung,
yang harus dipertanggungjawabkan. Maka hendaknya janji agung ini kita pegang
dengan teguh. Allah telah mengingatkan dalam Al-Quran S. Al-Isra‘ : 34,
Tentu saja seorang yang membangun mahligai rumah tangga, maka yang menjadi
dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan
dengan baik, dipenuhi mawaddah war-rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya
saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Qur’an S. Ar-Rum : 21,
ق لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا“ ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ِإ َّن فِي
َ ََو ِم ْن آيَاتِ ِه َأ ْن خَ ل
َت لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون
ٍ َذلِكَ آليَا
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”
Kondisi mawaddah war-rahmah tentu saja tidak datang begitu saja, syarat untuk
bisa mencapai mawaddah war-rahmah, salah satunya adalah, hendaknya suami –
istri itu saling melindungi, saling melengkapi dan menutupi kekurangan pasangan
masing-masing. Dalam Al-Qur’an S. Al-Baqarah : 187 Allah berfirman :
34
ه َُّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوَأ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن
“Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka.“
Dapat kita pahami, bahwa pakaian berfungsi menutup aurat dan kekurangan
jasmani manusia, jadi demikianlah pasangan suami – istri, masing-masing pakaian
bagi yang lain, artinya mereka harus saling melengkapi, saling menutupi
kekurangan dan aib pasangannya. Demikian juga, masing-masing harus saling
melindungi dari segala permasalahan pasangannya.
Apabila ada sepasang suami – istri yang saling membuka aib dan rahasia
pasangannya, maka mereka itulah sebenarnya orang-orang yang paling buruk
kedudukannya di sisi Allah kelak pada hari Kiamat. Sebagaimana sabda Nabi B,
hadits dari Abu Said al-Khudri :
ِ َّ قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم“ { ِإ َّن َش َّر الن: َوع َْن َأبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ قَا َل
اس
ِ ضي ِإلَى اِ ْم َرَأتِ ِه َوتُ ْف
} ثُ َّم يَ ْن ُش ُر ِس َّرهَا, ضي ِإلَ ْي ِه ِ َم ْن ِزلَةً ِع ْن َد هَّللا ِ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ; اَل َّر ُج ُل يُ ْف
َأ ْخ َر َجهُ ُمسْل
“Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari
Kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya dan Istri yang mendatangi
suaminya, kemudian ia membuka rahasia hubungan dengannya.“
Dambaan untuk meraih mawaddah war-rahmah dalam bahtera rumah tangga hanya
akan terwujud apabila Istri yang mendampingi hidupnya adalah wanita shalihah.
Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya
dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk
senantiasa taat kepada Allah Ta’ala. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya
untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh, yang tidak
mudah roboh oleh badai yang menerpanya.
َُاعهَا ْال َمرْ َأةُ الصَّالِ َحة ٌ ال ُّد ْنيَا َمتَا
ِ ع َو َخ ْي ُر َمت
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
wanita shalihah.” (HR. Muslim).
G. Akad Nikah
34
A. Pengertian Akad Nikah
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 sub C, dikatakan bahwa akad nikah
ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh
mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi, Rumusan pengertian
akad nikah di atas, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Didalm akad nikah terdapat Ijab Kabul, ijab kabul terdiri dari dua
pemahaman kata, pernyataan pertama untuk menunjukkan kemauan membentuk
hubungan suami istri dari pihak perempuan disebut Ijab. Sedang pernyataan kedua
yang diucapkan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan
rasa ridha dan setuju disebut Kabul. 32Lebih jelasnya Ijab adalah sesuatu yang
dikeluarkan (diucapkan) pertama kali oleh salah seorang dari dua orang yang
berakad sebagai tanda mengenai keinginannya dalam melaksanakan akad dan
kerelaan atasnya. Sedangkan Kabul adalah segala sesuatu yang dikeluarkan
(diucapkan) kedua dari pihak lain sebagai tanda kesepakatan dan kerelaannya atas
sesuatu yang diwajibkan pihak pertama dengan tujuan kesempurnaan akad. 33
34
menumbuhkan serta memupuk iman seseorang. Suatu ikatan perkawinan
diharapkan kokoh dan kuat sehingga apapun ujian dan goncangan yang ada
dikemudian hari tidak akan goyah dan sirna, karena antara mempelai laki-
laki dan perempuan melakukan akad nikahnya dengan dilandasi oleh
keimanan yang mapan.
Al-Islam. Maksudnya bahwa akad nikah merupakan suatu aktivitas ibadah
yang telah dicontohkan oleh Rasullullah SAW. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya harus sesuai dengan ajaran-ajaran dan norma-norma Islam
yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul , serta ijtihad, terutama
dalam bentuk Ijma’ dan Qiyas.
Al-Ihsan, maksudnya bahwa akad nikah haruslah dilandasi suatu prinsip
taqarrub kepada Allah dan untuk Allah, sehingga akad nikah itu dapat
melahirkan manusia-manusia yang takwa, dekat kepada Allah, giat
beribadah, dan mencurahkan segenap aktivitas hidupnya untuk mencari
ridha Allah SWT.34
34
Hal ini dengan tegas dinyatakan Rasullullah SAW: “syarat yang lebih patut
untuk dipenuhi yaitu perjanjian yang menyebabkan halalnya kehormatan
seorang perempuan”.35
a) Kedua belah pihak harus tamyiz. Bila salah satu pihak ada yang gila
atau masih kecil dan belum tamyiz, maka pernikahannya tidak sah.
b) Ijab kabulnya dalam satu majelis, yaitu ketika menguapkan ijab kabul
tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain.
c) Hendaklah ucapan kabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau
lebih baik daripada ucapannya sendiri yang menunjukkan pernyataan
persetujuan lebih tegas.
d) Pihak-pihak yang melakukan akad harus dapat mendengarkan
pernyataan masing-masing dengan kalimat yang maksudnya
menyatakan terjadinya pelaksanaan akad nikah, sekalipun kata-katanya
ada yang tidak dapat dipahami karena yang dipertimbangkan disini
maksud dan niat, bukan mengerti katakata yang dinyatakan dalam ijab
dan kabul.
35
Jamaluddin, h. 60.
36
Jamaluddin, 61–62.
34
e) Didalam mengucapkan ijab kabul hendaknya dipergunakan kata-kata
yang dapat dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan akad
nikah, dan tidak boleh menggunakan katakata yang samar dan kabur.
34
sampai hari kiamat.”. Oleh karena itu, akad nikah seperti ini dianggap tidak
sah.37
37
Jamaluddin, h. 62-63.
38
Jamaluddin, h. 63.
39
Jamaluddin, h. 64.
34
ك َعلَ ْيكَ َو َج َم َع بَ ْينَ ُك َما فِ ْي خَ ي ٍْر
َ بَا َركَ هللاُ لَكَ َوبَا َر
"Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi atas kamu, dan
mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan." [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan
At-Tirmidzi. Dia berkata, "Hadits hasan shahih"].
34
Kesimpulan
Menurut Fiqh, nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga perkenalan
antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang
merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya
adalah merupakan ibadah.
34
menyebabkan terjadinya pergesekan dan masuknya rumpun yang satu ke ruang
yang lain.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk shalat." Atau, menurut Islam, calon pengantin laki-
laki/perempuan itu harus beragama Islam. "Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah)
yang memenuhi rukun dan syarat.
Syarat-syarat pengantin pria. Syari'at Islam menentukan beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
Rukun Perkawinan menurut Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu ter-
diri atas:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan per- kawinan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap
sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
c. Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan
akad nikah tersebut.
34
d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai
wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Wali nikah ialah orang laki-laki yang
memenuhi syarat Hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.
a. Laki-laki;
b. Dewasa;
1) adil,
2) Islam,
3) laki-laki,
4) baligh,
5) berakal,
6) merdeka,
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 sub C, dikatakan bahwa akad nikah
ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh
34
mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi, Rumusan pengertian
akad nikah di atas, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
34
Daftar Pustaka
34