Anda di halaman 1dari 18

BATASAN NUSYUZ ISTRI MENURUT PERSPEKTIF MUFASSIR

PROPOSAL TESIS
(Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Agama
Pada Jurusan Ilmu Al-Quran Dan Tafsir)

Diajukan Oleh:
Novita sari
Mahasiswi Pascasarjana
Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir
NIM: 211006005

PASCASARJANA UIN AR-RANIRY


DARUSSALAM BANDA ACEH
TAHUN 2023 M/1444H
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengatakan bahwa Pernikahan
adalah salah satu bentuk dari sunnatullah yang telah ditetapkan bagi seluruh
makhluk yang ada di muka bumi, baik tumbuhan, hewan, ataupun manusia. Allah
menciptakan mereka secara berpasang-pasangan. Sebagaimana dalam Qs. ad-
Dzariyaat: 49, “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar
kamu mengingat kebesaran Allah” dan dalam Qs. Yasin: 36, “Maha suci Allah
yang telah menciptakan semua berpasang-pasangan”. Salah satu tujuan dari
pernikahan ini adalah agar makkhluk dibumi ini dapat senantiasa berkembang.
Allah berfirman “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan... (Qs. al-Hujurat: 13). “Wahai
manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yan telah menciptakan kamu dari diri
yang satu (Adam), dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya;
dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak”.1
Namun, tentunya terkhusus manusia Allah memberikan tatacara khusus
mengenai pergaulan di antara laki-laki dan perempuan. Manusia diharuskan untuk
melakukan pernikahan dengan berbagai syarat-syarat dan ketentuan yang harus
dipenuhi. Hal ini untuk memuliakan manusia serta memuliakan wanita. Selain
sebagai sunnatullah dalam rangka melanjutkan keturunan, pernikahan juga
bertujuan untuk menciptakan suasana yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Pergaulan yang baik antara suami dan istri dapat menciptakan generasi dan
keturunan yang baik dan berkualitas.2
Keluarga atau rumah tangga merupakan kelompok sosial terkecil namun
memiliki peran yang sangat penting dalam kemajuan agama dan negara.
Keturunan-keturunan yang buruk akan sangat membahayakan dan generasi yang
1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, (Jakarta Selatan: Pena Pundi Aksara,
2006), hal. 477
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,..., hal. 477

1
baik dan berkualitas akan sangat mampu mendongkrak perkembangan agama dan
negara. Ada sebuah ungkapan bahwa “masa depan agama ataupun negara dapat
dilihat dari generasi yang mereka lahirkan”. Untuk itu sangat penting
memperhatikan segala aspek yang terdapat dari keluarga. Baik buruknya
hubungan antara ayah dan ibu mampu memberikan efek yang sangat besar
terhadap anak.3
Dengan melihat besarnya peranan keluarga, maka di dalam Islam banyak
mengatur urusan dan mengajarkan berbagai hal seperti tanggung jawab, adab dan
akhlak, serta cara-cara praktis yang dapat dilakukan untuk menciptakan kebaikan
dan keutuhan dalam berumah tangga dan menciptakan rumah yang sakinah,
mawaddah dan warahmah dan ini adalah tujuan pernikahan dan harus ada dalam
setiap keluarga. M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menyebutkan bahwa
sakinah adalah rasa tenang, sama dengan rumah yang dalam bahasa Arab disebut
dengan ‫ سكن‬yang berarti tempat untuk mendapatkan ketenangan setelah kesibukan
dari luar.4 Adapun mawaddah adalah rasa cinta yang ditampakkan dalam bentuk
sikap dan perlakuan, sedangkan warahmah adalah bentuk kasih dan paling
minimal bentuk kasih adalah merasakan perih di hati ketika melihat penderitaan
dari objek.5
Namun tentunya menciptakan rumah tangga yang ideal sesuai yang
diinginkan Allah dan RasulNya bukanlah hal mudah. Terdapat berbagai rintangan
dan tantangan yang harus dihadapi dan dijalani oleh suami dan istri. Dalam al-
Quran terdapat sebuah istilah Nusyuz yang dianggap sebagai salah satu hal paling
mempengaruhi keutuhan dalam berumah tangga. Nusyuz ini sering diartikan
sebagai kedurhakaan baik dari istri ataupun suami. Namun pembahasan tentang
Nusyuz banyak akan ditemukan penjelasannya dalam kitab-kitab tafsir ketika
menafsirkan Qs. an-Nisa: 34 mengenai Nusyuz dari kalangan istri,

3
Herien Puspitawati, Pengantar studi keluarga Edisi Revisi, (Bogor: IPB, 2018), hal. 3
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, vol. 11,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 35
5
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, vol. 10,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 477

2
‫ِل‬ ‫ِهِل‬ ‫ِم‬ ‫ّٰل‬ ‫ِء‬
‫َالِّر َج اُل َقَّو اُمْو َن َعَلى الِّنَس ۤا َمِبا َفَّض َل ال ُه َبْع َض ُه ْم َعٰل ى َبْع ٍض َّو َمِبٓا َاْنَفُق ْو ا ْن َاْم َو ا ْم ۗ َفالّٰص ٰح ُت‬

‫ٰقِنٰت ٌت ٰح ِف ٰظٌت ِّلْلَغْيِب َمِبا َح ِف َظ الّٰل ُهۗ َو اّٰلْيِت َخَتاُفْو َن ُنُش ْو َز ُه َّن َفِعُظ ْو ُه َّن َو اْه ُج ُر ْو ُه َّن ىِف اْلَم َض اِج ِع‬

‫َو اْض ِر ُبْو ُه َّن ۚ َفِاْن َاَطْع َنُك ْم َفاَل َتْبُغْو ا َعَلْيِه َّن َس ِبْياًل ۗ ِاَّن الّٰل َه َك اَن َعِلًّيا َك ِبْيًر ا‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nushūznya, maka
nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar.”
Dan sedikit dipenafsiran Qs. an-Nisa: 128 mengenai Nusyuz dari pihak
suami. Di dalam beberapa kitab tafsir ditemui penjelasan bahwa ada beberapa
bentuk perilaku ataupun perkataan yang dapat dikategorikan sebagai Nusyuznya
wanita, seperti menolak ketika suami mengajak ke tempat tidur, berbantah-bantah
dengan suami, memasukkan orang yang tidak disukai suami masuk ke dalam
rumah, dan sebagainya.6 Namun, penjelasan ini masing terasa begitu umum belum
ada satupun batasan yang jelas dari perbuatan-perbuatan tersebut. Apakah setiap
kali istri menolak ajakan suami, istri tersebut langsung dianggap Nusyuz, atau
bagaimana yang dimaksud berbantah-bantah di sini. Apakah setiap istri yang
menyampaikan argumen mengenai isi pikirannya baik dari segi setuju ataupun
tidak setuju dengan pikiran suami apakah langsung disebut Nusyuz?.
Batasan yang terkesan masih ambigu dan kurang jelas ini, tentunya
nantinya akan memunculkan banyaknya pertikaian dan keributan bahkan mungkin
akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang tentunya mampu menghilangkan

6
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, jilid. 10, (Kairo: Dar el-Hadits, 2012), hal. 93-
94

3
kesakinahan, kemawaddahan, serta kewarahmahan dalam rumah tangga. Selain
itu, penjelasan yang masih gantung ini, akan membuat istri terasa sulit dan
terkekang dalam rumah tangga. Contohnya ketika istri sedang merasa sedang
sakit, namun ia terpaksa tetap menuruti ajakan suaminya karena adanya bayang-
bayang akan dilaknat malaikat sebagaimana dalam hadis yang berbunyi “jika
suami mengajak istrinya ketempat tidur, lalu ia enggan untuk memenuhi ajakan
suainya, maka ia akan dilaknat malaikat hingga subuh” 7 atau hadis “seorang
wanita tidak dinilai menunaikan hak rabbnya hingga menunaikan hak suaminya.
Jika suami mengiginkan dirinya, ia tidak boleh menolak meskipun ia sedang di
atas punggung unta”.8
Tentulah hal ini sangat membuat istri terkekang bahkan tidak merasa
memiliki hak atas badannya sendiri. Padahal jika diperhatikan ada hadis dan ayat
lain yang terkesan bertentangan dengan hadis di atas yaitu “Sebaik-baiknya kamu
(suami) ialah orang yang paling baik terhadap istrinya (keluarganya), dan aku
adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku di antara kalian”.9 Dan Qs.
al-Baqarah: 228 yang artinya “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”10. Selain itu ada pula hadis
yang menyatakan “Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan pada orang
lain”.11
Dari pemaparan beberapa ayat dan hadis di atas menunjukkan adanya
batasan-batasan yang menyebabkan hadis tentang laknat dan keharusan wanita
menerima ajakan suami tidaklah bersifat mutlaq. Ada hal-hal yang menyebabkan
bolehnya istri menolak ajakan suami dan tentunya tidak menyebabkan istri serta
merta menjadi nusyuz. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, mencari dan

7
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-
Bukhari 2, Penerjemah. Subhan Abdullah Idris, Cet. 1, (Jakarta: almahira, 2012), hal. 359
8
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadits 8;
Sunan Ibnu Majah, Penerjemah, Saifuddin Zuhri, Cet. 1, (Jakarta: almahira, 2012), hal. 329
9
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ at-Tirmidzi,
Penerjemah. Tim Darussunnah (Idris, Huda, dkk), Cet. 1, (Jakarta: almahira, 2013), hal. 410
10
Al-Quran departemen agama
11
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadits 8;
Sunan Ibnu Majah,..., hal. 417

4
mengulas lebih lanjut mengenai batasan-batasan Nusyuz Istri ini menjadi hal
penting untuk dibahas dan dikaji lebih dalam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk Nusyuz serta cara menyelesaikannya?
2. Bagaimana batasan Nusyuz Istri menurut perspektif mufassir?

C. Batasan Penelitian
Agar penelitian ini dapat lebih fokus, maka akan ada batasan yang
ditetapkan. Dalam penelitian ini, dibatasi hanya kepada kajian batasan Nusyuz istri
saja. Hal ini dikarenakan banyaknya penjelasan dari bentuk dari perbuatan Nusyuz
istri dalam kitab-kitab tafsir yang dianggap merugikan perempuan sebagai istri.
Untuk memperdalam pembahasannya, penelitian ini akan merujuk kepada kitab
tafsir klasik yaitu tafsir al-Thabari karena merupakan tafsir klasik pertama serta
memuat banyak riwayat-riwayat yang telah teruji keotentikannya, kemudian tafsir
al-Munir Wahbah az-Zuhaili karena di dalam tafsirnya termuat penafsiran
berdasarkan ilmu bahasa dan fikih. Selain itu wahbah al-Zuhaili juga memiliki
kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu yang juga menyinggung permasalahan Nusyuz
ini, dan terakhir melihat kepada penafsiran kontemporer Amina Wadud sebagai
salah satu tokoh feminis. Amina Wadud dipilih karena dalam penelitian ini juga
ingin dilihat bagaimana Nusyuz dalam pandangan mufassir perempuannya.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Sebuah karya ilmiah baru dapat dikategorikan telah sempurna apabila
memiliki tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dan diberikan kepada pembaca.
Dengan adanya tujuan serta manfaatnya, maka penelitian yang akan dicapai lebih
terarah dan tidak akan menyimpang dari apa yang telah digaris bawahi dalam
pedoman kajian perpustakaan. Penelitian ini juga mempunyai tujuan yang mesti
diarahkan supaya lebih mudah dalam melakukan penelitian. Tujuan-tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :

5
1. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk-bentuk Nusyuz dan cara
penyelesaiannya.
2. Untuk mengetahui bagaimana batasan-batasan Nusyuz menurut mufassir
serta dalam kaidah bahasa Arab.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa,
khususnya prodi ilmu al-Quran dan tafsir dalam menulis sebuah karya tulis
mengenai al-Quran terkhusus dalam permasalahan Nusyuz.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
utuh dan lebih mendalam terkait permasalahan Nusyuz, baik dari segi
maknanya, ciri-cirinya, tahap penyelesaian, hingga batasan-batasannya.

E. Kajian Pustaka
Penelitian mengenai Nusyuz bukanlah hal yang asing lagi untuk di dengar.
banyak para meneliti mencoba mengkaji dan menjelaskan mengenai Nusyuz dari
berbagai aspeknya. Setelah melakukan penulusuran, ditemukan terdapat beberapa
artikel yang telah membahas mengenai hal ini. Saoki (2016), membahas mengenai
“Batasan Hak Suami Dalam Memperlakukan Istri Saat Nusyuz Dan Sanksi
Pidananya”. Di dalam penelitiannya, Saoki menggunakan pendekatan normatif
research. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui batasan hak-hak suami
dalam memperlakukan istri yang Nusyuz serta untuk mengetahui sanksi pidana
bagi suami yang melampaui batas haknya.
Dalam penelitiannya dikemukakanlah hasil bahwa terdapat beberapa
batasan hak suami pada istri Nusyuz yang diberikan islam; pertama, hak persuasif
dan sanksi fisik yang dilakukan dengan 3 tahapan yaitu dengan memberika
nasehat, kemudian pisah ranjang, dan teakhir dengan memukul yang tidak
melukai, menyakiti, membuat cidera, apalagi kematian. Pukulan yang dibolehkan
adalah pukulan yang mendidik serta bukan dilakukan untuk memuaskan hawa
nafsu dan amarah. Intinya pukulan adalah pukulan yang paling ringan. Kedua,
hak untuk tidak memberikan nafkah dan Ketiga, hak talak. Tindakan suami yang
melampaui hak yang telah diberikan akan seperti melakukan kekerasan fisik yang

6
menyakiti, melukai, dan kekerasan yang menimbulkan trauma, menurut KUHP
dan UU No. 23 tahun 2004 suami akan dikenai sanksi pidana.12
Selanjutnya Erman (2010), menggunakan pendekatan tematis, ia
mengemukakan bahwa Nusyuz adalah sifat durhaka yang dilakukan oleh suami
atau istri dalam rumah tangga. Jika nusyuz terjadi dari puhak istri, maka ada 3
tahapan yang bisa dilakukan suami. Pertama, memberi nasehat, pisah ranjang, dan
dengan pukulan. Jika terjadi dari pihak suami, maka yang dapat dilakukan istri
adalah dengan membuat perjanjian dengan cara merelakan sebagian haknya.
Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan fungsi suami dan istri dan rumah
tangga.13
Kemudian Miftahul Jannah (2019), di dalam penelitiannya ia terlihat
menggunakan pendekatan content analisis (analisis isi). Penelitian ini berusaha
mengkritik dan memahami konsep tauhid Amina Wadud terkhusus mengenai
Nusyuz. Hasilnya, Miftahul Jannah mengemukakan bahwa pemikiran Amina
Wadud sangat terpengaruh dengan pemikiran dari Gadamer yang meyakini bahwa
tidak ada penafsiran yang benar-benar objektif. Dalam pemikirannya Wadud
menggunakan hermeneutika tauhid dengan menggunakan metode holistik
(sejarah). Dalam permasalah Nusyuz, Amina berpendepat bahwa Nusyuz adalah
ketidak harmonisan dalam rumah tangga. Hal ini tentu berbeda dengan defenisi
Nusyuz secara umum yang diartikan sebagai kedurhakaan dari suami atau istri.
Miftahul Jannah membantah Amina, karena ketidak harmonisan dalam rumah
tangga tidak hanya disebabkan oleh suami atau istri, namun juga terkadang
disebabkan oleh orang lain.
Amina juga menjelaskan bahwa al-Quran tidak pernah memerintahkan
wanita untuk patuh kepada suami namun lebih sebagai patner suami dalam
berumah tangga. Lafad “qanitat” pula ditunjukan hanya untuk kepatuhan hamba
kepada Allah bukan kepada sesama makhluk. Namun menurut Miftahul Jannah,

12
Saoki, Batas Hak Suami Dalam Memperlakukan Istri Saat Nusyuz Dan Sanksi
Pidananya, Al-Hukama; The Indonesian Journal Of Islamic Family Law, vol. 06, No. 02, 2016
13
Erman, Nusyuz Istri dan Suami Dalam al-Quran; Sebuah Pendekatan Tematis,
Marwah; Jurnal Perempuan, Agama, dan Gender, Vol. 9, No. 1, 2010

7
pernyataan Amina ini langsung terbantahkan oleh Qs. al-Ahzab: 31 yang
menyebutkan kata “qanitat” sebagai ketaatan kepada sesama makhluk.14
Kemudian Mughniatul Ilma (2019) dengan pendekatan sosio historis,
mencoba membawa ayat Nusyuz kepada masa pewahyuannya dari apa penyebab
ayat ini turun hingga apa yang menyebabkan lahirnya dokrin fikih pada masa itu.
Setelah itu baru dilihat kepada konteks di Indonesia terutama dalam masalah
pemukulan sebagai jalan yang ditempuh untuk menyelesaikan Nusyuz. Dari
penelitian yang dilakukan, maka disimpulkanlah bahwa jika dilihat secara
konteks, ayat ini turun ketika nabi memberikan perintah kepada habibah untuk
mengishas suaminya dengan pukulan yang sama seperti yang dilakukan. Perintah
Rasul itu pun menuai protes dari kaum laki-laki di Madinah. Maka turunlah ayat
ini, bukan sebagai pendorong untuk memukul, namun lebih kepada sebagai
pengendalian kekerasan lelaki kepada perempuan. Ayat ini menurutnya hanya
terbatas kepada konteks Madinah yang dominasi laki-laki pada saat itu.
Untuk itu term pemukulan pula diletakkan sebagai jalan terakhir untuk
menyelesaikan Nusyuz. Selain itu, pemukulan pada masa itu dibolehkan Nabi
dengan aturan yang ketat serta bukanlah berupa anjuran Nabi. Nabi lebih
menganjurkan untuk berbuat baik kepada istri dalam kondisi apapun. Seperti
pemukulan tidak boleh dengan niat menyakiti, namun lebih kepada pelajaran serta
harus didasari dengan cintanya seorang pendidik bukan amarah. Imam al-Thabari
mengatakan dengan siwak atau ranting kecil serta menghindari area yang
berbahaya seperti wajah, tidak boleh melukai, menyakiti, dan sebagainya.
Adapun untuk konteks sekarang di Indonesia, pemukulan tidaklah sesuai
lagi. Di Indonesia sendiri menjunjung tinggi HAM dan kesetaraan gender. Serta
masalah pemukulan yang terjadi di Indonesia berupa KDRT memang tidak sesuai
yang telah diaplikasikan pada zaman Rasul. Permasalahan pemukulan juga
dihapus secara total oleh UU PKDRT No.23 tahun 2004. Intinya pemukulan yang
terdapat di dalam al-Quran hanya terbatas pada konteks pada waktu ayat itu turun
yakni daerah dominasi laki-laki. Dan untuk zaman sekarang, pemukulan tidak

14
Miftahul Jannah, Hermeneutika Tauhid; Kritik Terhadap Penafsiran Amina Wadud
Tentang Nusyuz, An-Nida’; Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 43, No. 2, 2019

8
dapat diterapkan lagi karena tidaklah relevan lagi dengan konteks zaman sekarang
yang menggutamakan kesetaraan gender.15 Pemukulan yang dilakukan pula tidak
boleh melampaui batas yang layak sebagai pelajaran, seperti kata imam al-Thabari
memukul dengan siwak atau pukulan nabi Ayyud kepada istrinya yakni dengan
seikat rumput.
Sejauh kajian kepustakaan yang telah dilakukan, dalam kajian terhaddulu
hanya membahas Nusyuz secara umum atau lebih kepada permasalah pemukulan
yang ada di dalam ayat sebagai salah satu tahapan dalam penyelesaikan Nusyuz.
Belum ditemui sebuah tulisan yang secara khusus membahas mengenai batasan-
batasan Nusyuz yang dikaji dari aspek penafsiran para ulama klasik dan
kontemporer yang tentunya akan menjadi pembahasan khusus dalam penelitian
ini. Oleh karena itu penelitian tentang judul ini adalah sebuah penelitian yang
menarik dan penting untuk diteliti lebih lanjut.

F. Kerangka Teori
Dalam kajian mengenai batasan nusyuz sangat berkaitan erat bahkan dapat
dikatakan masuk dalam kategori kajian gender. Kajian mengenai gender, bukanlah
suatu kajian mengenai permasalahan jenis kelamin, namun lebih ke arah
sosialkultural yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang berkaitan
dengan permasalahan peran, tugas, perilaku, hak, serta fungsi yang dibebankan
kepada keduanya. Isu gender biasanya muncul karena adanya kesenjangan gender
yang terjadi dalam dunia aktual. Hal yang paling banyak diangkat dalam
permasalahan gender ini adalah permasalahan wanita yang dianggap mendapatkan
pendiskriminasian dalam kehidupannya. Banyak terjadi kesenjangan dan
perbedaan dalam kehidupan wanita dalam teori dan dalam fakta kehidupannya.16
Suatu contoh adanya hal yang dianggap sebagai suatu bentuk diskriminasi
gender adalah dalam dunia kerja wanita sering diberikan perkerjaan dengan gaji
yang lebih sedikit dibanding laki-laki serta sering mendapatkan penindasan,
15
Mughniatul Ilma, Kontekstualisasi Konsep Nusyuz Di Indonesia, Tribakti; Jurnal
Pemikiran Islam, Vol. 30, No. 1, 2019
16
Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Edisi. 1, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2011), hal. 873

9
pelecehan, serta pemerkosaan. Merujuk kepada Elly M Setiadi dan Usman Kolip
dalam buku pengantar sosiologi, terdapat 2 teori besar yang berkaitan mengenai
permasalahan ini, yaitu teori fungsionalisme feminisme dan teori konflik.17
1. Teori Fungsionalisme Feminisme
Terdapat 2 tokoh ahli ilmu sosial yang mempelopori lahirnya teori ini
yaitu Robert K. Merton dan Talcort Parsons. Dalam teori ini menjelaskan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem yang setiap bagiannya baik agama,
pendidikan politik, hingga keluarga memiliki hubungan yang saling terikat antara
satu dengan yang lainnya. Setiap elemennya memiliki fungsi yang berbeda-beda
dengan tujuan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Perbedaan setiap
fungsi dari setiap elemen lantas untuk menyebabkan perpecahan namun untuk
saling melengkapi untuk mewujudkan sistem yang seimbang.
Atas landasan teori ini, lahirlah suatu pemikiran gender yang menekankan
pada pembagian peran dan fungsi laki-laki dan perempuan secara dikotomi agar
terciptanya hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan. Aliran
gender juga menekankan bahwa pemberian kesempatan dan hak yang sama bagi
laki-laki dan perempuan adalah hal yang penting.
2. Teori Konflik
Teori konflik lahir sebagai salah satu bentuk respon dari teori struktural
fungsional. Jika pada teori struktural fungsional meyakini bahwa setiap elemen
masyarakat memiliki fungsinya masing-masing yang saling melengkapi, maka
pada teori konflik menyebutkan bahwa setiap elemen masyarakat juga memiliki
kepentingan serta kekuasaan yang menjadi hal utama dalam setiap hubungan
masyarakat termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perubahan
hubungan antara laki-laki dan perempuan sering kali dikarenakan adanya
kepentingan-kepentingan tertentu dari salah satu pihak. Sehinga akan ada pihak
yang tereksploitasi dan ada yang mengeksploitasi. Dan kebanyak yang
terekploitasi adalah kaum perempuan. Dari teori ini lahirlah 3 kelompok aliran
feminisme, yakni feminisme radikal dan feminisme Marxis, dan feminisme sosialis.

17
Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya,..., hal. 893

10
Feminisme radikal lahir sebagai respon terhadap kekerasan seksual dan
pornografi yang terjadi di Barat pada tahun 1960-an. Dalam aliran feminisme
radikal menyebutkan bahwa terdapat dua sistem kelas sosial yaitu sistem kelas
ekonomi yang didasarkan atas hubungan produksi dan kelas sekx yang dilandasi
atas hubungan reproduksi. Pada kelas sexs, perempuan kerap mengalami
penindasan dari kaum laki-laki dikarenakan adanya kepemilikan serta kontrol
laki-laki terhadap reproduksi perempuan. Para penganut paham ini mayakini
bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki merupakan bentuk dari
penindasan terhadap perempuan. Sumber dari terjadinya hal seperti penguasaan
fisik perempuan sebenarnya merupakan sumber ideologi yang patriarki yang telah
menempatkan laki-laki sebagai superior dan privilege (hak istimewa sebagian
orang) ekonomi.
Kemudian feminisme Marxis lahir sebagai respon penolakan dari
feminisme radikal. Mereka menganggap bahwa penindasan perempuan bukan
darii sistem reproduksi melainkan dari sistem produksi. Terpuruknya kaum
perempuan bukan karena kemajuan teknologi atau sebagainya, namun karena
perubahan organisasi kekayaan. Karena kaum laki-laki sejak awal mendominasi
sosial dan politik sehingga perempuan pun dijadikan sebagai bagian dari properti.
Di sinilah awalnya dominasi laki-laki dimulai. Di zaman kapitalis pula penindasan
terhadap perempuan semakin mudah terjadi dengan adanya berbagai alasan karena
hal itu akan memberikan keuntungan bagi kaum kapitalis. Sehingga dapat
dikatakan musuh terbesar kaum kapitalis adalah feminisme. Dalam aliran
feminisme Marxis meyakini bahwa akar permasalahan bukanlah patriarki atau
kaum laki-lakinya, namun yang membuat masalah adalah kaum kapitalis.
Perempuan hanya akan mengalami penindasan saat mereka terjun dalam sektor
produksi dan berhenti mengurus rumah tangga.
Terakhir adalah aliran feminisme sosialis. Aliran ini lahir di tahun 1970-an
dengan buku yang berjudul Womens’s Estate. Aliran ini merupakan gabungan dari
fungsionalisme dan marxisme. Dalam aliran ini meyakini bahwa penindasan
perempuan terjadi di kelas manapun. Sistem kapitalis bukanlah satu-satunya
penyebab dari keterbelakangannya perempuan namun juga sistem patriarki. Oleh

11
sebab itu kritik harus diilakukan untuk keduanya (sistem kapitalis dan sistem
patriarki).18

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
Library research (studi perpustakaan), yaitu dengan mengkaji berbagai sumber-
sumber tertulis, dan dalil-dalil naqli yang mendukung tulisan ini, karena
kebanyakkan sumber-sumbernya berasal daripada sumber-sumber tertulis yang
berkaitan langsung dengan topik pembahasan ataupun tidak langsung.

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari
sumber data primer dan sekunder. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah
al-Quran al-Karim, sedangkan data sekunder dari penelitian ini adalah semua
kitab-kitab tafsir, buku-buku, maupun karya tulis lainnya yang membahas
mengenai Nusyuz.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam Pengumpulan data, penulis menggunakan metode maudhui
(tematik), Yaitu suatu metode penafsiran al-Quran yang bertujuan untuk
menjawab segala permasalahan yang hendak dikaji. 19 Adapun langkah-langkah
dalam metode maudhui adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
2) Menghimpun ayat-ayat yang bersangkutan dengan masalah tersebut.
3) Menyusun rentetan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahun
mengenai asbab an-nuzul-nya.

18
Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya,..., hal. 894-900
19
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, Cet.3, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), Hal. 152-153

12
4) Memahami munasabah antar ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-
masing.
5) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline).
6) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok
pembahasan.

7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan.20


Dalam hal ini, Quraish Shihab mengatakan bahwa metode maudhu’i
mempunyai dua pembagian. Pertama, penafsiran satu surat dalam al-Quran
dengan menjelaskan tujuannya secara umum dan menjelaskan tema sentral dalam
surat tersebut, serta menghubungkan berbagai persoalan-persoalan yang beragam
dalam surat tersebut antar satu ayat dengan ayat lainnya dan juga dengan temanya.
Sehingga surat tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua,
penafsiran dengan cara menghimpun terlebih dahulu ayat-ayat al-Quran yang
membahas satu permasalahan tertentu dalam berbagai ayat atau surat di dalam al-
Quran dan sedapat mungkin menghimpunnya sesuai dengan urutan turunnya,
kemudian menjelaskan pengertiannya secara menyeluruh dari ayat-ayat tersebut,
guna menarik petunjuk al-Quran secara utuh tentang masalah yang dibahas.21
Adapun dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode maudhu’i poin
kedua. Yakni dengan menghimpun berbagai ayat-ayat di dalam al-Quran yang
berkaittan dengan permasalahan yang sedang dikaji.

4. Teknik Analisis data


Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data. Analisis data adalah penguraian data melalui tahapan
kategorisasi dan klasifikasi, perbandingan, dan pencarian hubungan antara data
yang saling berkaitan.22

20
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsur, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2000), Hal. 187
21
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada, 2006), Hal.
223
22
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Hal. 179

13
Adapun metode yang penulis gunakan untuk menganalisis data dalam
penelitian ini adalah content analisis. Yakni dengan menganalisa kata Nusyuz ini
dengan merujuknya kepada berbagai buku-buku dan kitab-kitab tertulis.

5. Teknik Penyajian Data


Dalam menyajikan hasil dari penelitian ini , penulis berpedoman pada
buku Panduan Penulisan Tesis Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, dengan
tujuan agar mempermudah serta menyeragamkan penulisan seluruh mahasiswa
Pascasarjana UIN ar-Raniry, khususnya di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
kemudian ayat-ayat yang berkaitan dengan Nusyuz disusun berdasarkan
dengan rentetan di dalam Mushaf, kemudian memaparkan penafsiran dari setiap
ayat serta asbab nuzulnya (jika ada) dengan merujuknya kepada berbagai kitab-
kitab tafsir.

H. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan, penulis menyusunnya ke dalam beberapa
bab-bab dan sub-sub bab. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Bab satu pendahuluan, di dalamnya memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, studi perpustakaan,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab satu ini diperlukan karena
sebagai pembuka terhadap seluruh hasil penelitian yang dilakukan, dalam
pendahuluan juga akan tergambar secara keseluruhan rancangan penelitian dan
proses yang dilakukan dalam penelitian ini.
Bab kedua landasan teori, di dalamnya meliputi pembahasan Nusyuz
secara umum. Yakni; menjelaskan pengertian Nusyuz, ayat-ayat Nusyuz dan
pembagian Nusyuz, serta menjelaskan tahapan cara yang dapat ditempuh untuk
menghadapi pasangan yang pembagian Nusyuz.
Bab ketiga hasil penelitian, batasan-batasan Nusyuz istri. Untuk
mengetahui batasan dari perbuatan atau perkataan Nusyuz ini akan teliti dari
perspektif mufassir serta mencoba mencari makna kata dari setiap kategori

14
perbuatan atau perkataan Nusyuz yang tersebut dalam hadis atau pandangan
mufassir melalui kamus bahasa Arab.
Bab keempat, penutup. Di dalamnya membahas mengenai kesimpulan
pembahasan yang terdapat pada bab dua dan tiga, dan saran.

Daftar Pustaka
Buku
Al-Quran departemen agama

15
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah,
Ensiklopedia Hadits 8; Sunan Ibnu Majah, Penerjemah, Saifuddin Zuhri, Cet. 1,
Jakarta: almahira, 2012
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2;
Shahih al-Bukhari 2, Penerjemah. Subhan Abdullah Idris, Cet. 1, Jakarta:
almahira, 2012
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Ensiklopedia Hadits 6; Jami’ at-
Tirmidzi, Penerjemah. Tim Darussunnah (Idris, Huda, dkk), Cet. 1, Jakarta:
almahira, 2013
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Pt. RajaGrafindo Persada,
2006
Elly M Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Edisi. 1,
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, jilid. 10, Kairo: Dar el-Hadits,
2012
Herien Puspitawati, Pengantar studi keluarga Edisi Revisi, Bogor: IPB,
2018
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Quran, vol. 11, Jakarta: Lentera Hati, 2002
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Quran, vol. 10, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran, Cet.3, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsur, Bandung: Cv Pustaka Setia, 2000
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Nor Hasanuddin, Jakarta Selatan: Pena
Pundi Aksara, 2006

Jurnal
Erman, Nusyuz Istri dan Suami Dalam al-Quran; Sebuah Pendekatan
Tematis, Marwah; Jurnal Perempuan, Agama, dan Gender, Vol. 9, No. 1, 2010

16
Miftahul Jannah, Hermeneutika Tauhid; Kritik Terhadap Penafsiran
Amina Wadud Tentang Nusyuz, An-Nida’; Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 43, No. 2,
2019
Mughniatul Ilma, Kontekstualisasi Konsep Nusyuz Di Indonesia, Tribakti; Jurnal
Pemikiran Islam, Vol. 30, No. 1, 2019
Saoki, Batas Hak Suami Dalam Memperlakukan Istri Saat Nusyuz Dan
Sanksi Pidananya, Al-Hukama; The Indonesian Journal Of Islamic Family Law,
vol. 06, No. 02, 2016

17

Anda mungkin juga menyukai