Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Tafsir 3
SEMESTER 7-PAI B
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang selalu dan tetap
memberikan kenikmatan, kekuatan, kesehatan, taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah yang berjudul “Tafisr Al-Qur’an Tentang Pernikahan”
ini dengan sebaik-baiknya.
Adapun kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini tentunya kami
menyadari karena masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan inspirasi bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluk Allah Swt, baik pada manusia, tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Untuk
hidup berpasang-pasangan, terlebih dahulu manusia harus diikat dengan ikatan
pernikahan yang sah, disinilah letak perbedaan manusia dengan makhluk-makhluk
lainnya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pernikahan?
2. Bagaimana Tafsir Al-Qur’an Dari Surat Al-Baqarah Ayat 221, Surat An-Nisa
Ayat 3-4, Surat An-Nur Ayat 32 Tentang Pernikahan?
3. Bagaimana Hikmah, Dalil, dan Hukum Pernikahan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pernikahan
2. Untuk Mengetahui Tafsir Al-Qur’an Dari Surat Al-Baqarah Ayat 221, Surat
An-Nisa Ayat 3-4, Dan Surat Ar-Nur Ayat 32.
3. Untuk Mengetahui Hikmah, Dalil, dan Hukum Pernikahan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Kata “nikah” atau “menikah” merupakan sebuah istilah yang sudah tidak
asing lagi di telinga masyarakat, khusunya di Indonesia. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan
perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi). Sedangkan menurut syariat Islam,
kata “nikah” berasal dari Bahasa Arab انكاح, bermakna akad perkawinan. Adapun
Al-Qadhi ‘iyad rahimahullah mendefinisikan kata ‘nikah’ dengan Akad dan
persetubuhan sekaligus.
اب لَ م ُْك ِم َن ِالن َس ۤا ِء َمث ْٰٰن َوثم ٰل َث َو مربٰ َع فَ ِا ْن ِخ ْف م ُْت َا اَّل َ َوا ِْن ِخ ْف م ُْت َا اَّل تم ْق ِس مط ْوا ِِف الْ َي ٰت ٰمى فَانْ ِك مح ْوا َما َط
.ۗ تَ ْع ِدلم ْوا فَ َوا ِحدَ ًة َا ْو َما َملَ َك ْت َايْ َمانم م ُْك ۗ ٰذ ِ َِل َاد ٰ ىْٰن َا اَّل تَ مع ْولم ْوا
(Qs. An-Nisa:3)
Artinya:
“Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang
3
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang
kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim”.
Menurut istilah ilmu fiqh, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang
mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafazh
“nikah” atau “tazwij”.
Nikah atau jima’ sesuai dengan makna linguistiknya, berasal dari kata “al-
wath” yaitu bersetubuh atau bersenggama. Nikah adalah akad yang mengandung
pembolehan untuk berhubungan seks dengan lafazh “an-nikah” atau “at-tazwij”,
artinya bersetubuh dengan pengertian menikahi perempuan makna hakikatnya
menggauli istri.
Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio
bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu
jalan yang amat mulia untuk mrngatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu
kaum dan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan interelasi antara satu
kaum dengan yang lain.
Pada hakikatnya, akad nikah adalah pertalian yang teguh dan kuat dalam
hidup dan kehidupan manusia. Bukan saja antara suami istri dan keturunannya
melainkan antara dua keluarga. Baiknya pergaulan antara istri dan suaminya, kasih-
4
mengasihi, akan berpindah kepada semua keluarga kedua belah pihak, sehingga
mereka menjadi integral dalam segala urusan sesamanya dalam menjalankan
kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan, seseorang
akan terpelihara dari godaan hawa nafsunya.
B. Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 221, Surat An-Nisa Ayat 3-4, Surat
An-Nur Ayat 32 Tentang Pernikahan.
1. Qs. Al-Baqarah Ayat 221
Artinya:
5
) َوالْ مم ْح َصنٰ مت ِم َن الْ مم ْؤ ِم ٰن ِت َوالْ مم ْح َصنٰ مت ِم َن ا ِاَّل ْي َن ما ْوتموا الْ ِك ٰت َب ِم ْن قَ ْب ِل م ُْك ِا َذا ى ٰاتَيْ مت مم ْوه امن ما مج ْو َره امن مم ْح ِص ِن ْ َْي
ِ ِ ٰغَ ْ َْي مم ٰس ِف ِح ْ َْي َو ََّل ممتا ِخ ِذ ْ ىي َاخْدَ ٍ ۗان َو َم ْن ي ا ْك مف ْر ِِب ْ َِّليْ َم ِان فَقَدْ َح ِبطَ َ ََع م ُٗل َوه َمو ِِف ْ ٰاَّل ِخ َر ِة ِم َن الْخ
(ࣖ ِس ْي َن
Artinya:
Mengenai Firman Allah Ta’ala: (ۗ ي م ْؤ ِم ان ِ ْ َ)و ََّل تَ ْن ِك محوا الْ مم
ْش ٰك ِت َح ّٰت “Dan
Hal senada juga dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair,
Makhul, Hasan al-Bashri, ad-Dhahhak, Zaid bin Aslam, Rabi’ bin Anas, dan
ulama lainnya.
6
dengan sebaik-baiknya, dan mengucapkan syahadat bahwa tidak ada illah yang
hak selain Allah dan engkau adalah Rasul-Nya”. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Wahai Abu Abdullah, wanita itu adalah mukminah”. Abdullah bin Rawahah
mengatakan: “Demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku akan
memerdekakan dan menikahinya”. Setelah itu Abdullah pun melakukan
sumpahnya itu, maka beberapa orang dari kalangan kaum muslimin mencelanya
serta berujar: “Apakah ia menikahi budaknya sendiri?” padahal kebiasaanya
mereka ingin menikah dengan orang-orang musyrikin atau menikahkan anak-
anak mereka dengan orang-orang musyrikin, karena menginginkan kemuliaan
leluhur mereka. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ( ْش َك ٍة
ِ ْ َو َ ََّل َم ٌة ُّم ْؤ ِمنَ ٌة خ ْ ٌَْي ِم ْن ُّم
“ ا)ول َ ْو َا ْ َْع َب ْت م ُْكSungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu” ( ِم ْن َول َ َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن خ ْ ٌَْي
ۗ ْش ٍك اول َ ْو َا ْ َْع َب م ُْك
ِ ْ “ ) ُّمSungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik
daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu”.
Dalam kitab shahih pun (al-Bukhari dan Muslim) telah ditegaskan dari
Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
) َ تَ ِرب َ ْت يَدَ اك, فَا ْظ َف ْرب َ َذ ِات اِلا يْ ِن, َو ِ ِِليِْنِ َا, َو ِل َج َما ِلهَا, َول َ َح َس ِبِ َا, ِل َم ِلهَا:ٍ(تم ْن َك مح الْ َمر َأ مة ِ َِل ْربَع
Hal senada juga diriwayatkan Imam Muslim, dari Jabir bin Abdullah, dari
Umar, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
َوخ ْ مَْي َمتَا ِع اِلُّ نْ َيا ا لْ َم ْر َأ مة ا,( َا ِلُّ نْ َيا َمتَا ٌع
)الصا ِل َح مة
7
“Dunia ini adalah kenikmatan, dan sebaik-baik kenikmatan dunai adalah
wanita yang shalihah” (HR. Muslim)
Sebagaimana Allah Ta’ala juga berfirman ( ) ََّل ه امن ِح ٌّل لاه ْمم َو ََّل م ُْه َ َِيل ُّ ْو َن لَه ا ۗمن
“Mereka (wanita-wanita yang beriman) tidak halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka”. (Qs. Al-
Mumtahanah:10)
ْ َا ْ َْع َب م
Selain itu, Allah SWT. berfirman: (ۗ ُك ِ ْ َ)ول َ َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن خ ْ ٌَْي ِم ْن ُّم
ْش ٍك اول َ ْو
“Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki
musyrik meskipun dia menarik hatimu”. Artinya, seorang budak laki-laki yang
beriman meskipun ia seorang budak keturunan Habasyi (Ethiophia) adalah lebih
baik daripada seorang laki-laki musyrik meskipun ia seorang pemimpin yang
mulia.
(“ ) ماو ٰلۤى َك يَدْ ع ْمو َن ِا ََل النا ِارmereka mengajak ke Neraka”. Maksudnya, bergaul
ِٕ
dan berhubungan dengan mereka hanya akan membangkitkan kecintaan kepada
dunia dan kefanaannya serta lebih mengutamakan dunia daripada akhirat dan hal
ini berakibat buruk. (ِ ِِب ْذ ِن ٖه اّلل يَدْ ع ْموْٓا ِا ََل الْ َجنا ِة َوالْ َم ْغ ِف َر ِة
“ َ)و ٰ مsedangkan Allah mengajak
ke surga dan ampunan dengan izin-Nya”. Yaitu melaui syari’at, perintah, dan
larangan-Nya.
8
(ࣖ ) َويم َب ِ مْي ٰا ٰي ِت ٖه ِللنا ِاس ل َ َعلاه ْمم يَتَ َذكا مر ْو َن “Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
اب لَ م ُْك ِم َن ِالن َس ۤا ِء َمث ْٰٰن َوثم ٰل َث َو مربٰ َع فَ ِا ْن َ َوا ِْن ِخ ْف م ُْت َا اَّل تم ْق ِس مط ْوا ِِف الْ َي ٰت ٰمى فَانْ ِك مح ْوا َما َط
ۗ ) َو ٰاتموا ِالن َس ۤا َء َصدم ٰقِتِ ِ ان ِ ِْن َ ًَل3( ۗ ِخ ْف م ُْت َا اَّل تَ ْع ِدلم ْوا فَ َوا ِحدَ ًة َا ْو َما َملَ َك ْت َايْ َمانم م ُْك ۗ ٰذ ِ َِل َاد ٰ ىْٰن َا اَّل تَ مع ْولم ْوا
ْ َ فَ ِا ْن ِط ْ َْب لَ م ُْك َع ْن
)4( َش ٍء ِمنْ مه ن َ ْف ًسا فَ م مُك ْو مه َه ِن ْۤيـًٔا ام ِر ۤيْـًٔا
Artinya:
“Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak
berbuat zalim (3)”.
Firman-Nya:
9
memberikan mahar sebanding, maka carilah wanita lainnya. Karena mereka
cukup banyak, dan Allah tidak akan memberikan kesempitan kepadanya.
( تم ْق ِس مط ْوا “ ) َوا ِْن ِخ ْف م ُْت َا اَّلJika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil”.
Aku mengira ia mengatakan “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya”.
10
Firman Allah SWT : ( “ ) َمث ْٰٰن َوثم ٰل َث َو مر ٰب َعDua, tiga atau empat.” Artinya
nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian sukai selain mereka. Jika
kalian suka silahkan dua, jika suka silahkan tiga, dan jika suka silahkan empat.
ْ َايْ َمانم م
Firman-Nya:ۗ ُك “ فَ ِا ْن ِخ ْف م ُْت َا اَّل تَ ْع ِدلم ْوا فَ َوا ِحدَ ًة َا ْو َما َملَ َك ْتDan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-
budak yang kamu miliki.” Artinya, jika kamu takut memiliki banyak isteri dan
tidak mampu berbuat adil kepada mereka, sebagaimana firman Allah:
“Dan tidak akan pernah kamu mampu berbuat adil di antara isteri-
isterimu, walaupun kamu sangat menginginkannya.”(QS. An-Nisaa’: 129)
Firman-Nya:ۗ ۗ ٰذ ِ َِل َاد ٰ ىْٰن َا اَّل تَ مع ْولم ْوا “Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.” Yang shahih, artinya adalah janganlah kalian
berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab dikatakan “… ‘aala fil hukmi”
)menyimpang dari hukum( apabila ia menyimpang dan zhalim.
Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hibban dalam shahihnya
meriwayatkan dari ‘Aisyah dari Nabi saw. “Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya, ” beliau bersabda: “Janganlah kalian
berbuat aniaya.”
11
Firman Allah: “ َو ٰاتموا ِالن َس ۤا َء َصدم ٰقِتِ ِ ان ِ ِْن َ ًَلBerikanlah mas kawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan.”.
`Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: an-nihlatu adalah
mahar. Muhammad bin Ishaq berkata dari ‘Aisyah “nihlatun”, adalah
kewajiban. Ibnu Zaid berkata: “an-nihlatu” dalam bahasa Arab adalah suatu
yang wajib, ia berkata, “Janganlah engkau nikahi dia kecuali dengan sesuatu
yang wajib baginya.”
Dan jika si isteri secara suka rela menyerahkan sesuatu dari maharnya
setelah disebutkan jumlahnya, maka suami boleh memakannya dengan halal
dan baik.
12
َو َا ْن ِك محوا ْ َاَّل ََي ٰمى ِم ْن م ُْك َو ٰالص ِل ِح ْ َْي ِم ْن ِع َبا ِد م ُْك َو ِا َم ۤاى م ُْك ۗ ِا ْن ي ا مك ْون ْموا فمقَ َرۤا َء يمغِْنِ ِ مم ا ٰ مّلل ِم ْن فَضْ ِ ٖ ُۗل َو ٰ م
اّلل َو ِاس ٌع
ِٕ
عَ ِل ْ ٌي
Artinya:
ْ “ َو َأنْ ِك محوا ا أِل ََي َمى ِمنْ مDan nikahkanlah orang-orang yang
Firman Allah: ُك
ِ َ َم ِن ْس تَ َطا َع ِمنْ م مُك الْ َب َاء َة فَلْ َي َ ََت او ْج فَا ِءن ا مه َأغَ ُّض ِللْ َب,الش اب ِاب
َص َو َأ ْح َص من ِللْ َف ْر ِج َو َم ْن ل َ ْم ْش ا َ َ ََي َم ْع
.ي َْس تَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه ِِب الص ْو ِم فَا ِءن ا مه َ مَل ِو َجا ٌء
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang sudah mampu
menikah, menikahlah, sesungguhnya hal itu lebih menundukkan
pandanganmu dan menjaga kehormatan, barang siapa yang tidak mampu
maka sebaiknya dia berpuasa karena itu lebih baik dan aman”.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna
ayat ini mengandung anjuran kepada mereka untuk menikah. Allah
memerintahkan orang-orang yang merdeka dan budak-budak untuk menikah,
dan Dia menjanjikan kepada mereka untuk memberikan kecukupan.
13
ۗ ٖ ِ ْفَض
(ُل ) ِا ْن ي ا مك ْون ْموا فمقَ َرۤا َء يمغِْنِ ِ مم ٰ م
اّلل ِم ْن
“Maka Nikahilah perempuan yang kamu anggap baik, dua, tiga atau
empat orang” (Qs. An-Nisa:3)
َو َا ْن ِك محوا ْ َاَّل ََي ٰمى ِم ْن م ُْك َو ٰالص ِل ِح ْ َْي ِم ْن ِع َبا ِد م ُْك َو ِا َم ۤاى م ُْك ۗ ِا ْن ي ا مك ْون ْموا فمقَ َرۤا َء يمغِْنِ ِ مم ا ٰ مّلل ِم ْن فَضْ ِ ٖ ُۗل َو ٰ م
اّلل َو ِاس ٌع
ِٕ
عَ ِل ْ ٌي
Artinya:
14
“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu,
baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Qs. An-Nur: 32).
ِ َ َم ِن ْس تَ َطا َع ِمنْ م مُك الْ َب َاء َة فَلْ َي َ ََت او ْج فَا ِءن ا مه َأغَ ُّض ِللْ َب,ْشال اش با ِاب
َص َو َأ ْح َص من ِللْ َف ْر ِج َو َم ْن ل َ ْم ي َْس تَ ِط ْع َ َ ََي َم ْع
.فَ َعلَ ْي ِه ِِب الص ْو ِم فَا ِءن ا مه َ مَل ِو َجا ٌء
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang sudah
mampu menikah, menikahlah, sesungguhnya hal itu lebih menundukkan
pandanganmu dan menjaga kehormatan, barang siapa yang tidak mampu
maka sebaiknya dia berpuasa karena itu lebih baik dan aman”.
3. Hukum Pernikahan
Para ulama sepakat tentang hukum nikah bagi seorang yang sudah
tidak bisa bersabar menahan hasratnya dan mempunyai kemampuan untuk
membayar mahar dan nafkah. Para ulama sepakat bahwa orang itu wajib
menikah. Jika tidak menikah, dia berdosa, sama dosanya jika meninggalkan
kewajiban-kewajiban agama lainnya.
15
Sebagian pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa seorang laki-laki
jika Hasrat bercintanya belum membara, mampu menikah, baik lahir maupun
batin, mampu membayar mahar, dan belum cenderung pada ibadah-ibadah
sunnah, maka menikah baginya lebih baik dari pada meninggalkannya agar
tidak terjerumus pada kemaksiatan. Ini sama seperti pernyataan Jalaluddin
Al-Mahalli. Adapun jika dia memilih menahan hasratnya dengan ibadah,
maka pilihan ibadah lebih baik daripada menikah.
16
c. Ada kalanya hukum nikah makruh apabila keinginan nikah seseorang
belum mendesak. Dari segi biaya ia juga belum mampu, atau karena
kebutuhan lain yang harus ia lakukan. Demikian juga seorang perempuan
yang belum mempunyai keinginan menikah atau belum membutuhkan
menikah, kemudian dia takut terjerumus berbuat dosa, maka makruh
baginya menikah.
17
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Nikah adalah sebuah proses diucapkannya akad secara mutlak oleh
mempelai laki-laki dengan disaksikan oleh wali dari pihak mempelai perempuan
dengan adanya dua orang saksi yang dapat dipercaya. Ketika akad telah sah
diucapkan, maka mempelai laki-laki mendapatkan persetubuhan yang halal dari
istrinya.
18
Hukum pernikahan ada yang sunnah, wajib, makruh dan haram itu
tergantung bagaimana kondisinya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
19
DAFTAR PUSTAKA
DR. Abdullah Wahab Hawwas, 2007, Kunikahi Engkau Secara Islami, Bandung:
Pustaka Setia
DR. Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurahman Bin Ishak Al-Syeikh, 1994, Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 6, Bogor: Pustaka Imam Syafe’i.
DR. Beni Ahmad Saebani, M.Si, 2018, Fiqih Munaqahat 1, Bandung: CV. Pustaka
Setia
Buku Kiat-Kiat Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Pustaka At-Taqwa. 2007, hal 7
Al-Qur’an Kemenag
20