Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Pujis yukur kehadirat Allah SWT yang telah memberkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul“Penafsiran Ayat Zakat” ini, meskipun masih
mengalami sedikit kesulitan dan kendala dalam referensi.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah
diutus oleh Allah SWT untuk mengadakan sebuah reformasi dengan misi pencerahan didalam
kehidupan manusia sebagai Rahmatan Lil ‘alamin.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuli yang di ampu oleh Dr. Iskandar, M, Sy
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik sebagai perbaikan sekaligus sebagai bekal dalam
penulisan berikutnya. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya kami selaku penulis.
KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................
A. Naskah/Ayat, terjemahan dan Asbab Al-Nuzul (Surat Al-Baqarah ayat 267 dan Al-
Maidah ayat 60...................................................................................................................
B. Penafsiran Ayat Zakat.......................................................................................................
C. Istinbat Hukum..................................................................................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai pedoman pokok umat islam, yang didalamnya mencakup
berbagai hukum. Memiliki berbagai versi penafsiran, bukan hanya penafsiran tentang
ayat-ayat hokum melainkan juga ayat-ayat yang memiliki arti yang samar. Sebagai salah
seorang umat Nabi SAW, kita sebenarnya wajib untuk mengetahui tafsiran-tafsiran yang
terkandung didalam Al-Qur’an tersebut.
Di dalam Al-Qur’an yang menyimpan materi-materi pokok umat islam, yang
diantaranya adalah zakat. Dimana zakat merupakan salah satu dari rukun islam.
Mengingat hal itu, disini saya mencoba menyajikan, penafsiran salah satu ayat Al-Qur’an
yang berkaitan dengan zakat.
Zakat adalah salah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari lima rukun Islam,1
sebab zakat mempunyai kedudukan yang penting, karena ia mempunyai fungsi ganda
yaitu sebagai ibadah mahdhah fardiyah (individual) kepada Allah untuk
mengharmoniskan hubungan vertikal kepada Allah, dan sebagai ibadah mu'amalah
ijtima'iyyah (sosial) dalam menjaga hubungan horizontal sesama manusia.
Oleh karena zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, yaitu
dimensi habl min Allah dan habl min al-Nas, maka pensyari'atan zakat dalam Islam
menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah- masalah kemasyarakatan
terutama nasib mereka yang lemah.
Tak dapat di ragukan lagi, bahwa zakat itu suatu rukun dari rukunrukun agama;
suatu fardu dari fardu-fardu agama yang kita ditugaskan menyebarkannya. Di dalam al-
Qur'an banyak ayat yang menyuruh, memerintah dan menganjurkan kita memberikan
zakat itu.
Untuk memahami ketetapan hukum atas suatu perkara dalam nash Al-Qur’ân,
ketika ayat-ayat yang dijadikan dasar di dalamnya masih bersifat mujmâl maka perlu
adanya sebuah kajian yang disebut tafsir. Yaitu mentafsirkan ayat berdasarkan sumber-
sumber yang otentik dan terpercaya.
Berhubungan dengan zakat, di dalam Al-Qur’ân disebutkan banyak ayat yang
menunjukkan perintah wajibnya, Baik yang diungkapkan secara tegas dan langsung
dengan shighât amar, atau dengan ungkapan berbentuk ancaman bagi yang tidak
menunaikannya, maupun dalam bentuk ungkapan lain yang mengarah pada perintah. Dan
zakat sendiri dalam Al-Qur’an maupun hadits sering juga diistilahkan dengan lafadz; , صدقة
ّ HHHHHHHHح atau نفقة yang
ق disertai qarinah, dan yang dimaksud adalah shadaqah
wâjibah, haqq wâjib dan nafaqah wâjibah yang khusus diberikan kepada ashnâf delapan.
Akan tetapi pada umumnya ayat-ayat tersebut masih bersifat mujmal. Dengan
demikian, perlu adanya penjelasan dari sumber-sumber lain yang menjelaskannya. Dalam
hal ini peran Nabi sebagai Mubayyin Al-Qur’ân dan para Ulama Tafsir sangatlah
dibutuhkan. Ini penting untuk menjelaskan; ketentuan apa saja yang harus dizakati; waktu
dan bagaimana tata cara pembayarannya; seberapa banyak kadarnya yang harus
dikeluarkan, dan lain sebagainya.
Alquran sebagai sumber ajaran Islam yang pertama, dan Hadis sebagai sumber
yang kedua setelah alquran yang fungsinya sebagai penjelas dalam bentuk perkataan,
perbuatan Rasul, ataupun takhrirnya juga perperan menguatkan hukum atau menjelaskan
hukum yang kurang jelas, merinci yang bersifat Mujmāl1 , Serta sebagai menetapkan dan
membentuk hukum yang tidak di jelaskan dalam Alquran. Alquran adalah sebuah kitab
suci dan petunjuk yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw bagi seluruh
manusia. Ia berbicara kepada rasio dan kesadaran manusia. Alquran juga mengajarkan
kepada manusia aqidah tauhid. Alquran juga menunjukkan kepada manusia jalan terbaik
untuk mewujudkan dirinya, mengembangkan kepribadiannya, dan mengantarkannya
kepada jenjang-jenjang kesempurnaan manusiawi agar dengan demikian ia bisa
merealisasikan kebahagian bagi dirinya, baik di dunia maupun di akhirat.2 Bersedekah
adalah memberikan sebagian harta kita baik itu berupa uang, makanan, maupun barang
yang masih ada manfaatnya kepada orang yang memang membutuhkannya secara ikhlas
semata-mata karena Allah Swt. Sedekah akan mendekatkan kita kepada Allah, Zat Yang
Maha Pemberi Rezeki. Dekat dengan Allah Yang Maha Kaya akan menjamin terjaganya
rezeki dan harta yang kita miliki. Artinya, semakin bakhil kita, akan semakin jauh kita dari
rezeki dan nilai hakiki kekayaan yang sebenarnya. Akan sangat baik untuk kita bisa
memulai membiasakan diri untuk menyisihkan sebagian rezeki kita untuk orang lain, entah
itu untuk orang tua, saudara, teman, tetangga, atau pun guru. Ada baiknya orang-orang
yang memiliki hubungan kekeluargaan lebih didahulukan, kemudian tetangga dekat,
tetangga jauh, dan seterusnya. 3 Persoalannya adalah yang diberi dengan kualitas terbaik
atau tidak berkualitas yang sudah tidak dipakai dan tidak penting lagi?
Allah Swt., memberikan isyarat kepada manusia tentang konsep memberi yang
ِ يَا َأيـُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا
terbaik didalam Alquran surat Al-baqarah ayat 267 yaitu: ت َما َك َس ْبتُ ْم
َْأل
ٌِّ Hوا َأ َّن هَّللا َ َغHH ِه ۚ◌ َوا ْعلَ ُمHآخ ِذي ِه ِإالَّ َأ ْن ُتـ ْغ ِمضُوا فِي
ٌدHني ح َِميH ِ ِيث ِم ْنهُ تـ ُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم ب ِ َْوم َِّما َأ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ ا ر
َ ِض ۖ◌ َوالَ تـَيَ َّم ُموا الخَْ ب
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. (QS. Al-Baqarah: 267).
Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berinfak. Yang
dimaksudkan di sini adalah sodaqah. Demikian dikatakan Ibnu Abbas: “Yaitu sebagian dari
harta kekayaannya yang baik-baik yang telah dianugerahkan melalui usaha mereka.” Lebih
lanjut Ibnu Abbas mengemukakan: “Mereka diperintahkan untuk menginfakkan harta
kekayaan yang paling baik, paling bagus, dan paling berharga. Dan Dia melarang berinfak
dengan hal-hal yang remeh dan hina. Dan itulah yang dimaksud dengan “ َ“ )يثِبَْالخpada ayat
itu). Karena sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Oleh
karena itu Dia berfirman: َ )”يثِبَْالخ واُ َّم َميَتـ َ الَوDan janganlah kamu memilih آخ ِذي ِه
ِ ِِم ْنهُ تـ ُ ْنفِقُونَ َو َل ْستُ ْم ب
.buruk-buruk yang memberikan sengaja Maksudnya.”) buruk-buruk yang (“Lalu kamu
nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya.”) Maksudnya, seandainya hal itu diberikan kepada kalian,
niscaya kalian tidak akan mengambilnya dan bahkan akan memicingkan mata.
Sesungguhnya Allah swt. lebih tidak membutuhkan hal semacam itu dari kalian. Maka
janganlah kalian memberikan kepada Allah Ta’ala apa-apa yang tidak kalian sukai.
Secara khusus makalah ini membahas beberapa ayat penting yang biasa dijadikan
dasar atas wajibnya zakat dalam Islam, dengan tafsir dan asbâb an-nuzûl yang dijadikan
dasar pertimbangan dalam mengambil istimbâth hukum dalam nash, serta penjelasannya
berdasarkan argumentasi dan perbedaan pendapat para ulama, yang penulis kutip dari
beberapa literature tafsir dan kitab-kitab Fiqih baik klasik maupun kontemporer.
B. Rumusan Masalah
1. Naskah/Ayat, terjemahan dan asbab Al-Nuzul (Surat Al-Baqarah ayat 267 dan Al-
Maidah ayat 60)
2. Penafsiran ayat Zakat
3. Istinbat Hukum
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Naskah/Ayat, terjemahan dan asbab Al-Nuzul (Surah Al-Baqarah
ayat 267 dan Al-Maidah ayat 60)
2. Untuk mengetahui Penafsiran ayat Zakat
3. Untuk mengetahui Istinbat Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
1. Naskah/Ayat, terjemahan dan asbab Al-Nuzul (Surat AL-Baqarah ayat 267 dan Al-
Maidah ayat 60)
a. Naskah/Ayat, terjemahan
Surat At-Taubah Ayat : 60 ;
ّ بيل هللا و ابنHHارمين و في سHHاب و الغHHوبهم و في الرّقHHة قلHHا و المؤلّفHHاملين عليهHHصدقات للفقراء و المساكين و الع
،بيلHالس ّ إنّما ال
. و هللا عليم حكيم،فريضة من هللا
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Surat At-Taubah Ayat : 103 ;
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103)
b. Asbab Al-Nuzul (Surah Al-Baqarah ayat 267 dan Al-Maidah ayat 60)
َ ِوا ۡٱلخَ ب
َيث ِم ۡنهُ تُنفِقُون ِ ۖ ت َما َك َس ۡبتُمۡ َو ِم َّمٓا َأ ۡخ َر ۡجنَا لَ ُكم ِّمنَ ٱَأۡل ۡر
ْ ض َواَل تَيَ َّم ُم ْ ُٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا َأنفِق
ِ َوا ِمن طَيِّ ٰب
٢٦٧ ٱعلَ ُم ٓو ْا َأ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد ْ َولَ ۡستُم بَِٔا ِخ ِذي ِه ِإٓاَّل َأن تُ ۡغ ِمض
ۡ ُوا فِي ۚ ِه َو
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dad padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi
Mahaterpuji.”
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar.
Pada hari pemetikan pohon kurma, orang-orang Anshar mengeluarkan busrun (kurma
mengkal), lalu menggantungkannya pada tali di antara dua tiang masjid Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga dimakan oleh kaum fakir miskin dari kalangan
muhajirin. Lalu salah seorang di antara mereka sengaja mengambil kurma yang
buruk-buruk dan memasukkannya ke dalam beberapa tandan busrun (kurma
mengkal), ia mengira bahwa perbuatan itu dibolehkan. Lalu Allah Ta’ala
menurunkan ayat berkenaan dengan orang yang mengerjakan hal tersebut.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Al-Barra’ bin Azib. Hadis
tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Majah, Ibnu Mardawih dan Al-
Hakim dalam kitabnya, Al-Mustadrak. Dan Al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini
sahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, akan tetapi keduanya tidak
meriwayatkannya)
Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa ada orang-orang yang memilih
kurma yang jelek untuk dizakatkan. Maka turunlah ayat ini sebagai teguran atas
perbuatan mereka.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasai dan Al-Hakim yang
bersumber dari Sahl bin Hanif)
Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ada yang membeli makanan yang murah untuk disedekahkan. Maka
turunlah ayat ini sebagai petunjuk bagi mereka.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Firman-Nya (تم بآخذيهHHون ولسHHه تنفقHH )منmaksudnya, seandainya hal itu diberikan
kepada kalian, niscaya kalian tidak akan mengambilnya dan bahkan akan
memicingkan mata. Sesungguhnya Allah Ta’ala lebih tidak membutuhkan hal
semacam itu dari kalian. Maka janganlah kalian memberikan kepada Allah Ta’ala
apa-apa yang tidak kalian sukai.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Aisyah, ia menceritakan:
Dan firman-Nya (ني حميدHHوا أن هللا غHH )واعلمmaksudnya, meskipun Allah Ta’ala
memerintahkan kalian bersedekah dengan yang baik-baik, namun Dia Mahakaya dan
tidak membutuhkan hal tersebut, perintah itu tidak lain hanyalah untuk menyamakan
antara orang kaya dan orang miskin. Ayat ini sama dengan firman-Nya dalam Surah
Al-Hajj ayat 37 yang artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak
dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan darimu yang dapat
mencapainya.” Allah Ta’ala tidak membutuhkan makhluk-Nya sedangkan seluruh
makhluk-Nya itu adalah fuqara (butuh kepada-Nya). Dia Mahaluas karunia-Nya dan
apa yang ada pada-Nya tiada akan pemah habis. Barangsiapa bersedekah dengan
harta dari hasil usaha yang baik, maka hendaklah ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala
Mahakaya, Mahaluas karunia-Nya, Mahamulia dan Mahadermawan. Dan Dia akan
memberikan balasan atas semuanya itu serta melipatgandakannya dengan kelipatan
yang banyak, yaitu bagi orang yang meminjamkan kepada Dzat yang tidak
mempunyai kebutuhan (Allah Ta’ala) dan tidak berbuat zalim, Dia Mahaterpuji
dalam segala perbuatan, firman, syari’at, dan takdir-Nya. Tidak ada Ilah yang haq
selain Dia. dan tidak ada Rabb selain Dia.
Para ulama menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah agar orang-orang beriman
bersikap mengalah kepada orang Yahudi dan Nasrani dalam berdiskusi yang dimana
Ahli kitab memandang buruk orang-orang beriman, padahal tentu Ahli kitab lebih
buruk dibandingkan orang-orang beriman. Namun meskipun taruhlah anggapan Ahli
kitab tersebut dibenarkan maka tetap saja orang-orang beriman lebih baik dari pada
nenek moyang mereka.
Anggaplah kalaupun menurut mereka, kaum muslimin itu buruk, maka ada yang
lebih buruk, yaitu:
Artinya: “Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada)
yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah Thaghut. Mereka itu
lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.”
ِ ْال َم ْغضُو
Di dalam surah Al-Fatihah, orang-orang Yahudi disebutkan sebagai ب َعلَ ْي ِه ْم
“orang yang dimurkai”. Mereka dimurkai karena memiliki ilmu tetapi mereka tidak
mengamalkan ilmunya itu. Adapun orang-orang Nasrani maka disebutkan sebagai
َ“ الضَّالِّينorang-orang yang tersesat”. Mereka tersesat karena beramal tanpa ilmu.
Di dalam ayat di atas Allah berbicara secara umum tentang Bani Israil yang
mencakup kalangan Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu mereka bisa disifati dengan
dimurkai dan dilaknat. Di antara mereka yang mengetahui ilmu tetapi tidak
mengamalkan ilmunya maka mendapat murka dari Allah.
Adapun orang-orang Nasrani zaman sekarang maka umumnya mereka sudah tahu
ilmu tentang Rasulullah. Tetapi mereka enggan mempelajarinya, hingga akhirnya
mereka enggan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini merupakan bentuk dialog kaum muslimin dengan kalangan Yahudi dan
Nasrani. Mereka menganggap kaum muslimin lebih buruk dari pada mereka. Padahal
kenyataannya kaum Yahudi dan Nasrani itu lebih buruk, karena nenek moyang
mereka ada yang pernah diubah menjadi monyet dan babi.
Sebab nenek moyang mereka diubah menjadi monyet adalah karena balasan yang
ditimpakan itu sejenis dengan perbuatan yang mereka lakukan. Itu seperti halnya
siksaan yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth ‘alaihissalam, berupa diangkatnya
kampung mereka lalu dibalik dan dijatuhkan, kemudian ditambah dengan hujan batu
yang mengenai mereka, maka azab itu pantas mereka dapatkan akibat fitrah mereka
yang terbalik: laki-laki menyukai sesama laki-laki, dan perempuan suka dengan
perempuan.
Begitu pula dengan orang Yahudi yang dahulu diubah menjadi monyet. Mereka
disebut juga dengan “Ashhabus-Sabt” (para pelanggar di hari Sabtu). Allah
berfirman kepada mereka,
وْ َم الHHَرَّعا ً َويH ْبتِ ِه ْم ُشHوْ َم َسHHَانُهُ ْم يHHْأتِي ِه ْم ِحيتHَت ِإ ْذ ت َّ ُدونَ فِيHض َرةَ ْالبَحْ ِر ِإ ْذ يَ ْع
ِ ْبHالس ْ َْئلهُ ْم َع ِن ْالقَرْ يَ ِة الَّتِي كان
ِ َت حا ْ َوس
َيَ ْسبِتُونَ ال تَْأتِي ِه ْم َكذلِكَ نَ ْبلُوهُ ْم بِما كانُوا يَ ْف ُسقُون
Pada kisah tersebut, Allah melarang mereka untuk menangkap ikan pada hari
Sabtu. Namun pada hari Sabtu itu jumlah ikan yang muncul sangat banyak.
Sedangkan pada hari lainnya yang mereka dibolehkan untuk menangkap ikan justru
tidak ada ikan yang muncul. Ini adalah ujian bagi mereka.
Caranya adalah mereka memasang perangkap di hari Jumat. Pada hari Sabtu
mereka tidak melaut. Tapi ketika ikan-ikan itu muncul di hari Sabtu maka ikan-ikan
itu pun masuk ke dalam perangkap dan tidak bisa kembali ke laut. Setelah lewat hari
Sabtu, mereka pun tinggal mengambil ikan-ikan itu dengan mudah.
Mereka menyangka bahwa dengan trik dan rekayasa semacam itu mereka dapat
lolos dari pelanggaran. Mereka mungkin berdalih bahwa mereka tidak melakukan
aktivitas melaut di hari Sabtu, dan saat itu mereka tengah beristirahat di rumah. Lalu
di mana letak kesalahan tersebut? Kesalahannya adalah mereka menyengaja
memasang perangkap, dan perangkap itu tetap melakukan aktivitas penangkapan
ikan di hari Sabtu, sesuai keinginan mereka.
َ فَِإ َّن َأو ََّل فِ ْتنَ ِة بَنِي ِإ ْس َراِئ،فَاتَّقُوا ال ُّد ْنيَا َواتَّقُوا النِّ َسا َء
ْ يل َكان
َت فِي النِّ َسا ِء
Jadi, mungkin saja karena mereka menghalalkan zina, maka Allah pun
mengubah mereka menjadi babi. Allahu a’lam. Sebagian ulama lainnya menukil dari
Israiliyyat bahwa sebagian Bani Israil diubah menjadi babi karena mereka menjual
agamanya untuk meraih dunia.
Apakah orang-orang yang diubah menjadi monyet dan babi tersebut memiliki
keturunan sampai zaman sekarang?
Pada zaman sekarang tidak ada keturunan dari kalangan yang diubah menjadi
monyet dan babi . Rasulullah bersabda,
ُّ ََت ُأ َّمةٌ ق
فَيَ ُكونُ لَهَا نَ ْس ٌل،ط ْ َما ُم ِسخ
Artinya: “Tidaklah satu umat yang diubah menjadi hewan, lalu dia memiliki
keturunan.”
Oleh karena itu, tidak boleh dan tidak benar bagi seseorang untuk berkata tentang
kalangan Yahudi, Nasrani atau Bani Israil secara umum, dengan menyebut mereka
sebagai keturunan monyet dan babi. Lain halnya jika menyebut mereka dengan
“saudara-saudara babi dan monyet”, maka ucapan ini benar dan memang
demikianlah faktanya. Karena di antara nenek moyang mereka memang ada yang
pernah diubah menjadi monyat maupun babi.
Namun tentunya, sekalipun benar, celaan seperti ini umumnya tidak pantas untuk
disampaikan, terlebih dalam rangka dakwah. Apalagi jika ucapan tersebut hanya
malah menimbulkan mudarat dan tidak merealisasikan maslahat apapun.
Perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu benar dan faktual. Sekalipun mereka
bukan keturunan babi dan monyet, tetapi mereka adalah saudara-saudaranya. Namun
Rasulullah tetap menegur ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan mengarahkannya untuk
menyampaikan ucapan yang santun dan menjauhi ucapan yang buruk.
Di antara faedah dari ayat ini, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullah, bahwa yang terpenting adalah ِ “ َمثُوبَةً ِع ْن َد هَّللاpembalasan di
sisi Allah”. Jangan sampai kita teperdaya dengan pengagungan, pengakuan atau
pujian orang lain terhadap kita. Bagaimana kedudukan kita nantinya di sisi Allah,
itulah yang paling penting.
Betapa banyak orang yang diakui dan disanjung oleh jutaan orang, tetapi dia
tidak ada nilainya di sisi Allah. Jangan teperdaya dengan banyaknya pengikut,
followers, netizen, pengagum, dan seterusnya, serta begitu juga pujian mereka.
Orang-orang itu tidak bisa mempengaruhi kedudukan kita di sisi Allah. Jika kita
baik, maka kita juga akan baik di sisi Allah. Namun jika kita buruk, meskipun
seluruh manusia di bumi memuji kita, maka pujian mereka tidak berpengaruh apapun
terhadap kedudukan kita di sisi Allah.
Hendaknya kita selalu berusaha melatih diri untuk memperbaiki kondisi kita
tatkala bersendirian dan berusaha untuk senantiasa memperbaiki hubungan kita
dengan Allah.
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103)
1. Sabab Nuzul Ayat
Diantara penduduk Madinah, terdapat segolongan orang-orang munafik
(seperti halnya Abdullah bin Ubay dan kawan-kawan), kemunafikan mereka
sudah keterlaluan sehingga Nabi SAW tidak mengetahuinya, karena kepandaian
mereka menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keihlasan. Tetapi Allah
Maha mengetahui segala yang mereka tampakkan maupun yang mereka
rahasiakan dalam hati, Allah membongkar rahasia itu. Mereka diancam dengan
siksaan dua kali lipat oleh Allah SWT. Ketika tiba perintah saatnya perang
mereka-mereka selalu beralasan dan bahkan mlipèr tidak ikut dalam satuan
perang.
Setelah peristiwa perang tabuk ada segolongan diantara mereka (penduduk
Madinah) – seperti Abu Lubab Marwan bin Abi Mundzir Aus Bin Tsa’labah, dan
Wadi’ah bin Hazam – sadar dan mengakui segala dosa-dosanya, mereka
menyatakan penyesalan sebab kesalahan yang telah mereka perbuat, mencampur
baurkan yang baik dan buruk dalam tiap-tiap perang bersama Rasulullah SAW,
dan terakhir karena penyelewengan mereka tidak ikut perang Tabuk.
Dalam sebuah kisah yang driwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwa ketika
orang-orang yang mengakui dosa-dosanya itu diterima taubatnya oleh Allah
mereka mendatangi Nabi dengan membawa harta-harta yang mereka miliki dan
berkata ; “Wahai Rasul Allah, harta-harta kami ini yang menjadikan kami
berpaling, maka sedekahkanlah harta ini dan mohonkanlah kami ampunan”.
Rasulullah SAW menjawab : “Aku sama sekali tidak diperintah untuk mengambil
harta-harta kalian itu”. Maka turunlah Ayat diatas. Kemudian Rasulullah SAW
mengambil 1/3 dari harta mereka.
2. Tafsir & Analisis Bahasa
a) دقةBBوالهم صBBذ من أمBBخ ; ambillah (wahai Muhammad) sebagian dari harta
mereka (orang-orang yang mengakui dosa-doasanya dan bertaubat dari
padanya) sebagai shadaqah. Khitâb dari amar di sini Rasulullah SAW.
Huruf () ِم ْن berfungsi littab’îdl, karena shadaqah yang difardlukan tidaklah
semua harta. Kata (والهمHH)أم disebutkan dalam bentuk jama’, mencakup
semua jenis harta, dan dlamîr ()هُم bersifat umum, kembali kepada seluruh
kaum muslimin. Sedangkan ()صدقة yang diperintahkan itu ialah shadaqah
fardlu ; yakni zakat. Jadi, ayat ini menunjukkan wajibnya diambil zakat
sebagian dari harta-harta kaum muslimin secara keseluruhan karena
kesamaan mereka dalam hukum agama.
Bagi Mufassir yang berkelit dengan asbâb al-nuzûl, maka dlamîr (
)هُ ْم diberlakukan khusus untuk orang-orang yang bertaubat dan tidak ikut
serta dalam perang Tabuk seperti dalam peristiwa di atas, dan yang
dimaksud dari (دقةHHHHHHHH)ص dalam ayat tersebut adalah hak
sebagai kaffârah (tebusan) setelah mereka bertaubat, bukan sebagai
zakat fardlu.
b) تط ّهرهم ; dibaca rafa’, menerangkan sifat dari lafadz ()صدقة . huruf ()ت tâ’
ta’nist ghaibah dan dlamîr mustatîr-nya lafadz ()صدقة, jadi artinya; “yang
membersihkan mereka”. Atau jika ta’ tersebut untuk khitâb dan ‘âid yang
terbuang menunjuk pada lafadz sebelumnya, kalau di nampakkan berbunyi
; ()تطهّرهم بها, artinya; “yang dengan shadaqah itu engkau membersihkan
mereka”. Atau bisa pula kalimat tersebut sebagai hâl dari dlamîr
mukhatab.
c) و تز ّكيهم بها ; mensucikan diri atau harta mereka. dalam artian bertambah
keberkahnya. Dengan kata lain, adanya shadaqah itu harta mereka menjadi
bersih, dan merupakan hak Allah terhadap orang-orang fakir yakni berupa
zakat. Jika jumlah ini athâf pada lafadz sebelumnya maka huruf (
)ت adalah tâ’ ta’nist ghaibah atau bisa mukhâtab. Jika berdasarkan
bacaan jazm pada lafadz (رهمHHHHHHّ)تطه maka huruf ()و di sini sebagai
permulaan kalimat (isti’nâfiyah), maksudnya : و أنت تز ّكيهم .
d) ّل عليهمBBو ص ; berdo’alah dan mohonlah ampunan untuk mereka (dari
segala dosa-dosa). Secara bahasa (الةHHH)ص berarti do’a, Orang yang
menerima zakat - dalam hal ini Rasulullah – diperintah untuk mendo’akan
mereka yang memberikannya.
e) التكBBBBBإنّ ص ; sesungguhnya doamu (Muhammad). Dibaca dalam
bentuk mufrâd, ada sebagian yang ّ
membaca (لواتكHHHHHHHHHH)إن ص,
dalam shighât jamâ’.
f) كن لهمBBس ; ketenangan, kasih sayang dan kemulyaan bagi mereka. (
)سكن bisa berarti apa saja yang dapat membuat perasaan menjadi tenang
dan jiwa menjadi tentram. Ayat ini menunjukkan anjuran mendoakan
mereka.
g) ميع عليمBBBو هللا س ; Allah Maha mendengar atas do’â-do’â mu, Maha
mengetahui siapa yang berhak dan pantas menerima shadaqah (zakat) dari
mu.
3. Munasabah Ayat
Ayat 103 dari surat At-Taubah di atas merupakan rentetan peristiwa yang
dijelaskan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad SAW dari ayat
sebelumnya yaitu ;
ّ
ذابHHسنعذبهم مرّتين ثم ير ّدون إلى ع ، مردوا على النّفاق ال تعلمهم نعلمهمHو ممن حولكم من األعراب منافقون ومن أهل المدينة
ّ ،عليهم وبHHى هللا أن يتHHيئا عسHHرون سHHالحاو أخHHوا عمال صHHذنوبهم خلطHHترفوا بHHرون اعHHو آخ .عظيم
.رّحيمH ور الHHإن هللا غف
4. Penjelasan
Surat At-Taubah ayat : 103 dengan munasabah sekian banyak ayat di atas
menunjukkan bahwa setiap kaum Muslimin wajib menunaikan zakat.
Dikhususkannya khitâb kepada Rasul dalam hal ini bukanlah berarti menunjukkan
kekhususan hukum bahwa zakat hanya terhadap Rasul (yang menariknya), karena
banyak hukum-hukum syara’ berlaku yang mana khithâb-nya kepada Rasul. Hal
ini karena Rasul adalah orang yang menyerukan risalah Allah dan sebagai
penjelas apa yang dimaksudkannya, maka didahulukan penyebutannya supaya
jalan bagi umat dalam syari’at agama sesuai dengan jalan yang ditempuhnya.
Kepastian wajibnya zakat ini juga didasarikan pada ayat-ayat lain dalam
AlQur’an yang menyebutkannya dengan shigât yang beragam. Diantaranya, zakat
sering diistilahkan juga dengan kata قّ Hح , دقةHص atau نفقة . tetapi yang dimaksud
adalah shadaqah wâjibah, haqq wâjib dan nafaqah wâjibah yang khusus
diberikan kepada ashnâf delapan.
Seperti ayat mengenai wajibnya zakat emas dan perak
menggunakan shigât ”infâq” ;
ّ و الّذين يكنزون
.الذهب و الفضّة وال ينفقونها في سبيل هللا فب ّشرهم بعذاب أليم
Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS. At-Taubah : 34)
Dan shigât “haqq”, pada ayat mengenai wajibnya zakat tanaman atau
buah buahan ;
. إنّه ال يحبّ المسرفين، كلوا من ثمره إذا أثمر و ءآتوا حقّه يوم حصاده وال تشرفوا
3. Istinbat Hukum
Pada surah Al-Baqarah ayat 267 tersebut di atas dijelaskan bahwasannya apa
yang dikeluarkan dari bumi dan dari hasil usaha sendiri wajib dikeluarkan
zakatnya. Hasil tambang emas dan tambang perak, apabila sampai senisab
wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dengan tidak diisyaratkan
sampai setahun, seperti pada biji-bijian dan buah-buahan. Zakatnya 1/40 (2 ½
%). Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “bahwasannya Rasulullah SAW
telah mengambil sedekah (zakat-nya)ndari hasil tambang di negeri
Qabaliyah”. Riwaayat Abu Daud dan Hakim. Dan pada Hadist yang lain
Rasulullah bersabda yang artinya: “Pada emas dan perak, zakat keduanya
seperempat puluh (1/40) (2 ½%).
Sedangkan pada surah At-Taubah ayat 60 dijelaskan tentang musthiq zakat,
dan zakat itu (pembagiannya) terbatas hanya kepada delapan kelompok
penerima zakat (mustahiq), tidak boleh untuk dibagikan kepada selain mereka.
Yang berhak menerima zakat itu ialah:
1. Orang faqir
2. Orang miskin
3. Amil (pengurus) zakat
4. Muallaf
5. Memerdekakan budak
6. Orang berhutang
7. Pada jalan Allah (fisabilillah)
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup, perlu ditegaskan bahwa membayar zakat merupakan kewajiban
bagi setiap Muslim yang harus ditunaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan, kewajiban ini bersifat pasti didasarkan pada nash Al-Qur’ân, Sunnah, dan
Ijmâ’ ulama, yang harus ditunaikan sebagai rukun Islam yang ketiga.
Untuk memahami ketentuan bagaiamana kewajiban zakat itu dilaksanakan, harus
mengkaji seluruh dalil-dalil nash yang ada, baik dari Al-Qur’ân maupun Sunnah secara
kolektif, korelatif dan komperhensif. Apa yang telah menjadi ketetapan Syâri’ tentang
wajibnya zakat ini tidak boleh ditentang. Oleh karenanya, barang siapa yang menentang
dan tidak mnunaikannya tanpa alasan yang dapat dibenarkan Syara’, maka ia termasuk
orang yang ingkar dan wajib diperang.
Sesungguhnya diwajibkannya zakat dalam Islam - yang di ambil dari
para aghniyâ’ dan dikembalikan kepada mereka (ashnâf delapan) yang membutuhkan -
banyak terdapat hikmah yang agung, diantaranya yang terpenting ialah :
a. Membantu orang-orang lemah yang tertimpa kesusahan dan memerlukam bantuan
agar dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah SWT, dan terhadap masyarakat.
b. Menbersihkan diri daripada sifat kikir dan ahlak yang tercela, serta mendidik diri
berjiwa sosial, memiliki sifat mulia dan pemurah, membiasakan diri menyalurkan
amanat kepada orang yang berhak serta berkepentingan, dan merupakan kepedulian
terhadap nasib sesama dalam masyarakat.
c. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas segala nikmat kekayaan yang
diberikan oleh Allah SWT kepadanya.
d. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejahatan-kejahatan yang timbul antar
sesama manusia.
e. Mendekatkan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara yang miskin dan
kaya, eratnya hubungan akan membuahkan beberapa kebaikan dan kemajuan
serta ketentraman hidup dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://poshukach.com/redir?
user_type=d&type=sr&redir=eJzLKCkpKLbS1y8vL9czsjTTK09N0stM0TcyMDTXNz
TUT83RLcrXLU7MTNHNTcxOzEnM0C1JTCvOLNLNTEpMSczQyyjJzWFgMDQz
MzU2NTM0M2aQLIh wW3tNuH8bhXVe30rtwMA9lEgeQ&src=78d100&via_page=1
http://poshukach.com/redir?
user_type=2d&type=sr&redir=eJzLKCkpKLbS18_NykvUy63Uy0zRTyxOSkwqzYvP
K60qzdEvy0wt1zfSNTIzB2EGBkMzM1NjUwsjUyOG8s2HlosYTLyZLmt39cGsya4A
4OQaQQ&src=63545c&via_page=1
https://baitsyariah.blogspot.com/2021/07/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-267.html
http://poshukach.com/redir?
user_type=2&type=sr&redir=eJzLKCkpsNLXL0otyC_OLMkvqtQrzczTLS4tzk7US0z
Wy0zRNzE3NTTXN9QPcXQL9gxSNTJw9PB29NUrSEljYDA0MzM1NrM0NTBj2N
g9o_caUw5Xe3zG1neWPLYAH-ochQ&src=8d968c&via_page=1