Anda di halaman 1dari 15

“WAWASAN AL-QURAN TENTANG SUMPAH”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir Ayat Hukum Keluarga”

Dosen pengampuh : Dr. Iskandar, M.Sy

Disusun Oleh :

MAYA HUMAIROH K. SALEH (1811211003)

NASRUL KALIPANG (1811211012)

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Wawasan Al-Quran Tentang Sumpah”. Adapun makalah ini di susun
untuk memenuhi mata kuliah Tafsir Ayat Hukum Keluarga pada program studi Ahwal
Al-Syakhshiyah.

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan 
dan kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan baik bagi penulis dan juga
pembaca. Aamiin

Kupang, 19 Mei 2020

Penulis,
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………

A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………

A. Pengertian,Redaksi dan Lafadz Sumpah...........................................................


B. Syarat dan Rukun Sumpah.......................................................................................
C. Manfaat Sumpah Dalam Al-Quran......................................................
D. Telaah Khusus Ayat Sumpah Pada QS Al-Ashr (103)..........................

BAB III PENUTUP…………………………………………………………

A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai sumber hukum ummat Islam, mampu pada setiap zamannya,

mengundang interpretasi-interpretasi penafsiran pada setiap ayatnya. Suatu bukti

kemukjizatan al-Qur’an yang menjadi ketakjuban tersendiri bagi orang-orang yang

mau mengkaji lebih dalam makna dan isi kandungan al-Qur’an.

Salah satu segi kedahsyatan al-Qur’an adalah aqsham. Aqsham berarti sumpah-

sumpah. Begitu banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan Allah swt., pemilik

kalam al-Qur’an ini, melakukan sumpah atau dengan kata lain bersumpah dengan

sesuatu. Menjadi perenungan besar atas ke maha kuasaan Allah swt., yang mau

mengikutkan mahluk-mahluknya dalam suatu pembuktian. Sekiranya tanpa demikian

Allah swt., tetap menjadi Tuhan atas segalanya, tidak membuthkan mahluk-mahluk

Nya.

Sumpah atau al-aqsham merupakan suatu hal atau kebiasaan bangsa Arab dalam

berkomunikasi untuk menyakinkan lawan bicaranya. Kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan oleh bangsa Arab merupakan suatu hal yang oleh al-Qur’an direkonstruksi

bahkan ada yang didekonstruksi nilai dan maknanya. Oleh karena itu, al-Qur’an

diturunkan di lingkungan bangsa Arab dan juga dalam bahasa Arab, maka Allah swt.,

juga menggunakan sumpah dalam mengkomunikasikan Kalam-Nya.

Telah menjadi kebiasaan karena demikian sudah ada sejak nilai doktrin Islam

belum eksis tatanan bangsa Arab. Meskipun bangsa Arab dikenal dengan menyembah

berhala (paganism) mereka tetap rnenggunakan kata Allah dalam sumpahnya, seperti

disinyalir oleh al-Qur’an dalam surat Al-Fathiir ayat 42 yang artinya:


“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah;

Sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya

mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). tatkala

datang kepada mereka pemberi peringatan, Maka kedatangannya itu tidak menambah

kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran)”.

Atau dalam surat An-Nahl ayat 38 yang artinya:

“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh:

“Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati”. (tidak demikian), bahkan

(pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan

tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian, Redaksi Dan Lafadz Sumpah ?

2. Apa Saja Syarat dan Rukun Sumpah ?

3. Apa Manfaat Sumpah Dalam Al-Quran ?

4. Bagaimana Telaah Khusus Ayat Sumpah Pada QS Al-Ashr (103) ?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mempelajari dan mengetahui wawasan al-quran tentang sumpah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Redaksi dan Lafal Sumpah

Kata sumpah berasal dari bahasa Arab ‫( لقسما‬al-qasamu) yang bermakna ُ‫ْاليَ ِمين‬

(al-yamiin) yaitu menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan

dengan menggunakan huruf-huruf (sebagai perangkat sumpah) seperti ‫ ب‬, ‫ و‬,‫ت‬  dan

huruf lainnya.

Berhubung sumpah itu banyak digunakan orang untuk menguatkan sesuatu,

maka kata kerja sumpah dihilangkan sehingga yang dipakai hanya huruf ‫ ب‬-nya saja.

Kemudian huruf ‫ب‬  diganti dengan huruf ‫و‬,  seperti firman Allah dalam surat Al-Lail

ayat 1 yang berbunyi:1

‫َواللَّي ِْل ِإ َذا يَ ْغ َشى‬

Artinya:”Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”. (QS. Al-Lail: 1)

Sumpah juga menggunakan huruf-huruf ‫ت‬, seperti firman Allah dalam surat Al-

Anbiya’ ayat 57:

َ‫َوتَاهَّلل ِ َأَل ِكيد ََّن َأصْ نَا َم ُك ْم بَ ْع َد َأ ْن تُ َولُّوا ُم ْدبِ ِرين‬

Artinya:”Demi Allah, Sesungguhnya Aku akan melakukan tipu daya terhadap

berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”.

Tapi yang paling lazim digunakan atau dipakai dalam sumpah adalah huruf ‫و‬,

dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, sumpah diartikan sebagai :

 Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan saksi kepada Tuhan atau

kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan

kesungguhannya dan sebagainya).

1 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), H. 213.
 Pernyataan yang disertai tekat melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenaran

atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar.

Sedangkan menurut Louis Ma’luf, dalam konteks bangsa arab, sumpah yang

diucapkan oleh orang Arab itu biasanya menggunakan nama Allah atau selain-Nya.

Pada intinya sumpah itu menggunakan sesuatu yang diagungkan seperti nama Tuhan

atau sesuatu yang disucikan.2

Akan tetapi, bangsa Arab pra-Islam yang dikenal sebagai masyarakat yang

menyembah berhala. Mereka menyebutkan atau mengatakan sumpah dengan atas

nama tuhannya dengan sebutan Allah.

Seperti dalam yang tersurat dalam Q.S. Al-Ankabut ayat 61 yang berbunyi:

َ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُولُ َّن هَّللا ُ فََأنَّى يُْؤ فَ ُكون‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ َ َ‫َولَِئ ْن َسَأ ْلتَهُ ْم َم ْن َخل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬

Artinya: ”Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah

yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu

mereka akan menjawab: “Allah”, Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari

jalan yang benar)”.

Dan selanjutnya, juga dalam surat Al-Ankabut ayat 63 dijelaskan bahwa:

َ‫ض ِم ْن بَ ْع ِد َموْ تِهَا لَيَقُولُ َّن هَّللا ُ قُ ِل ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ بَلْ َأ ْكثَ ُرهُ ْم اَل يَ ْعقِلُون‬
َ ْ‫َولَِئ ْن َسَأ ْلتَهُ ْم َم ْن نَ َّز َل ِمنَ ال َّس َما ِء َما ًء فََأحْ يَا بِ ِه اَأْلر‬

Artinya:”Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah

yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah

matinya?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi

Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya)”.

Sedangkan huruf-huruf yang berfungsi sebagai perangkat sumpah atau untuk

membentuk lafal sumpah ada 3 macam yaitu :3

1. Wawu (‫) و‬

2 Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut : Al-Mathba’ah Al-Kathaliqiyah., 1956), H. 664


3 Manna Al-Qatthan, Mabakhisfi Ulum Al-Quran, Terj : Moh. Abdul A’la (Jakarta : Cendawan), H. 207
Seperti firman Allah dalam Q.S. adz-Dzariyaat ayat 23 yang berbunyi:

َ‫ق ِم ْث َل َما َأنَّ ُك ْم تَ ْن ِطقُون‬ ِ ْ‫فَ َو َربِّ ال َّس َما ِء َواَأْلر‬


ٌّ ‫ض ِإنَّهُ لَ َح‬

Artinya: “Maka demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang

dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu

ucapkan”.

Dengan masuknya huruf “wawu” sebagai huruf qasam, maka ’amil

(pelaku) nya wajib dihapuskan. Dan setelah wawu harus diikuti dengan isim

dzahir.

2. Ba’ ( ‫) ب‬

Seperti dalam firman Allah dalam Q.S. al -Qiyaamah ayat 1 yang berbunyi:

‫اَل ُأ ْق ِس ُم بِيَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬

Artinya: “Aku bersumpah demi hari kiamat”.

Maka dengan masuknya huruf Ba’ ini boleh disebutkan ’amil-nya

sebagaimana contoh di atas dan boleh juga menghapusnya, sebagaimana

firman Allah dalam Q.S. as-Shaad ayat 82 tentang Iblis yang bersumpah

untuk menyesatkan manusia :

َ‫ك ُأَل ْغ ِويَنَّهُ ْم َأجْ َم ِعين‬


َ ِ‫ال فَبِ ِع َّزت‬
َ َ‫ق‬

Artinya: “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau Aku akan

menyesatkan mereka semuanya.

Setelah huruf Ba’ boleh diikuti isim dzahir sebagaimana telah

dicontohkan di atas, dan boleh juga diikuti oleh isim dhamir.

3. Ta’ ( ‫)ت‬

Seperti dalam firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 56 :

َ‫صيبًا ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم تَاهَّلل ِ لَتُ ْسَألُ َّن َع َّما ُك ْنتُ ْم تَ ْفتَرُون‬
ِ َ‫َويَجْ َعلُونَ لِ َما اَل يَ ْعلَ ُمونَ ن‬
Artinya: “Dan mereka sediakan untuk berhala-berhala yang mereka tiada

mengetahui (kekuasaannya), satu bahagian dari rezki yang Telah kami

berikan kepada mereka. demi Allah, Sesungguhnya kamu akan ditanyai

tentang apa yang Telah kamu ada-adakan”.

Dengan masuknya huruf Ta’ ini, ’amil (pelaku)-nya harus dihapuskan

dan tidak bisa diikuti sesudahnya kecuali isim jalalah (nama Allah), yaitu ‫هللا‬

atau ّ‫رب‬. Pada dasarnya, kebanyakan al-muqsam bih (sesuatu yang

dijadikan dasar atau landasan sumpah) itu disebutkan, sebagaimana pada

contoh-contoh terdahulu. Dan kadang-kadang dihapus dengan ‘amil

(pelaku)-nya. Bentuk yang seperti ini banyak sekali, misalnya firman Allah

dalam Q.S. at-Takaatsur ayat 8 yang berbunyi :

‫ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم‬

Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang

kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”.

Pada dasarnya, kebanyakan al-muqsam ‘alaih (sesuatu yang

disumpahkan) disebutkan. Seperti dalam firman Allah :

َ ِ‫َُّؤن بِ َما َع ِم ْلتُ ْم َو َذل‬


‫ك َعلَى هَّللا ِ يَ ِسي ٌر‬ َّ ‫زَ َع َم الَّ ِذينَ َكفَرُوا َأ ْن لَ ْن يُ ْب َعثُوا قُلْ بَلَى َو َربِّي لَتُ ْب َعثُ َّن ثُ َّم لَتُنَب‬

Artinya: “Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-

kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-

benar kamu akan dibangkitkan, Kemudian akan diberitakan kepadamu apa

yang Telah kamu kerjakan.” yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.

(QS. At-Taghaabun : 7)

Dan kadang-kadang boleh dihapus, seperti dalam firman Allah ta’ala :

‫ق َو ْالقُرْ آ ِن ْال َم ِجي ِد‬

Artinya: “Qaaf, demi Al Quran yang sangat mulia”. (QS. Qaaf : 1)


B. Syarat dan Rukun Sumpah

1. Syarat-syarat sumpah :

 Islam

 Baliqh

 Berakal

 Kemampuan untuk melaksanakan sumpah

 Kebebasan berkehendak

2. Nashruddin Baidan mengungkapkan bahwa rukun sumpah ada 4, yaitu :

 Muqsim (pelaku sumpah).

 Muqsam Bih (sesuatu yang dipakai sumpah).

 Adat Qasam (alat untuk bersumpah).

 Muqsam “Alaih (berita yang dijadikan isi sumpah atau disebut juga

dengan jawab sumpah).4

C. Manfaat Sumpah Dalam Al-Qur’an

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan bahwa faedah dalam

bersumpah adalah:

1. Menjelaskan tentang agungnya al-muqsam bihi (yang dijadikan landasan atau

dasar sumpah).

2. Menjelaskan tentang pentingnya al-muqsam ‘alaih (sesuatu yang

disumpahkan) dan sebagai bentuk penguat atasnya.

Oleh karena itu, tidaklah tepat bersumpah kecuali dalam keadaan berikut :

4 Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (Jakarta : Pustaka Pelajar. 2005), H. 203
1. Hendaknya sesuatu yang disumpahkan (al-muqsam ‘alaih) itu adalah sesuatu

yang penting.

2. Adanya keraguan dari mukhaththab (orang yang diajak bicara).

3. Adanya pengingkaran dari mukhaththab (orang yang diajak bicara)

Ada pertanyaan menarik yang dilontarkan oleh az-Zarkasyi dan asSayuthi.

Apa gunanya sumpah dalam al-Qur’an bagi orang beriman, yang pasti percaya

firman Tuhan. Atau sebaliknya, percuma saja kalimat sumpah dalam alQur’an

yang ditujukan kepada orang kafir. Bagaimanapun juga mereka tidak percaya

kebenaran al-Qur’an. As-Sayuthi, berargumentasi bahwa al-Qur’ an diturunkan

dalam bahasa Arab, sedangkan kebiasaan bangsa Arab (ketika itu) menggunakan

al-qasam ketika menguatkan atau menyakinkan suatu persoalan. Sedangkan Abu

al-Qasim al-Qusyairi berpendapat al-qasam dalam al-Qur’an untuk

menyempumakan dan menguatkan argumentasi (hujjah). Dia beralasan untuk

memperkuat argumentasi itu bisa dengan kesaksian (syahadah) dan sumpah (al-

qasam). Sehingga tidak ada lagi yang bisa membantah argumentasi tersebut, seperti

QS. Ali Imran :18 dan QS.Yunus : 53

D. Telaah Khusus Ayat Sumpah Pada QS Al-Ashr (103)


Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Meskipun surat ini pendek, akan tetapi memiliki kandungan makna yang
sangat dalam. Sampai-sampai Imam Asy Syafi’i berkata ; “Seandainya setiap
manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka”5

5 Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir (Pustaka Imam
Asy) Hlm. 8/499
Menurut Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk
mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal
sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak
bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh
syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini,
maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara
menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman,
beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan
saling menasehati agar bersabar”.6

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

6 Abdullah Aba Husain Al-Madkhal Lli Syarhi, Tsalatsatil Ushul, Syaikh, Hal. 3
Al-qasam (sumpah) merupakan kebiasaan bangsa Arab untuk. menyakinkan

lawan bicaranya (mukhatab). S`emenjak dari pra Islam, masyarakat Arab sudah akrab

memakai qasam untuk menegaskan bahwa yang dikatakannya itu benar. Setelah Islam

datang, sumpah boleh dilakukan hanya dengan nama Allah. Kalau melanggar bisa

terkena sanksi teologis dengan ‘vonis’ syirk, menyekutukan Tuhan. Berbeda dengan

al-Qur’an, Allah secara absolut menggunakan sumpah tersebut. Dia biasanya

bersumpah dengan dua cara yaitu dengan menyebut diri-Nya yang Maha Agung atau

dengan menyebut ciptaan-Nya. Sisanya bersumpah dengan nama makhluk-Nya.

Maksud menyebutkan ciptaan-Nya itu untuk menyebutkan keutamaan . (fadlilah) dan

manfaat bagi kesejahteraan manusia.

Sumpah bagi manusia bertujuan untuk mengikat diri untuk tidak melakukan

sesuatu atau melakukan sesuatu. Tapi, sumpah bagi Allah adalah untuk menekankan

berita sesudahnya dan menguatkan kandungan ungkapan yang dimaksud. Sebab,

menurut Abul Qasim al-Qusyairi bahwa suatu hukum akan menjadi lebih kuat kalau

disertai saksi atau sumpah. Sumpah merupakan penekanan yang terkenal untuk

memantapkan jiwa dan menguatkannya. Al-Qur'an turun kepada seluruh manusia.

Mereka menyikapinya bermacam-macam, di antaranya ada yang ragu, ada yang

ingkar, dan ada pula yang menentang habis-habisan. Maka, sumpah dalam Al-Qur'an

dalam rangka menghilangkan keraguan dan membatalkan syubuhat (kesamaran),

menegakkan hujjah (argumen) dan menguatkan berita, serta menekankan hukuman

dengan sebaik-baik gambaran, demikian pendapat Syaikh Manna’ al-Qaththan.

B. Saran

Berdasarkan apa yang dijelaskan dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan

dan kekurangan, maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan

untuk memperbaiki makalah ini kedepannya, baik dari segi penulisan, materi, maupun
tata bahasa yang disampaikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah

wawasan serta pengetahuan bagi pembaca maupun penulis. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998)


Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut : Al-Mathba’ah Al-Kathaliqiyah., 1956)
Manna Al-Qatthan, Mabakhisfi Ulum Al-Quran, Terj : Moh. Abdul A’la (Jakarta :

Cendawan)
Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (Jakarta : Pustaka Pelajar. 2005)

Abdullah Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
(Pustaka Imam Asy)
Abdullah Aba Husain Al-Madkhal Lli Syarhi, Tsalatsatil Ushul.

Anda mungkin juga menyukai