DISUSUN OLEH:
NADYA LAILATUL MUNA (220301110029)
EDI SETIAWAN (220301110031)
NURUL LUTHFIYYAH (220301110087)
ABDINDA FIRDAUSI NUZULA (220301110099)
KELAS C
BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat-Nya.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PENGERTIAN ASBABUN
NUZUL AL-QUR`AN DAN ASBABUL WURUD HADITS& HIKMAH
DITURUNKANNYA AL-QUR`AN BERANGSUR-ANGSUR” yang sederhana ini dapat
terselesaikan.
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah
satu dari sekian kewajiban mata kuliah STUDI AL-QUR`AN DAN AL-HADITS serta
merupakan bentuk langsung tanggung jawab kelompok pada tugas yang diberikan.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan dimana kami pun sadar bawasannya
masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami kerjakan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif akan senantiasa kami nanti dalam upaya evaluasi diri.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Al-Quran dan Hadis sebagai pedoman dan petunjuk hukum syariat bagi manusia perlu
dipahami dan ditafsirkan dengan benar dan tepat. Dalam memahami dan menafsirkannya
pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud dinilai sangat penting, terutama
ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki sabab nuzul. Ini karena seorang mufassir tidak mungkin
mengetahui penafsiran suatu ayat Al-Quran tanpa bersandarkan kepada kisah dan
penjelasan sebab turunnya begitu juga dengan hadis. Sedangkan penjelasan Asbabun Nuzul
Al-Quran merupakan cara yang kuat dalam memahami dan menafsirkan makna-makna ayat
Al-Quran. Di samping itu, sabab nuzul memiliki banyak fungsi yang utama, diantaranya:
Mengetahui hikmah pensyariatan hukum, mengkhususkan hukum, memastikan makna ayat
Al-Qur`an dan menghilangkan kerancuan maknanya, memahami dan memantapkan wahyu
dalam benak setiap orang yang mendengarnya. Demikian pula, mengetahui sebab-sebab
munculnya Hadits membantu umat muslim memahami alasan di balik nasihat atau perintah
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asbabun Nuzul dan Asbabul wurud?
2. Apa saja macam-macam Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud?
3. Bagaimana contoh Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud?
4. Apa hikmah dari diturunkannya Al-Qur`an secara berangsur-angsur?
3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Asbabun Nuzul dan Asbabul wurud.
2. Mengetahui macam-macam Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud.
3. Memahami seperti apa contoh Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud.
4. Mengetahui hikmah diturunkannya Al-Qur`an secara berangsur-angsur.
1
BAB II
PEMBAHASAN
ASBABUN NUZUL
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Ungkapan Asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata“asbab” dan
“nuzul.” Secara etimologi, Asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi
terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya
sesuatu dapat disebut Asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan Asbab an-nuzul
khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya
Al-Qur`an, seperti halnya Asbab al-Wurud secara khusus digunakan bagi sebab adanya
Hadist.
1. Menurut Az-zarqoni: Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi
serta hubungan dengan turunnya ayat al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum
pada saat peristiwa itu terjadi”.
2
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya al-qur’an itu sangat
beragam, diantaranya berupa konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi diantara
Suku Aus dan Suku Khazraj ; kesalahan besar, seperti kasus seorang sahabat yang
mengimani shalat dalam keadaan mabuk; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah
lewat, sedang, atau yang akan rerjadi.
قُ ْل ه َُو ه
ّٰللاُ ا َ َحد
ُ ص َمد َ ه
َّ ّٰللاُ ال
ْلَ ْم يَ ِلدْ َولَ ْم ي ُْولَد
َولَ ْم َيكُ ْن لَّهٗ كُفُ ًوا ا َ َحد
Artinya: “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Dia) Tiada berada beranak dan tiada pula
diperanakkan. Dan tiada seoarangpun yang setara dengan dengan Dia.”
Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-
orang musyrik Makkah sebelum Nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang
ditemui di Madinah setelah hijrah.
ين
ٍ َِان ُمب َّ ارتَقِبْ يَ ْو َم ت َأْتِي ال
ٍ س َما ُء بِدُخ ْ َف
Ayat 10, artinya: “Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang
nyata.”
ِ اِنَّا كَا ِشفُوا ۡال َعذَا
َ ۡب قَل ِۡي ًًل اِنَّكُم
ۘ َعا ٓ ِٕٮد ُۡون
3
Ayat 15, artinya: “Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu
kamu akan kembali (ingkar).”
ف ِب ِه َما
َ ط َّو َ ٱَّلل ۖ فَ َم ْن َح َّج ْٱل َبيْتَ أ َ ِو ٱ ْعت َ َم َر فَ ًَل ُجنَا َح
َّ علَ ْي ِه أَن َي َ صفَا َو ْٱل َم ْر َوة َ مِن
ِ َّ ش َعآئ ِِر َّ ِإ َّن ٱل
علِيم َ َّ ع َخي ًْرا فَإ ِ َّن
َ ٱَّلل شَاكِر َ َ َو َمن ت
َ ط َّو
4
Artinya: “Sesungguhnya Sofa dan Marwa adalah sebagian dari syiar-syiar Allah.
Barang siapa yang beribadah haji ke baitullah ataupun umroh, maka tidak ada dosa
baginya mengerjakan sa’i antara keduanya dan barang siapa yang mengerjakan
suatu kebajikan dengan kerelaan hati, sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Urwah bin zubair kesulitan memahami ”tidak ada dosa” di dalam ayat ini lalu
ia menanyakan kepada Aisyah perihal ayat tersebut, lalu Aisyah menjelaskan
bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu peniadaan di situ
dimaksudkan sebagai penolak keyakinan yang telah mengakar di hati muslimin
pada saat itu, bahwa melakukan sa’i antara Sofa dan Marwah termasuk perbuatan
jahiliyah. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra Islam di
bukit Sofa terdapat sebuah patung yang di sebut ”isaf” dan di bukit Marwah ada
patung yang di sebut ”na’ilah”. Jika melakukan sa’i di antara bukit itu orang
jahiliyah sebelumnya mengusap kedua patung tersebut. Ketika islam datang,
patung-patung tersebut itu di hancurkan, dan sebagian ummat islam enggan
melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini; QS. Al-Baqarah:158.
5
D. Hikmah Penurunan Al-Qur'an Secara Berangsur
Kitab suci Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW
secara berangsur-angsur dalam dua periode (Makkah dan Madinah). Periode Makkah
(610-622M) dimulai pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari Milad Nabi sampai
dengan 1 Rabi’al-Awwal tahun 54 dari Milad Nabi (12 tahun 5 bulan 13 hari). Ayat-
ayat yang diturunkan pada masa itu kemudian disebut ayat-ayat Makkiyah yang
berjumlah 4.726 ayat dan terdiri atas 89 surat. Sedangkan periode Madinah (622-632
M) dimulai tanggal 1 Rabi’al-Awwal tahun 54 sampai dengan 9 Dzulhijjah tahun 63
dari Milad Nabi atau bertepatan dengan tahun ke-10 Hijrah (9 tahun 9 bulan 9 hari).
Jadi total lama kedua periode tersebut adalah 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ayat-ayat
yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyah, meliputi 1.510 ayat dan
mencakup 25 surat. Hikmah turunnya Al-Qur`an secara berangsur-angsur merupakan
suatu metode yang berfaidah bagi kita untuk mengaplikasin kedua proses tersebut yang
harus dilalui. Sebab turunnya Al-Qur`an secara berangsur dan bersifat alami itu dapat
meningkatkan mutu pendidikan bagi umat Islam untuk memperbaiki jiwa manusia,
meluruskan prilakunya, membentuk kepribadian dan menyempurnahkan eksistensinya
sendiri.
Pertama, untuk menguatkan hati Nabi Muhammad Saw dalam menerima dan
menyampaikan kalam Allah kepada umat manusia. Dalam melaksanakan tugasnya,
Rasulullah sering menghadapi hambatan dan tantangan. Di samping itu dapat juga
menghibur hati beliau pada saat menghadapi kesulitan, kesedihan atau perlawanan dari
orang-orang kafir.
6
Qur`an diturunkan sekaligus tentu akan memberatkan Nabi jika harus membacakan dan
menjelaskannya.
Keempat, memudahkan umat pada masa itu untuk menghafal, mencatat dan
memahami Al-Qur`an. Turunya Al-Qur`an secara berangsur memudahkan Nabi untuk
menghafal dan memahaminya, terutama Nabi sangat takut apabila AlQur`an tidak
menetap di hatinya. Hal ini berdampak positif bagi umatnya, karena pada masa Nabi
menulis dan membaca sangat langka. Mereka menghandalkan kekuatan akal dalam
menghafal.
Ketujuh, mengetahui nasikh dan Mansukh dalam ayat Alquran yang berkaitan
dengan hukum.
Kedelapan, memberikan pengaruh yang besar dalam proses dakwah Islam dan
pembentukan umat. Pada periode Mekkah diturunkan lebih dahulu ayat-ayat yang
berhubungan dengan Tauhid dan keadilan social. Barulah pada perioe Madinah di
turunkan ayat-ayat tentang hukum dalam belbagai aspek kehidupan, baik hukum
keluarga, harta benda, pidana dan pemerintahan. Ayat-ayat hukum pun di turunkan
secara bertahap sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu.
7
ASBABUL WURUD
A. Pengertian dan Cara Mengetahui Asbab Al-Wurud
Asbab menurut arti lughawi adalah bentuk jama’ dari kata sabab, yang berarti
tali. Menurut Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan al-‘Arab mengatakan bahwa arti
Asbab adalah saluran, yang dijelaskan sebagai: “segala sesuatu yang menghubungkan
suatu benda ke benda lainnya.” Hal senada juga dikatakan dalam Mu’jam al-Wasith
yaitu segala sesuatu yang mengantarkan kepada tujuan Atau suatu jalan yang
menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dari hukum itu
sendiri, demikian yang dikatakan oleh para ahli hukum Islam sebagaimana yang
ditulis oleh Suyuthi Adapun kata Wurud adalah jama’ dari maurid/mauridahyang
berarti air yang memancar atau air yang mengalir. Dengan demikian kita dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Asbab al-Wurud adalah sesuatu
atau sebab-sebab yang membatasi arti suatu hadits, baik itu dalam pengertian
‘am atau khash, mutlak atau terbatas dan seterusnya.
Dengan kata lain, “Suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadits
saat kemunculannya atau konteks sosial dari sebuah teks.” Sama halnya dengan
definisi Hasbi ash-Shiddiqi yang mengatakan bahwa Asbab al-Wurud adalah ilmu
untuk mengetahui sebab-sebab munculnya sebuah hadits, waktu dan tempat
terjadinya. Al-Wahidi mengatakan bahwa konsepsi pengetahuan tentang Asbab
Al-Wurud hanya dapat diketahui melalui periwayatan dan mendengar dari
mereka (sahabat) yang menjadi saksi peristiwa lahirnya sebuah teks hadits.
Ulama’ lain berpendapat bahwa mengetahuinya dari para sahabat melalui qarinah
yang mengiringinya. Sehingga dalam hal ini tak ada tempat untuk berijtihad. Oleh
karena itu, wilayah ijtihad dibatasi hanya dalam menghadapi riwayat dan mentarjihnya.
8
ٰٰۤ ُ ْ ُ
َ ْ ولٮِٕكَ لَ ُه ُم
َاْل ْم ُن َوهُ ْم ُّم ْهتَد ُْون اَلَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َولَ ْم َي ْل ِبسُ ْٓوا اِ ْي َمانَ ُه ْم ِبظل ٍم ا
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat
petunjuk.
.إن هلل مًلئكة تنطق على ألسنة بني آدم بما في المرء من الخير والشر
“Sesungguhnya Allah Swt. memiliki malaikat yang berbicara dengan bahasa
manusia atas hal yang baik dan buruk.”
Hadits yang bentuk redaksinya seperti ini sangat sulit dipahami, oleh sebab
itu muncullah hadits lain yang menjelaskan kemusykilan itu yaitu dari Anas
ُ ُ ُّ ع ْن أَن ٍَس قَا َل ُم َّر ِب َجنَازَ ةٍ فَأُثْن َِي َعلَ ْي َها َخي ًْرا فَقَالَ النَّ ِب
ِيَ ت َو ُم َّر ِب َجنَازَ ةٍ أ ْخ َرى َفأثْن ْ سلَّ َم َو َج َب
َ ّٰللاُ َعلَ ْي ِه َوَّ صلَّى َ ي َ
ُ ُ
علَ ْي َها َخي ًْرا َ ِي َ ع َم ُر ِفدَاكَ أ َ ِبي َوأمِي ُم َّر ِب َجنَازَ ٍة َفأثْن ُ ت فَقَا َل ْ سلَّ َم َو َج َب
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّٰللا َ ي ُّ علَ ْي َها ش ًَّرا فَقَا َل النَّ ِب
َ
ت لَهُ ْال َجنَّةُ َو َم ْن أَثْنَ ْيت ُ ْمْ َعلَ ْي ِه َخي ًْرا َو َجبَ ت فَقَا َل َم ْن أَثْنَ ْيت ُ ْم
ْ َعلَ ْي َها ش ًَّرا فَقُ ْلتَ َو َجب َ ت َو ُم َّر بِ َجنَازَ ةٍ فَأُثْن َِي ْ َفَقُ ْلتَ َو َجب
َّ ار أ َ ْنت ُ ْم شُ َهدَا ُء
ّٰللاِ فِي األرض ُ َّت لَهُ الن
ْ َعلَ ْي ِه ش ًَّرا َو َجب
َ
9
Mendengar Rasul seperti itu, para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apa
makna dari ucapanmu tadi”, maka Rasulpun menjawab: “Memang benar ya
Abu Bakar, sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang berbicara
tentang kebaikan dan keburukan seseorang melalui lisan anak-cucu Adam.”
Hal semacam ini dapat ditemukan misalnya dalam Hadits Al-Syuraid yang datang
kepada Rasul ketika Fathu Makkah dan berkata: “Saya bernazar jika Allah
memberikan keberhasilan kepada tuan dalam membebaskan kota Makkah, saya
akan shalat di Bait al-Maqdis”. Kemudian Rasul pun menjawab.
صًلة في مسجدي هذا أفضل من ألف: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:عن ابن الزبير رضي هللا عنهما قال
. وصًلة في المسجد الحرام أفضل من صًلة في مسجدي هذا بمائة صًلة،صًلة فيما سواه إْل المسجد الحرام
.رواه أحمد وصححه ابن حبان
فتتبع، فصلى فيها، احت َجر رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم حجرة ً بخصفِه:عن زيد بن ثابت رضي هللا عنه قال
((أفضل صًلة المرء في بيته إْل المكتوبة))؛ متفق عليه: وفيه، وجاؤوا يصلون بصًلته؛ الحديث،إليه رجال
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa point penting dari makalah ini, yaitu kita harus mengetahui
pengertian Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud, macam-macamnya dan juga fungsinya.
Karena, dengan memahaminya kita dapat tahu sebab-sebab ayat-ayat Al-Quran turun
atau hal-hal yang melatarbelakanginya. Tentu itu akan membuat kita lebih mengetahui
kejadian apa yang terjadi sehingga turunlah ayat-ayat yang indah itu.
Asbabul Wurud juga tak kalah menarik, harus kita pelajari dan kita kaji, apalagi
yang berniat untuk menjadi ahli tafsir. Akan sangat berpengaruh kedua materi ini untuk
membantu menafsirkan sebuah ayat, karena segala sesuatu memiliki alasan. Apalagi ini
Kalam Allah, dimana Dia (Allah) tak mungkin menurunkan hal yang sia-sia.
Kita harus mengetahui hikmah dari hukum di dalam turunnya suatu ayat Asbabun
nuzul dan Hadist yang disampaikan Rasulullah, yang menjelaskan bagaimana suatu
ayat Al-Qur`an turun beserta hukum syariat yang terkandung di dalamnya. Hal ini
menunjukkan adanya manfaat jika seseorang mengetahui dan mempelajari Asabun
Nuzul maka seseorang bisa memahami alasan mengapa suatu hukum islam
diberlakukan, tujuan dari hukum tersebut yang terkandung dalam ayat Al-Qur`an
sehingga akan melengkapi ilmu yang didapat dan bisa memahami lebih banyak dari
sekedar memebaca Al-Qur`an dan artinya. Selain itu hikmah dari hukum islam yang
terkandung dalam suatu ayat Al-Quran akan membuka hati kita bahwa ada kebaikan
dalam setiap aturan-aturan yang ada pada Al-Qur`an bagi kehidupan manusia, juga
penting sekali memahami Asbabul Wurud dalam mempelajari suatu hadits. Hal ini
karena hanya dengan memahami sebab - sebab adanya Hadist tersebut, kita bisa lebih
mengerti tentang maksud dari Hadist yang dipelajari. Orang tidak akan bisa menguasai
Ilmu Hadist secara sempurna tanpa mengetahui Asbabul Wurud, begitulah ucapan para
ulama Ahli Hadis.
B. Saran
Dengan adanya Ahli Hadist dan juga materi kali ini, diharapkan kita semua dapat
lebih dalam mempelajari mengenai Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud sehingga
fungsi-fungsi di atas dapat kita jalani di kehidupan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad. 1998. Studi Ilmu Al-Quran. Pustaka Setia. Bandung.
Anwar, Rosihon, Ulumul Quran. Cet, III. 2006. As-Suyuthi. Jalaluddin, Asbabun Nuzul. Alih
Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie. Pustaka Setia. Bandung.
Gema, Insani. Channa, AW. Dra, Liliek. 2008. Sebab-sebab Turunnya al-Qur’an. Cet.1.
Kopertais IV Press. Jakarta.
Ibn Manzhur, Lisanul Arab..., jilid III, hal. 456 dan Ibrahim Anis, dkk, al-Mu’jam..., jilid II,
hal. 1024.
K. H. Shaleh, Qamaruddin, M. D. Dahlan, Dkk. 2004. Asbabun Nuzul. Bandung.
Kurniasih, Maulana Dwi, Dyah Ayu Lestari, and Ahmad Fauzi. Hikmah Penurunan Al-Qur’an
Secara Berangsur. Mimbar Agama Budaya 1.1 (2020): 11-20.
lih. Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab, jilid I, hal. 458, hal. 456. lih. Ibrahim Anis dkk, al-Mu’jam
al-Wasith, jilid I, hal. 411
Suyuthi, Asbab Wurud al-Hadits, Libanon; Dar al-Kutub al-‘ilmiah, 1984, hal. 10.
Suyuthi, Asbabul Wurud..., hal. 11, lih. Nash Abu Hamid Abu Zaid, Tektualitas al-Qur’an
(terj.), Yogyakarta; LkiS, 2001, hal. 146. Definisi di atas adalah kiasan dari definsi
Asbab an-Nuzul dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, karya asy-
Suyuthi, hal. 4-3.
Totoks, Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, hal. 21.
12