Anda di halaman 1dari 16

AL-QUR’AN DAN PENGESAAN ALLAH DALAM KEPEMILIKAN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Perkuliahan Al-qur’an

Oleh:
Nisa Laelia Fitri
NIM:210601142

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan kemudahan kepada
penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini.Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad
SAW,keluarga,sahabat,serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dr.H.Muhammad Taufiq,Lc.,M.H.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Al-qur’an.Dalam
makalah ini penulis akan membahas definisi al-qur’an dan apa saja dalil-dalil al-qur’an yang
membahas tentang pengesaan Allah dalam kepemilikan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.H.Muhammad Taufiq,Lc.,M.H.I. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Al-qur’an yang telah memberikan tugas ini,sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan penulis.Tak luput juga rasa terimakasih kepada
orangtua,keluarga,dan handai taulan yang selalu memberikan motivasi dan dorongan bagi penulis.
Penulis berharap semoga makalah yang jauh dari kata sempurna ini dapat memberikan
manfaat kepada kita semua,terlebih manfaat dalam mempertebal iman kita semua.Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna,karena kesempurnaan hanya milik Allah semata.Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran para pembaca.

Mataram,15 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Cover

Kata
Pengantar…………………………………………………………………………….

Daftar isi……………………………………………………………………………..

BAB I:PENDAHULUAN

A.Rumusan Masalah…………………………………………………………………

B.Tujuan……………………………………………………………………………..

BAB II:PEMBAHASAN

A. Definisi Al-qur’an …………………………………………………………..


B. Definisi Pengesaan Allah SWT dan Penyekutuan Allah SWT……………...
C. Definisi Al-malik Dalam Asmaul husna……………….................................
D. Keterkaitan Al-malik Dan Alam Semesta ……………………………..........
E. Dalil-Dalil Tentang Kepemilikan Allah SWT …………………………........

BAB III:PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………..

B. Saran ………………………………………………………………….............

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Al-quran adalah kalam Allah yang mu’jiz,yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW,melalui perantara malaikat Jibri,yang tertulis dalam mushaf mulai
dari surah al-fatihah hingga surah an-nas,disampaikan oleh Raslullah secara
mutawatir dan membacanya bernilai ibadah.Al-quran memiliki banyak sekali fungsi
dan dalil-dalil hukum pula.Salah satunya yaitu dalil tentang pengesaan Allah yang
terdapat di surah Al-ikhlas,samping itu pula al-quran juga membahas dalil tentang
kepemilikan,yang dimaksud yaitu kepemilikan Allah.Dimana segala sesuatu di
dunia ini adalah milik Allah SWT.Manusia juga bisa memiliki sesuatu namun
manusia hanya memiliki sementara bukan untuk selamanya.

Intinya,segala sesuatu yang ada itu adalah milik Allah.Di


darat,bumi,udara,laut,hatta dalam perut bumi pun adalah milik Allah SWT.Allah
SWT tau pula akan segala sesuatunya di alam semesta ini.Karena Allah lah sang
penguasa tunggal alam semesta ini.

B.Rumusan Masalah

A. Apa definisi al-qur’an ?


B. Apa definisi pengesaan Allah swt dan penyekutuan Allah swt?
C. Apa definisi al-malik dalam asmaul husna?
D. Apa keterkaitan al-malik dan alam semesta ?
E. Apa dalil-dalil tentang kepemilikan Allah swt?

C.Tujuan

A. Untuk mengetahui definisi al-qur’an


B. Untuk mengetahui definisi pengesaan Allah swt dan penyekutuan Allah
swt
C. Untuk mengetahui definisi al-malik dalam asmaul husna
D. Untuk mengetahui keterkaitan al-malik dan alam semesta
E. Untuk mengetahui dalil-dalil tentang kepemilikan Allah
BAB II

PEMBAHASAN

A.Definisi Al-qur’an

Dalam buku Ulumul Quran seperti al-Burhan fi ‘Ulum Alquran karya Badruddin al-Zarkayi
dan al-Itqan fi ‘Ulum Alquran karya Jalaluddin al-Suyuthi, dijelaskan bahwa terdapat perbedaan
pendapat mengenai asal usul atau akar kata dari Alquran. Sebagian ulama berpendapat kata
Alquran tidak memiliki akar kata, ia merupakan nama khusus yang disematkan untuk menyebut
Kalam Allah Swt. Namun sebagian lain memandang kata Alquran berasal dari kata al-qaraa (‫)القرى‬
yang artinya mengumpulkan (al-jam’u). Makna “mengumpulkan” ini berdasarkan keyakinan
bahwa al-Quran mengumpulkan intisari dari kitab-kitab suci terdahulu.

Berbeda dengan al-Zarkasyi maupun al-Suyuthi, Abdul Azhim al-Zarqani dalam


bukunya Manahil al-‘Irfan berpandangan bahwa kata Alquran berakar dari kata qara’a yang
artinya “membaca”. Bila merujuk makna ini, maka Alquran berarti “bacaan” atau “yang dibaca”
(maqru’). Al-Zarqani melandaskan pendapat ini pada Q.S al-Qiyamah ayat 17-18:

َّ‫قرْ آنَهَّ فَاتبِ َّْع قَ َرأْنَاهَّ فَإِ َذا )( َوقرْ آنَهَّ َج ْم َعهَّ َعلَ ْينَا إِن‬
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.”

Menurut al-Zarqani pendapat yang menyebutkan Alquran berasal dari kata al-qaraa atau al-
qar’u berdasarkan pelafalan orang Arab Hijaz dulu yang membaca Alquran dengan al-Quraan
(tanpa hamzah). Padahal bagi al-Zarqani pelafalan yang membuang huruf hamzah ini hanya
kebiasaan saja (li al-takhfif), pada hakikatnya tetap menggunakan hamzah. Senada dengan al-
Zarqani, Taufik Adnan Amal juga berpandangan bahwa penghilangan hamzah pada kata Alquran
merupakan karakteristik pelafalan dialek Mekah atau Hijazi, dan juga terdapat pada karakter
penulisan aksara kufi awal yang tidak memakai hamzah.
Lalu bagaimana Alquran didefinisikan dari segi terminologi? Kita bisa mendapat jawabannya
dari penjelasan Muhammad ‘Abid al-Jabiri. Dari sekian definisi yang diuraikan al-Jabiri, penulis
cenderung memilih definisi sebagai berikut:

‫المتحدى بتالوته المتعبد بالتواتر إلينا المنقؤل المصحف في المكتوب محمد أنبيائه خاتم على المنزل تعالى هللا كالم هو القرآن‬
‫بإعجاءه‬
“Alquran adalah Kalam Allah Swt yang diturunkan kepada penghujung para Nabi, Muhammad
Saw, ditulis dalam mushaf, ditransmisikan secara mutawatir, menjadi ibadah dengan
membacanya, dan menjadi penentang/penguat dengan kemukjizatannya.”

B.Definisi Pengesaan

Pengesaan diambil dari kata esa yang berarti satu,tunggal.Pengesaan sendiri bisa diartikan
sebagai hanya menjadikan Allah sebagai tuhan satu satunya tanpa ada sekutu bagiNya. Entah itu
mengesakan Allah dalam dzat,sifat,dan perbuatanNya.Dzat,sifat,dan perbuatan Allah tidaklah
sama dengan dzat,sifat,dan perbuatan hambanya.Karena pencipta dan yang dicipta tidak akan
pernah memiliki kesamaan.Sebagaimana firmanNya dalam surah Asy-Syura ayat 11:

ْ ‫ْسَّ َك ِم ْثلِ ٖهَّش‬


َّ‫َيء‬ َ ‫لَي‬

‘‘Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia’’

Esa dalam bahasa arab yakni Al-Ahad.Dan Allah SWT dinamakan pula dengan Al-Ahad.Al
Ahad bermakna bahwa Allah SWT Maha Esa dalam berbagai hal. Artinya, tidak ada makhluk yang
memiliki sifat seperti Allah SWT karena ia Maha Esa atau disebut pula Yang Maha Tunggal.

Tidak hanya pada Asmaul Husna, Al Ahad juga disebut dalam firman Allah SWT yakni surat
Al Ikhlas. Surat tersebut menjadi bagian firman yang mulia karena di dalamnya terdapat penjelasan
khusus mengenai keesaan Allah SWT. Al Ahad dalam surat Al Ikhlas menjelaskan bahwa Allah
SWT tidak beranak dan diperanakkan, seperti yang berbunyi sebagai berikut.

َّ‫﴾َّلَ ْم‬٢﴿َّ‫﴾َّهللاَّالص َمد‬١﴿َّ‫قلْ َّه َوَّهللاَّأَ َحد‬

َّ‫﴾َّ َولَ ْمَّيَك ْنَّلَهَّكف ًواَّأَ َحد‬٣﴿َّ‫يَلِ ْدَّ َولَ ْمَّيولَ ْد‬
Artinya: Katakanlah, “Dia-lah Allâh, Yang Maha Esa. Allâh adalah Rabb yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.” (Al-Ikhlash 112:1-4)

Al Ahad menjadi penegasan bahwa Allah SWT adalah tunggal dan tidak ada Tuhan selain
diri-Nya yang pantas disembah. Selain itu, sifat tersebut dapat diartikan bahwa Allah SWT
melakukan penciptaan makhluknya tanpa bantuan dan hanya seorang diri. Al Ahad juga
menerangkan bahwa tidak ada yang setara dengan Allah SWT. Salah satu bagian dari Asmaul
Husna tersebut dapat menjadi refleksi umat Islam untuk melihat kembali makna Allah SWT Yang
Maha Esa.

Allah SWT sangat menegaskan bahwa diriNya adalah Tunggal,agar jangan sampai manusia
menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain entah itu benda hidup ataupun benda mati.Lawan
kata mengesakan Allah yakni menyekutukan Allah atau dalam bahasa arabnya disebut syirik.
Menyekutukan Allah SWT adalah sebuah dosa yang sangat besar yang tak akan terampuni kecuali
pelakunya tersebut bertobat dan tak akan mengulanginya lagi. Syirik pula adalah muara dari
berbagai kejahatan dan penyelewengan. Syirik juga merupakan rusaknya pikiran atau tingkah laku.

Sebagaimana firmanNya dalam surah An-Nisa ayat 48:

ٰ
َ ِ‫ّللا ََل َي ْغ ِف ُر اَنْ ُّي ْش َر َك ِبهٖ َو َي ْغ ِف ُر َما ُد ْو َن ٰذل‬
‫ك لِ َمنْ َّي َش ۤا ُء‬ َ ٰ َّ‫اِن‬
·
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni(dosa)karena mempersekutukanNya,dan Dia
mengampuni apa(dosa)selain syirik itu bagi siapa yang Dia kehendaki.

Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, ayat di atas menunjukkan bahwa
perbuatan syirik merupakan dosa yang terbesar karena bukti-bukti keesaan-Nya sedemikian
gamblang dan jelas terbentang di alam raya, bahkan dalam diri manusia sendiri. Allah SWT telah
menciptakanmanusia dalam keadaan memiliki potensi untuk mengenal-Nya dan memenuhi
tuntunan-tuntunan-Nya.Akan tetapi manusia masih saja berdalih untuk menyekutukan Allah SWT.

Secara definitif, syirik berasal dari bahasa Arab yang artinya perbuatan atau iktikad
menyekutukan Allah SWT dengan zat lain. Kata ‘syirik’ (َّ‫ ) ِشرْ ك‬berasal dari kata ‘syarika’ (َّ‫ك‬
َ ‫َر‬
ِ ‫)ش‬
yang berarti: berserikat, bersekutu, bersama atau berkongsi. Arti lughawi (bahasa) ini mengandung
makna bersama-sama antara dua orang atau lebih dalam satu urusan atau keadaan
Dilansir dari NU Online, syirik artinya juga penyandaran suatu perbuatan kepada selain Allah
SWT.

Di mana maknanya, jika seseorang menganggap bahwa suatu kejadian atau perbuatan dapat terjadi
secara mandiri tanpa campur tangan Allah SWT atau disandarkan kepada zat lain, maka ia sudah
jatuh pada dosa syirik. Syirik dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Syirik Besar

Syirik besar adalah perbuatan yang jelas-jelas menunjukkan sikap menyekutukan Allah SWT,
seperti menganggap bahwasanya ada Tuhan selain Allah, menyembah berhala, atau meyakini
keberadaan dewa-dewi sebagai tandingan Allah SWT.Perbuatan syirik besar juga dilakukan ketika
seseorang meminta doa atau munajat kepada selain Allah SWT, seperti ke pohon keramat,
memasang sesajen ke sungai, gua, dan sebagainya. Orang yang melakukan syirik besar
mengingkari sifat-sifat suci Allah SWT, seperti menganggap bahwa Allah memiliki anak,
meniadakan kekuasaan Allah, dan lainnya. Orang yang melakukan perbuatan syirik besar dengan
sengaja, maka statusnya sudah murtad dan tidak sah dianggap sebagai umat Islam.

2. Syirik Kecil

Syirik kecil juga dikenal dengan sebutan syirik tersembuyi karena seseorang sering kali tidak
sadar sudah melakukan perbuatan tersebut. Secara definitif, syirik kecil artinya menyandarkan
suatu kejadian kepada selain Allah SWT.Contoh syirik kecil adalah ketika seseorang menyatakan
bahwa: "Jika saya tidak ditolong oleh dokter itu, saya pasti akan mati.” Dari sini, komentar di atas
mengisyaratkan bahwa kesembuhannya dari penyakit atau kecelakaan disebabkan karena bantuan
dokter tersebut, serta tidak ada campur tangan Allah di dalamnya. Sering kali, syirik kecil
berbentuk riya, melakukan suatu perbuatan baik, termasuk ibadah, namun dengan tujuan ingin
dipuji atau dipandang baik oleh orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:“Sesungguhnya
yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya. Allah akan mengatakan
kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia, 'Pergilah
kepada orang-orang yang kalian berbuat riya kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan
mendapat balasan dari sisi mereka?',”

(H.R.Ahmad).

Perbuatan syirik, baik itu syirik besar ataupun syirik kecil diancam dengan dosa besar, serta
balasan pedih di neraka Jahanam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Bayyinah ayat
6:

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik [akan
masuk] ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk," (QS. Al-Bayyinah [98]: 6).

C. Definisi Al-Malik Dalam Asmaul Husna

Seperti yang kita pahami bahwa Allah SWT memilki 99 nama atau yang dikenal dengan
asmaul husna.Salah satu dari asmaul husna tersebut yang menjadi pembahasan kita kali ini adalah
Al-Malik.
Al-Malik secara umum diartikan dengan kata raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari
huruf Mim Lam Kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Kata al-
di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima kali dan biasanya diartikan dengan arti raja.
Dua dari ayat tersebut disandingkan kepada kata al- Haq yang berarti pasti dan sempurna. Hal ini
karena kerajaan Allah Swt abadi dan sempurna tidak seperti kerajaan manusia. Imam al-Ghazali
menyatakan kata al-Malik menunjukkan bahwa Allah Swt tidak membutuhkan kepada segala
sesuatu melainkan segala sesuatu membutuhkan diriNya.Tidak hanya itu bahkan segala wujud
yang ada di muka bumi ini bersumber darinya dan ia menjadi pemilik bagi seluruh wujud tersebut.
Dengan demikian Allah Swt adalah raja sekaligus pemilik. Kepemilikan Allah Swt sangat berbeda
dengan kepemilikan manusia. Kepemilikan manusia terbatas sementara kepemilikan Allah Swt
tidak terbatas. Sebagai misal bisa saja manusia memiliki mobil,rumah,perhiasaan,anak
cucu,tahta,gelar dll.Itu semua secara zahir memanglah milik manusia.Hanya saja dengan
kepemilikannya tersebut ia memiliki keterbatasan.Contoh kecil saja apabila sesuatu hal tersebut
hilang dari manusia,entah itu hilang karena di ambil oleh Allah ataupun hilang dan beralih kepada
manusia lainnya.Pasti kebanyakan manusia akan khawatir akan kehilangannya tersebut.Allah Swt
juga sebagai raja. Raja berarti Dzat yang memiliki hak mengatur terhadap diriNya maupun sosok
lain dengan kekuatan dan kekuasaannya. Manusia bisa saja menjadi raja tetapi tidak dapat menjadi
raja yang mutlak karena hal tersebut hanya milik Allah Swt.Manusia hanya bisa menjadi raja untuk
sesamanya namun manusia tidak bisa menjadi raja untuk makhluk lainnya,hanya Nabi Sulaiman
saja yang pernah Allah berikan kekuasaan baginya sebaga Raja dari manusia,binatang,dan
jin.Berbeda hal nya dengan Allah yang menjadi raja bagian seluruh alam.
Al-Malik artinya ialah yang memiliki sifat mutlak Maha Merajai/Menguasai.Berikut adalah
dalil tentang Al-Malik pada Al-Jumuah ayat 1:

ْ ‫يز‬
َّ‫َّال َح ِك ِيم‬ ْ ‫وس‬
ِ ‫َّال َع ِز‬ ْ ‫ك‬
ِ ‫َّالق ُّد‬ ْ ‫ض‬
ِ ِ‫َّال َمل‬ ِ ْ‫يَّاْلَر‬
ْ ِ‫تَّ َو َماَّف‬
ِ ‫ي َسبِّح ََِّلِلَِّ َماَّفِيَّالس َما َوا‬
Artinya: Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja,
Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Sifat Al-Malik yang berarti Menguasai biasa ditujukan kepada penguasa di bumi. Jikalau kita
menjadi pemimpin, kita harus memiliki sifat Al-Malik. Menjadi pemimpin dengan baik dan benar,
tidak sombong dan sewenang-wenang jika memimpin.Karena sifat sombong dan sewenang-
wenang akan dibenci oleh Allah SWT. Kita juga harus menyadari bahwa kekuasaan manusia
sangatlah terbatas. Karena pada akhirnya kekuasaan tersebut akan digantikan oleh orang lain, tidak
seperti kekuasaan Allah SWT yang bersifat abadi. Karena Dia-lah yang menguasai alam semesta
beserta bumi seisinya atau segalanya. Jadi kita pun adalah milik Allah SWT, jadi Dia-lah yang
berhak memerintah atau melarang sesuatu.Kita semua akan dikembalikan kepada Allah untuk
diberikan perhitungan atas segala amal kita selama masih hidup di dunia.

D.Keterkaitan Al-Malik Dan Alam Semesta

Alam semesta dalam persfektif Al-Quran dapat dipahami sebagai perbentangan unsur-unsur
yang saling mempunyai keterkaitan. Pada hakikatnya, alam semesta haruslah dipahami sebagai
wujud dari keberadaan Allah SWT, sebab alam semesta dan seluruh isinya serta hukum-hukumnya
tidak ada tanpa keberadaan Allah Yang Maha Esa. Alam semesta bukan hanya langit dan bumi
saja, tetapi meliputi semua yang ada, baik mencakup hal yang konkrit dan yang abstrak atau yang
tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Dimana dibagi menjadi dua alam, yaitu alam
syahadah dan alam ghaib. Dimana alam semesta ini memiliki kedudukan dalam
pandangan filsafat pendidikan islam, yaitu sebagai guru bagi manusia, dan juga sebagai tanda dari
keberadaan dan kekuasaan sang pencipta. Segala sesuatu termasuk langit dan bumi merupakan
ciptaan Allah Yang Maha Kuasa . Allah adalah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa
alam semesta serta pemeliharanya.Alam semesta ini menyerah kepada kehendak Allah dan memuji
Allah .Antara alam semesta (makhluk) dan Allah mempunyai keterikatan erat, Dan bahkan
meskipun mempunyai hukumnya sendiri, ciptaan amat bergantung pada pencipta yang tak
terhingga dan mutlak.
Segala sesuatu di alam semesta ini,bagaimanapun bentuknya itu semua adalah milik Allah
SWT.Kecil ataupun besar,di laut ataupun di darat,sedikit ataupun banyak,luas ataupun
sempit,nampak ataupun tak nampak,baik ataupun buruk,indah ataupun jelek,sempurna ataupun
cacat,semuanya itu hanya milik Allah SWT.Tak ada satupun hal yang luput dari pengawasan dan
ilmu Allah.Bahkan semut hitam di dalam kegelapan malam pun Allah tau.Segala yang terjadi di
alam semesta ini telah diatur oleh kuasa Allah SWT di dalam lauhul mahfuz jauh sebelum
penciptaannya.Di alam semesta ini pula berlangsung berbagai macam kehidupan makhluk,seperti
kehidupan manusia.Semua kehidupan di alam semesta ini saling berkaitan satu dengan yang
lainnya dan tidak bisa untuk memisahkan diri dari keterkaitan tersebut.Manusia membutuhkan
tumbuhan untuk dijadikan bahan sandang,pangan,dan papan.Tumbuhan pun membutuhkan tangan
manusia untuk tumbuh dengan baik.Bunga dengan kumbang atau lebah pun memilki keterkaitan
yang dimana kumbang atau lebah membantu bunga untuk penyerbukan dan bunga memberikan
nektarnya kepada kumbang atau lebah.Hewan pun memiliki peran pula dalam keberlangsungan
kehidupan manusia,karena hewan bisa dijadikan sebagai bahan pangan,sebagai kendaraan untuk
manusia,dan sebagai perhiasan,sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nah ayat 8:

‫َّو ْال َخ ْي َل َو ْال ِب َغا َل َو ْال َح ِمي َْر لِ َترْ َكب ُْو َها َو ِز ْي َن ًۗة َو َي ْخل ُ ُق َما ََل َتعْ لَم ُْو َن‬
Artinya:Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu tunggangi dan
(menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.

Begitu juga dengan manusia, selain Allah menciptakan alam, Allah juga menciptakan manusia,
yang mana akan berperan sebagai pemimpin atau pengendali dari alam semesta yang telah
diciptakan oleh Allah. Dan dalam pandangan filsafat pendidikan islam, manusia diciptakan
mempunyai kedudukan tertentu, yaitu sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana Allah
berfirman dalam surah Al-baqarah ayat 30 – 32. Dimana kedudukannya bisa lebih tinggi atau lebih
rendah dari segala apa yang ada di muka bumi ini. Dimana semua itu tergantung pada akhlak dan
akal ( ilmu ) nya.Sekali lagi ,manusia Allah ciptakan bukan hanya sebatas untuk tinggal saja di
muka bumi ini,akan tetapi Allah menciptakan manusia sebagai Khalifah atau penguasa,sehingga
manusia bisa menjadi washilah untuk menjaga milik Allah yang ada di muka bumi ini.Melalui
tangan manusialah alam semesta ini dapat terjaga ataupun malah sebaliknya.Manusia hanya
sebagai pemilik sementara dari alam semesta ini,bukan pemilik abadi.Yang artinya bisa saja apa
yang dimiliki manusia itu akan hilang dan pergi.
Alam semesta ini Allah ciptakan dengan sebuah tujuan yakni sebagai sarana untuk
menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan
kemahakuasaan Allah.Sehingga manusia bisa sadar dan paham bahwa Allah lah pemilik tunggal
dari segala sesuatu yang ada.Jangan sampai kita yang sebagai manusia beriman menganggap
bahwa alam semesta ini ada dengan sendirinya tanpa perlu pencipta dan pemula,sebagaimana
pemikiran para atheis yang tak percaya akan tuhan yang dimana mereka menganggap bahwa alam
semesta ini ada dengan sendirinya.Segala sesuatu sangat tak wajar bila muncul begitu saja,pastilah
ada yang menciptakannya.
Sebagimana pembahasan yang telah berlalu bahwa Allah adalah Al-Malik,maka kita harus
percaya bahwa Allah lah milik segala sesuatu ini dan kepada Allah pula akan dikembalikan
semuanya.Bukan hanya sekedar pemilik namun juga pengatur dan penjaga.Allah Maha Kuasa
mengatur segala kejadian di muka bumi ini.KIta sebagai makhlukNya yang memiliki segala
keterbatasan jangan sampai mengira bahwa apa yang kita miliki ini akan abadi milik kita untuk
selamanya.Bisa saja Allah menitipkan berbagai sesuatu itu kepada kita sebagai bentuk ujian
keimanan kita yakni apakah kita menjadi hambanya yang bersyukur atau malah sebaliknya
menjadi hambanya yang kufur.Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:

‫َوإِ ْذ َتأ َ َّذ َن َر ُّب ُك ْم َلئِنْ َش َكرْ ُت ْم ََلَ ِزيدَ َّن ُك ْم ۖ َولَئِنْ َك َفرْ ُت ْم إِنَّ َع َذ ِابي َل َشدِيد‬

Artinya: Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguhnya jika kalian
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Qurais Shihab dalam Tafsir Al Misbah
menjelaskan bahwa makna syukur ialah "menampakan". Dan ini berlawanan dengan kata kufur
yang berarti "menutupi". Jadi, syukur adalah menampakan nikmat dengan menggunakan sebaik-
baiknya dan sesuai dengan kehendak pemberi.
Lebih lanjut Quraish Shihab memaparkan, munculnya sikap kufur seperti rasa tidak puas hanya
akan menyisakan perasaan tersiksa bagi dirinya sendiri. Sikap ini adalah hal yang sia-sia karena
tidak menikmati kebesaran dan kekayaan yang dilimpahkan Allah SWT.

E. Dalil-Dalil Kepemilikan Allah

Umumnya segala sesuatu harus memiliki dalil atau bukti,agar orang-orang bisa percaya
dengan sepenuhnya.Begitupun halnya dengan pembahasan pada makalah ini juga memiliki dalil-
dalil yang bersumber dari Al-Qur’an.Begitu banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an yang membahas
tentang hal ini,namun yang saya cantumkan pada makalah ini hanya sebagian dari dalil-dalil
tersebut.

Beberapa diantaranya adalah:


1. Q.S Ali Imran ayat 109 yang berbunyi:

ٰ ٰ
ََّّ‫َّاْلموْ ر‬ ِ ٰ َ‫ضَّۗ َواِل‬
ْ ‫ىَّهللاَّترْ َجع‬ ْ ِ‫َّو َماَّف‬
ِ ْ‫ىَّاْلَر‬ َ ‫ت‬ ِ ‫َو ِ َٰلِلَِّ َماَّفِىَّالسمٰ ٰو‬
109. Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada
Allah segala urusan dikembalikan.

Dalam ayat Allah menerangkan bahwa Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan
di bumi Yang berhak melakukan apapun yang Dia kehendaki. Segala seuatu ada pada kekuasaan-
Nya dan kepada Allahlah tempat kembali segala urusan. Yang Maha Memberi balasan kebaikan
kepada pembuat kebaikan dan Membalas keburukan kepada pembuat keburukan.

2. Q.S Ali Imran ayat 189 yang berbunyi:


ٰ ٰ ‫َّو‬
َّ‫هللاَّع َٰلىَّكلَِّّ َش ْي ٍءَّقَ ِديْر‬ َ ‫ض‬
ٰ
ِ ‫َو ِ َٰلِلَِّم ْلكَّالسمٰ ٰو‬
ِ ۗ ْ‫تَّ َو ْاْلَر‬

189. Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Maksudnya yaitu milik Allah-lah seluruh kerajaan langit dan bumi dengan segala isinya, dan
Allah mahakuasa atas segala sesuatu terhadap ciptaan-Nya dengan memberinya kehidupan dan
rezeki, mengatur, mematikan, membalas, dan menghitung setiap amal perbuatan manusia.

3. Q.S Yunus ayat 65 yang berbunyi:

َّ‫َََّلِلَّ َج ِمي ًع‬ ْ ‫إَِّن‬


ِ ِ ‫َّٱل ِعزة‬
Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah.

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa keperkasaan dan kemenangan itu semuanya adalah
milik Allah. Tidak ada sesuatupun yang dapat mengalahkan-Nya.

4. Q.S Yunus ayat 66 yang berbunyi:

ْ ِ‫َّو َم ْنَّف‬
ِ ۗ ْ‫ىَّاْلَر‬
َّ‫ض‬ َ ‫ت‬ ٰ ٰ ِ ‫ْلَّاِن‬
ِ ‫ََّلِلَِّ َم ْنَّفِىَّالسمٰ ٰو‬ ٓ َ َ‫ا‬

“Ingatlah, milik Allah meliputi siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi”.

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya milik Allahlah siapa, makhluk berakal
yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi, yakni manusia, seluruhnya berada dalam kekuasaan-
Nya.

5. Q.S Al-Munafiqun ayat 7 yang berbunyi:

ِ ْ‫تَّ َو ْٱْلَر‬
َّ‫ض‬ ِ ‫َلِلَّ َخ َزآ ِئنَّٱلس ٰ ََّم ٰ َو‬
ِ ِ ‫َو‬
“Padahal milik Allahlah perbendaharaan langit dan bumi. Akan tetapi, orang-orang munafik itu
tidak mengerti”. Makna ayat ini yakni kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi.Allah
memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki, menahan rizki dari siapa saja yang
dikehendaki, memudahkan sebab-sebab rizki untuk siapa saja yang dikehendaki dan mempersulit
sebab-sebab rizki untuk siapa saja yang dihendaki.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Al-quran adalah pedoman hidup manusia,wajar saja bila al-quran membahas semua aspek
kehidupan manusia.Definisi dari Al-qur’an sendiri pula yakni bacaan atau yang dibaca.Salah satu
dalil di dalam al-qur’an adalah dalil tentang keesaan dan kepemilikan Allah.Yang dimana Allah
menyebutkan bahwa dirinya esa dan Allah berkuasa atas segala yang ada,karena Allah-lah pemilik
sejati segala sesuatu.

B.Saran

Penulis hanya sampai pada pembahasan ini.Penulis sadar dan paham bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna dan masih memilki banyak kekurangan.Penulis akan terus memperbaiki tulisan
ini sebagai pembelajaran untuk penulisan makalah selanjutnya.Saran dan masukan dari para
pembaca sangat penulis butuhkan sebagai bekal pengoreksiaan diri untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Quraish Shihab.2002,Tafsir Al-Misbah.Jakarta.Lentera Hati.

https://m.merdeka.com/jatim/ketahui-pengertian-syirik-beserta-jenis-dan-contohnya-pahami-
agar-tak-terjerumus-

https://binus.ac.id/character-building/2020/05/alam-semesta-menurut-pandangan-islam-2/

https://passinggrade.co.id/al-malik-artinya/

https://tafsiralquran.id/mengenal-pengertian-al-quran/

Anda mungkin juga menyukai