Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH USHUL FIQH

AL-QUR’AN SEBAGAI DALIL

Dosen Pembimbing : H. Edi Darmawijaya, S.Ag., M.Ag


DI

OLEH :

Ihsanul Ramazil (180102114)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM UIN ARRANIRY
DARUSSALAM BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiat allah swt yang telah memberikan rahmat serta
karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.

Shalawat beriringan salam kepada junjungan alam nabi besar Muhammad saw, para
keluarga, sahabat, dan para ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin yang senantiasa membimbing
umat menjalankan syariat islam, jalan menuju ridha allah.

Makalah ini berisikan informasi tentang “Al-Quran sebagai Dalil”. Kami menyadari bahwa
terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pada pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 21 september 2019

Ihsanul Ramazil
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….. i

DAFTAR ISI…………………………………………………........... ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1

A. Latar belakang………………………………………………. 1

B. Rumusan masalah……………………………………………… 1

C. Tujuan ………………………………………………............ 1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………… 2

A. Pengertian Al-Quran………………………………………… 2

B. Pengertian Dalil ………………………………………........... 2

C. Al-Quran merupakan Dalil dan Zanni………………………… 5

D. Al-Quran sebagai Dalil Khulli dan Juz’i……………………… 6

E. Keotentikan Al-Quran……………………............................. 6

BAB III PENUTUP ……………………………………………….. 7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al Quran adalah merupakan teks yang selalu mendapatkan porsi dominan di setiap
pembahasan tentang kitab suci, sejak awal diturunkannya hingga saat ini, baik oleh penganut
agama Islam sendiri maupun oleh kalangan di luar agama Islam.Dalam kajian hukum Islam, Al-
Qur’an menempati urutan pertama sebagai sumber penetapan hukumnya. Al-Qur’an adalah dalil
pertama dan utama dalam pembentukan hukum Islam.

Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah,
karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi tidak
mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah
yang dapat ditimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan
hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an
untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Al Qur’an?
2. Bagaimana keotentisan dari Al-Qur’an?
3. Dalam segi apa saja yang menjelaskan tentang Al-Quran?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui unsur yang menjelaskan hakikat Al-Quran.
2. Mengetahui keotentikan Al-Quran.
3. Mengetahui hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran
AlQur’an adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat
jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin ‘Abdullah dengan lafazh yang berbahasa arab dan
makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujjah bagi rasul atas pengakuannya sebagai
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi
qurbah dimana merek beribadah dengan membacanya

Adapun menurut Muhammad Ali as-Shabuni adalah sebagai berikut:


Yang artinya: Alqur’an ialah firman Allah yang merupakan mukjizat, yang diturunkan
kepada “penutup para nabi dan rasul” (Muhammad SAW) melalui malaikat jibril, termaktub di
dalam mushhaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, di mulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nash.

Dari definisi diatas dapatlah disimpulkan bahwa pada hakikatnya Alquran itu adalah
sebagai berikut:
a. Merupakan wahyu yang difirmankan Allah SWT baik makna maupun lafalnya.
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
c. Bahasa Alqur’an adalah bahasa Arab.
d. Diriwayatkan secara mutawatir.

B. Pengertian Dalil
Dalil secara etimologis berarti sesuatu yang dapat member petunjuk kepeda yang
dirasakan atau yang dipahami. Sedangkan secara terminology Ushul fiqih dalil hukum adalah:

Dalil Adalah sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang dengan menggunakan
pemikiran yang benar untuk menetapkan hukum yang syara’ yang bersifat amali, baik secara
qath’i maupun dzanni. Dalil hokum, ushul al-ahkam, al-mashadir al-tasyri’iyah li al-ahkam.
Lafaz-lafaz tersebut mempunyai arti yang sama. Yang dimaksud dengan dalil hukum yaitu Dalil-
dalil syariah yang dapat mengistinbathkan hukum syariah. 

Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:


a. Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan as Sunnah.
b. Dalil aqli, yaitu dalil-dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi dengan
menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad.
Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari
Alquran dan al-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam Alquran dan Al-
Sunnah

Dari segi penjelasan al-Qur’an terbagi kepada beberapa cara yaitu:

1. Secara juz’i (terperinci) yaitu al-Qur’an menjelaskan suatu permasalahan secara jelas


sehingga dapat dilaksanakan apa adanya, meskipun tidak dijelaskan Nabi dengan sunnahnya.
Seperti ayat-ayat tentang kewarisan, sanksi hukum terhadap penzina. Dari segi kejelasan ayat
tersebut termasuk ayat muhkamat.
2. Secara kulli (global) yaitu penjelasan al-Qur’an terhadap suatu hukum secara garis besar,
sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya. Seperti dalam masalah shalat
tidak disebutkan berapa kali dalam sehari semalam dikerjakan, berapa rakaat dalam satu kali
shalat. Untuk hukum-hukum yang penjelasannya bersifat global Rasulullah bertugas
memberikan penjelasan, membatasi dan mengkhususkannya.
3. Secara isyarah. Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang secara lahir
disebutkan di dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat, di samping itu juga
memberikan kepada pengertian secara isyarat kepada maksud yang lain. Dengan demikian
satu ayat al-Qur’an bisa memberikan beberapa maksud. Seperti firman Allah dalam surat al-
Baqarah ayat 233 “dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf”. Ayat tersebut mengandung arti adanya kewajiban suami untuk
memberikan makan dan pakaian kepada istrinya. Tetapi dibalik pengertian itu mujtahid
menangkap isyarat adanya kemungkinan maksud lain yang terkandung yaitu nasab seorang
anak dihubungkan kepada ayahnya

Adapun al-Qur’an jika ditinjau dari segi menunjukkan apa yang dikandungnya itu berupa
hukum, maka dapat dibagi atas dua bagian yaitu:

Pertama: Nash qath’i yaitu dalil yang menunjukkan arti yang dapat dipahami dengan


jelas. Contohnya firman Allah yang berbunyi “dan untuk kamu adalah separoh dari apa yang
ditinggalkan perkawinan itu, jika perempuan itu tidak mempunyai anak”.Qath’i yang dimaksud
dalam ayat ini adalah kewajiban suami dalam hal ini adalah separuh, bukan yang lainnya. Contoh
lainnya dalam hal laki-laki dan wanita yang berzina. Maka qath’i ini menunjukkan bahwa
hukuman bagi orang yang melakukan perzinaan adalah seratus kali cambuk, tidak lebih dan tidak
kurang.

Kedua: Dalil zhanni yaitu nash yang menunjukkan kepada banyak arti, ada kemungkinan


bisa ditakwilkan dan keluar dari arti yang satu ke arti yang lain. Seperti Firman Allah yang
berbunyi "Perempuan-perempuan yang diceraikan oleh suaminya harus menunggu tiga kali
quru”.

Lafadz quru  'dalam bahasa Arab adalah musytarak.  Di sini quru' memiliki dua arti yaitu


masa suci dan haid. Jadi ayat ini dari segi dalilnya tidak qath'i, karena itu maka dalam hal ini ada
perbedaan pendapat para mujtahid tentang iddah perempuan yang diceraikan oleh suaminya, ada
yang mengatakan tiga kali haid dan ada pula yang mengatakan tiga kali suci. 

Lafadz-lafadz musytarak, 'am, muthlak dan yang semacam dengannya


mengandung dalalah yang zhanni karena meskipun menunjukkan suatu arti tetapi ada
kemungkinan kepada pemahaman yang lain. Di dalam hukum Islam suatu dalil yang
bernilai qath'i wurud dan dalalah yang tertinggi nilainya dan merupakan suatu pegangan yang
mutlak di dalam suatu hukum serta bukan lapangan ijtihad, sedangkan yang zhanni merupakan
lapangan ijtihad dan hasil ijtihad pun bernilai zhanni juga.

Berikut Definisi yang mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Qur`an yaitu:
Al-Qur`an berbentuk lafaz, mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah melalui
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk makna dan dilafazkan oleh nabi dengan
ibadahnya sendiri.

Al-Qur`an itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Qur`an yang
dialih bahasakan kepada bahasa lain atau yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah Al-
Qur`an karenanya shalat yang menggunakan terjemaahan Al-Qur`an tidak sah.

Al-Qur`an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ini mengandung arti bahwa
wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al-Qur`an , tetapi
apa yang dihikayatkan dalam Al-Qur`an tentang kehidupan dan syariat yang berlaku bagi umat
terdahulu adalah Al-Qur`an.
C. Al-Qur’an Merupakan Dalil dan Zhanni
Al-Qur’an yang diturunkan secara mutawattir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti
benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Al-Qur’an adakalanya bersifat qath’I dan
adakalanya bersifat zhanni (relatif benar).

Ayat yang bersifat qath’I adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan
tidak bisa dipahami makna lain darinya. Ayat-ayat seperti ini misalnya, ayat-ayat waris,  hudud,
dan kaffarat

Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-
Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan. Misalnya,
lafal musytarak (mengandung pengertian ganda) yaitu kata quru’ yang terdapat dalam surat Al-
Baqarah ayat 228. Kata Quru’ merupakan lafal musytarak yang mengandung dua makna, yaitu
suci dan haid. Oleh sebab itu, apabila kata quru’ diartikan suci, sebagimana yang dianut ulama
Syafi’iyah adalah boleh (benar), dan jika diartikan dengan haid juga boleh (benar) sebagaimana
yang dianut ulama Hanafiah.

D. Al-Qur’an sebagai Dalil Kulli dan Juz’I

Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang


terkandung di dalamnya dengan cara:

1. Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang


berkaitan dengan masalah akidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah
pidana hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut para ahli ushul fiqih
disebut sebagai hukum ta’abbudi yang tidak bisa dimasuki oleh logika.
2. Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum
, dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali sehari dikerjakan,
berapa rakaat untuk satu kali shalat, apa rukun dan syaratnya. Demikian juga dalam masalah
zakat, tidak dijelaskan secara rinci, dan berapa benda yang wajib dizakatkan, berapa nisab
zakat, dan berapa kadar yang harus di zakatkan. Untuk hukum-hukum yang bersifat global,
umum dan mutlak ini, Rasulullah Saw, melalui sunnahnya, bertugas menjelaskan,
mengkhususkan, dan membatasi
E. Keotentikan Al-Quran
Al-Quran memeperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu
diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah. Dan ia
adalah kitab yang selalu dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun
(sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah pemelihara-pemelihara-Nya) QS
15:9
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar
kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-
mahkluk-Nya, terutama manusia.1

1 M. Quraish shihab,Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan, Bandung, 2013, hal. 27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Sumber (masdar) merupakan referensi utama dalam menetapkan hukum Islam, dan ini
hanya meliputi al-Qur'an dan hadits. Sedangkan dalil merupakan suatu indikator yang dijadikan
landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara 'yang bersifat praktis, ini selain al-
Qur'an dan hadits juga ijma', qiyas, istihsan, maslahah mursalah dan lainnya.

AlQur’an adalah kalam allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat
jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin ‘Abdullah dengan lafazh yang berbahasa arab dan
makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujjah bagi rasul atas pengakuannya sebagai
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi
qurbah dimana merek beribadah dengan membacanya

Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi perhatian utama
atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika mereka berhadapan dengan
persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya. Demikianlah Allah menjamin keotentikan
Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta
berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-mahkluk-Nya, terutama manusia.

Anda mungkin juga menyukai