Anda di halaman 1dari 9

BAGAIMANA

METODE NALAR
DALAM AL-QURAN?
Metode Nalar Dalam Al-qur’an
Syaikh Muhammad al-Ghazâlî dalam bukunya “ Berdialog dengan
Al-Qur’an”  membagi metode memahami Al-Qur’an menjadi
dua,yaitu metode klasik dan metode modern.
• Metode-Metode Klasik Memahami Al-Qur’an
Kajian-kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai
sastra, Fiqh, kalam, aspek sufistik-filosofisnya, pendidikan, dan
sebagainya. Ada beberapa macam kecenderungan penggunaan
metode kajian yang dilakukan oleh para ulama salaf, diantaranya
adalah kajian teologis, yaitu kajian yang cukup radikal dan
menyentuh masalah-masalah hukum dengan tokohnya Asy-Syatibî.
Ada juga yang disebut dengan metode atau kajian sophistic, yang
mengkaji masalah-masalah seputar ketenangan jiwa, ketenangan
hati, dan kadang juga menyentuh masalah akhlak dan perilaku
psikologis serta hubungan dengan Allah SWT.
• Metode Modern Memahami Al-Qur’an
Menurut Syaikh Muhammad al-Ghazâlî, ada beberapa
kajian terhadap Al-Qur’an : ada yang menggunakan
pendekatan Atsariyyîn atau disebut juga dengan tafsir
bil Ma’tsûr. Kajian semacam ini dapat kita lihat dalam
kitab tafsir Ibnu Katsir. Metode ini pernah digunakan
oleh Ibnu Jarir Ath Thabarî.Ada juga tafsir yang
mengambil spesialisasi fiqhiyyah yang membahas ayat-
ayat hukum untuk menyimpulkan metode-metode
pengambilan hukum. Dengan kata lain, hanya
menitikberatkan pada masalah-masalah hukum syar’ie
saja.
Metode Memahami Al-quran
1. Memahami ayat dengan ayat
Menafsirkan satu ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, adalah jenis
penafsiran yang paling tinggi.Karena ada sebagian ayat Alquran itu menerangkan
makna ayat-ayat yang lain.Contohnya ayat, yang artinya : 
“ Ketahuilah,sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak pernah merasa cemas dan
tidak pula Merasa bersedih hati.” [QS.Yunus : 62]. Auliya’ (wali-
wali), ditafsirkan dengan ayat berikutnya yang artinya :“ Yaitu orang-orang
yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.”[QS.Yunus : 63].Berdasarkan
tersebut maka setiap orang yang benar-benar mentaati perintah-perintah Allah dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya, maka mereka itu adalah Wali Allah.
Tafsiran ini sekaligus sebagai bantahan orang-orang yang mempunyai anggapan,
bahwa Wali itu ialah orang yang mengetahui perkara-perkara ghaib, memiliki
kesaktian, di atas kuburnya terdapat bangunan kubah yang megah, atau
keyakinan-keyakinan yang bathil yang lain. Dalam hal ini, Karomah bukan
sebagai syarat untuk membuktikan orang itu wali atau bukan. Karena Karomah itu
bisa saja tampak bisa juga tidak.
2.  Memahami Al-Qur’an dengan hadist yang shahih

Menafsirkan ayat Alquran dengan hadits shahih sangatlah


penting, bahkan harus. Allah menurunkan Alquran kepada
Rasulullah tidak lain supaya diterangkan maksudnya kepada
semua manusia. Firman Allah, yang artinya : “Dan Kami
turunkan Alquran kepadamu (Muhammad) supaya kamu
terangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka agar mereka pikirkan.” [QS. An-Nahl : 44].
Rasulullah bersabda yang artinya : “ Ketahuilah, aku sungguh
telah diberi Alquran dan yang seperti Alquran bersama-
sama.” [HR. Abu Daud].
3. Memahami ayat dengan pemahaman sahabat
Merujuk kepada penafsiran Sahabat terhadap ayat-ayat
Al Qur’an seperti Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud
sangatlah penting sekali untuk mengetahui maksud suatu
ayat. Karena, disamping senantiasa menyertai
Rasulullah, mereka juga belajar langsung dari Beliau.
Berikut ini contoh Tafsir dengan ucapan Sahabat, tentang
ayat yang artinya : 
“ Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di
atas ‘Arsy.” [QS. Thaha : 5].
Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Baari
berkata, Menurut Ibnu ‘Abbas dan para Ahli Tafsir
lain, Istria itu maknanya Irtafa’a (naik atau meninggi).
4. Harus mengetahui gramatika bahasa arab
Tidak di ragukan lagi, untuk bisa memahami dan menafsirkan
ayat-ayat Alquran , mengetahui gramatika bahasa arab sangatlah
penting. Karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab.
Firman Allah yang artinya : “ Sungguh kami turunkan Alquran
dengan bahasa Arab supaya kamu memahami.” [QS. Yusuf : 2].
Tanpa mengetahui bahasa arab, tidak mungkin bisa memahami
makna ayat-ayat Al qur’an. Sebagai contoh ayat : Tsummas tawaa
ilas samaa’i. makna Istria ini banyak di perselisihkan. Kaum
Mu’tazilah mengartikannya menguasai dengan paksa. Ini jelas
penafsiran yang sangat keliru. Tidak sesuai dengan bahasa arab.
Yang benar, menurut pendapat para Ahli Sunnah Wal
Jama’ah, Istiwaa artinya ‘ala wa Irtafa’a (meninggi dan
naik). Karena Allah mensifati dirinya dengan Al-‘Ali (Maha
Tinggi).
5. Memahami nash Al-Qur’an dengan asbabul nuzul
Mengetahui Asbabun Nuzul (peristiwa yang melatari
turunnya ayat) sangat membantu sekali dalam memahami
Alquran dengan benar.
Sebagai contoh, ayat yang artinya : “ katakanlah :
panggilah mereka yang kamu anggap sebagai (Tuhan)
selain Allah, mereka tidak akan meiliki kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula
memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu juga
mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara
meraka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan Rahmat-Nya, serta takut akan Adzb-Nya.
Karena adzab Tuhanmu itu sesuatu yang mesti ditakuti.”
[QS.Al-Israa’ :56-57].

Anda mungkin juga menyukai