Anda di halaman 1dari 10

AL-QUR’AN

1. Bagaimana cara merasakan nikmatnya mukjizat Alquran?


Jawab:
Untuk bisa merasakan kemukjizatan Alquran dapat melalui beberapa pendekatan.
Mukjizat yang berkenaan dengan redaksi dapat kita pahami melalui pendekatan sastra Arab,
analisis terhadap bilangan atau angka. Sedangkan kemukjizatan yang terkait dengan isi, dapat
dipahami melalui pendekatan hukum, sains dan teknologi, hal-hal yang gaib, baik gaib pada
masa lalu maupun akan datang, seperti janji dan ancaman Tuhan, maupun pendekatan ilmu-
ilmu lain. Di sini diperlukan kesiapan orang yang ingin menangkap mukjizat itu. Sebab kalau
tidak ada kesiapan/kesediaan untuk menerima, seberapa banyak mukjizat pun tidak akan ia
rasakan.

2. Apakah diperbolehkan membaca Al-Qur’an tanpa memahami artinya?


Jawab:
Ya, dibolehkan bagi orang mukmin laki dan perempuan membaca Al-Qur’an meskipun
tidak memahami maknanya. Akan tetapi dianjurkan baginya mentadaburi dan memikirkan
sampai dia memahaminya. Juga merujuk ke kitab-kitab tafsir jika dia dapat memahaminya.
Kembali ke kitab-kitab tafsir, kitab-kitab bahasa Arab agar dapat mengambil faedah dari hal
itu. Menanyakan ahli ilmu Jika ada yang bermasalah. Maksudnya adalah mentadaburinya.
Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ِ ‫اركٌ ِليَدَّب َُّروا آيَاتِ ِه َو ِليَتَذَ َّك َر أ ُ ْولُوا ْاْل َ ْلبَا‬
((29 :‫ب (سورة ص‬ َ َ‫ِكتَابٌ أَنزَ ْلنَاهُ إِلَيْكَ ُمب‬
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)
Seorang mukmin hendaknya mentadaburi, maksudnya memperhatikan bacaan dan
memikirkan maknanya. Dan memahami maknanya, dengan begitu, dia dapat mengambil
manfaatnya. Jika tidak dapat mengambil manfaat makna secara sempurna, dia telah
mengambil manfaat makna yang banyak. Maka perlu membaca dengan tadabur dan
memahami. Bagitu juga bagi seorang wanita. Mentadabburi Al-Quran agar dapat mengambil
manfaat dari firman Tuhannya serta mengetahui maksudnya dan mengamalkannya. Allah
subhanahu berfirman:
ٍ ‫أَفَ ََل َيتَدَب َُّرونَ ْالقُ ْرآنَ أ َ ْم َعلَى قُلُو‬
((24 :‫ب أَ ْقفَالُ َها (سورة محمد‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?.”
(QS. Muhammad: 24)
Tuhan kita Azza Wajalla menganjurkan dan mengajak untuk memahami dan mentadaburi
Kalam-Nya Subhanahu. Kalau seorang mukmin laki dan perempuan membaca Kitab Allah,
maka dianjurkan keduanya untuk mentadaburi dan memahaminya serta memperhatikan apa
yang dibacanya. Agar dapat mengambil manfaat dan memahami Kalam Allah. Dan
mengamalkan dengan apa yang diketahui dari Kalam Allah. Dalam hal ini, dapat meminta
bantuan dari kitab-kitab tafsir yang dikarang para ulama seperti tafsir Ibnu Katsir, tafsir Ibnu
Jarir, tafsir Al-Bagowi, Tafsir Syaukani dan kitab tafsir lainnya. Dapat mengambil manfaat
juga dari kitab-kitab bahasa Arab. Begitu juga bertanya kepada ulama yang dikenal
mempunyai ilmu dan memiliki keutamaan untuk menanyakan berbagai masalah.”

3. Kenapa Alquran tidak disusun sesuai dengan urutan turunnya surah, seperti surah
pertama al-Alaq?
Jawab:
Sistematika penyusunan Alquran ditetapkan langsung oleh Allah, bukan berdasar waktu
turunnya. Penyusunan urut-urutan ayat dan surat-suratnya sedemikian rupa, sehingga —
walaupun berbeda-beda waktu turunnya— masing-masing memiliki hubungan keterkaitan
yang sangat erat, bagaikan rantai yang sulit ditetapkan mana ujung dan mana pula
pangkalnya. Demikian penjelasan singkat, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab. Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

4. Bagaimana sebaiknya sikap kita saat ada orang membaca Alquran? Lalu apa yang kita
lakukan ketika sedang menyimak orang yang membaca Alquran tapi banyak ayat yang
dibaca tidak sesuai ilmu tajwid?
Jawab:
Sebaiknya kita diam (tidak berisik) dan mendengarkan dengan baik. Dalam Alquran
surah al-A’raf (7(: 204 Allah berfirman: "Dan apabila dibacakan Alquran, maka
dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat."
Kalau memang kita tahu bacaannya salah atau keliru, kita harus mengingatkan. Tentu
dengan cara yang santun, tidak menggurui, apalagi sampai menimbulkan ketersinggungan.
(Yunan Yusuf, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

5. Bisakah membaca Alquran saat haid?


Jawab:
Menurut Dawud bin Ali, boleh memegang Mushaf Alquran, walaupun dalam keadaan
tidak berwudu, atau sedang dalam keadaan haid dan nifas, baik Muslim, Yahudi maupun
Nasrani. Pendapat kedua—menurut satu riwayat—dianut oleh Imam Abu Hanifah. Pendapat
ini membolehkan seorang Muslim yang tidak berwudu untuk memegang Alquran.
Pendapat ketiga dianut oleh mayoritas ulama, antara lain Imam Malik dan Syafi'i. Alasan
mereka bukan hanya penafsiran ayat di atas, melainkan juga beberapa hadis Nabi SAW. Di
antara ulama penganut pendapat ketiga ini, ada yang membolehkan memegang Alquran tanpa
berwudu, selama tidak dipegang secara langsung, misalnya dengan alas atau terbungkus.
Mereka juga membenarkan wanita yang sedang haid membaca wirid atau doa yang
berupa ayat-ayat Alquran. Oleh karena itu, ketika itu, dia dinilai membaca doa atau wirid,
bukan membaca Alquran. Atas dasar ini, pula kita dapat berkata bahwa seseorang yang
membaca Alquran atau menulis ayat-ayat dalam rangka ujian juga dapat dibenarkan.
Rasulullah SAW pernah menulis surat kepada Kaisar, yang berisi ayat-ayat Alquran.
Tentu surat tersebut dibaca atau dipegang oleh Kaisar atau 'sekretarisnya' yang bukan
Muslim. Ini salah satu bukti bahwa dalam hal-hal tertentu, boleh saja membaca atau
memegang Alquran, walaupun tidak dalam keadaan suci atau bersuci.
Memang semua pendapat yang dikemukakan di atas tujuannya adalah memberi
penghormatan terhadap kitab suci Alquran, sehingga selama penghormatan telah terpenuhi,
maka syarat utama telah terpenuhi pula. Wallahu a'lam.
SUNNAH
1. Jelaskan pengertian sunnah!
Jawab:
Sunnah berasal dari bahasa arab yang secara etimologis berarti’ jalan yang biasa dilalui”
atau “cara yang senantiasa dilakukan “ , atau “kebiasaan yang selalu dilaksanakan”, apakah
kebiasaan atau cara itu sesuatu kebiasaan yang baik atau buruk.
Secara terminologis(dalam istilah sari’ah(, sunnah bisa dilihat dari tiga bidang ilmu,
yaitu dari ilmu hadist, ilmu fiqh dan ushul fiqih.
Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan ataupun
yang sejenisnya (sifat keadaan atau himmah).
Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah “ segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
SAW, berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum”.

2. Sebutkan dan jelaskan fungsi sunnah dalam kedudukan sebagai sumber dan dalil
hukum kedua?
Jawab:
Dalam kedudukan sebagai sumber dan dalil hukum kedua, sunnah menjalankan fungsinya
sebagai berikut:
a. Bayan ta’kid
Bayan Ta’kid yaitu menetapkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam
Al-Qur’an. Dalam ini sunnah hanya seperti mengulangi apa yang dikatakan Allah dalam
Al-qur’an. Contohnya Allah berfirman:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (QS.al-Baqarah:110)
b. Bayan tafsir
Bayan Tafsir yaitu memberikan penjelasan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an, atau
terperinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar, memberi
batasan terhadap apa yang disampaikan Allah secara mutlak.
Perintah shalat disampaikan Al-qur’an dalam arti yang ijmal, yang masih samar, artinya
karena dapat saja dipahami dari padanya semata doa sebagai yang dikenal secara umum
pada waktu itu. Kemudian Nabi melakukan perbuatan shalat secara jlas dan
terperincidan menjelaskan kepada umatnya:
“inilah shalat dan kerjakanlah shalat itu sebagai mana kamu lihat aku mengerjakannya.”
Dalam Al-Qur’an secara umum dijelaskan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan
adalah ahli waris bagi oang tuanya yang meninggal(QS.an Nisa’:7( sunnah Nabi
membatasi hak warisan itu hanya kepada anak-anak yang bukan penyebab kematian
orng tuanya itu, dengan ucapan: pembunuh tidak dapat mewarisi orang yang
dibunuhnya”.
c. Bayan Tasyri
Bayan Tasyri yaitu menetapakn suatu hukum dalam sunnah yang secara jelas tidak di
sebutkan dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa sunnah menetapkan
sendiri hukum yang tidak ditetapakn Al-Qur’an.
Seperti al-Qur’an menjelaskan tidak bolehnya mengawini dua perempuan yang
bersaudara dalam waktu yang sama. (QS: an-Nisa:23). Sunnah Nabi memperluas hal itu
dengan ucapan: “Tidak boleh memadu seseorang dengan bibinya atau dengan anak
saudaranya”. Al-qur’an melarang mengawini perempuan yang mempunyai hubungan
nasab. Sunnah Nabi memperluas laranngan mengawini saudara sepersusuan. Larangan
karena sebab susuan , disamakan dengan larangan karena sebab hubungan nasab.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas apa yang ditetapkan tersendiri oleh
sunnah itu, pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung Allah
dalam Alqur’an atau memperluas apa yang disebutkan Allah secara terbatas.
Umpama Allah SWT menyebutkan dalam al-Qur’an tentang haramny memakan
bangkai, darah, daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak dengan menyebut nama
Allah(QS. Al-Maidah:3). Kemudian mengatakan “haramnya setiap binatang buas yang
bertaring dan kukunya mencekam’. Larangan ini secara lahir dapat dikatakan sebagai
hukum baru yang ditetapkan oleh Nabi. Sebenarnya larangan Nabi itu hanyalah
penjelasan terhadap larangan Allah memakan sesuatu yang kotor (QS. Al-a’raf:33(.

3. Jelaskan hubungan assunah dengan alqur’an ditinjau dari segi penggunaan hujjah
dan pengambilan hukum-hukum syri’at
Jawab:
Hubungan assunah dengan alqur’an ditinjau dari segi penggunaan hujjah dan
pengambilan hukum-hukum syri’at adalah bahwa assunnah itu sebagai sumber hukum yang
sederajat lebi rendah dari pada alqur’an, artinya ialah bahwa seorang mujtahit dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa tidak akan mencari dalam assunnah lebih dahulu,
kecuali bila ia tidak mendapatkan ketentuan hukumnya didalam alqur’an hal itu di sebabkan
karena alqur’an menjadi dasar perundang-undangan dan sumber hukum yang pertama.
Apabila ia memperoleh ketentuan hukum yang dicarinya didalam alqur’an harus diikutinya
dan apabila tidak mendapatkannya, maka ia harus mencari dalam assunnah dan bila ia
mendapatkannya dari assunnah hendaklah di ikutinya.

4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam As-Sunnah!


Jawab:
a) Sunnah fiqliyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi SAW. Yang dilihat, atau
diketahui dan disampaikan para sahabat pada orang lain. Misalnya, tata cara yang
ditunjukan Rosullah SAW. Kemudian disampaikan sahabat yang melihat atau
mengetahuinya kepada orang lain.
b) Sunnah Qoulyyah, yaitu ucapan Nabi SAW. Yang didengar oleh dan disampaikan
seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Misalnya, sabda Rosullah yang
diriwayatkan Abu Hurairah:
“tidak sah shalat seseorng yang tidak membaca surat Al-Fatihah” (HR al-Bukhari dan
Muslim}
c) Sunnah taqqririyyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan
Nabi SAW, tetapi Nabi hanya diam dan tidak menceganya. Sikap diam dan tdak
mencega dari Nabi SAW ini, menunjukan persetujuan Nabi SAW (taqqrir), terhadap
perbuatan sahabat tersebut.

5. Apa fungsi dari As-Sunnah?


Jawab:
Sebagian besar ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an masih bersifat global, yang masih
memerlukan penjelasan dalam implementasinya. Fungsi sunnah yang utama adalah untuk
menjelaskan Al-qur’an, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
….dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…(QS. An-Nahl:44)
Al-Qur’an disebut sebagai sumber hukum dan dalil hukum yang pertama, dan sunnah
disebut sumber hukum dan dalil hukum kedua (bayan) setelah Al-Qur’an.

IJTIHAD
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad?
Jawab:
Secara bahasa, pengertian Ijtihad adalah mencurahkan pikiran dengan bersungguh-
sungguh. Sedangkan menurut istilah, arti Ijtihad adalah proses penetapan hukum syariat
dengan mencurahkan seluruh pikiran dan tenaga secara bersungguh-sungguh.
Kata “Ijtihad” berasal dari bahasa Arab, yaitu “Ijtihada Yajtahidu Ijtihadan” yang
artinya mengerahkan segala kemampuan dalam menanggung beban. Dengan kata lain,
Ijtihad dilakukan ketika ada pekerjaan yang sulit untuk dilakukan.
Di dalam agama Islam, Ijtihad adalah sumber hukum ketiga setelah Al-quran dan hadits.
Fungsi utama dari Ijtihad ini adalah untuk menetapkan suatu hukum dimana hal tersebut
tidak dibahas dalam Al-quran dan hadits.Orang yang melaksanakan Ijtihad disebut dengan
Mujtahid dimana orang tersebut adalah orang yang ahli tentang Al-quran dan hadits.

2. Bagaimana syarat-syarat ijtihad?


Jawab:
Adapun syarat-syarat menjadi Ijtihad adalah sebagai berikut:
 Harus memahami tentang ayat dan sunnah terkait dengan hukum.
 Harus memahami berbagai masalah yang telah di-ijma’kan oleh para ahlinya.
 Harus mengerti bahasa Arab dan segala ilmunya dengan sempurna.
 Harus mengerti tentang nasikh dan mansukh.
 Harus mengetahui dan memahami tentang ushul fiqh.
 Harus memahami secara dalam tentang rahasia-rahasia tasyrie’
(Asrarusyayari’ah(.
 Harus memahami secara mendalam tentang seluk-beluk qiyas.
3. Sebutkan dan jelaskan macam macam ijtihad!
Jawab:
Ijtihad dapat dibagi menjadi 7 jenis. Mengacu pada pengertian Ijtihad di atas, adapun
beberapa macam Ijtihad adalah sebagai berikut:
a) Ijma’
Pengertian Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum
agama Islam berdasarkan Al-quran dan hadits dalam suatu perkara. Hasil dari
kesepakatan para ulama tersebut berupa fatwa yang dilaksanakan oleh umat Islam.
b) Qiyas
Pengertian Qiyas adalah suatu penetapan hukum terhadap masalah baru yang
belum pernah ada sebelumnya, namun mempunyai kesamaan (manfaat, sebab,
bahaya) dengan masalah lain sehingga ditetapkan hukum yang sama.
c) Maslahah Mursalah
Pengertian Maslahah Mursalah adalah suatu cara penetapan hukum berdasarkan
pada pertimbangan manfaat dan kegunaannya.
d) Sududz Dzariah
Pengertian Sududz Dzariah adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah
makruh atau haram demi kepentingan umat.
e) Istishab
Pengertian Istishab adalah suatu penetapan suatu hukum atau aturan hingga ada
alasan tepat untuk mengubah ketetapan tersebut.
f) Urf
Pengertian Urf adalah penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan suatu
masyarakat selama tidak bertentangan dengan Al-quran dan hadits.
g) Istihsan
Pengertian Istihsan adalah suatu tindakan meninggalkan satu hukum kepada
hukum lainnya karena adanya dalil syara’ yang mengharuskannya.
4. Jelaskan salah satu contoh ijtihad!
Jawab:
Salah satu contoh ijtihad adalah suatu peristiwa yang pernah terjadi di zaman Khalifah
Umar bin Khattab, yang mana pada saat itu para pedagang muslim mengajukan suatu
pertanyaan kepada Khalifah yakni berapa besar cukai yang wajib dikenakan kepada para
pedagang asing yang melakukan perdagangan di wilayah Khalifah.
Jawaban dari pertanyaan tersebut belum termuat secara terperinci di dalam Al-Quran atau
hadis, maka Khalifa Umar bin Khattab selanjutnya melakukan berijtihad dengan
menetapkan bahwasanya cukai yang di bayarkan oleh pedagang adalah dengan disamakand
engan taraf yang umumnya dikenakan kepada para pedagang muslim dari negara asing,
dimana mereka berdagang.

5. Apakah fungsi dari ijtihad?


Jawab:
Fungsi dari ijtihad ialah untuk mendapatkan solusi hukum dari suatu masalah yang tidak
ditemukan dalam Al-Qur’an ataupun hadis. Jadi, jika dilihat dari fungsinya tersebut, ijtihad
telah mendapatkan kedudukan dan legalitas dalam Islam. Walaupun demikian, ijtihad tidak
dapat dilakukan oleh sembarang orang, tapi hanya orang-orang tertentu yang telah
memenuhi syarat yang boleh berijtihad.

NAMA : RAHMIA
NIM : G011191190
KELAS : AGROTEKNOLOGI C

Anda mungkin juga menyukai