Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

tentang

ULUMUL QUR’AN

Dosen Pengampu:
MUHAMMAD ZUBIR, MA

Disusun Oleh :

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN SMDD) BUKITINGGI
1445 H/ 2023 M
ULUMUL QUR’AN

A. Pendahuluan
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi
muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an
adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar
hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah
dan sebagainya.

ْ ََ ‫ـب ِت ْب َي ًانا ِّل ُك ِّل‬


َ َْ ‫ش ٍء َو َه َدى َو َر ْح َم ًة َو ُب‬
‫شى‬ َ ‫َو َن َّ ْزل َنا َع َل ْي َك ْالك َت‬
ِ
‫ي‬َ ‫ل ْل ُم ْسلم‬
ِِ ِ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)

Mempelajari isi Al-qur’an dengan menambah wawasan baru,


memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan sudut pandangan
baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita
akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya
Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :

ً ً ُ ْ َ ُ َْ َ َ َْ ْ ََ
‫َولقد ِجئن ُـه ْم ِب ِكت ٍـب ف َّصلنـه َعَل ِعل ٍم هدى َو َر ْح َمة‬
ُ ْ َ ِّ
‫لق ْو ٍم ُيؤ ِمنون‬
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran)
kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan
Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan


bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-
qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan
menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak
mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak
mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in
ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan
untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi
kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari
bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu dengan mempelajari
Ulumul Qur’an dan tafsir.

B. Pembahasan
1. Pengertian Ulumul Qur’an Secara Etimologi dan Terminologi
a. Se cara etimologi
 Menurut al-Lihyany (w. 215 H) dan segolongan ulama lain
Kata Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja
(fi'il). Qoroa artinya membaca, dengan perubahan bentuk kata/
tasrif (Qoroa-Yaqrou - Qur'ana). Dan tasrif tersebut,
kata Qur'ana artinya bacaan yang bermakna isim maf'ul artinya
dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-
Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci
yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad
saw. Pendapat ini berdasarkan firman Allah Swt. sebagaimana
yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18.

َْٰ ُ ْ َّ َ ُ ٰ ْ َ َ َ َ َ ٰ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ
ٗ‫قرانه‬١٨ۚ ‫ ف ِاذا قرأن ٗه فات ِب ٗع‬١٧ۚ ٗ‫ن علينا جمعهٗ وقرانه‬ ٗ ‫ِا‬
Artinya:

Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk


membaca Al-Qur'an) karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan
mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.(Q.S Al-
Qiyamah 17-18).

b. Secara terminologi
 Syeikh Muhammad Khudari Beik
Dalam kitab Tarikh at-Tasyri al-Islam, Syeikh Muhammad
Khudari Beik mengemukakan defnisi al-Qur’an yaitu, Al-
Qur’an ialah lafaz (firman Allah Swt.) yang berbahasa Arab,
yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami
isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara
mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.

 Subkhi Shalih
Subkhi Shalih mengemukakan defnisi Al-Qur’an adalah
kitab (Allah Swt.) yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-
mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai
ibadah membacanya.

 Syeikh Muhammad Abduh


Sedangkan Syeikh Muhammad Abduh mendefnisikan al-
Qur’an dengan pengertian yaitu, kitab (al-Qur’an) adalah
bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di
dalam dada orang yang menjaga(nya) dengan menghafalnya
(yakni) orang-orang Islam.
B. Ruang lingkup pembahasan ulumul Qur’an

Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an


adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang
terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih
lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai
berikut :
2. Dari kalangan sahabat nabi
3. Dari kalangan tabi’in di madinah
4. Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum
muslimin)
5. Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi
yang tercakup dalam lingkup Ulumul Qur’an menafsirkan Qur’an
selalu berpegang pada :

1. Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu
tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain.
Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau
umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi
atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an
dengan Qur’an”.

2. Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an.
Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau
ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat.
Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat
diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah .
misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan
mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
3. Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan
apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para
sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan
dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak
menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat
lainnya.

4. Pemahaman dan ijtihad


Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an
dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan
hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari
kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan
mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka
adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab,
memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada
didalamnya.

C. Sejarah perkembangan ulumul Qur’an


Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi
saat itu Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka menuliskan
sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan
tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id
al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan
kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang
berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan
pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W.,
dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.

Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan


menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf.
Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan
salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi.
Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu
dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan
dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.

Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas


perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah
kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan
ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai
permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam
menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya
yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan
lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang
demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.

Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah


empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin
Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang
diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an
yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat
dengan penafsiran tentang apa yang masih samar dan penjelasan apa
yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu
kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat
disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad
dalam menafsirkan ayat.

Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang


yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat
Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah,
‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya.
Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu
mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk
Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam,
Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahab.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu
Tafsir, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu
Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat
dengan cara didiktekan.

Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang


dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya yang
bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan
tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para
tabi’in.

Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-
Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin
Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan
‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H). Mereka semua adalah para
ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu
bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai
ke tangan kita.

Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama.


Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan
susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir
at-Tabari (wafat 310H). Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan
(dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat,
kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya
ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses
kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti
oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).

Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri


mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir.Pada abad ketiga hijriah, ada :
 Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun
karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
 Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis
tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
 Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika
Qur’an / Musykilatul Qur’an.

Pada abad keempat hijriah, ada :

 Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H),


menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
 Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga
menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
 Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil
Qur’an.
 Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-
Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.

Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut


mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu
karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani
menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa
ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis
oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-
Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid.

Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern


tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang
menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil
langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode
baru pula, seperti :

 Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.


 Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil
Qur’an, oleh Sayid Qutb.
 Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
 Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
 Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
 Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-
Qasimi.

Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr.


Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang
menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan
sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama
khusus bagi ilmu-ilmu al-Qur’an.

D. Tujuan mempelajari ulumul Qur’an


Tujuan mempelajari ‘Ulumul Qur’an ialah untuk memcapai halhal
sebagai berikut:

 Untuk mengetahui secara ihwal kitab Al-Qur’an sejak dari


turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad
SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang. Sebab,
dengan ‘Ulumul Qur’an itu akan bisa diketahui bagaimana
wahyu Al-Qur’an itu turun dan diterima oleh nabi
Muhammad SAW, dan bagaimana beliau menerima dan
membacanya, serta bagaimana beliau mengajarkannya
kedapa para sahabat serta menerangkan tafsiran ayat-
ayatnya kepada mereka. Dan dengan ilmu itu dapat
diketahui pula perhatian umat islam terhadap kitab sucinya
pada tiap-tiap abad serta usaha-usaha mereka dalam
memelihara, menghafalkan, menafsirkan dan
mengistimbatkan hukum-hukum ajaran Al-Qur’an, dan
sebagainya.

 Untuk dijadikan alat bantu dalam membaca lafal ayat-


ayatnya, memahami isi kandungannya, menghayati dan
mengamalkan aturan-aturan atau hukum ajarannya serta
untuk menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya
sesuatu peraturan/hukum dalam kitab itu. Sebab, hanya
dengan mengetahui dan menguasai pembahasan-
pembahasan ‘Ulumul Qur’an inilah, orang baru akan bisa
membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik, sesuai dengan
aturan. Dan dengan ‘Ulumul Qur’an itu pula, orang akan
bisa 21 mengerti isi kandungan Al-Qur’an, baik yang
berupa segi-segi kemukjizatannya, atau segi hukum-hukum
petunjuk ajarannya, sesuai dengan keterangan-keterangan
dari Ilmu ‘Ijazil Qur’an, Ilmu Tafsir Qur’an, dan Ilmu
Ushulil Fiqh, yang juga berupa bidangbidang pembahasan
dari ‘Ulumul Qur’an itu.

 Untuk dijadikan senjata pamungkas guna untuk melawan


orangorang non-muslim yang mengingkari kewahyuan Al-
Qur’an dan membantah tuduhan orang-orang orientalis,
yang menyatakan tentang sumber-sumber Al-Qur’an itu
dari Muhammad SAW. Atau dari orang-orang tertentu,
yang tiap-tiap abad ada raja orang yang melemparkan
tuduhan-tuduhan keji terhadap kesucian kitab AlQur’an.
kalau umat Islam berkewajiban membela agamanya,
jelaskan kewajiban pertama yang harus dibelanya ialah
membela eksistensi dan fungsi kitab suci ini, dengan
mempertahankan kesucian, kemuliaan dan keagungannya

E. Kesimpulan
 Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat
disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara etimologi
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
“ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari
kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang
disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi
keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman
terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan
secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an
adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan
petunjuk bagi manusia.

 Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang


lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi
semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa
ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa
Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
tercakup di dalamnya
Daftar Pustaka
Al-Qatthan, Manna. Mabahits fi Ulumil Qur’an. Cairo: Pustaka Ma'arif,
1441 H

al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Mesir: al-Hai'ah Mishriyyah


al-'Amah lil Kutub, 1394 H

Anda mungkin juga menyukai