Anda di halaman 1dari 11

ULUMUL QUR’AN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

(RIDLA MUTIAH.MH)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

1. LARAS ANGGRAENI
2. M. ERWINSYAH
3. RIZKY FADILLA
4. TOPIK

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM AL AMAR SUBANG


2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang
merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah
dan sebagainya.

َ‫سلِ ِمين‬ ْ ُ‫َـب تِ ْبيَانًا لِّ ُك ِّل ش َْى ٍء َو َهدَى َو َر ْح َمةً َوب‬
ْ ‫ش َرى لِ ْل ُم‬ َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي َك ا ْل ِكت‬
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
B.     Mempelajari isi Al-qur’an akan
menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan,
meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita
akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai
penciptanya.Firman Allah :

‫ص ْلنَـهُ َعلَى ِع ْل ٍم ُهدًى َو َر ْح َمةً لِّقَ ْو ٍم يُؤْ ِمنُون‬


َّ َ‫ب ف‬
ٍ ‫َولَقَ ْد ِج ْئنَـ ُه ْم بِ ِكتَـ‬
َ
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka
yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang
yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa
telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak
mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-
Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena
tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi
kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara
menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulm at tafsir.
Dalam Pembahasan mengenai ulumul Qur’an ini, mencoba untuk memaparkan lebih
lanjut mengenai hal-hal yang terkait.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ulumul Qur’an
Kata ‘Uluum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu walidraak (“paham dan
menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.
Jadi; yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL QUR’AN ialah yang membahas masalah-
masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh,
al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan jugaUSUULUT TAFSIIR (“dasar-dasar tafsir”),
karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang
mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.
Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ( ilmu ilmu al-
qur’an ). contohnya yaitu :
1.      Imam Al-Zarqani dalam kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur’an merumuskan Ulumul Qur’an
sebagai berikut : “ Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an, dari
segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh
mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap al-
qur’an dan sebagainya”.
2.      Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu
yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna –
maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan
hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
B.     Sejarah Pertumbuhan Ulumu Qur'an
1.      Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan
ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena
Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang
berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada
beliau.
Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu
itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada
mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat
beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah
karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara
lain:
b.      Mempunyai daya hafalan yang kuat

3
c.       Mempunyai otak cerdas
d.      Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
e.       Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa,
puisi, maupun sajak.
a.       Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
b.      Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
c.       Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
d.      Perintis Dasar Ulumul Qur'an dan pembukuannya
f.       Perintis Dasar Ulumul Qur'an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin
Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah
bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa
dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah
Utsman bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa
Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama
Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan
dasar pertama, yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
b.      Pembukuan Tafsir Al-Qur'an
Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan
cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan ialah pembukuan
Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang
lain.
C.    PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W
tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an
akan tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa
rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat
untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap
didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk
menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu
disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi.

4
Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan
ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-
Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan
ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
 Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya
perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian
diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
 Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah,
kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan
Abdullah bin Zubair.
 Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah
merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan
penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para
tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat
disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
 Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair,
Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin
Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul
‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais,
Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-
Sadusi.
 Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah
penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah,
‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah
dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama
penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya
Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
 Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil
Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi
semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan
hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan
dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.

5
 Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H),
Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat
198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H). Mereka semua adalah para ahli hadist.
Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang
tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian  langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir
Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka
ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).  Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan)
melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu
bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses
kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir
ra’yi (berdasarkan penalaran).
 Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
a.       Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun
nuzuul.
b.      Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
c.       Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an /Musykilatul Qur’an.
d.      Pada abad keempat hijri, ada :
e.       Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
f.       Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentangilmu-ilmu Qur’an.
g.      Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.

h.      Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.


i.        Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah
itu, seperti :
j.        Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
k.      Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
l.        Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
m.    Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
n.      Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an)
dan Aqsaaul Qur’an.

Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang
berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu
Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul
‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa

6
ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim
bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas
tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan
ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri
pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat
mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
a.       al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
b.      al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
c.       al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil
Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam
Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang
membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara
tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
a.       Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi
‘Uluumil Qur’an.
b.      Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi
‘Uluumil Qur’an.
c.       Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam
kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
d.      Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil
daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan
pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an
dengan metode baru pula, seperti :
a.       Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
b.      Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
c.       Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
d.      Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
e.       Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
f.       Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
g.      Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
h.      Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
i.        Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
j.        Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.

7
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih.
Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah
“Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL
QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.

D. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang
berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi
al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
2.      Dari kalangan sahabat nabi
3.      Dari kalangan tabi’in di madinah
4.      Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
5.      Dan dari generasi-generasi setelah itu.
Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam
lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
1.      Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara
terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau
umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah
yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
2.      Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau
para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu
ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali
melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta
ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
3.      Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi
acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an
seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.
4.      Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula
mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak
perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan
mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli
yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek
yang ada didalamnya.

8
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang
dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai
pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.

E. Cabang-Cabang ulumul Qur’an


Secara garis besar Ulumul Qur’an terbagi dua, yaitu:
a.       Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu qira’at, tempat turunnya ayat-
ayat al-qur’an, waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
b.      Ilmu yang berhubungan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara
mendalam seperti memahami lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna
ayat yang berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam
mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti,
maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat,
masanya, awal dan akhirnya.
2. Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun
ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat
dengan sempurna.
3. Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
4. Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang
diterima dari Rasulullah SAW ).
5. Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan
pemberhentiannya.
6. Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil
yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari.
Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
7. Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal
dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
8. Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang
banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
9. Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat
yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
10. Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang
dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.

9
11. Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu
ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an,
sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
13. Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu
ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
14. Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah
tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
15. Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada
dalam al-qur’an.
16. Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-
qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
17. Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan
yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan,
dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.
18. Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul
Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan
“Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum
yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi
keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang
terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an
adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek
keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan
petunjuk bagi manusia.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang
luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa
ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih
banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :

10
1.      Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-
sebabnya.
2.      Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat
yang berhubungan dengan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992
Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabaya
Imam Al-Zarqani, manahil al-irfan fi ulum al-qur’an 
Imam Al-Suyuthi itmamu al-dirayah

http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-ulumul-quran.html 27-
Oktober-2021 Rabu Pukul 21:30_.

11

Anda mungkin juga menyukai