Anda di halaman 1dari 12

TRADISI LISAN DALAM AL-QUR’AN

(Tradisi Hafalan Al-Qur’an Sebagai Bentuk Terjaganya Kitab Suci Umat Islam)

Oleh:

1. Dendi Maulana (53020190042)


2. Mas’ud (53020190051)
3. Tazkiyatul Mufidah (53020190056)
4. Ona Devita Reni Andari (53020190058)

Abstrak
Dalam pandangan Muslim, Al-Qur’an adalah petunjuk manusia (hudallinnas) yang
menempatkan prinsip-prinsip dasar dalam semua masalah kehidupan manusia.
Panduan ini adalah dasar dari agama islam dan berfungsi sebagai panduan untuk
hidup bagi para penganutnya dan memastikan kebahagiaan hidup baik di dunia dan
akhirat. Al-Qur’an mengenalkan dirinya pada berbagai karakteristik dan atribut, salah
satunya adalah buku yang keasliannya dijamin dan selalu di pupuk oleh tuhan. Tradisi
penyampaian Al-Qur’an dengan lisan sudah disampaikan oleh Rasulullah dan para
sahabat dengan sangat jelas dan terbuka, sampai turun ke masa sekarang. Dia diabaca
oleh umat islam dari masa lalu sampai sekarang. Meski begitu, Mushaf Al-Qur’an
yang yang ada di tangan kita sekarang sudah melalui perjalanan panjang yang
berkelok selama lebih dari 1.400 tahun yang lalu dan memiliki latar belakang sejarah
yang panjang. Tulisan ini mencoba memberikan penjelasan tentang tradisi
penyampaian Al-Qur’an pada masa Rasulullah, sejarah pembukuan Al-Qur’an pada
masa Sahabat, dan juga metode-metode menghafal Al-Qur’an yang masih dilestarikan
sampai pada zaman sekarang.
Kata Kunci: Tradisi Penyampaian Al-Qur’an, Pembukuan Al-Qur’an, Tradisi
Hafalan Al-Qur’an.
Pendahuluan
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk
mengeluaarkan umat Islam dari jalan yang gelap atau kebodohan menuju jalan yang
terang yakni cahaya islam. Al-Qur’an yang tidak ada keraguan sedikitpun di
dalamnya mengandung petunjuk-petunjuk yang dapat menyinari seluruh isi alam ini.
Sebagai kitab suci sepanjang zaman, Al-Qur’an memuat informasi dasar berbagai
masalah termasuk informasi mengenai hokum, etika, science, antariksa, kedokteran
dan sebagainya. 1
Secara general Al-Qur’an didefinisikan sebagai sebuah kitab yang berisi
himpunan kalam Allah, suatu mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhmammad
SAW. melalui perantara malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf yang senantiasa
terpelihara kemurnainnya, dan membacanya merupakan amal ibadah. Al-Qur’an juga
merupakan pedoman hidup bagi manusia di dunia dan di akhirat. 2
Keberadaan Al-Qur’an sampai saat ini tidak lepas dari perjuangan Nabi dan
para Sahabat, dimana Nabi Muhammad berjuang untuk memahami dan mengafl
potongan-potongan ayat yang telah didapat kemudian Nabi menyampaikan kepada
para Sahabat, dan para Sahabat pun langsung memahami dan menghafalkannya. Serta
ada juga yang menulisnya.
Alasan yang melatarbelakangi dibukukannya Al-Qur’an yaitu dikarenakan
pada saat itu terjadi perang di Yamamah, yang mengakibatkan banyak sekali para
penghafal Al-Qur’an gugur pada peperangan tersebut. Hal itu membuat Khalifah
Umar ibn al-Khattab merasa khawatir akan masa depan Al-Qur’an. Sebab itu beliau
mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an.

Pembahasan
A. Tradisi Penyampaian Al-Qur’an Secara Lisan Pada Masa Rauslullah
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad yang ummi
(tidak bisa membaca dan menulis). Demikian itu, memang diakui karena beliau

1 Sri Mawaddah, ‘’Beut Ba’da Maghrib, Suatu Pembiasaan Bagi Anak-Anak Beajar Al-Qur’an’’ Takammul,
Vol.6, No.1, Januari-Juni 2017. 96.
2 M. Jaedi, ‘’Pentingnya Memahami Al-Qur’an Dan Ilmu Pengetahuan’’ Risalah, Vo;.5, No.1, Februari 2019.
63.
memang tidak pernah belajar membaca dan menulis kepada seorang gurupun. 3
Nabi Muhammad SAW juga diutus untuk menyampaikan wahyu yang diperoleh
kepada kaum yang juga ummi. Sebagaimana firman Allah Qs. Al-Jumu’ah: 2.

َ ‫علَ ْي ِه ْم ٰا ٰيت ِّٖه َويُزَ ِ ِّك ْي ِه ْم َويُعَ ِلِّ ُم ُه ُم ا ْل ِك ٰت‬


‫ب َوا ْلحِ ْك َمةَ َوا ِْن‬ َ ‫ي بَعَثَ فِى ْاْلُ ِ ِّم ّٖيِّنَ َرسُ ْو اْل ِ ِّم ْن ُه ْم يَتْلُ ْوا‬ ْ ‫ه َُو الَّ ِذ‬
‫ض ٰل ٍل ُّمبِي ٍْن‬ َ ‫مِن قَ ْب ُل لَ ِف ْي‬
ْ ‫كَانُ ْوا‬
Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang ummi (buta huruf) dari
kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah
(Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.(QS.Al-Jumuah: 2)

Kedatangan wahyu merupahan suatu hal yang sangat dirindukan oleh


Rasulullah SAW. Oleh karena itu setelah datangnya wahyu Rasulullah langsung
menghafalkan dan memahaminya. Dengan demikian dapat diketahui bahwasanya
Rasulullah adalah orang yang pertama kali menghafal Al-Qur’an. Prilaku
Rasulullah ini merupakan suri tauladan bagi para sahabat-sahabatnya.

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW menyampaikan atau


mengumumkannya di depan para Sahabat melalui lisan dan memerintahkan
mereka untuk menghafalkannya. Ada beberapa riwayat yang mengindikasikan
bahwasanya para Sahabat menghafal menghafal dan memahami Al-Qur’an itu
lima ayat dalam sekali pertemuan, tetapi ada juga sebagian yang mengatakan
bahwa para Sahabat menghafal dan memahami Al-Qur’an itu sepuluh ayat dalam
setiap pertemuannya. Mereka juga merenungkan ayat-ayat yang telah dismpaikan
dan berusaha mengimplementasikan ajaran-ajran yang terkandung di dalamnya
sebelum meneruskan pada ayat-ayat berikutnya. Hal ini juga diduga sebagai awal
mula tradisi hifz (menghhafal) yang tetap lestari sampai saat ini. 4

Kenapa ayat-ayat Al-Qur’an disampaikan secara lisan pada zaman Nabi


Muhammad SAW?, Hal ini dikarenakan secara kodrati bangsa Arab mempunyai
daya hafal yang kuat. Keadaan ini juga mereka gunakan untuk menulis berita-

3 Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an, (Riau: CV Asa Riau, 2016). 77
4 Miftakhul Munir, ‘’Metode Pengumpulan Al-Qur’an’’ Kariman, Vol. 09, No. 01, Juni 2021. 146.
berita, syair-syair, dan silsilah-silsilah dengan catatan di dalam hati. Hal ini
mereka lakukan karena kebanyakan dari mereka adalah ummi. Di zaman ini,
seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis bukanlah sebuat aib. Situasi
seperti ini juga sekaligus menjadi bukti kemukjizatan dan keautentikan Al-
Qur’an.5

Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwasanya Al-Qur’an diturunkan


kepada Nabi Muhammad tidak secara langsung, melainka secara berangsur-
angsur dalam masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad diangkat menjadi Rasul dan berakhir pada masa menjelang beliau
wafat. Oleh karena itu, tidak menherankan kalau Al-Qur’an belum sempat
dibukukan seperti kondisi sekarang, karena Al-Qur’an sendiri secara keseluruhan
ketika itu belum selesai diturunkan.

Sementara itu, upaya pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa itu


masih tetap berjalan, baik secara hafalan seperti yang dilakukan oleh Nabi sendiri
dan diikuti oleh para Sahabat, maupun secara tulisan yang dilakukan oleh para
Sahabat atas perintah dari Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, setelah Nabi
menerima ayat-ayat Al-Qur’an, Nabi lalu memerintahkan kepada para Sahabat
tertentu untuk menuliskannya di samping juga menghafalkannya. Pengumpulan
Al-Qur’an dalam bentuk hafalan merupakan upaya yang paling dominan
disbanding dengan bentuk tulisan.

Sementara itu, kegiatan dalam soal tulis menulis di kalangan bangsa Arab
pada zaman Rasulullah masih tergolong kegiatang yang sangat langka, hal itu
disebabkan karena peralatan tulis menulis pada saat itu masih dalam keadaan
sangat sederhana, tidak seperti halnya zaman sekarang. Selain itu, Bangsa Arab
sendiri tergolong bangsa yang ummi, mereka tidak pandai membaca dan menulis. 6

B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an


Setelah Rasulullah wafat, tepatnya pada masa kepemimpinan Abu Bakar as-
Shiddiq, terjadi pertempuran di Yamamah, yaitu ‘’perang kemurtadan (riddah)’’.
Peperangan ini terjadi pada tahun terjadi pada tahun ke-12 H, yakni perang antara

5 Miftakhul Munir, ‘’Metode Pengumpulan Al-Qur’an’’ Kariman, Vol. 09, No. 01, Juni 2021. 147.
6 Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an, (Riau: CV Asa Riau, 2016). 86
kaum muslimin dengan kaum murtad (pengikut Musailamah al-Kadzdzab yang
mengaku dirinya sebagai Nabi baru). Dimana pada peperangan ini mengakibatkan
70 penghafal Al-Qur’an di kalangan Nabi gugur. Hal ini membuat Umar ibn al-
Khattab khawatir akan masa depan Al-Qur’an. Sebab itu beliau mengusulkan
kepada Khalifa Abu Bakar untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an.

Pada mulanya, Abu Bakar ragu-ragu untuk melakukan tugas tersebut,


karena dia belum mendapatkan wewenang dari Nabi Muhammad SAW. Secara
jelas, keraguan ini tampak jelas ketika Abu Bakar berdialog dengan Umar ibn al-
Khattab, Abu Bakar berkata : ‘’Bagaimana aku harus memperbuat sesuatu yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW?’’ sambil balik bertanya. Demi
Allah, kata Umar, ‘’ini adalah perbuatan yang sangat baik dan terpuji’’. Hingga
pada akhirnya beliau menyetujuinya.

Kemudian beliau mnegutus Zaid ibn Tsabit (salah satu mantan juru tulis
Nabi Muhammad SAW) untuk menuliskannya. Perlu diketahui juga, bahwasanya
metode yang ditempuh oleh Zaid ibn Tsabit dalam pengumpulan Al-Qur’an ini
terdiei dari 4 prinsip, yaitu:

1. Apa yang ditulis dihadapan Rasulullah.


2. Apa yang dihafalkan oleh para Sahabat.
3. Tidak menerima sesuatu dari yang ditulis sebelum disaksikan atau disetujui
oleh dua orang saksi, bahwa ia pernah ditulis dihadapan Rasulullah.
4. Hendaknya tidak menerima hafalan dari para Sahabat kecuali apa yang telah
mereka terima dari Rasulullah. 7

Dengan sangat teliti dan penuh kehati-hatian, Akhirnya Zaid berhasil


menghimpun cattan-catatan yang berserakan itu dalam satu naskah yang
kemudian dinamakan ‘’Mushaf Al-Qur’an’’. Setelah menyelesaikan tugas
tersebut, Zaid menyerahkan Mushaf itu kepada Khalifah Abu Bakar, yang
kemudian Mushaf itu dipegang sendiri sampai beliau wafat. Setelah ia wafat pada
tahun 13 H, Mushaf itu dipegang oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab, dan
sepeninggal Khalifah Umar ibn Khattab, Mushaf itu disimpan di rumah salah satu

7 Cahaya Khaerani, ‘’Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronolgis, dan Nratif tentang Sejarah Kodifikasi Al-
Qur’an)’’ Jurnal Historia, Vol.5, No.2, 2017. 197-198.
putrinya bernama Siti Hafsah r.a, isteri Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada
masa pemerintahan Khalifah Utsman, Mushaf itu dimintanya dari tangan Hafsah
r.a.8

Pada masa kepemimpinan Khalifah Usman ibn Affan, terdapat keragaman


dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya
perbedaan lahjah atau pelafalan dari masing-masing suku yang berasal dari daerah
yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia
membuat kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar yang dirulis dengan
sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut yang dikenal dengan istilah
cara penulisan atau Rasm Utsmani yang masih kita gunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan munculnya standarisasi ini, mushaf yang berbeda dengan
standar yang telah ditentukan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).
Dengan proses ini, Khalifah Utsman berhasi mencegah terjadinya perselisihan
pelafalan dan penulisan yang terjadi diantara umat islam. Naskah itu kemudian
disempurnakan oleh dua orang pejabat Umayyah yaitu Ibn Muqlah, dan Ibn ‘Isa.9

C. Metode-Metode Menghafal Al-Qur’an


Berbicara metode menghafal Al-Quran, ada metode lauhun, membaca 20 kali
dan talaqqi. Ketiganya akan dipaparkan berikut:
a. Metode lauhun.
Kata “lauh” dalam bahasa Arab berarti papan. Dalam bahasa Indonesia yaitu
papan yang berukuran tidak terlalu besar (sekitar 50 cm) bergaris-garis permanen,
yang digunakan untuk memudahkan bagi yang menulis ayat-ayat Al-Quran;
selembar papan kayu yang telah diamplas. Sedangkan menurut istilah, lauh
adalah menyetor atau menyimak hafalan baru kepada pembimbingnya. Langkah
menerapkan metode ini adalah: guru menuliskan ayat yang akan dihafal di papan
tulis; siswa membacanya berulang-ulang; secara bertahap tulisannya dihapus;
siswa menuliskan kembali sesuai yang dihafal; guru mengoreksi tulisan/ hafalan

8 Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an, (Riau: CV Asa Riau, 2016). 90-91
9
Cahaya Khaerani, ‘’Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronolgis, dan Nratif tentang Sejarah Kodifikasi Al-
Qur’an)’’ Jurnal Historia, Vol.5, No.2, 2017. 198-199.
jika ada yang salah; siswa boleh melanjutkan hafalan ke ayat berikutnya dan
seterusnya.10
Kelebihan metode Lauhun adalah:
1) Akan lebih teliti ketika diminta menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an yang telah
dihafalnya kerena telah terbiasa menyalin dari mushaf ke papan tulis.
2) Konsentrasi seorang siswa akan tertuju hanya pada satu papan yang ada
didepannya, sedangkan apabila metode menghafalnya menggunakan mushaf,
maka konsentrasi akan terpecah, semisal melihat halaman selain yang dihafalnya.
3) Kesabaran yang terus dilatih pada diri siswa ketika menulis ayat demi ayat dari
Al-Qur' an, yang sejatinya mereka mampu untuk menghafal secara langsung
tanpa menulis terlebih dahulu.
Kekurangan metode lauhun adalah ada sebagian siswa merasa tidak tenang
apabila menggunakan papan tulis, mereka merasa tidak mempunyai kecakapan
menulis di papan tulis. Hal ini menyebabkan ragu-ragu dan timbul rasa segan
untuk menulis di papan tulis. Contoh penerapan metode lauhun.
1) Guru menuliskan sebuah ayat dengan cara di potong menjadi beberapa bagian,

ََ ‫َواِنَّاَلَ ٗهَلَ ٰح ِفظُ ْو‬


‫ن‬ ِ َ‫اِنَّاَنَحْ نَُنَ َّز ْلن‬
َ ‫اَالذك َْر‬
2) Kemudian guru membacakan dengan benar mengenai hukum bacaan dan
makrajul hurufnya.
3) Siswa mengikuti bacaan tersebut sampai hafal.

َُ‫اِنَّاَنَحْ ن‬
4) Kemudian guru menghapus potongan surah yang telah dihafal tersebut.

ََ ‫َواِنَّاَلَ ٗهَلَ ٰح ِفظُ ْو‬


‫ن‬ ِ َ‫نَ َّز ْلن‬
َ ‫اَالذك َْر‬
5) Kemudian siswa menuliskan potongan surah yang sudah dihapus tersebut.

َُ‫اِنَّاَنَحْ ن‬

6) Melanjutkan kepotongan selanjutnya dan merangkaikanya dengan potongan


sebelumnya.
b. Metode membaca 20 kali.

10
Khairul Atqia, Skripsi: Implementasi Metode Menghafal Al-Qur’an Lauhun, Membaca 20 Kali, dan Talaqqi
Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya, (Palangka Raya: IAIN, 2020), Hal. 41.
Menerapkan metode ini mirip dengan cara metode yaqra. Bedanya kalau
metode yaqra hafalannya terus berlanjut ke ayat selanjutnya, tapi kalau metode ini
mengulangnya dan belum boleh lanjut jika belum benar-benar hafal. Metode ini
menggunakan media berupa jari tangan manusia. Jumlah normal ada 10, ketika 1 ayat
dibaca 20 kali berarti tinggal menekuk jari satu per satu. Selanjutnya, membukanya
satu per satu untuk hitungan sampai 20 kali. Langkahnya adalah: misal materi hafalan
terdiri dari enam ayat, bagi saja menjadi dua bagian yaitu masing-masing tiga ayat.
Tiga ayat pertama diulang 20 kali dan ayat ke dua 20 kali. Jika sudah hafal maka
enam ayat tersebut digabung menghafalnya sebanyak 20 kali dan seterusnya.
Sebelum menambah ke hafalan berikutnya maka ulang lagi 20 kali, supaya
hafalan semakin kokoh. 11 Contohnya. 1) Guru menuliskan sebuah surah dengan
dibagi menjadi beberapa bagian. 2) Kemuidian guru membacakan secara bersamaan
setiap bagian sebanyak 20 kali 3) Apaila sudah hafal lanjut kebagian berikutnya juga
dibaca sebanyak 20 kali 4) Apabila sudah hafal maka akan di gabungkan a antar
bagian satu dengan bagian yang lain dan di baca sebanyak 20 kali, untuk lebih
jelasnya ada pada skema dibawah ini.

‫ قُلَْه َُو ه‬20 x


ََ‫َّٰللاَُاَحَد‬

ََ‫ص َم ُد‬ ‫ َ ه‬20 x


َّ ‫ّٰللاَُال‬
20 x 20 x

ََ‫َْولَ ْمَيُ ْولَ ْد‬


َ ‫ لَ ْمَيَ ِلد‬20 x

َ‫ َولَ ْمَيَكُنْ َلَّ ٗهَكُفُ ًواَاَحَد‬20 x

c. Metode Talaqqi
Metode Talaqqi adalah menghafal Al-Quran dengan cara pendiktean bacaan
untuk memastikan kebenaran bacaan. Dalam pelaksanaannya membutuhkan orang
lain yang setara atau lebih menguasai untuk mendiktekan, karena apabila terjadi
kesalahan maka langsung bisa diperbaiki. Orang lain yang dimaksud bisa ustadz atau
bisa juga sesama penghafal Al-Quran. Metode Talaqqi dikenal juga dengan sebutan
11 Khairul Atqia, Skripsi: Implementasi Metode Menghafal Al-Qur’an Lauhun, Membaca 20 Kali, dan Talaqqi
Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya, (Palangka Raya: IAIN, 2020), Hal. 44.
metode menghafal Al-Quran dengan otak kanan. Karena dalam pelaksanaannya
memfungsikan otak untuk merangkai dari potongan-potongan ayat yang diingat.
Langkah yang ditempuh adalah: mengingat simbol-simbol yang ada di tulisan
AlQuran; membaca dan memahami betul-betul letak-letak simbol yang spesifik/ khas;
dan mengulangi membacanya serta memperhatikan letak bacaan di Al-Quran.
Talaqqi (musyafahah) merupakan warisan turun temurun daripada baginda
Nabi Muhammad S.A.W. Diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad S.A.W
bertalaqqi Al-Qur‟an bersama malaikat Jibril AS sekali setahun yaitu pada bulan
Ramadhan dan pada tahun kewafatannya, Nabi Muhammad S.A.W bertalaqqi
sebanyak dua kali.12 Para ulama tajwid amat menekankan konsep mempelajari Al-
Qur‟an secara talaqqi. Antara lain kelebihannya adalah seperti berikut:
1) Dapat menjaga kebenaran bacaan al-Qur‟an, hal ini akan berbeda jika membaca
Al-Qur‟an tanpa berguru atau hanya melalui buku-buku atau media-media elektronik
yang kian berkembang pesat di zaman sekarang ini yang tidak dapat dipastikan sahih
atau tidak sesuatu bacaan itu.
2) Bacaan seorang murid akan dikoreksi secara langsung oleh guru jika terdapat
kesalahan dalam membaca.
3) Murid dapat melihat langsung pergerakan mulut guru apabila menyebut sesuatu
bacaan. Hal ini disebabkan karena Al-Qur‟an mempunyai keunikan tersendiri apabila
kita membacanya. Ini amat berbeda jika bacaan Al-Qur‟an itu hanya dipelajari
daripada buku-buku atau media elektronik yang mana kita tidak dapat mengenal pasti
bagaimana cara bacaan yang benar.
4) Murid lebih fokus ketika guru berada di hadapannya, dan akan berbeda hasilnya
jika hanya belajar Al-Qur‟an melalui bukubuku dan lain sebagainya.
5) Murid akan selalu mendapat kata-kata nasihat dari guru dalam mempelajari Al-
Qur‟an. Kata- kata berupa nasihat khusus berkaitan Al- Qur‟an ini jarang dapat
disampaikan melainkan orang yang memang telah berkecimpung dalam mempelajari
ilmu Al- Quran.

Kelebihan metode talaqqi pada pembelajaran adalah siswa yang belum


menguasai ilmu tajwid dalam membaca dan menghafal ayat Al-Qur‟an akan semakin
lebih tahu dan paham tentang membaca Al-Qur‟an dan menghafal sesuai dengan ilmu

12 Khairul Atqia, Skripsi: Implementasi Metode Menghafal Al-Qur’an Lauhun, Membaca 20 Kali, dan Talaqqi
Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya, (Palangka Raya: IAIN, 2020), Hal. 45.
tajwid. Metode ini dianggap sangat cocok diterapkan pada siswa sekolah dasar serta
memiliki kelebihan bahwa siswa semakin memahami kaidah ilmu tajwid ketika
membaca dan menghafal Al-Qur’an.

Contoh penerapan metode talaqqi: Seorang guru memanggil siswa untuk


membacakan surah atau ayat yang akan dihafalkan misalkan pada surah Al-Kafirun.

ََ ‫قُلَْيَاَأَيُّهَاَا ْلكَافِ ُر‬


1 ‫ون‬
2. ََ‫ََلَأ َ ْعبُدَُ َماَت َ ْعبُدُون‬
3. ‫َو ََلَأ َ ْنت ُ ْمَعَا ِبدُونَ َ َماَأ َ ْع ُب َُد‬
َ َ‫َو ََلَأَنَاَعَا ِبدَ َما‬
4. ‫ع َب ْدت ُ َْم‬
5. ‫َو ََلَأ َ ْنت ُ ْمَعَا ِبدُونَ َ َمَاَأ َ ْع ُب َُد‬
َ ‫لَكُ ْمَ ِد ْينُكُ ْم‬
6. َ‫َو ِل َيَ ِدي ِْن‬

Guru meniyimak bacaan siswa tersebut sambal menegur terkait hukum-hukum


bacaan, mkhrojul huruf dan tajwidnya, misalkan pada potongan ayat َ ‫ َو ََل َأَ ْنت ُ ْم‬terdapat
hokum bacan mad jaizmunfasil yang mana harus dibaca Panjang 2 harakat, 4 harakat
dan 6 harakat dengan catatan disamakan kadar panjangnya dengan mad jaizmunfasil
sebelum dan sesudahnya. Begitujuga pada kalimat َ‫ َو َََل أَ ْنت ُ ْم‬terdapat hukum bacaan
ikhfa hakiki yang mana harus dibaca dengan samar-samar dan berdengaung.
Kemudian setelah selesai, siswa diminta kembali dan menghafalkanya di kursi
masing-masing, kdemudian di akhir pertemuan siswa diminta menyetorkan hafalan
tersebut satu persatu. 13

Kesimpulan

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad yang ummi (tidak
bisa membaca dan menulis). Kedatangan wahyu merupakan suatu hal yang sangat
dirindukan oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu setelah datangnya wahyu
Rasulullah langsung menghafalkan dan memahaminya. Dengan demikian dapat
diketahui bahwasanya Rasulullah adalah orang yang pertama kali menghafal Al-

13 Khairul Atqia, Skripsi: Implementasi Metode Menghafal Al-Qur’an Lauhun, Membaca 20 Kali, dan Talaqqi
Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya, (Palangka Raya: IAIN, 2020), Hal. 49.
Qur’an. Prilaku Rasulullah ini merupakan suri tauladan bagi para sahabat-
sahabatnya. Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW menyampaikan atau
mengumumkannya di depan para Sahabat melalui lisan dan memerintahkan mereka
untuk menghafalkannya.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwasanya Al-Qur’an diturunkan


kepada Nabi Muhammad tidak secara langsung, melainka secara berangsur-angsur
dalam masa yang relatif panjang, yakni dimulai sejak zaman Nabi Muhammad
diangkat menjadi Rasul dan berakhir pada masa menjelang beliau wafat. Oleh
karena itu, tidak menherankan kalau Al-Qur’an belum sempat dibukukan seperti
kondisi sekarang, karena Al-Qur’an sendiri secara keseluruhan ketika itu belum
selesai diturunkan.

Sementara itu, upaya pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa itu masih
tetap berjalan, baik secara hafalan seperti yang dilakukan oleh Nabi sendiri dan
diikuti oleh para Sahabat, maupun secara tulisan yang dilakukan oleh para Sahabat
atas perintah dari Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, setelah Nabi menerima
ayat-ayat Al-Qur’an, Nabi lalu memerintahkan kepada para Sahabat tertentu untuk
menuliskannya di samping juga menghafalkannya. Pengumpulan Al-Qur’an dalam
bentuk hafalan merupakan upaya yang paling dominan disbanding dengan bentuk
tulisan.
DAFTAR PUSTAKA

Jaedi, M. (2019). Pentingnya Memahami Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan . Risalah : 63.

Khaerani, C. (2017). Sejarah Al-Qur'an ( Uraian Analitis, Kronolgis, dan Nratif tentang
Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an) . Jurnal Historia: 197-198.

Khairul Ataqia, S. (2020). Impelementasi Metode Menghafal Al-Qur'an Lauhun, Membaca


20 kali, dan Talaqqi pad Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya.
Palangka Raya: 45.

Khairul Ataqia, S. (2020). Implementasi Metode Menghafal Al-Qur'an Lauhun, Membaca 20


Kali, dan Talaqqi Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya.
Palangka Raya: 49.

Khairul Atqia, S. (2020). Implementasi Metode Menghafal Al-Qur'an Lauhun, Membaca 20


kali, dan Talaqqi pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya.
Palangka Raya: 44.

Khairul Atqia, S. (2020). Implementasi Metode Menghafal Al-Qur'an Lauhun, Membaca 20


kali, dan Talaqqi Pada Kelas VII Tahfidz MTS Hidayatul Insan Palangka Raya.
Palangka Raya: 41.

Mawadah, S. (2017). Berut Ba'da Maghrib, Suatu Pembiasaan Bagi Anank-Anak Belajar Al-
Qur'an . Takammul : 96.

Muhammad Yasir, A. J. (2016). Studi Al-Qur;an . Riau : 90-91.

Muhammad Yasir, A. J. (2016). Studi Al-Qur'an . Riau: 77.

Muhammad Yasir, A. J. (2016). Studi Al-Qur'an . Riau: 86.

Munir, M. (2021). Metode Pengumpulan Al-Qur'an . Karimah : 146.

Munir, M. (2021). Metode Pengumpulan Al-Qur'an . Kariman : 147.

Anda mungkin juga menyukai