Abstrak
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
B. Hafalan al Qur’an
19 Oktober 2021
bacaan al-Qur’an kemudian Nabi Muhammad menghafalkannya. Lalu kemudian
Nabi melafalkannya kembali kepada para sahabat laki-laki dan perempuan. Agar
mudah dalam menghafalkannya, maka Nabi membacakannya dengan pelan
(tartil).1 Para sahabat sangat teliti dan hati-hati dalam pelafalan dan hafalan al-
Qur’an ini karena mereka tahu akan kesucian dan kekeramatan kalimat-kalimat
ini. Dari Ibnu Mas’ud. Suatu ketika ada kelompok sahabat yang bertanya tentang
QS. al-Syu‘ara’, Ibnu Mas‘ud menjawab: “Surat itu tidak bersama saya (tidak
menghafalnya), akan tetapi kalian harus membelajarinya dari orang yang
mengambilnya dari Rasulullah, yaitu Abi ‘Abd Allah Khabbab bin al- Ar”.2
Melalui riwayat ini bisa digambarkan bahwa Nabi dan para sahabat yang
mendengar bacaan al-Qur’an dari Nabi langsung dijadikan sebagai sumber
rujukan yang paling utama.
Ketika Nabi sibuk dengan urusan lain, Nabi memerintahkan para sahabat
yang sudah diajari untuk mengajari orang-orang yang ingin menghafalkan al-
Qur’an. Para sahabat juga dikirimkan ke tempat-tempat yang meminta bantuan
untuk diajari seperti Yaman.
Metode yang dilakukan Nabi dan para sahabat untuk menyebarkan hafalan
al-Qur’an adalah dengan metode oral (musyafahah) karena mayoritas masyarakat
Arab waktu itu masih belum bisa membaca dan menulis.
1. Menerima
Waktu pertama kali al-Qur’an disebarkan ada dua cara dalam menerima
hafalan al-Qur’an, yaitu:
a. Al-sama’ min qira’ah al-syaikh (mendengar bacaan guru). Ini adalah cara
pertama dalam sejarah belajar al-Qur’an. Cara ini juga dilakukan Nabi
1
Abdul Jalil, Studi Historis Kompatif Tentang Metode Tahfiz Al-Qur’an, PP. al-Munawwir, Krapyak,
Yogyakarta, 2013, hal. 2
2
Abi Na‘im Ahmad bin ‘Abd Allah al-Asfahani, Hilyah al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, (Bairut: Dar
al-Kutub al-‘ilmiyyah, Ttp), vol. 1, hal. 143
19 Oktober 2021
Muhammad kepada malaikat Jibril. Yaitu dengan mendengarkan bacaan
guru. Metode ini disahkan hanya untuk Nabi dan kalangan para sahabat saja
karena masih al-Qur’an turun dengan bahasa mereka dan mereka masih
merupakan orang Arab murni yang mempunyai bahasa yang fasih.
b. Al-qira’ah ‘ala al-syaikh (murid membaca dan guru mendengar). Metode ini
adalah metode yang diakui para quro. Dengan mendengarkan bacaan murid
maka guru bisa mengetahui kesalahan dan kekurangan bacaan muridnya
dengan jelas dan membenarkannya
2. Menyampaikan
3. Menjaga hafalan
Seorang manusia tidak lepas dari yang namanya lupa. Khususnya pada
pembahasan kali ini adalah orang yang menghafal al-Qur’an. Nabi
Muhammad sendiri sudah dijamin terjaga hafalannya. Namun beliau tetap
berusaha menjaga hafalannya dengan membaca ketika di masjid, di rumah
dan dalam keadaan safar yang jauh. Selain itu beliau juga menjadikan ayat-
ayat al-Qur’an sebagai wirid-an dalam salat-nya. Beliau mengingatkan para
sahabat bahwa hafalan al-Qur’an lebih mudah lepas dari seekor unta yang
1
Muhammad bin Sa‘d al-Zuhri, al-Tabaqat al-Kabir, edit. Ali Muhammad Umar, cetakan 1 (Kairo:
Maktabah al-Khanji, 2001), vol. 1, hal. 323.
2
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, kitab al-tauhid, bab qaul al-Nabi: al-mahir bi al-Qur’an, vol. 4, No.
Hadis 7546
19 Oktober 2021
diikat kakinya.1 Pada zaman sebelum dituliskannya al-Qur’an ke dalam
mushaf para sahabat dan Nabi saling bersautan membaca al-Qur’an dalam
rangka menjaga hafalan mereka.
Malaikat Jibril pun rutin mendatangi Nabi setiap setahun sekali untuk
memverifikasi bacaan Nabi beserta susunan ayat yang diturunkan kepada
beliau. Kegiatan ini disebut mu’aradhah dan biasanya dilakukan ketika
malam-malam bulan ramadan. Menjelang wafatnya Nabi Muhammad,
mu’aradhah dilakukan hingga dua kali, dikenal sebagai penyampaian
terakhir. Dengan demikian versi lengkap dari al-Qur’an telah ditetapkan dan
dipastikan keaslian dan keutuhannya.2
C. Penulisan al-Qur’an
D. Penyusunan al-Qur’an
1
Muslim, Sahih Muslim, kitab shalah al-musafirin wa qasriha, bab al-amr bi ta‘ahhud al-Qur’an,
vol. 1, No. hadis 791
2
Syamsuddin Arif, Tekstualisasi al-Qur’an: Antara Kenyataan dan Kesalahpahaman, Tsaqafah:
Jurnal Peradaban Islam Universitas Darussalam Gontor, 2016, vol. 12, no. 2, hal. 8
19 Oktober 2021
pelaksana kompilasi tersebut. Khalifah Abu Bakar telah menetapkan syarat yang
cukup ketat: “Duduklah kalian berdua (Zayd dan ‘Umar) di pintu masjid. Siapa
saja yang datang kepada kalian membawa sesuatu dari al-Qur’an dengan disertai
dua saksi, maka catatlah!” Demikianlah instruksi Khalifah Abu Bakar.1
Setelah itu, tim tersebut menyerahkan dan membacakan mushaf standar itu
di hadapan sejumlah Sahabat Nabi SAW, termasuk Khalifah Utsman. 39 Laporan
umum dan terbuka ini sangat penting, untuk menjamin kesahihan dan ke-
mutawâtir-an al-Qur’an. Setelah semua ahli al-Qur’an dari kalangan Sahabat itu
setuju dan sepakat, maka ditulislah beberapa naskah acuan untuk dikirim ke kota-
kota Kufah, Basrah, Damaskus, Mekkah, Mesir, Yaman, Bahrain, dan al-Jazirah.
1
Al-Suyuthi, al-Itqân, Jil. 1, hal. 182
2
Syamsuddin Arif, Tekstualisasi al-Qur’an: Antara Kenyataan dan Kesalahpahaman, Tsaqafah:
Jurnal Peradaban Islam Universitas Darussalam Gontor, 2016, vol. 12, no. 2, hal. 10
3
Ibid, hal. 12
19 Oktober 2021
Kemudian sebuah naskah disimpan oleh Khalifah Utsman di Madinah.40 Perlu
diketahui bahwa setiap mushaf acuan telah mewakili dan menampung berbagai
qiraah al-Qur’an yang sahih dan mutawâtir dari Nabi SAW. Mushaf-mushaf
acuan itu dikirim ke wilayah-wilayah di mana terdapat Sahabat yang dapat
dijadikan rujukan dan ahli al-Qur’an.41 Untuk memastikan agar tujuan proyek
kodifikasi dan standarisasi itu betul-betul tercapai, maka Khalifah Utsman
mengeluarkan instruksi resmi sebagai berikut. Pertama, semua catatan-catatan,
naskahnaskah pribadi, mushaf-mushaf lain yang masih ada pada saat itu, yang
memuat sebagian atau seluruh al-Qur’an, lengkap ataupun tidak lengkap, yang
masih dimiliki atau disimpan oleh siapapun, jika berbeda dengan mushaf acuan
yang telah disepakati oleh tim ahli, harus dihapus ataupun dibakar dan
dimusnahkan. Kedua, semua bacaan al-Qur’an harus sesuai dengan dan menurut
mushaf acuan masing-masing. Untuk itu, selain mengirimkan mushaf, Khalifah
Utsman juga mengirim seorang juru baca (qâri’) yang ditugaskan khusus untuk
mengajarkan al-Qur’an berdasarkan riwayat sahih yang tertuang dalam mushaf
acuan masing-masing. Mereka itu adalah Abu ‘Abdirrahman al-Sulami ke Kufah,
‘Amir bin ‘Abdi Qays ke Basrah, al-Mughirah bin Abi Syihab ke Damaskus,
‘Abdullah bin alSa’ib ke Mekkah, dan Zayd bin Tsabit di Madinah. Ketiga,
masyarakat Muslim dihimbau supaya membuat salinan untuk pribadi masing-
masing berdasarkan salah satu dari mushaf-mushaf acuan tersebut.
E. Kesimpulan
19 Oktober 2021
Daftar Pustaka
Abdul Jalil, Studi Historis Komparatif Tentang Metode Tahfiz al-Qur’an, PP. al-
Munawwir Krapyak Yogyakarta, 2017, vol. 18, no. 1
Farid Wajdi, Tahfiz al-Qur’an dalam Kajian ‘Ulum al-Qur’an (Studi atas
Berbagai Metode Tahfiz), 2008, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ilhamni, Pembukuan al-Qur’an pada Masa Usman bin Affann, Jurnal Ulunnuha
UIN Imam Bonjol Padang, 2017, vol. 6, no. 2, hal. 130-142
Kalimatul ‘Ulya dan Saidah, Rijalul Qur’an: Membincang Sejarah Para Penulis
Wahyu, QOF STAIN Kediri, 2017, vol. 1, no. 1
19 Oktober 2021