Anda di halaman 1dari 9

A.

Sejarah Mushaf Al-Qur’an Proses sejarah al-Qur’an hingga menjadi satu rangkaian mushaf
utuh tidak akan luput dari tahapan panjang yang mengiringi, yakni terkait pemeliharaan wahyu
al-Qur’an. Pemeliharaan ini dapat dilakukan dengan dua metode, yakni dengan cara menghafal
dan menulisakannya. Dua metode ini dalam literatur klasik ulu>m al-Qur’an dikenal dengan
istilah jam’u al-Qur’an, yang berarti pengumpulan.1 Pengumpulan al-Qur’an dalam arti
menghafal sudah berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya ketika Allah
menyemayamkannya ke dalam lubuk hati Nabi secara mantap sebelum orang lain menghafalnya
terlebih dahulu.2 Hingga kemudian, Nabi membacakannya kepada sejumlah sahabat agar terjaga
didalam hati mereka. Selain pemeliharaan dengan hafalan, upaya pengumpulan al-Qur’an dalam
arti penulisan juga sudah berkembang pada masa itu, meskipun belum terkodofikasi seperti
sekarang. Adapun penulisannya bervariatif dan dalam lembaran-lembaran yang terpisah atau
dalam bentuk ukiran pada beberapa 1 Muhammad Baqir Hakim, Ulu>mul Qur‟an, terj. Nashirul
Haq, Abdul Ghafur, et all, cet. 2, (Jakarta: al-Huda, 2012), hlm. 166 2 Lihat Shubhi al-Shalih,
Maba>h}is\ fi> „Ulu>m al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-„Ilm, al-Malayin, 1977), hlm. 71 32 jenis
benda yang dapat dijadikan sebagai alat tulis-menulis ketika itu.3 Hingga pasca wafatnya Nabi,
penjagaan al-Qur’an berpindah kepada para khalifah pilihan, yang mampu menjaga dan
menstandarisasikan bacaan al-Qur’an sampai sekarang. Kodifikasi al-Qur’an melalui usaha
penulisan dan pembukuan pada masa awal Islam, terjadi dalam tiga periode yakni periode Nabi
SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Usman bin ‘Affan.4 Berikut adalah sejarah panjang mushaf
al-Qur’an dari masa ke masa. 1. Periode Nabi Muhammad SAW Upaya pemeliharaan al-Qur’an
pada masa Rasulullah mulai dilakukan baik secara hafalan seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah sendiri beserta sahabat, maupun secara penulisan yang dilakukan oleh para sahabat
pilihan atas perintah Rasulullah. Pada awalnya al-Qur’an masa Rasulullah masih berbentuk
hafalan, bahkan selama kurun waktu 23 tahun masa pewahyuan tersebut, Rasulullah
mengajarkan dan memperdengarkan ayat yang diterima kepada para sahabat secara lisan.
Meskipun demikian, bukan berarti dengan kuatnya hafalan para sahabat dan masyarakat Arab
masa itu, lantas menjadikan Rasulullah luput akan pentingnya baca-tulis. Hal ini terbukti pada
saat wahyu turun, 3 Anshori, Ulu>mul Qur‟an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (ed.)
M. Ulinnuha Khusnan, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 81 4 Mawardi Abdullah, Ulu>mul
Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 16. Adapun Manna‟ Khalil al- Qat}t}a>n
dalam bukunya Maba>h}is\ fi> ‘Ulu>m al-Qur’an, menyatakan bahwa pengkodifikasian al-
Qur‟an sepanjang sejarah Islam hanya terjadi dua kali. Yakni periode Abu Bakar dan Usman. 33
Rasulullah secara rutin memanggil para penulis untuk menuliskan wahyu tersebut, termasuk
didalamnya Zaid bin Tsabit. Bahkan terdeteksi tidak kurang dari enam puluh lima orang sahabat
yang bertindak sebagai penulis wahyu.5 Berdasarkan kebiasaan Rasulullah tersebut, dapat
dikatakan bahwa pada masa ini budaya penulisan al-Qur’an sudah dilakukan bahkan al-Qur’an
telah sempurna penulisannya di zaman ini, meskipun penulisannya masih tercecer dalam
berbagai bentuk seperti di kulit binatang, pelepah kurma, kepingan-kepingan tulang, kayu yang
diletakkan dipunggung onta dan bebatuan.6 Pada masa ini apabila wahyu turun, sahabat
menyegerakan untuk menghafalkannya dan langsung ditulis oleh para penulis wahyu. Adapun
az-Zarqani berkata: “… Rasulullah memberi petunjuk kepada mereka letak ayat atau surat yang
harus di tulis. Sehingga mereka menuliskannya pada apa saja yang dapat digunakan untuk
menulis seperti pelepah daun kurma, batu-batu, daun, kulit binatang, dan tulang-tulang.
Kemudian semua yang sudah ditulis dikumpulkan di rumah Rasulullah, Sehingga ketika
Rasulullah wafat al-Qur’an telah terkumpul seperti itu adanya.” 7 Namun, pada masa ini belum
ada upaya untuk mengkodifikasikan al-Qur’an dalam 5 M. Musthafa Al-A‟zami, Sejarah Teks
al-Qur‟an dari wahyu sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, dkk (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), hlm. 72. Adapun sahabat yang mengumpulkan al-Qur‟an, setidaknya hanya empat sampai
enam orang saja. Diantaranya Mu‟adz bin Jabal, Zaid bin S}abit, Ubay bin Ka‟ab, Abu Ayyub
al-Ans}ari, Abu Zaid. Lihat pemaparan riwayat dalam Rasul Ja‟fariyan, Menolak Isu Perubahan
al-Qur‟an, terj. Abdurrahman (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1991), hlm. 23 6 Tim Forum karya
Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Purna Siswa 2011 MHM Lirboyo Kota Kediri,
(ed). Abu Hafsin, al-Qur‟an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, cet. 3, (Kediri:
Lirboyo Press, 2013), hlm. 46 7 Az-Zarqani Muhammad Abd al-Azhim, Mana>hil al-„Irfan fi
Ulu>m al-Qur'an, jilid 1, (Beirut: Jami'al-Huquq Makhfudzah, Dar al-Kitab al-'Arabi, 1415 H,
1995 M), hlm. 240 34 satu mushaf secara utuh, meskipun secara keseluruhan wahyu tersebut
telah tertulis. Hal ini karena: a. Wahyu masih proses turun berangsur-angsur dan terkadang ayat
yang turun berikut menghapus ayat sebelumnya.8 b. Belum ada kebutuhan mendesak untuk
melakukan upaya tersebut. Sebab penghafal al-Qur’an masih banyak, tidak adanya fitnah
perselisihan tentang perdebatan perbedaan bahasa, dan sarana tulis menulis masih sangat sulit
hingga kodifikasi al-Qur’an dengan cara menghafal menjadi kunci utama masa itu.9 c. Adapun
pada masa ini antara ayat dan surat masih berada dalam lembaran secara terpisah dalam tujuh
huruf, belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf . Bahkan susunan atau tertib
penulisan ayat dan surat al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi dituliskan sesuai dengan
petunjuk Nabi. Sebab, wahyu-wahyu diturunkan sesuai dengan munculnya masalah yang
melatarbelakangi turunnya wahyu.10 Setelah berakhir proses turunnya wahyu dengan wafatnya
Nabi, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada Khulafa ar-Rasyidin
sesuai dengan janji Allah yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.11 Hal
ini terjadi kali pertama pada masa 8 Manna>‟ Khalil al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj.
Mudzakir, cet. 16, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hlm. 187 9 Abdullah, Ulu>mul
Qur’an,... hlm. 22 10 Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an.., hlm. 187 11 Ini suatu isyarat
kepada firman Allah: “sesungguhnya kamilah yang menurunkan alQur‟an, dan kami pula yang
akan menjaganya”. (al-Hijr: 9) 35 Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Kat}t}ab.
Adapun pengumpulan al-Qur’an di masa Nabi ini dinamakan penghafalan (h}ifz\an) dan
pembukuan (kitabatan) pertama.12 Diantara faktor yang mendorong penulisan al-Qur’an pada
masa Nabi adalah: a. Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, b.
Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para
sahabat saja tidak cukup, karena adakalanya luput dari hafalannya atau sebagian dari mereka
sudah wafat. Sehingga dengan adanya pindahan berupa tulisan, akan tetap terpelihara walaupun
pada masa Nabi wahyu al-Qur’an masih ditulis ditempattempat tertentu yang masih tercecer.13
2. Periode Abu Bakar as}-S{iddiq Pasca wafatnya Rasulullah, terjadi perselisihan tentang
penggantian tampuk kekuasaan. Hingga memperoleh satu keputusan, Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, lantas
memunculkan pembangkangan terhadap khalifah, yaitu kelompok pengekang zakat, kaum
murtad dan kelompok pengaku menjadi Nabi diantaranya Musailamah al-Kaz\z\ab. Tiga
kelompok 12 Manna>’ Khalil al-Qat}t}a>n, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, terj.Aunur Rafiq
El-Mazni, cet. 6, (Jakarta: Putaka al-Kautsar, 2011), hlm. 158 13 Rosihon Anwar, Ulu>m al-
Qur‟an,cet. 6, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 39 36 ini kemudian di bumihanguskan oleh
khalifah dengan mengirimkan pasukan tentara dibawah pimpinan Khalid bin Walid, hingga
terjadilah Perang Yamamah pada tahun 12 H yang melibatkan sebagian besar sahabat penghafal
al-Qur’an. Dalam peperangan tersebut tidak kurang dari 70 penghafal al-Qur’an gugur, bahkan
dalam suatu riwayat disebutkan sekitar 500 orang14, dan mengakibatkan sebagian al-Qur’an
musnah. Berawal dari peristiwa inilah Umar bin Khat}t}ab mengusulkan agar dilakukan
pembukuan al-Qur’an. Hal ini dikhawatirkan al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bila hanya
mengandalkan hafalan semata. Kebijakan Umar dalam hal ini semakin memperjelas
kedudukannya sebagai sahabat sekaligus penasehat Abu Bakar. Dalam menanggapi usulan Umar
tersebut, Abu Bakar merasa ragu lantaran pada masa Rasulullah hal tersebut tidak lazim
dilakukan. Akan tetapi karena desakan Umar, akhirnya Abu Bakar menyetujui dan menunjuk
Zaid bin Tsabit sebagai ketua tim kodifikasi al-Qur’an. Awalnya Zaid merasa ragu dan penuh
pertimbangan dalam memenuhi tugas ini.15 Hingga Zaid menuturkan pikirannya saat mendengar
penugasan itu, “Demi Allah, seandainya ia menugasiku untuk memindahkan sebuah gunung,
tidak akan lebih berat dibanding tugas untuk mengumpulkan alQur’an. Maka setelah itu aku
mengumpulkan al-Qur’an dari pelepah 14Muhammad Quraish Shihab, et. al, Sejarah & „Ulu>m
al-Qur‟an, cet. 4, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 28 15 Mustafa Murad, Kisah Hidup
Umar bin Khat}t}ab, terj. Ahmad Ginanjar & Lulu M. Sunman, cet. 4, (Jakarta: Zaman, 2013),
hlm. 72. Lihat pula dalam al-Hafiz\ Ibn Kas{ir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang
Agung, terj. Abu Ihsan al-As{ari, cet. 8, (Jakarta: Darul Haq, 2011), hlm. 21-22 37 kurma,
lempengan batu, dari ingatan orang-orang, dari potongan kulit hewan, dan dari tulang-tulang
hingga aku menemukan akhir surat atTaubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari. Ayat itu tidak
kutemukan di tempat dan orang lain, selain dia. Terjemah ayat tersebut berbunyi: Sungguh telah
datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orangorang mukmin ...16 hingga akhir surat at-Taubah.17 Namun, kecintaannya terhadap al-
Qur’an telah menghapus keraguannya, dan menggerakkan Zaid untuk melacak dan menghimpun
lembaran-lembaran al-Qur’an yang berserakan. Dalam menjalankan tugasnya Zaid lebih selektif
dan hati-hati. Artinya tidak semua setoran dari para sahabat diterima begitu saja dengan tangan
terbuka, melainkan harus disertai sumber tertulis dan saksi (setidaknya dua saksi18). Hal ini
dilakukan Zaid untuk mencari kesepakatan bahwa setoran yang diterimanya benar-benar ayat al-
Qur’an dari Nabi Muhammad.19 Dengan 16 QS. at-Taubah: 123 17 Mustafa Murad, Kisah
Hidup Abu Bakar as}-S}iddiq, terj. Ahmad Ginanjar & Lulu M. Sunman, cet. 4, (Jakarta:
Zaman, 2013), hlm.147 18 Menurut Ibn Hajar, yang dimaksud dengan pengertian dua saksi
(syahidain), tidak harus keduanya dalam bentuk hafalan atau keduanya dalam bentuk tulisan.
Seorang sahabat yang membawa ayat tertentu dapat diterima bila ayat yang dibawanya didukung
oleh dua hafalan atau tulisan sahabat lainnya. Demikian juga, suatu hafalan ayat tertentu yang
dibawa oleh seorang sahabat akan dapat diterima bila dikuatkan oleh dua catatan dan atau
hafalan sahabat lainnya. Adapun pemahaman ini berbeda dengan yang diusulkan as-Sakhawi
(w.643 H), yang memenadang bahwa syahidain di sini artinya adalah catatan sahabat tertentu
mengenai ayat tertentu. Ayat tertentu yang disodorkan sahabat sudah dapat diterima jika
memiliki dua saksi yang menegaskan bahwa catatan tersebut memang ditulis dihadapan Nabi.
Lihat al-Suyut}i, al-Itqan, jilid 1, hlm. 60 19 Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an,... hlm. 87 38
demikian, pengumpulan al-Qur’an yang dilakuakan oleh Zaid pada periode ini berpijak pada
empat hal, yaitu: a. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dihadapan Nabi dan yang disimpan dirumah
beliau. b. Ayat-ayat yang ditulis adalah yang dihafal para sahabat penghafal alQur’an. c. Tidak
menerima ayat yang hanya terdapat pada tulisan atau hafalan saja, melainkan harus harus ada
bukti bahwa itu tertulis dan dihafal. d. Penulisan dipersaksikan kepada dua orang sahabat bahwa
ayat-ayat tersebut benar-benar ditulis dihadapan Nabi pada saat Nabi masih hidup.20 Tugas
penulisan al-Qur’an dilaksaakan oleh Zaid dalam kurun waktu satu tahun sejak selesai perang
Yamamah sampai sebelum Abu Bakar wafat. Lembaran-lembaran ini disimpan oleh Abu Bakar
sampai wafat dan kemudian disimpan Umar bin Kat}t}ab, hingga kemudian disimpan oleh
Hafshah bint Umar.21 Kompilasi al-Qur’an pada masa ini disebut dengan istilah s}uh}uf,
merupakan kata jamak yang secara literal artinya, keping atau kertas. 22 Adapun pembukuan al-
Qur’an masa Abu Bakar ini disebut sebagai pembukuan al-Qur’an kedua setelah masa
Rasulullah.23 20 Abdullah, Ulu>mul Qur‟an,..., hlm. 25 21 Murad, Kisah Hidup Umar..., hlm.
147. Lihat juga dalam Da>r al’Ilm, Atlas Sejarah Islam, Peny. Koeh, (Jakarta: Kaysa Media,
2011), hlm. 55 22 Al- A‟zhami, Sejarah Teks al-Qur‟an..., hlm, 92 23 Lihat al-Qat}t}a>n,
Pengantar Studi..., hlm. 162 39 Adapun karakterisrik penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar,
antara lain: a. Mushaf ini telah menghimpun semua ayat al-Qur’an dengan cara yang sangat teliti,
ayat dan surat telah tersusun menurut susunan yang sebenarnya seperti yang diwahyukan Allah
kepada Nabi SAW. b. Meniadakan ayat-ayat al-Qur’an yang telah di mansukh. c. Mushaf ini
mencakup tujuh bahasa sebagaimana al-Qur’an diturunkan. d. Mushaf ini telah diterima secara
luas dan semua ayat-ayatnya juga bersifat mutawwatir.24 Pasca wafatnya Abu Bakar, mushaf
terjaga dengan ketat di bawah tanggung jawab Umar bin Kat}tab sebagai khalifah kedua. Pada
masa ini al-Qur’an tinggal melestarikan ke berbagai wilayah. Selain itu umar juga diperintahkan
untuk menyalin mushaf masa Abu Bakar tersebut ke dalam lembaran. Dalam hal ini Umar tidak
menggandakan lembaran-lembaran tersebut, karena memang hanya untuk dijadikan naskah
orosinil, bukan sebagai bahan hafalan. Setelah serangkaian penulisan selesai, naskah tersebut
diserahkan kepada Hafshah untuk disimpan. Hal ini dengan pertimbangan, selain ia sebagai putri
Abu Bakar sekaligus Istri Rasulullah, ia juga pandai membaca dan menulis.25 Penjagaan oleh
Hafshah ini berlanjut sampai setelah wafatnya Umar. Begitupun Hafshah wafat, mushaf al-
Qur’an diambil resmi oleh 24 Abdullah, Ul u>mul Qur‟an,... hlm. 27 25 Rosihon Anwar, Ulu>m
al-Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 45 40 Marwan ibn al-Hakam untuk dibakar.26
Sebelumnya Marwan pernah meminta Hafshah agar lembaran-lembaran mushaf yang
disimpannya itu dibakar, tetapi ditolak oleh Hafshah.27 Tindakan ini dilakukan Marwan untuk
menjaga keseragaman mushaf dan menghindari keraguan di masa yang akan datang akan adanya
mushaf-mushaf lain yang setara dengannya. Hal tersebut dikarenakan mushaf Abu Bakar/
Hafshah tidak lengkap. Selain itu, adanya perubahan susunan penulisan yang dilakukan Zaid
antara mushaf Abu Bakar dengan mushaf Usman. Hemat penulis pada masa Umar tidak ada
upaya kodifikasi alQur’an sebagaimana pada masa Abu Bakar. Pada masa ini hanya dilakukan
penjagaan, karena al-Qur’an sudah tersebar ke berbagai wilayah. Sehingga al-Qur’an masa ini
mengalami stagnasi, artinya tidak ada pembaruan apapun, baik pengkodifikasian atau pengantian
tulisan.

3. Periode Usman bin ‘Affan

Sepeninggal Umar bin Kat}tab, jabatan kekhalifahan dipegang oleh Usman bin ‘Affan sebagai
khalifah ketiga. Pada masa ini dunia Islam mengalami banyak perkembangan, apa yang terjadi
pada masa Abu Bakar juga tidak lagi ditemui pada masa ini. Banyak penghafal al-Qur’an 26
Marwan ibn al- Hakam adalah walikota Madinah masa itu. Banyak versi periwayatan berkenaan
dengan keterangan ini. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Marwan memerintahkan
untuk membakar mushaf orisinil karena berbagai pertimbangan. Adapun ungkapan Marwan:
“Saya lakukan hal ini karena khawatir, ketika zaman berlalu atau dikemudian hari, manusia akan
meragukan keadaan ini.” lihat uraian dalam Muhammad Quraish Shihab, et. al, Sejarah dan
„Ulu>m al-Qur‟an,... hlm. 31 27 Said Agil Husin al Munawar, al-Qur‟an Membangun Tradisi
Kesalehan Hakiki, cet. 3, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), hlm.19 41 ditugaskan ke berbagai
wilayah untuk menjadi imam sekaligus mengajarkan al-Qur’an sesuai daerahnya masing-masing.
Dalam proses penyebarannya, masing-masing sahabat memiliki versi qira’at yang beragam,
berlainan satu sama lain. Bahkan Hudzaifah Ibn al-Yaman yang ikut dalam pembukaan Armenia
dan Azerbaijan, ketika itu ia mendengar bacaan al-Qur’an penduduk setempat yang berbeda satu
sama lain, bahkan saling membenarkan versi qira’at masing-masing, sehingga menimbulkan
pertikaian sesama umat. Melihat hal ini Huz}aifah berkata kepada Usman, “Wahai amirul
mu’minin! Satukanlah umat ini sebelum mereka berselisih dalam al-Qur’an seperti perselisihan
Yahudi dan Nasrani”. 28 Dari peristiwa inilah kemudian Usman berinisiatif untuk menyalin
kembali al-Qur’an, tepatnya akhir tahun ke-24 H dan awal ke-25 H29 dengan menunjuk 12
orang termasuk Zaid bin Tsabit (sebagai ketua), Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash, dan
Abdurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam30. Kodifikasi ini dilakukan sebagaimana pada masa Abu
Bakar. Akan tetapi kodifikasi al-Qur’an pada masa Usman bukan karena keberadaan al-Qur’an
yang masih tercecer, melainkan menyalin mushaf dalam rangka untuk menyeragamkan bacaan.
Upaya ini diawali dengan 28 Al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an,.. hlm. 193 29 Musthafa
Murad, Kisah Hidup Utsman Ibn „Affan, terj. Ahmad Ginanjar & Lulu M. Sunman, cet. 4,
(Jakarta: Zaman, 2013), 65. Lihat pula al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an,... hlm. 200. 30
Lihat Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an,... hlm. 100, bandingkan dengan al-Qat}t}a>n, Studi
Ilmu-ilmu al-Qur‟an,... hlm. 193, Usman hanya menunjuk empat orang dan ketiga diantaranya
selain Zaid adalah orang Quraisy, sehingga jika terjadi perdebatan Usman memerintahkan agar
yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga kawannya ditulis dalam dialek Quraisy. 42 menyalin
mushaf Abu Bakar yang dijaga oleh Hafshah ke dalam beberapa mushaf31. Sebelum tim
kodifikasi bekerja sesuai tugasnya masing-masing, Usman memberikan pengarahan kepada tim
agar: a. Berpedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur’an dengan baik dan benar. b. Bila
ada perbedaan pendapat tentang bacaan yang digunakan, maka haruslah dituliskan menurut
dialek Quraisy, sebab al-Qur’an diturunkan menurut dialek mereka. Setelah penyalinan al-
Qur’an selesai dikerjakan, maka lembaranlembaran al-Qur’an yang dipinjam dari Hafshah
dikembalikan kepadanya. Adapun al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai “al-Mushaf ”.
Dari penggandaan tersebut, mushaf di gandakan sebanyak 5 buah32, 4 buah diantaranya dikirim
ke berbagai wilayah yakni Mekkah, Syam (Syiria), Basrah dan kuffah, agar ditempat-tempat
tersebut disalin pula dengan mushaf yang sama33. Sementara satu buah mushaf, ditinggalkan di
Madinah untuk Usman sendiri dan yang terakhir inilah yang disebut “Mushaf al-Imam”. Setelah
itu, Usman memerintahkan untuk 31 Lihat Ibn Kas{ir, Perjalnan Hidup..., hlm. 453 32 Lihat al-
Suyut}i, Al-Itqan..., jilid 1, hlm. 132. Banyak perbedaan pendapat mengenai jumlah mushaf yang
dikirimkan Usman ke berbagai daerah. Manna‟ Khalil al-Qaththan dalam bukunya Maba>his\
fi> „Ulu>mil Qur‟an, hlm. 199, menuliskan: ada yang mengatakan 1) berjumlah 4 buah (masing-
masing dikirimkan ke Kuffah, Basrah, Syam, dan mushaf Imam), 2) 5 buah (masing-masing
adalah yang disebutkan pada poin pertama ditambah Mekkah). as-Suyuti berkata bahwa
pendapat inilah yang masyhur , 3) 7 buah (masing-masing adalah kota yang disebutkan
sebelumnya ditambahkan Yaman dan Bahrain). Sementara al-Ya‟qubi, seorang sejarawan
Syi‟ah mengatakan bahwa mushaf Usman ada sembilan eksemplar, yang tersebar ke tujuh
tempat sebelumnya ditambah wilayah Mesir dan al-Jazirah, al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an..,
hlm. 105 33 Lihat Dar al-Ilmi, Atlas Sejarah..., hlm. 55 43 mengumpulkan semua lembaran-
lembaran al-Qur’an yang ditulis sebelum pembakuan dan mushaf- mushaf lain yang tidak sesuai
untuk dibakar. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertikaian dikalangan umat.34 Kodifikasi
periode Usman ini dilakukan dengan sangat cermat dan teliti. Hal ini terlihat pada pengambilan
lafadz-lafadz yang diriwayatkan secara mutawatir dan mengesampingkan riwayat secara ahad.
Menyingkirkan lafal yang di nasakh (dihapus) dan lafadz yang diragukan. Penyusunan al-Qur’an
dilakukan dengan sistematika al-Qur’an sesuai dengan susunan surah dan ayat sebagaimana
terlihat saat ini. Sebelum menetapkan dan menuliskan lafadz yang disepakati, tim kodifikasi
menghimpun dan merundingkan semua gaya bacaan (qira’at) yang dikenal oleh para sahabat,
dan jika tetap terjadi perselisihan maka dipilihlah qira’ah Quraish. Selain itu, tim juga
menyisihkan segala sesuatu yang bukan al-Qur’an, misalnya catatan-catatan kaki yang yang
ditulis oleh para sahabat sebagai penjelasan atas suatu bagian al-Qur’an, penjelasan tentang
nasikh dan mansukh. 35 Semenjak saat itu sejarah mencatat, hasil kodifikasi Usman bin ‘Affan
cukup efektif untuk dapat mengikat persatuan umat Islam dalam ranah standarisasi teks al-
Qur’an. Setidaknya masa Usman ini menjadi kodifikasi terakhir umat Islam dalam penyatuan
bacaan. Artinya setelah fase ini tidak ada lagi pembukuan atau standarisasi berikutnya. 34
Murad, Kisah Hidup Utsman,... hlm. 66 35 Murad, Kisah Hidup Utsman,... hlm. 67 44
Pengumpulan al-Qur’an masa Usman ini disebut dengan pengumpulan/ pembukuan ketiga
setelah masa Abu Bakar. Adapun masa pemberlakuan mushaf Usmani di kalangan umat Islam
terjeda rentang waktu yang cukup lama, yakni hingga masa kekhalifahan Abdul Malik bin
Marwan.36 Dari penyalinan mushaf masa Usman ini, maka kaum muslimin diseluruh pelosok
menyalinnya dengan bentuk yang sama. Sementara model dan metode tulisan yang digunakan
didalam mushaf Usman ini kemudian dikenal dengan sebutan “Rasm Usmani”. 37 Dengan
demikian, maka penulisan al-Qur’an di masa Usman memiliki manfaat besar, diantaranya: a.
Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya. b.
Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tetapi setidaknya bacaan itu tidak
berlawnan dengan ejaan mushaf-mushaf Usman. Sedangkan ejaan yang tidak sesuai dengan
ejaan mushaf Usman, tidak diperbolehkan penggunaannya. c. Menyatukan tertib susunan surat-
surat menurut urutan seperti yang terlihat pada mushaf- mushaf sekarang. 36 Zaenal Arifin
Madzkur, “Legalisasi Rasm Usmani dalam Penulisan al-Qur‟an”, dalam Journal of Qur‟anic and
Hadits Studies, Vol. 1, No. 2, 2012, hlm. 220 37 Lihat Manna>’ Khalil al-Qat}t}a>n, Maba>his\
fi> „Ulu>m al-Qur‟an, (Riyad: Mans}urat al-Hasr wa al-Hadits, 1393 H/ 1973 M.), hlm. 146 45
Sehubungan dengan kodifikasi al-Qur’an yang berlangsung pada masa Abu Bakar dan masa
Usman, setidaknya terlihat beberapa perbedaan, sebagai berikut: Tabel 2. 1 Perbedaan Kodifikasi
al-Qur’an Masa Abu Bakar dan Masa Usman Masa Abu Bakar Masa Usman bin‟ Affan 1.
Motivasi penulisannya karena adanya kekhawatiran sirnanya alQur‟an dengan wafatnya
beberapa sahabat penghafal al-Qur‟an pada perang Yamamah. 2. Abu Bakar melakukannya
dengan mengumpulkan tulisan-tulisan alQur‟an yang masih tercecer pada pelepah kurma, kulit,
tulang dan daun. 1. Motivasi penulisannya karena terjadinya perselisihan cara membaca al-
Qur‟an (qira‟at). Sehingga menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan. 2. Usman
mengumpulkan al-Qur‟an dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu dialek, yakni
dialek Quraish, dengan tujuan mulia yakni mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf .

Anda mungkin juga menyukai