Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Imam Muhsin, M.Ag.

Disusun oleh :
1. Muhammad Nabiel Ardhika (22101020001)
2. Galuh Setia Wardhani (22101020019)
3. Dewi Puspa Rani (22101020033)

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mushaf al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan
panjang yang berliku-liku dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk
diketahui.
Kemurnian kitab suci al-Qur’an juga dijamin langsung oleh Allah yang termaktub
dalam firman-Nya yaitu al-Qur’an surah al-Hijr ayat 9 yang artinya “sesungguhnya
kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya”.
Sebagai kaum Muslim, sudah seharusnya kita mengetahui kodifikasi al-Qur’an dari
waktu ke waktu, karena hal ini penting sekali untuk membuktikan bahwasanya al-
Qur’an yang ada pada saat ini merupakan al-Qur’an yang sama diturunkan oleh Allah
Swt.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kodifikasi al-Qur’an ?
2. Kapan dimulainya proses kodifikasi al-Qur’an ?
3. Bagaimana proses kodifikasi al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian kodifikasi al-Qur’an.
2. Mengetahui waktu kodifikasi al-Qur’an.
3. Mengetahui proses atau sejarah kodifikasi al-Qur’an.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi adalah himpunan berbagai
peraturan menjadi undang-undang; hal penyusunan kitab perundang-undangan.
Untuk menyatukan persepsi tentang istilah kodifikasi atau pengumpulan al-Qur’an,
setidaknya ada dua pengertian yang terakomodasi di dalamnya. Kedua pengertian itu
merujuk kepada kandungan makna jam’u al-Qur’an (pengumpulan al-Qur’an), yaitu:
Pertama : Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya di dalam lubuk hati,
sehingga orang-orang yang hafal al-Qur’an disebut jumma’u al-Qur’an atau huffadz
al-Qur’an.
Kedua : Kata pengumpulan dalam arti penulisannya, yakni perhimpunan seluruh al-
Qur’an dalam bentuk tulisan, yang memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau
hanya mengatur susunan ayat-ayat al-Qur’an saja dan mengatur susunan semua ayat
dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi
suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu
demi satu.

B. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah Saw.


Pada masa Rasulullah masih hidup Al-Qur’an dipelihara sedemikian rupa,
sehingga cara yang paling terkenal untuk memelihara Al-Qur’an adalah dengan
menghafal dan menulisnya. Rasulullah di masa hidupnya menyampaikan wahyu
kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik.
Apa yang diperintahkan oleh Rasulullah dapat dilaksanakan dengan baik pula oleh
para sahabat.
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur baik di Mekah maupun di
Madinah sangat memudahkan dokumentasi yang dilakukan para sahabat. Al-Qur’an
tidak turun sekaligus seperti proses pembelian di toko akan tetapi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pada waktu itu.
Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas : “Alquran diturunkan secara terpisah (perayat
atau beberapa ayat) tidak persurah, maka yang diturunkan di Mekah kami tetapkan di
Mekah walaupun penyempurnaannya di Madinah. Demikian juga yang
diturunkan di Madinah, bahwasanya Alquran itu dipisah antara satu surah dengan
surah yang lain, apabila turun Bismillahirrahmanirrahim maka mereka (para sahabat)
mengetahui bahwa surah yang pertama sudah selesai dan dimulai dengan surah yang
lain”.
Atas perintah Nabi SAW, Al-Qur’an ditulis oleh penulis-penulis wahyu di atas
pelepah kurma, kulit binatang, tulang dan batu. Semuanya ditulis teratur seperti yang
Allah wahyukan dan belum terhimpun dalam satu mushaf. Di samping itu ada
beberapa sahabat yang menulis sendiri beberapa juz dan surat yang mereka hafal dari
Rasulullah saw.

C. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar


Di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra, terjadi
perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para qurra’/ para huffazh
(penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa tersebut, Umar bin Khaththab
merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an akibat wafatnya
para huffazh. Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada
di lembaran-lembaran.
Zaid bin Tsabit ra berkata: Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang
korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berada di sisinya. Abu
Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang kepadanya lalu ia berkata:
“Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa para qurra’
(para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan terhadap para
qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan
hilanglah sebagian besar al-Qur`an. ”Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana
aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw.
”Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik. ”Umar selalu
mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan kelapangan pada dada
Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang
dipandang oleh Umar. Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah
mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-
kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu
untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka
kumpulkanlah ia. ”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan
gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang
diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku bertanya:
“Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw? ” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu
mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku
seperti yang telah diberikan-Nya kepada Umar dan Abu Bakar ra.
Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah
kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku
dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku
temukan dari yang lainnya, yaitu: “Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan
hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di
hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran al-Qur`an tersebut tidak diterima,
kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan
Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat: 1) Harus
diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat. 2) Harus dihafal oleh salah
seorang dari kalangan sahabat.
Saking telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti
karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat
at-Taubah tersebut ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah
saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti
bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian
Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka
menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an,namun
mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya,
rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia
ini.

D. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan


Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin ‘Affan, penyebaran Islam bertambah
luas sampai ke berbagai kota dan daerah. Maka seiring dengan perkembangan umat
Islam, gerakan pengajaran al-Quran pun semakin berkembang. Para qura’ (para ahli
bacaan) pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk di setiap wilayah itu
mempelajari al-Quran dari qari yang dikirim kepada mereka. Mereka mengajarkan al-
Quran dengan bacaan yang beaneka ragam sesuai dengan tuntutan dialek penduduk
masing-masing daerah, dan sejalan pula dengan perbedaan “huruf” yang dengannya
al-Quran diturunkan.
Dengan adanya perbedaan bunyi huruf dan bentuk bacaan tersebut, maka sebagian
mereka ada yang merasa heran, dan sebagian lagi merasa puas karena mengetahui
bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Kondisi
yang seperti ini semakin hari semakin menajam, pada gilirannya menimbulkan
pertikaian, mengakibatkan permusuhan dan perbuatan dosa karena satu sama lainnya
saling kufur-mengkufurkan karena soal bacaan al-Quran. Di sisi lain, perbedaan itu
juga disebabkan karena pada masa itu penulisan al-Quran tanpa titik-titik (di atas atau
di bawah huruf) dan tanpa syakl (tanda bunyi, seperti fathah, kasrah, dhammah,
saktah dan lain-lain), dan juga karena cara orang membaca al-Quran tidak sama,
tergantung cara pencatatan al-Quran pada masing-masing orang.
Akhirnya khalifah Utsman melakukan tindakan preventif untuk mengatasi perbedaan
bacaan yang sangat mengkhawatirkan itu, sehingga umat Islam diharapkan tetap pada
bacaan yang satu huruf. Untuk mengatasi kondisi demikian, khalifah mengumpulkan
para sahabat-sahabat terkemuka dan cendikiawan untuk bermusyawarah guna
mengantisipasi perselisihan dan perpecahan sebagai akibat dari perbedaan bacaan
tersebut.
Di dalam musyawarah tersebut, mereka sependapat agar Amirul Mukminin menyalin
dan mereproduksi mushaf kemudian mengirimkannya ke berbagai kota dan wilayah
Islam, dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushaf-mushaf
yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan
perselisihan dalam hal bacaan al-Quran.
Untuk merealisasikan keputusan tersebut, maka khalifah Utsman mengirim sepucuk
surat kepada Hafsah, berisi permintaan agar Hafsah mengirimkan mushaf (yang
ditulis pada masa khalifah Abu Bakar) yang disimpannya untuk disalin menjadi
beberapa naskah. Selanjutnya khalifah Utsman menugaskan kepada komisi berempat
yang terdiri dari sahabat pilihan yang bacaan dan hafalannya dapat dihandalkan, yaitu
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubeir, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits
untuk bekerjasama menyempurnakan bacaan al-Quran yang tertulis dalam mushaf
Abu Bakar serta menyalinnya menjadi beberapa naskah.
Pelaksanaan gagasan yang mulia ini dilakukan pada tahun ke-25 hijrah. Setelah
pekerjaan berat team ini selesai, lalu khalifah Utsman menyerahkan kembali mushaf
yang asli itu kepada Hafsah. Dan selanjutnya beberapa naskah salinannya dikirim ke
berbagai kawasan Islam. Di samping memerintahkan supaya catatan tentang ayat-ayat
al-Quran atau mushaf-mushaf lainnya yang bertebaran dikalangan kaum muslimin,
segera dibakar.
Penulisan al-Qur’an tersebut belum diberi tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-
titik (titik satu, dua, dan tiga baik di atas ataupun di bawah) dan berupa syakl (tanda-
tanda bunyi; seperti fathah, kasrah, dhammah, saknah dan lain sebagainya), dan juga
tanpa pemisah satu ayat dengan ayat lainnya, dan lain-lain tanda baca seperti yang
telah sempurna dalam mushaf-mushaf al-Quran yang ada sekarang ini. Oleh karena
itu, pada tahun 65 hijrah (empat puluh tahun sesudah masa penggandaan mushaf
Utsman) tampillah generasi yang terdiri dari beberapa orang pembesar pemerintahan
untuk memelihara umat dari kekeliruan dalam membaca dan memahami Al Quran.
Mereka berusaha memikirkan tanda-tanda tertentu yang dapat membantu dan
memelihara pembacaan Al-Quran yang benar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar kodifikasi al-Qur’an belum mencapai
tahap pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke
dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama
hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya.
Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
Sedangkan Pada masa Khalifah Utsman bin Affan proses kodifikasi al-Qur’an
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Khalifah Utsman mengumpulkan
dan menugaskan 4 sahabat yang unggul dalam bacaan dan hafalan Al-Qur’an untuk
menyempurnakan bacaan yang tertulis dalam mushaf Abu Bakar serta menyalinnya
menjadi beberapa naskah untuk dibagikan ke beberapa wilayah Islam. Tetapi
Penulisan al-Quran tersebut belum diberi tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-
titik (titik satu, dua, dan tiga baik di atas ataupun di bawah) dan berupa syakl (tanda-
tanda bunyi; seperti fathah, kasrah, dhammah, dan lain sebagainya), dan juga tanpa
pemisah satu ayat dengan ayat lainnya, dan lain-lain tanda baca seperti yang telah
sempurna dalam mushaf-mushaf Al-Quran yang ada sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pada masa pemerintahan Khalifah abu bakar kondifikasi Al-Qur’an belum mencapai tahap
pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan
lembaran-lembaran yang Telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama
Hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya.
Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.

Sedangkan Pada masa Khalifah Utsman bin Affan proses kondifikasi Al-Qur’an sangat
berkembang.Khalifah Utsman mengumpulkan dan menugaskan 4 sahabat yang unggul
dalam bacaan dan hafalan Al-Qur’an untuk menyempurnakan bacaan yang tertulis dalam
mushaf Abu Bakar. serta menyalinnya menjadi beberapa naskah untuk dibagikan ke
beberapa wilayah islam.tetapi,Penulisan AlȬQuran tersebut belum diberi tandaȬ tanda
perbedaan huruf berupa titikȬtitik (titik satu, dua, dan tiga baik di atas ataupun di bawah)
dan berupa syakl (tandaȬtanda bunyi; seperti fathah, kasrah, dhammah, saknah dan lain
sebagainya), dan juga tanpa pemisah satu ayat dengan ayat lainnya, dan lainȬlain tanda
baca seperti yang telah sempurna dalam mushafȬmushaf AlȬQuran yang ada sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai