Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGUMPULAN DAN PENERTIBAN Al-QUR’AN


Disusun untuk memenuhi tugas mata Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu : Muhammad Nadhif, M.Pd.I

Oleh :

Dwi Rahmawati (2277012031)

Ega Makhmudatunnisak (2277012033)

Mufidatul Khabibah (2277012067)

Naviatuz Zahro (2277011965)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KSEOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MA’HAD ALY AL – HIKAM”
MALANG

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Tujuan penulis dalam mengerjakan materi ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pancasila yang di ampuh oleh Ustadz Muhammad Nadhif, M.Pd.I, yang berjudul
Pengumpulan dan penertiban Al-Qur’an semoga pembaca dapat memahami atau
mengerti makalah yang kami buat dan dapat menambah wawasan pembaca terkait
tujuan pancasila bagi negara.

Penyusun menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga


kami masih mengharap kritik dan saran dari pembaca.

Malang, 20 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar...........................................................................................2

Daftar isi......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penulisan..............................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................6

A. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Nabi................................................6


B. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Abu Bakar......................................9
C. Pengumpulan Al-Qur’an Masa Utsman Bin Affan........................10
D. Penertiban Ayat dan Surat dalam Al-Qur’an.................................12

BAB III PENUTUP..................................................................................14


Kesimpulan..........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Mushaf Al Quran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan
panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai
latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al
Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -
(15):9: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkkan adz-Dzikr (Al Quran), dan kamilah yang
akan menjaganya".

Pemeliharaan dan kemurnian al-Qur‟an yang berlangsung sejak jaman Nabi sampai
sekarang mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kemajuan perangkat tekhnologi yang ada.
Meski demikian, selalu ada garansi yang meyakinkan bahwa al-Qur‟an tidak pernah berubah
sedikit pun. Pada zaman Rasulullah saw., pemeliharaan al-Qur‟an bertumpu pada penghafalan.
Baik Nabi maupun para sahabat melakukan hal tersebut.

Seperti yang kita ketahui bahwa masa Rasulullah adalah masa aman “safe mode” dalam
artian aman dari masalah-masalah umat yang meradang karena setiap masalah diselesaikan
dengan bertanya pada Nabi. Namun, ketika Nabi wafat dan digantikan oleh khalifah-khalifah,
banyak permasalahan-permasalahan umat yang harus diselesaikan khalifah secara independent.
Hal ini juga lah yang terjadi pada proses pengumpulan al-quran. Pada masa Abu Bakar
persoalannya adalah banyaknya huffazh yang gugur dalam medan perang, sedang pada masa
Utsman permasalahannya adalah beragamnya bacaan (dialek) al-quran yang sampai
menimbulkan konflik dan pertikaian. Tantangan inilah yang harus dilewati dan dipecahkan secara
bijaksana oleh masing-masing khalifah. 1

Namun untuk pembukuannya bukanlah nabi yang memerintahkan, al-Qur’an


dibukukan setalah Nabi Wafat. Terlebih jika kita membaca al-Qur’an yang saat ini biasa
kita baca, maka kita akan dikejutkan dengan fakta bahwa ayat yang pertama kali turun
justru diletakan dibagian akhir dari al-Qur’an, bukan di awal. Seharusnya itu menjadi

1
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jil-4 NAH-SYA, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993),
hlm. 135.

4
pertanyaan tersendiri bagi kita, lantas siapa yang yang menyusun al-Qur’an hingga
akhirnya bisa menjadi seperti yang kita baca saat ini?.

Oleh karena itu, penulisan dan kodifikasi (pengumpulan) al-Qur‟an dilakukan dalam tiga
tahapan, yaitu tahap pertama pengumpulan al-quran pada zaman Rasulullah SAW, tahap kedua
pada masa khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, dan yang ketiga adalah pada masa khalifah Utsman
bin Affan.

Untuk itu maka perlu kajian yang khusus membahas hal tersebut guna setidaknya
memberikan informasi yang memadai mengenai hal tersebut, mengingat kajian semacam
itu akan berpengaruh bagi pembuktian atas keorisinilan al-Qur’an yang kita baca saat ini.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk menyusun sebuah makalah
pendek dengan judul “Pengumpulan dan Penertiban al-Qur’an”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengumpulan al-Qur’an dilakukan di masa Nabi Muhammad
SAW?
2. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an dilakukan di masa Khalifah Abu Bakar ?
3. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an dilakukan di masa Khalifah Utsman bin
Affan?
4. Bagaimana Penentuan penertiban Urutan Ayat dan Surat dalam al-Qur’an?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami bagaimana cara pengumpulan al-Qur’an di masa Nabi
Muhammad SAW
2. Untuk memahami bagaimana cara pengumpulan al-Qur’an di masa
Khalifah Abu Bakar AS-Shidiq
3. Untuk memahami bagaimana cara pengumpulan al-Qur’an di masa
Khalifah Utsman Bin Affan
4. Untuk mengetahui penentuan penertiban urutan ayat dan surat dalam al-
Qur’an

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa Rasulullah

Pengertian pengumpulan Al-Qur’an menurut para ‘ulama terbagi menjadi 2


macam yaitu: Pertama, pengumpulan dalam arti hifzhuhu (menghafalnya dalam
hati). Kedua, pengumpulan dalam arti Kitabatuhu kulluhu (penulisan qur’an semuanya)
baik dengan memisahkan ayat-ayat dan surat-suratnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan
ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul, yang
menghimpun semua surat sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.

Sejak awal pewahyuan Al-Qur’an hingga menjadi sebuah mushaf, telah melalui
proses panjang. Mulai dari Ayat yang pertama turun sampai ayat yang terakhir turun,
benar-benar terjaga kemurniaanya. Upaya untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat agar
tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan terus-menerus dilakukan. Upaya-upaya
tersebut dengan cara yang sederhana yaitu Nabi Menghafal Ayat-ayat itu dan
menyampaikannya kepada para sahabat yang kemudian juga menghafalnya sesuai dengan
yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang dilakukan Umat Islam dalam upaya
pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau menuliskannya dengan persetujuan Nabi.

Pada mulanya, bagian-bagian al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad dipelihara dalam ingatan Nabi dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang
kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Quran dalam
cara semacam itu.  Jadi, setelah menerima suatu wahyu, Nabi Lalu menyampaikannya
kepada para pengikutnya, yang kemudian menghafalkannya. Sejumlah hadits
menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam merangsang penghafalan wahyu-wahyu yang
telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Utsman ibn
Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Yang terbaik di antara kamu adalah mereka
yang mempelajari al-Quran dan kemudian mengajarkannya.

6
Rasulullah SAW mangangkat para penulis wahyu al-quran (asisten) dari sahabat-
sahabat terkemuka, seperti Ali Muawiyah, Ubay bin Ka‟ab dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat
turun, ia memerintahkan menuliskannya dan menunjukkan, di mana tempat ayat tersebut
dalam surat. Maka penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati.12
Sebagian sahabat juga menulis al-quran atas inisiatif sendiri pada pelepah kurma,
lempengan batu, papan tipis, kulit atau daun kayu, pelana, dan potongan tulang belulang
binatang. Zaid bin Tsabit berkata, “Kami menyusun al-quran di hadapan Rasulullah SAW
pada kulit binatang.”. Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat
dalam penulisan al-quran. Alat-alat yang digunakan tulis menulis tidak cukup tersedia
bagi mereka, selain hanya sarana-sarana tersebut. Tetapi hikmahnya, penulisan al-quran
ini semakin menambah kuat hafalan mereka. 2 Kegiatan penulisan ini didasarkan pada
hadis Nabi –sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim- yang berbunyi:

.‫ال تكتبوا عين شيأ اال القرآن و من كتب عين سوى القرآن فليمحه‬
‫رواه مسلم‬
Artinya: “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-
Qur‟an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Qur‟an, hendaklah ia
menghapusnya.”

Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu, antara lain adalah: Abu
Bakar Al-Shiddiq, Umar bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin
Tsabit, Ubay bin Ka‟ab, Mu‟awiyah bin Abi Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin
Walid, dan Amr bin As. Tulisan ayat-ayat alquran yang ditulis oleh mereka disimpan di
rumah Rasulullah SAW. Mereka pun masing-masing menulis untuk disimpan sendiri.
Walaupun demikian, tulisan-tulisan itu belum dikumpulkan dalam satu mushaf (sebuah
buku yang terjilid seperti sekarang ini), melainkan masih berserakan.3

2
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran/ Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Penerjemah: H. Aunur
Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm 156
3
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op Cit, 1993, hlm. 135

7
Az-Zarkasi berkata, “al-quran tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman
Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu,

penulisannya dilakukan kemudian sesudah al-quran selesai turun semua, yaitu


dengan wafatnya Rasulullah.4

Penulisan al-quran dilakukan sesuai tartib (urutan) ayat sebagaimana ditunjukkan


Nabi SAW sesuai perintah Allah SWT. Jadi, tartib ayat al-quran adalah tauqifi (menurut
ketentuan wahyu, bukan ijtihad). Artinya, susunan ayat dan surah dalam al-quran
sebagaimana terlihat sekarang dalam mushafmushaf adalah sesuai dengan perintah dan
wahyu dari Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Malaikat Jibril AS bila membawa
sebuah atau beberapa ayat kepada Nabi, ia berkata: “Hai Muhammad! Sesungguhnya
Allah SWT memerintahkan kepadamu untuk menempatkannya pada urutan kesekian
surat anu. Demikian pula halnya Rasul memerintahkan kepada para sahabat,
“Letakkanlah pada urutan ini, setelah ayat yang berbunyi begini, sebelum ini.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW, jika turun
kepadanya satu surat, beliau memanggil para sebagian penulis wahyu. Beliau berkata,
“Letakkanlah surat ini di tempat yang disebut begini dan begini.5

Proses penulisan al-quran seperti itu berlangsung terus sampai Rasulullah SAW
wafat. Ketika Rasulullah SAW wafat, al-quran telah sempurna dihafal oleh para sahabat
dan lengkap tertulis di pelepah, kulit, kepingan batu, dan lain-lain. inilah masa awal
penulisan atau kodifikasi alquran, yaitu terjadi pada zaman Nabi.

Secara singkat faktor yang mendorong penulisan Al-Qur‟an pada masa Nabi
adalah: 1) Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya;
dan 2) Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena
hafalan para sahabat saja tidak cukup. Dan sebagian dari mereka ada yang sudah wafat.
Adapun pada masa Nabi ini penulisan al-Qur‟an tidak ditulis pada satu tempat melainkan
terpisah-pisah dengan alasan: 1) Proses penurunan Al-Qur‟an masih berlanjut sehingga
ada kemungkinan ayat yang turun belakangan menasakh ayat sebelumnya; dan 2)
Penyusunan ayat dan surat Al-Qur‟an tidak sesuai dengan turunya.

4
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit, 2006, Cet.1, hlm. 157
5
Muhammad Ismail Yusanto, et.al., Op Cit, 2002, cet.1, hlm. 48.

8
B. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq

Ketika Rasulullah telah Wafat, al-Qur’an memang telah terkumpul di dada para
sahabat berupa hafalan serta telah dituliskan dalam lembaran-lembaran. Namun al-Qur’an
yang ditulis para sahabat tersebut masih berupa lembaran-lembaran yang tercecer
ditangan para sahabat atau dengan kata lain al-Qur’an pada saat itu masih belum
sepenuhnya terbukukan. Sehingga ketia terjadi perang Yamamah yang terjadi setahun
setelah wafatnya Nabi yang menewaskan 70 Qari’ menimbulkan kegelisahan dihati
‘Umar bin Khattab hingga kemudian mendesak Abu Bakar untuk segera membukukan al-
Qur’an mengingat para Qari’ telah banyak yang meninggal sedangkan al-Qur’an yang
tertulis masih berupa lembaran-lembaran yang tercecer.6

Atas desakan ‘Umar tersebut kemudian Abu Bakar berkenan untuk


memerintahkan pengumpulan tersebut walaupun pada awalnya beliau menolaknya
dengan alasan bahwa hal tersebut bukanlah perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, namun
‘Umar meyakinkannya dengan alasan bahwa pembukuan tersebut adalah hal yang baik
dan sangat penting. Setelah Abu Bakar merasa yakin dengan keputusannya tersebut,
maka diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mulai mengumpulkan al-Qur’an.7

Pemilihan Zaid sebagai orang yang ditugasi untuk mengumpulkan al-Qur’an


menurut beberapa Ahli Ilmu Qur’an didasarkan oleh beberapa alasan diantaranya adalah
Zaid adalah seorang yang cerdas, masih muda, dan tidak memiliki sifat tercela, selain itu
peranannya sebagai penulis wahyu dimasa Rasulullah menjadi alasan yang mendsari
pemilihannya.8

Dalam mengumpulkan al-Qur’an Zaid menggunakan metode yang sangat teliti


berdasarkan arahan yang diberikan oleh abu Bakar dan ‘Umar. Selama pengumpulan
tersebut, Zaid tidak serta-merta mengandalkan hafalan yang dimilikinya, tidak juga
dengan apa yang telah ditulisnya maupun yang telah didengarkannya. Dalam
pengumpulan tersebut, zaid menggunakan dua rujukan utama, yaitu9

6
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013). Hal. 154.
7
Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, (Cairo : Dar at-Turats, tt). Hal.
233
8
. az-Zarqany, Ibid. Hal. 206
9
ibid

9
1) Berdasarkan ayat yang telah ditulis dihadapan Rasulullah dan telah
disaksikan langsung oleh beliau.
2) Ayat yang dihafal dan ditulis dalam lembaran dengan menyertakan dua
saksi yang adil yang menyaksikan bahwa ayat tersebut telah benar-benar
ditulis dihadapan Rasulullah,

Adapun yang dimaksud dimaksud dengan disaksikan oleh dua orang adalah,
bahwa hal itu merupakan sesuatu yang ditulis sebagaimana bentuk yang dengannya al-
Qur’an telah diturunkan, atau bahwa yang ditulis itu memang telah ditulis di depan
Rasulullah saw. Tujuan dari penyertaan syarat tersebut  adalah agar al-Qur’an tersebut
tidak ditulis dengan tulisan yang sama dengan yang ditulis di depan Rasulullah saw.

Karena itu, kesaksian tersebut bukan kesaksian atas al-Qur’an, karena hal itu tidak
perlu diragukan. Mengingat jumlah para penghafal dan pembacanya sangat banyak.
Namun, kesaksian yang dimaksud di sini adalah kesaksian atas tulisan yang ditulis di
depan Nabi saw. Dengan cara itulah, penulisan tersebut telah selesai dengan sempurna
sehingga terkumpul dalam lembaran yang diikat dengan benang, sebagaimana yang
dijelaskan dalam sebagian riwayat. Inilah peranan yang dimainkan oleh Zayd bin
Tsâbit.10

C. Pengumpulan Al-Quran Pada Zaman Khalifah Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan Usman bin „Affan terjadi perluasan wilayah islam di
luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab
saja („Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu
dampaknya adalah ketika mereka membaca AlQur‟an, karena bahasa asli mereka bukan
bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang
sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin
alyaman.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang
pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria)
mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq

10
 Muhammad Ali ash- Shabuni, Ibid, Hal. 89.

10
menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana
terdapat perbedaan bacaan Al-Qur‟an yang mengarah kepada perselisihan. Ia berkata :
“wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Qur‟an,
jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan
nasrani11

Utsman juga berpendapat demikian bahwa sebagian perbedaan itu pun terjadi
pada orang-orang yang mengajarkan qira‟at kepada anak-anak. Lalu anak-anak itu akan
tumbuh sedang di antara mereka terdapat perbedaan dalam qir‟at. Perbedaan-perbedaan
ini dikhawatirkan akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Bahkan tidak jarang
masalah ini menimbulkan konflik dan saling mengkakufurkan satu sama lain. Hingga
pada akhirnya Utsman bersama para sahabat bersepakat untuk menyalin lembaran-
lembaran pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-
lembaran itu dengan bacaan-bacaan baku pada satu huruf.

Utsman kemudian mengirim utusan kepada Hafshah (untuk meminjamkan mushaf


Abu Bakar yang ada padanya), dan Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu
padanya. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit al-Anshari, Abdullah bin az-
Zubair, Said bin al-Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam (tiga orang Quraisy).
Lalu ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, jika ada
perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu, hendaklah ditulis dalam bahasa
Quraisy, karena al-quran turun dalam dialek bahasa mereka.12

Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi


beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafshah.
Selanjutnya Utsman mengirimkan mushaf baru tersebut ke setiap wilayah dan
memerintahkan agar semua al-quran atau mushaf lainnya dibakar. Apa yang dilakukan
Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf
(dialek) dari tujuh huruf al-quran seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu
qira‟at13

D. Penertiban Ayat dan Surat dalam al-Qur’an


11
http://annabawi.com/2010/07/17/sejarah-pengumpulan-al-quran/, diakses pada hari kamis 20 Oktober 2022
12
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit, 2006, Cet.1, hlm. 163
13
Ibid., hlm. 163.

11
Umumnya para Ulama’ sependapat bahwa tertib ayat dalam al-Qur’an
sebagaimana yang kita kenal saat ini menganut pedoman ‘Utsman dan penetapan tersebut
bersifat Tauqifi atau ketetapan dari Nabi, riwayat yang masyhur dikalangan para Ulama’
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ketika turun sebuah ayat akan memerintahkan
para sahabat untuk menulis. Ketika memerintahkan untuk menulis tersebut Nabi berkata :
“  Telah datang Jibril kepadaku, dan dia memerintahkanku untuk meletakan ayat kedalam
tempat ini dalam surat ini”.14
Berdasarkan kisah tersebut maka dapat diketahui bahwa ketetapan posisi ayat
dalam al-Qur’an bukan hanya dari Nabi sendiri, bahkan sebenarnya ketetapan tersebut
berdasarkan perintah Allah yang disampaikan lewat perantara Jibril.
Jika susunan Ayat dalam al-Qur’an yang bersifat Tauqifi dan itu telah disepakati
oleh jumhur ‘Ulama, maka hal berbada dialami oleh susunan Surat dalam al-Qur’an.
Ketika membahas susunan suat dalam al-Qur’an para ‘Ulama berbeda pendapat.
Sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh as-Suyuthi bahwa para ‘Ulama
terpagi menjadi dua golongan dalam menentukan tertib Surat dalam al-Qur’an. Pendapat
yang  Pertama menyatakan bahwa tertib surat dalam al-Qur’an sebagian
bersifat Tauqifi sama seperti tertib Ayat yang bersifat Tauqifi, dan sebagian yang lainnya
berdasarkan ijtihad sahabat. Pendapat ini didukung oleh salah satunya Ibn Faris yang
berargumen bahwa sebagian memang bersifat Tauqifi sebagai mana perintah Allah
kepada Nabi Muhammad, namun sebagian lainnya berdasarkan bacaan para sahabat.
Argumen semacam itu didasari oleh kenyataan bahwa Mushaf para sahabat memiliki
Urutan Surat yang berbeda-beda seperti Mushaf Ali yang disusun berdasarkan kronologi
turunnya ayat.15
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa susunan surat dalam al-Qur’an
bersifat Tauqifi sepenuhnya. Pendapat ini didukung oleh beberapa tokoh salah satunya al-
Kirmani yang menyatakan bahwa urutan surat dan ayat sudah seperti itu sejak dari Lauhil
Mahfudz. Argumen tersebut didasari oleh riwayat yang mengisahkan bahwa setiap
setahun sekali Jibril mendatangi Rasulullah untuk memeriksa hafalannya, dan pada tahun
wafatnya Rasulullah, Jibril mendangi beliau setahun dua kali.16Sedangkan mengenai

14
 As-Suyuthi, Ibid. Hal. 396
15
 As-Suyuthi, Ibid. Hal. 406
16
 Ibid. Hal. 407

12
perbedaan mushaf dikalangan para sahabat, berkomentar bahwa perbedaan tersebut
terjadi karena beberapa sahabat menyusun al-Qur’an berdasarkan apa yang diketahui
berdasarkan Asbabun Nuzul (seperti kasus Mushaf yang ditulis oleh Ali misalnya).17

17
 Ibid. 

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kodifikasi (pengumpulan) al-Qur‟an dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap
pertama pengumpulan al-quran pada zaman Rasulullah SAW, tahap kedua pada masa
khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, dan yang ketiga adalah pada masa khalifah Utsman bin
Affan.
Pada zaman Nabi SAW, pengumpulan al-quran terjadi dengan dua cara, yaitu
penghafalan (mengumpulkan al-quran dalam dada) dan penulisan (menulis al-quran pada
alat tulis yang ada pada zaman itu). Keduanya ini dilakukan oleh Nabi dan para
sahabatnya.
Pada zaman khalifah Abu Bakar, pengumpulan al-quran dilakukan karena
banyaknya huffazd yang gugur di medan perang sehingga dikhawatirkan akan terjadi
terus menerus hingga berdampak pada punahnya huffadz dan al-quran. Pengumpulan al-
quran dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan/catatancatatan al-quran para sahabat
untuk dijadikan satu hingga menjadi mushaf.
Sedang pada zaman khalifah Utsman bin Affan, pengumpulan al-quran dilakukan
dengan menyalin (copying) dari mushaf Abu Bakar pada satu mushaf dengan satu dialek
(jenis bacaaa, yaitu Quraisy). Hal ini dilakukan karena banyaknya dialek yang ada
menimbulkan konflik dan pertikaian.
Jumhur ‘Ulama sepakat bahwa urutan Ayat al-Qur’an adalah Tauqifi berdasarkan
perintah dari Allah yang disampaikan oleh Rasulullah. Sedangkan untuk urutan Surat,
‘Ulama terbagi atas dua pendapat yaitu : Pertama, urutan Surat sebagian adalah Tauqifi,
sebagian lain berdasarkan Qia’at sahabat. Kedua, urutan surat dalam al-Qur’an
sepenuhnya Tauqifi dari Allah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jil-4 NAH-SYA, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1993), hlm. 135

Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran/ Syaikh Manna‟ Al-Qaththan,
Penerjemah: H. Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm 156

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op Cit, 1993, hlm. 135

Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit, 2006, Cet.1, hlm. 157

Muhammad Ismail Yusanto, et.al., Op Cit, 2002, cet.1, hlm. 48.

Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013). Hal. 154.

Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, (Cairo : Dar at-
Turats, tt). Hal. 233

. az-Zarqany, Ibid. Hal. 206

Muhammad Ali ash- Shabuni, Ibid, Hal. 89.

http://annabawi.com/2010/07/17/sejarah-pengumpulan-al-quran/, diakses pada hari kamis 20


Oktober 2022

Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit, 2006, Cet.1, hlm. 163

As-Suyuthi, Ibid. Hal. 396


As-Suyuthi, Ibid. Hal. 406

15
16

Anda mungkin juga menyukai