Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA


NABI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata Kuliah: Studi Al-Qur’an

Dosen Pembimbing:
Yusriyah, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Elin Oktivani (12210423702)
Lili Suryani (12210420627)

Kelas PBI Semester 1 A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamduliah, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI”.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibuk Yusriyah M.Pd.i selaku
dosen pembimbing mata kuliah studi Al-Qur’an dan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan makalah ini

Besar harapan kami bahwa makalah ini bernilai baik, dan dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belumlah
sempurna dari segi tulisan maupun materi, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan
saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, 20 september 2002

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemeliharaan Al-Qur’an...............................................................3


B. Penulisan Al-Qur’an pada Masa Nabi............................................................3
C. Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Nabi......................................................8
D. Alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi pada Masa Nabi..............................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpuan....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya


Muhammad Saw, yang keotentikannya (keaslian) Al-Qur’an diajamin oleh Allah
SWT. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam Q.S al-Hijr ayat 9, yaitu:

َ‫َََّن ُنَنحَّزلْحناَال ِّذ ْكحر حَواَِّنََّلحهَٗ حَٰل ِفظُْو حن‬ ِ


ْ‫َاَّن ح‬
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Dzikr (Al-Qur’an)
sesungguhnya Kami (jugalah) yang benar-benar memeliharanya (Q.S al-Hijr: 9).1

Imam At-Thabari kemudian menjabarkan makna penjagaan tersebut dalam tafsirnya:

Dan sesungguhnya Kami akan senantiasa menjaga (Al-Qur‟an) agar tidak dimasuki
suatu hal yang bathil yang bukan berasal darinya, ataudari pengurangan isi
kandungannya baik berupa hukum-hukum, batasan-batasan, atau kewajiban-
kewajibannya. 2

Ayat diatas dengan tegas menyatakan bahwa penurunan Al-Qur’an dan


pemeliharaan kemurnian-Nya adalah merupakan urusan Allah SWT. Dia-lah yang
menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat
Jibril, dan Dia pulalah yang akan mempertahankan keaslian atau orisinalitasnya
sepanjang waktu.3

Namun demikian, tidak berarti kaum muslimin boleh berpangku tangan


begitu saja, tanpa menaruh kepedulian sedikitpun terhadap pemeliharaan Al-Qur’an.
Sebaiknya kaum muslimin harus bersikap pro aktif dalam memelihara keaslian kitab
sucinya.

Dalam firman Allah yang telah penulis sebutkan diatas, tepatnya pada kata
nahnu dan nazzalna serta wa-inna yang menggunakan redaksi jamak (mutakalim
ma’a al-ghar) bukan mutakallim wahdah yang menunjukkan keMahatunggalan
Allah yang Maha Esa, mengindikasikan keharusan keterlibatan kaum muslimin
dalam mempertahankan kemurnian kitab suci Al-Qur’an.

Upaya demikian memang telah berjalan sepanjang sejarah kaum muslimin


sejak Nabi Muhammad Saw, dan terus berlanjut hingga kini dan di masa-masa

1
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART, 2004)
2
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an I, Cet, 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 48.
3
IbId, Vol. 17, hal. 68.

1
2

mendatang. Sejarah telah membuktikan kebenaran pemeliharaan Al-Qur’an dari


kemungkinan ternodanya wahyu Allah SWT ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pemeliharaan Al-Qur’an?
2. Bagaimana pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi?
3. Apa alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi pada masa Nabi?

C. TUJUAN MASALAH
1. Memahami pemeliharaan Al-Qur’an
2. Mengetahui pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
3. Mengetahui alasan-alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi pada masa Nabi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN


Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri dari dua kata, yaitu pemeliharaan dan Al-
Qur’an. Pemeliharaan sendiri berasal dari kata pelihara yang berarti jaga atau rawat,
yang diberi imbuhan pe- dan –an yang berarti proses, cara, dan perbuatan
memelihara.4
Kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca,
dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk dan pedoman hidup umat manusia. Dari
pengertian itu dapat dipahami bahwa yang dimaksud pemeliharaan Al-Qur’an
Adalah proses pengumpulan, penulisan dan pembukuan serta perawatan ayat-ayat
Al-Qur’an sehingga menjadi sebuah kitab seperti yang kita baca sekarang.
Dalam sebagian besar yang membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, istilah
yang dipakai untuk menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau pemeliharaan Al-
Qur’an adalah Jam’ul Qur’an yang artinya pengumpulan Al-Qur’an. hanya sebagian
kecil yang memakai istilah Kitabat Al-Qur’an yang artinya penulisan Al-Quran, serta
Tadwin Al-Qur’an yang artinya pembukuan Al-Qur’an.
Apabila mencermati batasan pengertian di atas, pada dasarnya istilah-istilah
yang digunakan mempunyai maksud yang sama, yaitu proses pemeliharaan Al-
Qur’an yang dimulai pada turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw., kemudian
disampaikan kepada para sahabat untuk dihafal dan ditulis sampai dihimpunnya
catatan-catatan tersebut dalam satu mushaf yang utuh dan tersusun secara tertib.
Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fii Ulumil Qur’an
memberikan pengertian pemeliharaan Al-Qur’an dalam dua kategori yaitu :
pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti menghafalnya dalam hati dan pemeliharaan Al-
Qur’an dalam arti penulisannya.

B. PENULISAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI


1. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Sejarah telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama Islam,
bangsa Arab - tempat diturunkannya al-Qur’an tergolong ke dalam bangsa yang buta
huruf sangat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.5 Mereka
belum mengenal kertas, sebagaimana kertas yang dikenal sekarang.
Bahkan, Nabi Muhammad Saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi,
yang berarti tidak pandai membaca dan menulis. Buta huruf bangsa Arab pada saat
itu dan ke-ummi-an Nabi Muhammad Saw, dengan tegas disebutkan dalam surat Al-
Jumu’ah ayat 2, yaitu:

4
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring : Pelihara”, dalam
https://kbbi.web.id/pelihara. Diakses pada 9 Oktober 2018 pukul 07;30
5
Zainul Abidin S, seluk Beluk Al-Qur’an , Cet. 1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 27

3
4

Artinya: Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang rasul
dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan
hikmah; dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar (berada) dalam
kesesatan yang nyata (Q.S Al-Jumu’ah :2)

Kendatipun bangsa Arab pada saat itu masih tergolong buta huruf pada awal
penurunan al-Qur’an, tetapi mereka dikenal memilki daya ingat (hafal) yang sangat
kuat. Mereka terbiasa menghafal berbagai sya’ir Arab dalam jumlah yang tidak
sedikit atau bahkan sangat banyak.

Dengan demikian, pada saat diturunkannya al-Qur’an, Rasulullah


menganjurkan supaya al-Qur’an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkannya
membacanya dalam shalat.6 Sedangkan untuk penulisan al-Qur’an, Rasulullah Saw
mengangkat beberapa orang sahabat, yang bertugas merekam dalam bentuk tulisan
semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Di antara mereka ialah Abu
Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Tsabit, Ubay bin Ka’ab,7 dan beberapa sahabat lainnya.

Proses penulisan Al-Qur’an terdiri dari beberapa tahapan atau masa. Yaitu
pada masa Nabi Muhammad Saw, masa Khulafa al-Rasyidin, dan pada masa setelah
Khulafa’ur al-Rasyidin.

Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang sangat dirindukan oleh Nabi


Muhammad Saw. sehingga kerinduan Nabi Muhammad Saw terhadap kedatangan
wahyu yang tidak disengaja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam
bentuk tulisan. Oleh karena itu penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
ditempuh dengan dua cara:

A. Pertama, al-Jam’u fis sudur

Rasulullah sangat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu


dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Persis seperti dijanjikan Allah
SWT dalam surah Al-Qiyamah ayat 17, sebagai berikut:

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan


(membuat pandai) membacanya” (Q.S Al-Qiyamah: 17).

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw adalah hafis (penghafal) Al-Qur’an
pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dan menghafalnya,
sebagai relisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap

6
Ibid, hal. 29
7
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Ce. II, (Bandung: Remaja Rosdikarya, 1994), hal. 67
5

kali Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, para sahabat langsung menghafalnya
diluar kepala.

B. Kedua, al-Jam’u fis Suthur

Selain dihafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an


dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin
Sabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukkan
tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu
penghafalan didalam hati.

Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw sangatlah


sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu,
pelepah kurma, tulang belulang dan berbagai tempat lainnya. Selain para sekertaris
Nabi Muhammad Saw tersebut, para sahabat juga melakukannya tanpa sepengetahuan
Nabi Muhammad Saw.

2. Pada masa Khulafa’ur Rasyidin


A. Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shuddiq

Sepeninggalan Rasulullah Saw, istrinya Aisyah menyimpan beberapa naskah


catatan (manuskrip) Al-Qur’an, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah
Jam’ul Qur’an yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang
susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu
(hasbi tartibin nuzul).

Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi


setelah perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas
habis para pemurtad dan juga para pengikut Musailama Al- Kadzab itu ternyata telah
menjadikan 70 orang sahabat penghafal Al-Qur’an syahid. Khawatir akan hilangnya
Al-Qur’an karena para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam medan perang.
Lalu Umar bin Khattab menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan didalam
hafalan maupun tulisan.

Namun pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang diusulkan
oleh Umar bin Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad Saw pun tidak pernah
melakukannya. Tetapi Umar bin Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk
melakukannya, dan akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk
menerima usulan tersebut. Kemudian Abu Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit
untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak
perintah Abu Bakar dengan alasan yang sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya
Zaid bin Sabit pun setuju.
6

B. Pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan

Pada masa pemerintahan ‘Ustman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah Islam
diluar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat Islam bukan hanya terdiri dari
bangsa arab saja (‘Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan
negative.

Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al-Qur’an, karena


bahasa mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini ditangkap dan ditanggapi secara
cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan
muslim yang bernama Hudzalifah bin Al-Yaman.

Inisiatif ‘Utsman bin ‘Affan untuk menyatukan penulisan Al-Qur’an


tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat, perbedaan cara
membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada pada titik yang menyebabkan umat
Islam saling menyalahkan dan pada ujungnya terjadi persilisihan diantara mereka.

‘Utsman bin ‘Affan memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf
yang memenuhi persyaratan berikut:

 Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,


 Mengabaikan ayat yang bacaannya dinaskah dan ayat tersebut tidak diyakini
dibaca kembali dihadapan Nabi Muhammad Saw pada saat-saat terakhir.
 Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan
mushaf Abu Bakar yang susunan mushafnya berbeda dengan mushaf ‘Utsman bin
‘Affan.
 Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda
sesuai dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an ketika turun.
 Semua yang bukan mushaf Al-Qur’an dihilangkan. Pada masa ini, Al-Qur’an
mulai dalam tahap penyempurnaan dalam penulisannya. Mushaf yang ditulis pada
masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat
dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab
memeluk Islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat
dan bertitik itu. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak
memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu
dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.

3. Pada Masa setelah Khulafa’ur Rasyidin

Pada masa ini, Al-Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam


penulisannya. Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak memiliki
7

harakat dan tanda titik. Sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh.
Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka merasa kesulitan membaca
mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik
(685-705), ketidak memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim
terkemuka saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.

Tersebutlah dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu Ubaidillah Bin Ziyad
dan Hajjaj Bin Yusuf ats-tsaqafi. Ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang
lelaki dari persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang.
Adapun Al-Hajjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf ‘Utsmani pada
sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.8

Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus,tetapi berharap dan


dilakukan oleh setiap generasi sampai abab III H (atau akir abad IX M) ketika proses
penyempurnaan naskah Al-Qur’an (mushaf ‘Utsmani) selesai dilakukan. Tercatat
pula tiga nama yang disebut sebut sebagai orang yag pertama kali meletakan titik
pada mushaf ‘Utsmani. Ketiga orang itu adalah Abu Al-Aswad Ad-Da’uli,Yahya’
bin Ya’mar(45-129 H).dan Nashr bin ‘Ashim Al-Laits(89 H). Adapun orang yang
disebut –sebut pertama kali meletakkan hamzah, tasyidid Al-raum, dan Al-Isymam
adalah Al-Khalil Bin Ahmad Al-farahidi Al-Azdi yang diberi kunyah Abu
‘Abdirrahman(w.175 H).
Upaya penulisan Al-Qur’an dengan tulisan yang bagus merupakan upaya lain
yang telah dilakukan generasi terdahulu.Diberitakan bahwa Khalifah Al-Walid
(memerintah dari tahun 86-96 H).memerintahkan Khalid bin Abi Al-Hayyaj yang
terkenal keindahan tulisannya untuk menulis mushaf Al-Qur’an. Dan untuk pertama
kalinnya, Al-Qur’an dicetak di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi begitu
keluar, penguasa gereja mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci agama islam
ini. Dan baru lahir lagi cetakan selanjutnnya atas usaha seorang jerman bernama
Hinkelman pada tahun 1694 M. Di Hamburg(jerman). Disusul kemudian
oleh Marracci pada tahun 1698 M. Di Padoue .Sayangnnya,tak satu pun Al-Qur’an
cetakan pertama,kedua, maupun ketiga itu yang tersisa didunia islam .Dan
sayangnnya pula,perintis penerbitan Al-Qur’an pertama itu dari kalangan bukan
muslim.
Penerbitan Al-Qur’an dengan label islam baru dimulai pada tahun 1787.
Yang menerbitkannya adalah maulaya Utsman. Dan mushaf cetakan itu lahir di
Saint-Petersbourg,Rusia,atau Leningrad,Uni Soviet sekarang.
Lahir lagi kemudian,mushaf cetakan di Kazan. Kemudian terbit lagi di
Iran.Tahun 1248 H/1828 M., negeri Persia ini menerbitkan mushaf cetakan di kota

8
Anwar, Roshihon, Ulum Al-Qur’an. Bandung. 2012. Hlm. 47-48
8

Teheran .Lima tahun kemudian ,yakni tahun 1833 ,terbit lagi mushaf cetakan di
Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di iran , setahun kemudian (1834)terbit lagi
mushaf cetakan di Leipzig,Jerman.
Sepeninggal Ustman, mushaf Al-Qur’an belum diberi tanda baca seperti
baris.(harakat) dan tanda pemisah ayat. Karna daerah kekuasaan Islam semakin
meluas keberbagai penjuru yang berlainan dialek dan bahasanya, dirasa perlu adanya
tindakan preventif dalam memelihara umat dari kekeliruan membaca danvmemahami
al-Qur’an.
Upaya tersebut baru terealisir pada masa Khalifah Muawiyah ibn Abi Sufyan
(40-60H) oleh Imam Abu al-Aswad al-Duali, yang memberi harakat atau baris yang
berupa titik merah pada mushf al-Quran. Untuk ‘’a’’ (fathah) disebelah atas huruf,
‘’u’’(dlammah) didepan huruf dan ‘’I’’ (kasrah)dibawah huruf.sedangkan syiddah
Usaha selanjutnya dilakukan pada masa Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
(65-68H). dua orang murid Abu al-Aswad al-Duali yaitu Nasar ibn Ashim dan
Yahya ibn ya’mar memberi tanda untuk beberapa huruf yang sama seperti ‘’ba’’,
‘’ta’’, dan‘’tsa’’.
Dalam berbagai sumber diriwayatkan bahwa ‘Ubaidillah bin Ziyad (w. 67 H)
memerintahkan kepada seseorang yang berasal dari persia untuk menambahkan
huruf alif (mad) pada dua ribu kata yang semestinya dibaca dengan suara panjang.
Misalnya, kanat menjadi kanat. Adapun penyempurnaan tanda-tanda baca lain
dilakukan oleh Imam Khalid ibn Ahmad pada tahun 162 H.

C. PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI


1. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa nabi

Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW. dikelompokkan menjadi dua


kategori yaitu :

 Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada


Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan Al-
Qur’an dalam arti hifzuhu atau menghafalnya dalam hati. kondisi masyarakat arab
yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an adalah masyarakat yang tidak mengenal
baca tulis karena itu satu-satunya andalan mereka adalah hafalan, mereka juga dikenal
sebagai masyarakat yang sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini yang membuat
mereka memiliki waktu luang yang cukup yang digunakan unrtuk menambah
ketajaman pikiran dan hafalan.
Masyarakat arab waktu itu sangat gandrung lagi membanggakan kesusatraan,
mereka membuat ratusan ribu syair kemudian dihafalnya diluar kepala, mereka
bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu
tertentu. Akan tetapi ketika Al-Qur’an datang dengan langgam bahasa yang sangat
memukau, pemberiataan gaib yang terbukti, isyarat ilmiah yang mantap serta
keseimbangan bahasa yang jelas mampu mengalahkan syair-syairnya, sehingga
9

mereka mengalihkan perhatian kepada kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati
menghafal ayat-ayat dan surat-suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka
meninggalkan syair-syairnya karena telah menemukan cahaya kehidupan dalam Al-
Qur’an.
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad, maka otomatis untuk
memelihara apa yang yang diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha keras
Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal Al-Qur’an terbukti setiap malam beliau
membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk merenungkan maknanya.
Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al-Qur’an yang diturunkan, kepadanya
belum selesai Malaikat Jibril membacakan ayatnya, beliau sudah menggerakkan
lidahnya untuk menghafal apa yang sedang diturunkan, karena takut apa yang turun
itu terlewatkan sehingga Allah SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang
terdapat dalam Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19 yang artinya sebagai berikut:
“Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak
cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami
telah selesai mebacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian atas tanggungna
kamilah penjelasannya. “

Ayat di atas bagaikan mengatakan janganlah engkau wahai Nabi Muhammad


menggerakkan lidahmu untuk membacanya sebelum Malaikat Jibril selesai
membacakannya kepadamu, jangan sampai engkau tidak menghafalnya atau
melupakan satu bagian darinya. Allah SWT., melarang ketergesa-gesaan agar tidak
terjerumus ke dalam pelanggaran.
Kata jam’ahu (penghimpunannya) dari ayat diatas bermakna penghafalannya,
oleh karena itu orang-orang yang hafal Qur’an disebut Jumma’ul Qur’an atau
Huffadzul Qur’an. Makna yang lain dari Jam’ahu adalah penulisan seluruh Al-
Qur’an.
Nabi Muhammad SAW, setelah menerima wahyu langsung menyampaikan
wahyu tersebut kepada para sahabatnya sesuai denagn hapalan Nabi, tidak kurang
tidak lebih. Sehingga sahabat pun banyak sekali yang hafiz Qur’an. Manna Khlil Al-
Qattan mengutip hadits dari kitab shahih Buhari bahwa Ada tujuh hafiz di zaman
Rasulullah yaitu : Abdullah Bin Mas’ud, Salim bin Maqal, Muadz bin Jabal, Ubai Bin
Ka’ab, zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Zakan, dan Abu darda.
Penyebutan para hafiz yang tujuh di atas bukan berarti pembatasan, karena
beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah menunjukkan bahwa para sahabat
berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan mereka memerintahkan anak-anak dan istri-
istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam shalat sehingga
alunan suaranya seperti suara lebah.

 Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan


Walaupun Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-
Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau
tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan
bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi Muhammad SAW., memanggil sahabat-
sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat beberapa orang penulis
10

(kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Ayat-
ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang. Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut
secara pribadi. Namun karena keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak
banyak yang melakukannya.
Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada sejak
zaman Rasulullah SAW., dikemukkan oleh Ibrahim al-Abyari, tentang sekelumit
historis Umar bin Khattab ketika mendapat informasi bahwa saudaranya masuk islam,
lalu ia marah besar kepada adiknya setelah ditemuinya sedang membca Al-Qur’an.
Namun ketika Umar telah reda marahnya, ia melihat lembaran-lembaran di sudut
rumahnya yang di dalamnya terdapat tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.Kemudian Umar
masuk Islam setelah mendapatkan kalimat-kalimat yang mengandung mukjizat yang
bukan perkataan manusia.
Dari beberapa pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa sejak zaman Nabi
Muhammad SAW., telah terjadi pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan dengan dua
cara yaitu menghafalnya dalam hati dan menulisnya di atas pelbagai jenis bahan yang
ada pada saat itu. Meskipun Al-Qur’an saat itu belum tertulis dalam lembaran yang
berbentuk mushaf sebagaimana sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti bahwa sudah
ada penulisan Al-Qur’an pada Zaman Nabi Muhammad SAW., bahwa pemeliharaan
Al-Qur’an di masa Nabi ini dinamakan pembukuan yang pertama.

2. Pemeliharaan AL-Qur’an pada Khulafa al-Rasyidin


 Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar
Tragedi berdarah di peperangan Yamamah yang menggugurkan 70 orang
sahabat yang hafidz Qur’an dicermati secara kritis oleh Umar bin Khattab, sehingga
muncullah ide brilian dari beliau dengan mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera
mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa Rasulullah
SAW.
Semula Abu Bakar keberatan dengan usul Umar, dengan alasan belum pernah
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., tetapi akhirnya Umar Behasil
meyakinkannya sehingga dibentuklah sebuah timyang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit
dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut.Abu Bakar memilih Zaid
mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman, dan kecerdasannya
serta dia juga hadir pada saat Al-Qur’an dibacakan oleh Rasulullah terakhir kalinya.
Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut dengan
sangat hati-hati di bawah petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber utama penulisan
tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafal oleh para sahabat dan yang ditulis
atau dicatat di hadapan Nabi.
Di samping itu untuk lebih mengetahui kalau catatan yang berisi ayat Al-
Qur’an benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW., maka harus menghadirkan
dua orang saksi yang adil.
Dalam rentang waktu kerja tim, Zaid kesulitan terberat dialaminya pada saat
tidak menemukan naskah mengenai Ayat 128 dari Surat At-Taubah. Ayat tersebut
dihafal oleh banyak sahabat termasuk Zaid sendiri, namun tidak ditemukan dalam
bentuk tulisan. Kesulitan itu nanti berakhir ketika naskah dari ayat tersebuit
ditemukan ditangan seorang bernama Abu Khuzaimah Al-Anshari.
11

Hasil kerja yang beruapa mushaf Al-Qur’an disimpan oleh Abu Bakar sampai
akhir hayatnya. Setelah itu berpindah ketangan Umar bin Khattab. Sepeninggal Umar
Mushaf di ambil oleh hafsah binti Umar.
Dari rekaman sejarah di atas diketahui bahwa Abu Bakar yang memerintahkan
pertama penghimpunan Al-Qur’an, Umar bin Khattab adalah pencetus ide yang
brilian, serta Zaid bin Tsabit adalah aktor utama yang melakukan kerja besar
penulisan Al-Qur’an secara utuh dan sekaligus menghimpunnya dalam bentuk
mushaf. Pemeliharaan Al-Qur’an dimasa Abu Bakar dinamakan pengumpulan yang
kedua.
 Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas sampai
ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah
Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan
baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-Qur’an.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan diantara orang yang ikut
menyerbu kedua kota tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia menemukan
banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, bahkan sebagian qiraat itu
bercampur dengan dengan kesalahan. Masing-masing mempertahankan bacaannya
serta menetang setiap bacaaan yang tidak berasal dari gurunya. Melihat kedaan yang
memprihatinkan ini Khuzaifah segera melaporkan kepada Khalifah Usman tentang
sesuatu yang telah dilihatnya.
Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari jalan keluar
dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar Mushaf Abu
Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf untuk dijadikan rujukan apabila
terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-Qur’an.
Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari
empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan
Abdul Rahman bin Haris bin Hisyam.
Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga
diantaranya dikirm ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan di
Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-
Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan hasil
kerja panitia yang empat ini untuk dibakar.
Dengan usahanya itu usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah
dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan dan
penyimpangan sepanjang zaman. mushaf yang ditulis dimasa usman inilah yang
kemudian menjadi rujukan sampai sekarang.
12

D. ALASAN AL-QUR’AN BELUM TERKODIFIKASI PADA MASA NABI

Syaikh Ali As-Shabuni menjelaskan bahwa setidaknya ada 5 hal yang menjadi
penyebab tidak ada kodifikasi Al-Qur’an di zaman Rasulullah. Hal ini sebagaimana
ia jelaskan dalam kitab Attibyan Fi Ulumil Qur’an.9

 Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah tidak sekaligus melainkan secara


berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Kondisi ini tentu tidak
memungkinkan untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf
sebelum ayat-ayat itu turun secara keseluruhan.
 ada sebagian ayat Al-Qur'an yang ter-mansukh. Hal ini juga tidak memungkinkan
untuk mengumpulkan ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf kecuali sampai
semuanya turun dengan sempurna. Dalil mengenai nasikh-mansukh ini
sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 106:

‫َمْن حهآَاحْو َِمثْلِ حها‬


ِ ِ ِ ‫ماَنحْنس ْخ َِمنَاٰي ٍةَاحوَنَُْن ِسه ح‬
ّ ‫اََنْتَِبحٍْْي‬ ‫ح ح ْ ح ْ ح‬
Artinya: Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti
Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.

 Susunan surat dan ayat-ayat dalam Al-Qur'an tidak berdasarkan waktu


diterimanya wahyu oleh Rasulullah. Ada kalanya surat atau ayat diturunkan di
awal tapi dalam susunannya ditempatkan menjelang akhir, seperti surat Al-Alaq
ayat 1 sampai 5 yang turun di awal namun dalam penempatannya ada di surat
ke-96. Syaikh Ali As-Shabuni menjelaskan, ada 2 pendapat mengenai wahyu
terakhir yang diterima oleh Rasulullah. Pendapat pertama adalah Surah Al-
Baqarah ayat 281:

َ‫ت حَوُه ْم حََلَيُظْلح ُم َْو حن‬ ٍ ‫َََُثََّتُ حو ّّٰفَ ُك ُّلَنح ْف‬ِٰ ‫واتَّ ُقواَي وماَتُرجعو حنَفِي ِهَاِ حَل‬
ْ ‫َماَ حك حسبح‬
َّ ‫س‬ ُ َ‫َاّلل‬
ّ ْ ُْ ‫ح ْ حًْ ْ ح‬

Artinya: Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada
Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa
yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).

Sedangkan pendapat kedua adalah Surat Al-Maidah ayat 3:

ِ ‫َاَلس حَلم‬
ِ ِ ِ ِ
َۗ‫َديْنًا‬ ُ ‫َعلحْي ُك ْمَن ْع حم ِِت حَوحرضْي‬
‫تَلح ُكم ْ ْ ح‬ُ ْ ‫ت ح‬ُ ‫تَلح ُك ْمَديْنح ُك ْم حَواحْْتح ْم‬
ُ ْ‫احلْيح ْوحمَاح ْك حمل‬

9
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-qur’an/5-sebab-al-qur’an-tak-dibukukan-di-zaman-rasulullah-UVx2m
13

Artinya: Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.

Syaikh Ali As-Shabuni sendiri lebih setuju dengan pendapat pertama karena
Surah Al-Baqarah ayat 281 diterima pada 9 hari/malam sebelum wafatnya
Rasulullah. Sedangkan Surat Al-Maidah ayat 3 turun saat menunaikan ibadah haji
wada. Rasulullah sendiri wafat 81 hari setelah haji wada.

 Selisih waktu antara ayat yang terakhir diterima dengan waktu wafatnya
Rasullullah terbilang singkat, yakni sekitar 9 hari sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. Waktu yang cukup singkat tersebut dinilai tidak cukup untuk
membukukan Al-Qur'an dalam satu mushaf.
 Tidak ada pihak yang mendorong untuk melakukan kodifikasi Al-Qur'an karena
kultur masyarakat Arab saat itu lebih mengarahkan perhatiannya pada hafalan
sehingga banyak melahirkan hafidz-hafidzah yang mampu menjaga kemurnian
ayat-ayat Al-Qur'an. Wallahu a’lam. (Aiz Luthfi)
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:

 Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya


Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh
Allah akan keautentikannya.
 Penulisan Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw masih hidup, yang
kemudian dilanjutkan pengumpulannya pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
 Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw lebih banyak mengandalkan
kemampuan hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit seperti pada pelepah
kurma, tulang belulang, batu-batuan, hal ini karena pada masa tersebut belum
dikenal kertas sebagai sekarang ini, disamping juga karena banyaknya umat Islam
yang buta huruf.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART,


2004)
Anwar, Roshihon, Ulum Al-Qur’an. Bandung. 2012. Hlm. 47-48

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring :
Pelihara”, dalam https://kbbi.web.id/pelihara. Diakses pada 9 Oktober 2018 pukul 07;30

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-qur’an/5-sebab-al-qur’an-tak-dibukukan-di-zaman-
rasulullah-UVx2m

Ibid, hal. 29

IbId, Vol. 17, hal. 68.

Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Ce. II, (Bandung: Remaja Rosdikarya, 1994),
hal. 67

Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an I, Cet, 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000), hal. 48.

Zainul Abidin S, seluk Beluk Al-Qur’an , Cet. 1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 27

15

Anda mungkin juga menyukai