Dosen Pembimbing:
Yusriyah, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Elin Oktivani (12210423702)
Lili Suryani (12210420627)
Alhamduliah, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“SEJARAH PEMELIHARAAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibuk Yusriyah M.Pd.i selaku
dosen pembimbing mata kuliah studi Al-Qur’an dan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan makalah ini
Besar harapan kami bahwa makalah ini bernilai baik, dan dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belumlah
sempurna dari segi tulisan maupun materi, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan
saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpuan....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dan sesungguhnya Kami akan senantiasa menjaga (Al-Qur‟an) agar tidak dimasuki
suatu hal yang bathil yang bukan berasal darinya, ataudari pengurangan isi
kandungannya baik berupa hukum-hukum, batasan-batasan, atau kewajiban-
kewajibannya. 2
Dalam firman Allah yang telah penulis sebutkan diatas, tepatnya pada kata
nahnu dan nazzalna serta wa-inna yang menggunakan redaksi jamak (mutakalim
ma’a al-ghar) bukan mutakallim wahdah yang menunjukkan keMahatunggalan
Allah yang Maha Esa, mengindikasikan keharusan keterlibatan kaum muslimin
dalam mempertahankan kemurnian kitab suci Al-Qur’an.
1
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, (Bandung: Jumanatul Ali-ART, 2004)
2
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an I, Cet, 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 48.
3
IbId, Vol. 17, hal. 68.
1
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pemeliharaan Al-Qur’an?
2. Bagaimana pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi?
3. Apa alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi pada masa Nabi?
C. TUJUAN MASALAH
1. Memahami pemeliharaan Al-Qur’an
2. Mengetahui pemeliharaan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
3. Mengetahui alasan-alasan Al-Qur’an belum terkodifikasi pada masa Nabi.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring : Pelihara”, dalam
https://kbbi.web.id/pelihara. Diakses pada 9 Oktober 2018 pukul 07;30
5
Zainul Abidin S, seluk Beluk Al-Qur’an , Cet. 1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 27
3
4
Artinya: Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang rasul
dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan
hikmah; dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar (berada) dalam
kesesatan yang nyata (Q.S Al-Jumu’ah :2)
Kendatipun bangsa Arab pada saat itu masih tergolong buta huruf pada awal
penurunan al-Qur’an, tetapi mereka dikenal memilki daya ingat (hafal) yang sangat
kuat. Mereka terbiasa menghafal berbagai sya’ir Arab dalam jumlah yang tidak
sedikit atau bahkan sangat banyak.
Proses penulisan Al-Qur’an terdiri dari beberapa tahapan atau masa. Yaitu
pada masa Nabi Muhammad Saw, masa Khulafa al-Rasyidin, dan pada masa setelah
Khulafa’ur al-Rasyidin.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw adalah hafis (penghafal) Al-Qur’an
pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dan menghafalnya,
sebagai relisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap
6
Ibid, hal. 29
7
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Ce. II, (Bandung: Remaja Rosdikarya, 1994), hal. 67
5
kali Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, para sahabat langsung menghafalnya
diluar kepala.
Namun pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang diusulkan
oleh Umar bin Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad Saw pun tidak pernah
melakukannya. Tetapi Umar bin Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk
melakukannya, dan akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk
menerima usulan tersebut. Kemudian Abu Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit
untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak
perintah Abu Bakar dengan alasan yang sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya
Zaid bin Sabit pun setuju.
6
Pada masa pemerintahan ‘Ustman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah Islam
diluar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat Islam bukan hanya terdiri dari
bangsa arab saja (‘Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan
negative.
‘Utsman bin ‘Affan memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf
yang memenuhi persyaratan berikut:
harakat dan tanda titik. Sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh.
Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka merasa kesulitan membaca
mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik
(685-705), ketidak memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim
terkemuka saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.
Tersebutlah dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu Ubaidillah Bin Ziyad
dan Hajjaj Bin Yusuf ats-tsaqafi. Ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang
lelaki dari persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang.
Adapun Al-Hajjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf ‘Utsmani pada
sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.8
8
Anwar, Roshihon, Ulum Al-Qur’an. Bandung. 2012. Hlm. 47-48
8
Teheran .Lima tahun kemudian ,yakni tahun 1833 ,terbit lagi mushaf cetakan di
Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di iran , setahun kemudian (1834)terbit lagi
mushaf cetakan di Leipzig,Jerman.
Sepeninggal Ustman, mushaf Al-Qur’an belum diberi tanda baca seperti
baris.(harakat) dan tanda pemisah ayat. Karna daerah kekuasaan Islam semakin
meluas keberbagai penjuru yang berlainan dialek dan bahasanya, dirasa perlu adanya
tindakan preventif dalam memelihara umat dari kekeliruan membaca danvmemahami
al-Qur’an.
Upaya tersebut baru terealisir pada masa Khalifah Muawiyah ibn Abi Sufyan
(40-60H) oleh Imam Abu al-Aswad al-Duali, yang memberi harakat atau baris yang
berupa titik merah pada mushf al-Quran. Untuk ‘’a’’ (fathah) disebelah atas huruf,
‘’u’’(dlammah) didepan huruf dan ‘’I’’ (kasrah)dibawah huruf.sedangkan syiddah
Usaha selanjutnya dilakukan pada masa Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
(65-68H). dua orang murid Abu al-Aswad al-Duali yaitu Nasar ibn Ashim dan
Yahya ibn ya’mar memberi tanda untuk beberapa huruf yang sama seperti ‘’ba’’,
‘’ta’’, dan‘’tsa’’.
Dalam berbagai sumber diriwayatkan bahwa ‘Ubaidillah bin Ziyad (w. 67 H)
memerintahkan kepada seseorang yang berasal dari persia untuk menambahkan
huruf alif (mad) pada dua ribu kata yang semestinya dibaca dengan suara panjang.
Misalnya, kanat menjadi kanat. Adapun penyempurnaan tanda-tanda baca lain
dilakukan oleh Imam Khalid ibn Ahmad pada tahun 162 H.
mereka mengalihkan perhatian kepada kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati
menghafal ayat-ayat dan surat-suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka
meninggalkan syair-syairnya karena telah menemukan cahaya kehidupan dalam Al-
Qur’an.
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad, maka otomatis untuk
memelihara apa yang yang diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha keras
Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal Al-Qur’an terbukti setiap malam beliau
membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk merenungkan maknanya.
Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al-Qur’an yang diturunkan, kepadanya
belum selesai Malaikat Jibril membacakan ayatnya, beliau sudah menggerakkan
lidahnya untuk menghafal apa yang sedang diturunkan, karena takut apa yang turun
itu terlewatkan sehingga Allah SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang
terdapat dalam Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19 yang artinya sebagai berikut:
“Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak
cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami
telah selesai mebacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian atas tanggungna
kamilah penjelasannya. “
(kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Ayat-
ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang. Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut
secara pribadi. Namun karena keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak
banyak yang melakukannya.
Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada sejak
zaman Rasulullah SAW., dikemukkan oleh Ibrahim al-Abyari, tentang sekelumit
historis Umar bin Khattab ketika mendapat informasi bahwa saudaranya masuk islam,
lalu ia marah besar kepada adiknya setelah ditemuinya sedang membca Al-Qur’an.
Namun ketika Umar telah reda marahnya, ia melihat lembaran-lembaran di sudut
rumahnya yang di dalamnya terdapat tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.Kemudian Umar
masuk Islam setelah mendapatkan kalimat-kalimat yang mengandung mukjizat yang
bukan perkataan manusia.
Dari beberapa pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa sejak zaman Nabi
Muhammad SAW., telah terjadi pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan dengan dua
cara yaitu menghafalnya dalam hati dan menulisnya di atas pelbagai jenis bahan yang
ada pada saat itu. Meskipun Al-Qur’an saat itu belum tertulis dalam lembaran yang
berbentuk mushaf sebagaimana sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti bahwa sudah
ada penulisan Al-Qur’an pada Zaman Nabi Muhammad SAW., bahwa pemeliharaan
Al-Qur’an di masa Nabi ini dinamakan pembukuan yang pertama.
Hasil kerja yang beruapa mushaf Al-Qur’an disimpan oleh Abu Bakar sampai
akhir hayatnya. Setelah itu berpindah ketangan Umar bin Khattab. Sepeninggal Umar
Mushaf di ambil oleh hafsah binti Umar.
Dari rekaman sejarah di atas diketahui bahwa Abu Bakar yang memerintahkan
pertama penghimpunan Al-Qur’an, Umar bin Khattab adalah pencetus ide yang
brilian, serta Zaid bin Tsabit adalah aktor utama yang melakukan kerja besar
penulisan Al-Qur’an secara utuh dan sekaligus menghimpunnya dalam bentuk
mushaf. Pemeliharaan Al-Qur’an dimasa Abu Bakar dinamakan pengumpulan yang
kedua.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas sampai
ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah
Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan
baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-Qur’an.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan diantara orang yang ikut
menyerbu kedua kota tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia menemukan
banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, bahkan sebagian qiraat itu
bercampur dengan dengan kesalahan. Masing-masing mempertahankan bacaannya
serta menetang setiap bacaaan yang tidak berasal dari gurunya. Melihat kedaan yang
memprihatinkan ini Khuzaifah segera melaporkan kepada Khalifah Usman tentang
sesuatu yang telah dilihatnya.
Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari jalan keluar
dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar Mushaf Abu
Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf untuk dijadikan rujukan apabila
terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-Qur’an.
Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari
empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan
Abdul Rahman bin Haris bin Hisyam.
Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga
diantaranya dikirm ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan di
Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-
Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan hasil
kerja panitia yang empat ini untuk dibakar.
Dengan usahanya itu usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah
dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan dan
penyimpangan sepanjang zaman. mushaf yang ditulis dimasa usman inilah yang
kemudian menjadi rujukan sampai sekarang.
12
Syaikh Ali As-Shabuni menjelaskan bahwa setidaknya ada 5 hal yang menjadi
penyebab tidak ada kodifikasi Al-Qur’an di zaman Rasulullah. Hal ini sebagaimana
ia jelaskan dalam kitab Attibyan Fi Ulumil Qur’an.9
َت حَوُه ْم حََلَيُظْلح ُم َْو حن ٍ َََُثََّتُ حو ّّٰفَ ُك ُّلَنح ْفِٰ واتَّ ُقواَي وماَتُرجعو حنَفِي ِهَاِ حَل
ْ َماَ حك حسبح
َّ س ُ ََاّلل
ّ ْ ُْ ح ْ حًْ ْ ح
Artinya: Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada
Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa
yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).
ِ َاَلس حَلم
ِ ِ ِ ِ
ََۗديْنًا ُ َعلحْي ُك ْمَن ْع حم ِِت حَوحرضْي
تَلح ُكم ْ ْ حُ ْ ت حُ تَلح ُك ْمَديْنح ُك ْم حَواحْْتح ْم
ُ ْاحلْيح ْوحمَاح ْك حمل
9
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-qur’an/5-sebab-al-qur’an-tak-dibukukan-di-zaman-rasulullah-UVx2m
13
Artinya: Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.
Syaikh Ali As-Shabuni sendiri lebih setuju dengan pendapat pertama karena
Surah Al-Baqarah ayat 281 diterima pada 9 hari/malam sebelum wafatnya
Rasulullah. Sedangkan Surat Al-Maidah ayat 3 turun saat menunaikan ibadah haji
wada. Rasulullah sendiri wafat 81 hari setelah haji wada.
Selisih waktu antara ayat yang terakhir diterima dengan waktu wafatnya
Rasullullah terbilang singkat, yakni sekitar 9 hari sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. Waktu yang cukup singkat tersebut dinilai tidak cukup untuk
membukukan Al-Qur'an dalam satu mushaf.
Tidak ada pihak yang mendorong untuk melakukan kodifikasi Al-Qur'an karena
kultur masyarakat Arab saat itu lebih mengarahkan perhatiannya pada hafalan
sehingga banyak melahirkan hafidz-hafidzah yang mampu menjaga kemurnian
ayat-ayat Al-Qur'an. Wallahu a’lam. (Aiz Luthfi)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring :
Pelihara”, dalam https://kbbi.web.id/pelihara. Diakses pada 9 Oktober 2018 pukul 07;30
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-qur’an/5-sebab-al-qur’an-tak-dibukukan-di-zaman-
rasulullah-UVx2m
Ibid, hal. 29
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, Ce. II, (Bandung: Remaja Rosdikarya, 1994),
hal. 67
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an I, Cet, 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000), hal. 48.
Zainul Abidin S, seluk Beluk Al-Qur’an , Cet. 1, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 27
15