Anda di halaman 1dari 20

PERBANDINGAN KARAKTER MORFOLOGI DAN MOLEKULER

Oxygaster anomalura Dan Parachela oxygastroides DI SUNGAI


KUMU DESA RAMBAH KECAMATAN RAMBAH HILIR
KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PROPOSAL

OLEH:

NUR AINUN BR HASIBUAN


BP. 1920422004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
KABUPATEN ROKAN HULU
2019
1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kedua tertinggi keanekaragaman hayatinya
setelah Brazil di Amerika Latin. Keanekaragaman tersebut terdiri dari keragaman
ekosistem (habitat), jenis (spesies), dan genetik (varietas). Dalam bidang
perikanan Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang hidup di laut dan
perairan air tawar. Terdapat 3000 jenis ikan yang ditemukan di berbagai perairan,
dimana 1300 jenis ikan yang hidup di perairan tawar di Indonesia (Kementrian
Kelautan dan Perikanan, 2012: 1). Ikan (Pisces) merupakan kelas hewan
vertebrata yang hidup di air yang memiliki insang sebagai alat pernapasan dan
sirip sebagai alat pergerakan (Nelson, 2006: 2). Ikan memiliki jumlah famili dan
spesies yang sangat besar, terutama dari famili ikan Cyprinidae merupakan ikan
air tawar yang sangat besar dan tersebar hampir diseluruh penjuru dunia kecuali
Australia, Madagaskar, Selandia Baru dan Amerika Selatan (Kottelat dkk., 1993:
34).
Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides merupakan spesies
dari famili Cyprinidae. Jenis ikan famili Cyprinidae menyukai perairan yang
mengalir dan air yang tidak terlalu dalam, oleh karena itu jenis ikan-ikan ini
banyak ditemukan disungai (Mutiara, 2014: 39). Oxygaster anomalura dan
Parachela oxygastroides membutuhkan habitat yang cocok untuk dapat hidup dan
berkembang biak, dan apabila tercemar suatu sungai maka akan mempengaruhi
kehidupan ikan ini. (Rudiyanti dan Astri, 2009: 40) menjelaskan, kelangsungan
hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya.
Kottelat dkk (1993: xxii-xxix) menyatakan Karakter Morfologi ikan
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Kepala merupakan
bagian dari moncong mulut terdepan hingga ujung operkulum paling belakang.
Badan merupakan bagian dari tubuh ikan yang berfungsi untuk melindungi
organ dalam (Kottelat dkk, 1993: xxii-xxix). Ekor merupakan bagian tubuh yang
terletak dipermulaan sirip dubur hingga ujung sirip ekor terbelakang. Pada bagian
ini terdapat anus,sirip dubur dan sirip ekor (Kottelat dkk., 1993: xxii). Karakter
2

morfologi ikan merupakan salah satu cara untuk mengetahui keragaman jenis dan
perbedaan karakter morfologi dari kerabat dekatnya.
Identifikasi ikan secara morfologi mengacu pada kajian morfometrik dan
meristik. Pengukuran morfometrik menggunakan kaliper dengan posisi ikan
kepala menghadap ke-kiri, sedangkan penghitungan meristik jari-jari sirip dan
pori-pori garis sisi diamati menggunakan kaca pembesar (loops) dan mikroskop
binokuler (Kottelat & Whitten, 2009). Selain karakter morfologi pada ikan juga
terdapat faktor genetik yang berfungsi untuk memberi informasi genetik pada
ikan. mengetahui keragaman jenis dan hubungan kekerabatan keragaman genetik
dapat diperoleh dengan melakukan analisis terhadap gen penyandi protein dari
DNA mitokondria. Di antara gen penyandi protein yang sering digunakan untuk
mempelajari keragaman genetik adalah gen sitokrom b. Gen sitokrom b dapat
digunakan sebagai penanda genetik untuk mempelajari keragaman jenis dan
hubungan kekerabatan di antara kelompoknya (intraspesies) maupun kelompok
lainnya (interspesies), karena kodonnya berdasarkan posisi, mempunyai region
yang lebih kekal (conserve) dan region yang lebih beragam (Farias et al, 2001).
Habitat utama bagi ikan yaitu berada di perairan sungai, rawa-rawa,
maupun danau. Sungai sebagai ekosistem air tawar merupakan habitat yang sering
dihuni oleh ikan-ikan lokal seperti famili ikan Cyprinidae. Seperti sunga i Kumu
yang merupakan sungai yang mengalir di sepanjang Desa Rambah Kecamatan
Rambah Hilir dan bermuara menuju sungai Batang Lubuh. Lebar sungai mencapai
6-8 meter dengan panjang sungai mencapai 10 km. Sungai ini merupakan salah
satu perairan yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan
mandi, cuci dan kakus (MCK).
Sungai Kumu termasuk sungai yang diduga telah tercemar, ditandai
dengan aktifvitas yang dilakukan warga di sekitar sungai Kumu berupa
pembuangan limbah rumah tangga, adanya penebangan hutan dan pengalihan
lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan salah satu penyebab
tercemarnya sungai Kumu. Syofyan dkk (2011: 65) menjelaskan, bahwa beberapa
jenis aktivitas utama yang mempengaruhi kualitas air salah satunya kegiatan
domestik.
3

Akan tetapi saat ini belum pernah dilaporkan mengenai perbandingan


karakter morfologi dan genetik Oxygaster anomalura dan Parchela oxygastroides
di sungai Kumu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
perbandingan karakter morfologi dan genetik Oxygaster anomalura dan Parchela
oxygastroides di sungai Kumu Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten
Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Perbandingan Karakter
Morfologi dan Genetik Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides di
Sungai Kumu Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu
Provinsi Riau?

1.3 Tujuan penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimana
Perbandingan Karakter Morfologi dan Genetik Oxygaster anomalura dan
Parachela oxygastroides di Sungai Kumu Desa Rambah Kecamatan Rambah
Hilir Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi
mengenai Perbandingan Karakter Morfologi dan Genetik Oxygaster anomalura
dan Parachela oxygastroides di Sungai Kumu Desa Rambah Kecamatan Rambah
Hilir Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan (Pisces)


Ikan adalah kelompok hewan vertebrata yang hidup di air yang memiliki
insang dan sirip (Nelson, 2006: 2). Berbagai jenis ikan dapat ditemukan hidup
dengan baik di sungai, rawa, danau dan perairan lainnya (Kottelat dkk., 1993:
xxxiv-xxxv). Ikan merupakan kelompok vertebrata terbesar (terbanyak), yaitu
sekitar 17.000 jenis atau 42,6% dari keseluruhan vertebrata di dunia yang
berjumlah sekitar 37.600 jenis (Ario, 2010: 32).
Jumlah spesies ikan mengalami peningkatan yang cukup drastis, dilihat
dari 1976 terdapat 18.818 spesies dalam 450 famili, tahun 1984 terdapat 21.723
spesies dalam 445 famili, dan tahun 1994 terdapat 24.618 dalam 482 famili.
Klasifikasi terakhir pada tahun 2006 menunjukkan saat ini terdapat 27.977 spesies
yang termasuk dalam 62 ordo dan 515 famili. Dari 515 famili tersebut, terdapat 9
famili yang memiliki jumlah lebih dari 400 spesies, dengan jumlah total mencapai
9.302 spesies. Sembilan famili tersebut adalah Cyprinidae, Gobiidae, Ciclidae,
Characidae, Loricariiae, Balitoridae, Serranidae, Labridae dan Scorpaenidae
(Nelson, 2006: 3-5).
Kottelat dkk., (1993: xxii-xxix) menjelaskan secara umum morfologi ikan
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian ujung mulut
sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal,
dan sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Kepala merupakan bagian
dari moncong mulut terdepan hingga ujung operkulum paling belakang. Pada
bagian ini terdapat mulut, rahang atas dan bawah, gigi, hidung, mata, insang dan
alat tambahan lainnya. Bentuk posisi mulut merupakan pola adaptasi ikan dalam
bersaing untuk mendapatkan makanan. Jika mulutnya inferior maka kemungkinan
besar merupakan ikan pemakan detritus atau invertebrata kecil yang hidup di
dasar perairan atau alga yang terkelupas dari batu-batu (contohnya Batiloridae dan
Cobitidae). Ikan dengan tipe mulut terminal baik mengarah ke atas maupun ke
bawah kemungkinan besar hidup di lapisan tengah. Ikan yang memiliki tipe mulut
superior memangsa ikan-ikan kecil atau hewan kecil lain yang lewat disebut
sebagai predator.
5

Badan merupakan bagian dari tubuh ikan yang berfungsi untuk melindungi
organ dalam. Bentuk Bentuk ikan yang tipis dan kuat memudahkan dalam
berenang. Bagian badan bermulai dari belakang operkulum sampai belakang anus.
Bagian anggota badan antara lain sirip, baik yang tunggal maupun yang
berpasangan. Sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur disebut sirip tunggal.
Sirip dada dan sirip perut disebut sirip berpasangan. Pada ikan yang memiliki dua
sirip punggung, bagian depan 4 terdiri dari duri dan yang kedua terdiri dari duri di
bagian depan diikuti oleh jari-jari yang lunak dan umumnya bercabang. Pada ikan
bersirip punggung tunggal, jari-jari bagian depan tidak bersekat dan mungkin
mengeras, sedangkan jari-jari di belakangnya lunak atau bersekat dan umumnya
bercabang (Kottelat dkk, 1993: xxii-xxix).
Ekor merupakan bagian tubuh yang terletak diujung sirip dubur hingga
ujung sirip ekor terbelakang. Pada bagian ini terdapat anus, sirip dubur dan sirip
ekor (Kottelat dkk., 1993: xxii). Alat gerak ikan berupa sirip terbagi menjadi dua
macam, yaitu sirip median (tidak berpasangan) dan sirip lateral (berpasangan).
Sirip median terletak di garis tengah tubuh umumnya pada bagian atas berupa
sirip dorsal (pinna dorsalis), bawah berupa sirip anal (pinna analis) dan ujung
posterior berupa sirip caudal/ ekor (pinna caudalis). Sedangkan sirip lateral adalah
sirip dada (pinna pectorales) dan sirip perut (pinna abdominales). Berbagai jenis
ikan memiliki bentuk dan ukuran sirip sedemikian rupa, sehingga setiap jenis ikan
memiliki pola letak dan jumlah sirip yang khas, unik dan berbeda-beda satu sama
lain sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk identifikasi jenis (Ario, 2010: 33).
Berbagai jenis ikan memiliki bentuk dan ukuran sirip sedemikian rupa,
sehingga setiap jenis ikan memiliki pola letak dan jumlah sirip yang khas, unik
dan berbeda- beda satu sama lain sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk
identifikasi jenis (Ario, 2010: 33). Bentuk mulut juga mempengaruhi preferansi
habitat atau pembagian relung ekologi dan perbeadaan dalam cara atau teknik
mendapatkan makanananya. Jenis ikan Cyprinidae cenderung di tepi sungai untuk
mendapatkan makanan. Tipe mulut terminal dan subterminal memungkinkan jenis
Cyprinidae memakan lumut atau alga yang tumbuh di bawah pepohonan tepi
sungai. Famili Cyprinidae merupakan famili yang mendominasi diantara famili
6

lainnya dari segi jumlah jenis maupun jumlah individu, ikan dari famili
Cryprinidae ini dikenal sebagai kelompok terbesar ikan-ikan air tawar sejati
(Murni dkk, 2014: 278).
Ikan dengan profil bagian bawah mendatar merupakan penghuni dasar
perairan. Ikan memakan makanan eksogenus (memakan bahan makanan dari
tumbuhan yang jatuh ke dalam air seperti buah-buahan, biji-bijian dan daun) dan
binatang-binatang air kecil serta hewan invertebrata darat sangat penting bagi
ikan- ikan di sungai. Jika mulutnya inferior maka kemungkinan besar merupakan
ikan pemakan hewan kecil yang hidup di dasar perairan atau alga yang terkelupas
dari batu-batu contohnya Bolitoridae dan Cobitidae (Kottelat dkk 1993: xxix).
Perubahan kondisi lingkungan juga mempengaruhi perubahan persediaan
makanan dan akan merubah perilaku makan ikan (Nurudin dkk, 2013: 38).
Kerusakan atau lenyapnya habitat- habitat perairan tawar ini merupakan salah satu
penyebab utama menurunnya populasi ikan air tawar (Kementrian Kelautan dan
Perikanan, 2012: 2).

2.2 Ikan Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides


Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides merupakan jenis ikan
dari filum Chordata, kelas Actinopterygii, ordo Cypriniformes, famili Cyprinidae.
Famili ikan Cyprinidae merupakan ikan air tawar yang sangat besar dan tersebar
hampir diseluruh penjuru dunia kecuali Australia, Madagaskar, Selandia Baru dan
Amerika Selatan (Kottelat dkk., 1993: 34). Jenis ikan famili Cyprinidae menyukai
perairan yang mengalir dan air yang tidak terlalu dalam, oleh karena itu jenis
ikan-ikan ini banyak ditemukan disungai (Mutiara, 2014: 39).
Oxygaster anomalura memiliki karakteristik morfologi otot punggung
tidak mencapai bidang antara dua mata; sirip dada mencapai pangkal sirip perut
atau sedikit lebih jauh; 50-60 sisik pada gurat sisik (Kottelat dkk 1993: 56).
Habitat Oxygaster anomalura hidup disungai dalam hutan dengan air relative
tenang. Dapat ditemukan di permukaan sungai yang tertutup kanopi hutan
(Sukmono dan Mira, 2017: 34). Sedangkan Parachela oxygastroides memiliki
karakteristik sisik pada gurat sisi 40-43; otot punggung memanjang mencapai
7

bagian atas pinggiran mata bagian depan (Kottelat dkk 1993: 56). Habitat
Parachela oxygastroides hidup di sungai dan rawa dalam hutan dengan arus
lemah (Sukmono dan Mira, 2017: 36).

2.3 Karakter Genetik Ikan


Seiring berkembangnya metode perunutan DNA dan banyaknya penelitian
mengenai hal tersebut dalam dua dekade terakhir pada berbagai organism
termasuk pada ikan, urutan gen-gen dari molekul DNA mitokondria mulai
terungkap. Sejumlah besar penelitian filogenetik dengan menggunakan runutan
gen mitokondria telah dilakukan (Pereira 2000).
DNA mitokondria (mtDNA) banyak digunakan untuk mengidentifikasi
keragaman genetik dan dinamika populasi karena mempunyai beberapa kelebihan.
Pertama, karena mtDNA memiliki ukuran yang kompak dan relatif kecil (16.000-
20.000 pasang basa), tidak sekompleks DNA inti sehingga dapat dipelajari
sebagai satu kesatuan yang utuh. Kedua, mtDNA berevolusi lebih cepat
dibandingkan dengan DNA inti sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas
perbedaan antara populasi dan hubungan kekerabatannya. Ketiga, hanya sel telur
yang menyumbangkan material mitokondria sehingga mtDNA hanya diturunkan
dari induk betina. Keempat, bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi
dengan laju yang berbeda sehingga dapat berguna untuk studi sistematika dan
penelusuran kesamaan asal muasal (Iguchi et al. 1999).
Genom mitokondria mempunyai suatu daerah kontrol bukan penyandi
protein (non coding), 13 gen penyandi protein, 2 RNAs ribosomal (rRNA) dan 22
RNAs transfer (tRNA) yang tersebar sepanjang molekul DNA sirkuler (Gambar
3).Untai H atau untai berat mtDNA mengandung 2 RNAs ribosomal (12S rRNA
dan 16S rRNA); 12 gen penyandi protein masing-masing NADH dehidrogenase
(ND1,ND2, ND3, ND4, ND5, ND4L), sitokrom c oksidase (COX1, COX2,
COX3), sitokrom b (Cytb), ATPase (ATP6, ATP8); dan 14tRNA masing-masing
tRNA fenil alanin (tRNAPhe), valin (tRNAVal), leusin (tRNALeu), isoleusin
(tRNAIle), metionin (tRNAMet), triptofan (tRNATrp), asam aspartat (tRNAAsp),
lisin (tRNALys),glisin (tRNAGly), arginin (tRNAArg), histidin (tRNAHis), serin
8

(tRNASer), leusin (tRNALeu) dan treonin (tRNAThr). Sementara itu, untai L atau
untai ringan mtDNA mengandung sisanya yaitu 1 gen penyandi protein NADH
dehidrogenase 6 (ND6); dan 8tRNA yaitutRNA asam glutamat (tRNAGlu), prolin
(tRNAPro), serin(tRNASer), tirosin (tRNATyr), sistein (tRNACys), asparagin
(tRNAAsn), alanin(tRNAAla) dan glutamin (tRNAGln) (Pereira 2000; Broughton
et al. 2001).
Urutan gen pada genom mitokondria disebut kekal(conserve), jika dari
urutan genome mitokondria lengkap tersebut tidak mempunyai variasi posisi gen
disepanjang molekulnya. Urutan gen yang kekal paling banyak ditemukan pada
plasenta mamalia, kura-kura, ikan, dan Xenopus dari kelompok amfibi (Pereira,
2000).
9

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2019 sampai dengan
selesai. Analisis karakter morfologi Oxygaster anomalura dan Parachela
oxygastroides di laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian dan analisis genetik
Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides dilanjutkan di laboratorium
Biologi Jurusan Biologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.

3.2 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dimana
sampel dicuplik purposive sampling untuk pengambilan sampel. Penelitian kajian
karakter morfologi menggunakan metode experiment sedangkan kajian karakter
genetik menggunakan metode Bootstrapped Neighbor Joinin.

3.3 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring ingsang
dengan panjang kurang lebih 10 m, lebar 1 m, serta ukuran mata jaring 1 inci dan
¾ inci, jala tebar berjari-jari 2,7 m dengan ukuran mata jala 1 inci, lukah, pancing,
meteran, botol sampel, kamera digital, pinset, alat tulis, lup, thermometer,
timbangan, baskom, talam, GPS (global positioning system), papan bedah, alat
bedah dan PCR. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pancang, tali
rafia, masker, sarung tangan, kertas label, kantong plastik, alkohol 70%, indikator
pH universal, umpan (cacing, dedak, kelapa sawit, dan roti).

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Lapangan
Pengambilan sampel ikan Oxygaster anomalura dan Parachela
oxygastroides dilakukan dengan metode survei dan penetapan stasiun
pengambilan sampel secara purposive sampling pada 3 stasiun dengan posisi
ditentukan menggunakan GPS (Global Positioning System). Pengambilan sampel
10

ikan Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides dilakukan pada masing-


masing stasiun penelitian dengan 3 kali pengulangan setiap stasiun. Ikan
Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides ditangkap dengan
menggunakan jaring ingsang dengan panjang kurang lebih 10 m, lebar 1 m, serta
ukuran mata jaring 1 inci dan ¾ inci, jala tebar berjari-jari 2,7 m dengan ukuran
mata jala 1 inci, lukah dan pancing. Jaring insang dipasang di perairan pada jam
18.00 WIB sore dan diangkat kembali pada jam 06.00 WIB pagi hari berikutnya,
sedangkan lukah (perangkap) dipasang di perairan selama dua hari dua malam.
Kemudian dilanjutkan pengambilan sampel dengan mnggunakan jala tebar dan
pancing.
Untuk tahap penelitian karakter morfologi dan genetik, sampel ikan
Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides diawetkan dengan alkohol
70%. Selanjutnya sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
identifikasi karakter morfologi dengan menggunakan kunci identifikasi
berdasarkan Kottelat et el. (1993) kemudian dilanjutkan dengan isolasi dan
purifikasi DNA totalnya.

3.4.2 Laboratorium
3.4.2.1 Penelitian Karakter
Penelitian untuk mengidentifikasi karakter morfologi ikan Oxygaster
anomalura dan Parachela oxygastroides dilakukan dengan menggunakan kaliper
untuk mengukur bagian-bagian dari morfologi sampel tersebut. Aaron dkk.
(2018: 432) menyatakan, beberapa ciri-ciri morfologi utama dan ukuran-ukuran
yang digunakan dalam identifikasi sebagai berikut:
1. Panjang total (PT) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxillae) hingga ujung ekor.
2. Panjang Standar (PS) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxillae) hingga pangkal sirip ekor.
3. Panjang moncong (PM) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
hingga pertengahan garis vertical yang menghubungkan bagian anterior mata.
11

4. Diameter mata (DM) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola,
diukur mengikuti garis horizontal.
5. Panjang post orbital (PPO) diukur dari bagian posterior mata hingga
operkulum (penutup insang).
6. Panjang Kepala (PK) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxilla) hingga bagian terbelakang operkulum atau membran operkulum.
7. Panjang pre-pectoral (PPP) diukur mulai dari bagian terdepan moncong
hingga pangkal sirip dada.
8. Panjang pre-pelvik (PPV) diukur mulai dari bagian terdepan moncong hingga
pangkal sirip perut.
9. Panjang pre-dorsal pertama (PPD) diukur mulai dari bagian terdepan
moncong hingga pangkal sirip punggung pertama.
10. Panjang pre-dorsal kedua (PPD-2) diukur mulai dari bagian terdepan
moncong hingga pangkal sirip punggung kedua.
11. Panjang pre-anal (PPA) diukur mulai dari bagian terdepan moncong hingga
pangkal sirip anal.
12. Panjang pangkal sirip punggung pertama (PPSP-1) diukur mulai dari bagian
dasar pangkal sirip punggung sampai kebagian ujung dasar sirip punggung.
13. Panjang pangkal sirip punggung kedua (PPSP-2) diukur mulai dari bagian
dasar pangkal sirip punggung sampai kebagian ujung dasar sirip punggung.
14. Panjang pangkal sirip anal (PPSA) diukur mulai dari bagian dasar pangkal
sirip anal sampai kebagian ujung dasar sirip anal.
15. Panjang sirip dada (PSD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung jari-jari
sirip dada.
16. Panjang batang ekor (PBE) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur hingga
pangkal sirip ekor.
17. Tinggi batang ekor (TBE) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral
pangkal ekor.
18. Tinggi badan (TB) diukur secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama
sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut.
12

19. Panjang tulang sirip punggung pertama (PTSD-1) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari pertama sirip punggung.
20. Panjang tulang sirip punggung kedua (PTSD-2) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari kedua sirip punggung.
21. Panjang tulang sirip punggung ketiga (PTSD-3) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari ketiga sirip punggung.
22. Panjang tulang sirip punggung keempat (PTSD-4) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari keempat sirip punggung.
23. Panjang tulang sirip perut (PTSV) diukur mulai dari pangkal hingga ujung
sirip perut.
24. Panjang tulang sirip anal (PTSA) diukur mulai dari pangkal hingga ujung
sirip anal.
25. Panjang antara sirip dada ke sirip punggung pertama (PSPSD-1) diukur mulai
dari pangkal sirip dada hingga pangkal sirip punggung pertama.
26. Panjang antara sirip dada ke sirip punggung kedua (PSPSD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip dada hingga pangkal sirip punggung kedua.
27. Panjang antara sirip perut ke sirip punggung pertama (PSVSD-1) diukur
mulai dari pangkal sirip perut hingga pangkal sirip punggung pertama.
28. Panjang antara sirip perutke sirip punggung kedua (PSVSD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip perut hingga pangkal sirip punggung kedua.
29. Panjang antara sirip anal ke sirip punggung pertama (PSASD-1) diukur mulai
dari pangkal sirip anal hingga pangkal sirip punggung pertama.
30. Panjang antara sirip anal ke sirip punggung kedua (PSASD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip anal hingga pangkal sirip punggung kedua.
31. Panjang antara sirip perut ke sirip anal (PSVSA) diukur mulai dari pangkal
sirip perut hingga pangkal sirip anal.
32. Panjang antara sirip dada ke sirip anal (PSPSA) diukur mulai dari pangkal
sirip dada hingga pangkal sirip anal.
33. Panjang antara sirip dada ke sirip perut (PSPSV) diukur mulai dari pangkal
sirip dada hingga pangkal sirip perut.
13

34. Panjang antara sirip punggung pertama ke sirip punggung kedua (PSD1-2)
diukur mulai dari pangkal sirip pungung pertama hingga pangkal sirip
punggung kedua.

(a) (b)

(c) (d)

(e)
Gambar 2. Pengukuran karakter morfometrik (a)-(e).
14

3.4.2.2 Penelitian Karakter Genetik


Penelitian karakter genetik ikan Oxygaster anomalura dan Parachela
oxygastroides dilakukan berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino dari gen
sitokrom b DNA mitokondria. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji
perbandingan genetik ikan Oxygaster anomalura dan Parachela oxygastroides di
sungai Kumu berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino dari gen sitokrom b
DNA mitokondria yang meliputi penanda genetik dan hubungan kekerabatan.
Langkah-langkah dalam kajian genetik ikan Oxygaster anomalura dan Parachela
oxygastroides, yaitu:
1. Isolasi DNA Total
Otot ikan lais diambil dalam bentuk potongan kecil dan dicacah halus.
Sampel otot tersebut dimasukkan ke dalam tabung polietilen, kemudian
ditambahkan dengan larutan digestion buffer sebanyak 500 ϻl (komposisi larutan
disajikan pada Lampiran 4), selanjutnya sampel dihancurkan sampai halus dengan
pengaduk gelas di dalam tabung polietilen. Setelah sampel cukup halus,
ditambahkan lagi larutan digestion buffer 250 ϻl, digoyang sebentar, dan
diinkubasi pada inkubator dengan suhu 55ºC selama semalam, setelah itu
disentrifugasi. dengan kecepatan 6500 rpm selama beberapa detik, kemudian
supernatannya dipindahkan ke tabung polietilen baru (Duryadi 1993).
2. Purifikasi DNA Total
Sampel yang sudah diinkubasi ditambah fenol sebanyak 500 ϻl, digoyang
sampai tercampur rata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm
selama 3 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung polietilen baru, kemudian
ditambahkan kloroform iso amil alkohol sebanyak 500 ϻl, digoyang sampai
tercampur rata dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 3 menit.
Supernatan (cairan bagian atas) dipindahkan ke tabung polietilen baru dan
ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2 kali volume sampel, digoyang
sebentar, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit.
Selanjutnya etanol absolut dalam tabung polietilen tersebut dibuang, endapan
(pelet) yang tinggal dalam tabung polietilen ditambahkan dengan etanol 70%
sebanyak 500 ϻl, digoyang sebentar dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000
15

rpm selama 5 menit, kemudian DNA yang diperoleh dikeringkan di udara terbuka.
Setelah itu DNA ditambahkan dengan larutan TE (Tris HCl - EDTA) sebanyak
100 ϻl (komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4), digoyang sebentar,
selanjutnya diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 15 menit. Sampel
DNA disimpan pada suhu 4ºC (Duryadi 1993).
3. Elektroforesis Hasil Purifikasi DNA Total
Hasil purifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan 1xTBE
(Tris base - Boric acid - EDTA, komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4)
dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer, USA). DNA
total divisualisasikan dengan bantuan UV transluminator (λ = 300
nm),menggunakan gel yang diwarnai dengan etidium bromida (0,5 ϻg/ml).
4. Penyeleksian Primer
Primer didisain berdasarkan data runutan gen sitokrom b DNA utuh
Kryptopterus minor dari data GenBank (kode akses AY458895). 22 Penyeleksian
primer dilakukan dengan menggunakan program primer 3 output. Urutan dari
primer forward CBKR1 adalah 5’ cccgaaaaactcacccctta 3’, sedangkan urutan
primer reverse CBKR2 adalah 5’ atagcccggttagagggttt 3’, yang menghasilkan
produk gen sitokrom b sepanjang 1104 pb.
5. Amplifikasi Gen Sitokrom b DNA Mitokondria
DNA total hasil purifikasi digunakan sebagai DNA cetakan untuk proses
amplifikasi. Amplifikasi gen sitokrom b DNA mitokondria menggunakan mesin
GeneAmpR PCR system 2400 (Perkin Elmer). Strategi amplifikasi dan komposisi
campuran larutan menggunakan metode Duryadi (1993). Kondisi PCR yang
digunakan adalah pra PCR dengan suhu 94ºC selama 5 menit; PCR: denaturasi
dengan suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan dengan suhu 51ºC selama 45
detik, pemanjangan dengan suhu 72ºC selama 60 detik (sebanyak 35 siklus); dan
post PCR dengan suhu 72ºC selama 5 menit.
6. Elektroforesis Hasil Amplifikasi
PCR Hasil amplifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan
1xTBE dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer,
16

USA). Hasil PCR ini divisualisasi dengan bantuan UV transluminator (λ = 300


nm) menggunakan gel yang diwarnai dengan etidium bromida (0,5 ϻg/ml).
7. Perunutan DNA
a. DNA produk PCRdipurifikasi dengan kit purifikasi, kemudian
digunakan sebagai cetakan untuk perunutan.
b. Amplifikasi untuk perunutan dengan kondisi
PCR yaitu pra PCR(denaturasi) dengan suhu 94ºC selama 5 menit;
PCR: denaturasi dengan suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan
dengan suhu 51ºC selama 45 detik, pemanjangan dengan suhu 60ºC
selama 60 detik (sebanyak 35 siklus); dan post PCR dengan suhu 60ºC
selama 5 menit.
c. Perunutan sampel DNA dengan kit perunutan DNA, menggunakan
mesin perunut DNA automatis Bio Trace model 3100 (USA).

8. Analisis Data Keragaman Genetik


a. Sisi homolog dari runutan-runutan basa nukleotida maupun runutan
asam amino gen sitokrom b DNA mitokondria ikan lais yang
diperoleh, kemudian
disejajarkan (multiple allignment) yang dibandingkan dengan runutan-
runutan gen sitokrom b Kryptopterus dan Ompok dari data GenBank
baik yang utuh maupun parsial. Runutan asam amino diterjemahkan
mengikuti kode genetik DNA mitokondria untuk vertebrata.
b. Analisis keragaman genetik yang meliputi penanda genetik dan
hubungan
kekerabatan ikan pimping berdasarkan runutan nukleotida dan asam
amino,
dilakukan menggunakan program MEGA versi 4,0 (Tamura et al.2007)
dengan metode bootstrapped Neighbor Joining dengan 1000 kali
pengulangan.
17

3.5. Analisis Data


Data yang sudah didapatkan kemudian akan dianalisis dengan cara
mendeskripsikan ikan-ikan yang sudah diidentifikasi berdasarkan karakter
morfologi dengan mengacu kepada sumber acuan freshwater fishes of wester
Indonesia dan Sulawesi, karangan kottelat dkk. (1993) dan Fisher of the World
karangan Nelson (2006). Analisis karakter genetik yang meliputi penanda genetik
dan hubungan kekerabatan ikan pimping berdasarkan runutan nukleotida dan
asam amino, dilakukan menggunakan program MEGA versi 4,0 (Tamura et al.
2007) dengan metode bootstrapped Neighbor Joining dengan 1000 kali
pengulangan.
18

DAFTAR PUSTAKA

Aaron, C. C.Y., A. H. A. Aziz, S. A. K. S. T. Meriam, Y. G. Seah dan A. N.


Asma. 2018. Morphological and Moleculer Identification Of Mullet
Species (Mugilidae) From Setiu Wetland, Terengganu, Malaysia. Jurnal
AACL Bioflux. 11 (2): 429-438.

Ario, A. W. 2010. Panduan Lapangan Satwa Tanaman Nasional Gunung Gede


Pangrango. Jakarta: Convertation International Indonesia.

Broughton RE, Milam JE, Roe BA. 2001. The complete sequence of the zebrafish
(Danio rerio) mitochondrial genome and evolutionary patterns in
vertebrate mitochondrial DNA. Genome Res 11:1958-1967.

Duryadi D. 1993. Role possible du comportement dans l’evolution de Deux


Souris Mus macedonicus etMus spicilequs en Europe Centrale [thesis
doctorat]. France: Montpellier II, Sciences et Techniques du Languedoc.

Farias IP, Orti G, Sampaio I, Schneider H, Meyer A. 2001. The Cytochrome


bgene as a phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing
relationships among Cichlid fishes.

Iguchi K, Tanimura Y, Takeshima H, Nishida M. 1999. Genetic variation and


geographic population structure of amphidromous Ayu Plecoglossus
altivelis as examined by mitochondrial DNA sequencing. Fish Sci65: 63-
67.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Ikan Air Tawar Langka di Indonesia.
Jakarta.

Kottelat, M., J., A. Whitten, S. N. Kartikasari dan S. Wirdjoatmojo. 1993.


Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition.
(HK) In Collaboration With the Environmental Republik Indonesia.
Jakarta.

Kottelat M, Whitten AJ. 2009. The fishes of Ba-tanghari drainage, Sumatra with
description of six new species. Field Orientated Ichtyo-logy, 20 (1):1-96.

Murni, Y, M., Dahelmi, dan D. I. Roesma. 2014. Inventerisasi Jenis-Jenis Ikan


Cyprinidae di Sungai Batang Nareh, Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal
Biologi Universitas Andalas. 3 (4): 275-282.

Mutiara, D. 2014. Klasifikasi jenis ikan familia Cyprinidae di sungai pangi Desa
Pengumbuk Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Sainmatika. 11 (1): 37-41.
19

Nelson, J. S. 2006. Fishes of the world fourth edition.Jhon Wiley and Sons Inc.
Canada.

Nurudin, A. F., N. Kariada dan A. Irsadi. 2013. Keanekaragaman jenis ikan di


Sungai Sekonyer Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Pereira SL. 2000. Mitochondrial genome organization and vertebrate


phylogenetics. Gen Mol Biol23:745-752.

Rudiyanti, S. dan Astri, D. E. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn.) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3
G. Jurnal Saintek Perikanan. 5 (1): 39-47.

Syofyan, I., Usman dan Polaris, N. 2011. Studi Kualitas Air untuk Kesehatan Ikan
Dalam Budidaya Perikanan pada Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 16 (1): 64-70.

Sukmono, T. dan Mira, M. 2017. Ikan Air Tawar di Ekosistem Bukit Tiga Puluh.
Yayasan Konservasi Ekosistem Sistem Sumatera dan Fraktura Zoological
Society.

Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007.MEGA 4: Molecular Evolutionary


Genetics Ansalysis (MEGA) software version 4.0. Molecular Biology
andEvolution 10.1093/molbev/msm092.

Anda mungkin juga menyukai