PROPOSAL
OLEH:
BAB I. PENDAHULUAN
morfologi ikan merupakan salah satu cara untuk mengetahui keragaman jenis dan
perbedaan karakter morfologi dari kerabat dekatnya.
Identifikasi ikan secara morfologi mengacu pada kajian morfometrik dan
meristik. Pengukuran morfometrik menggunakan kaliper dengan posisi ikan
kepala menghadap ke-kiri, sedangkan penghitungan meristik jari-jari sirip dan
pori-pori garis sisi diamati menggunakan kaca pembesar (loops) dan mikroskop
binokuler (Kottelat & Whitten, 2009). Selain karakter morfologi pada ikan juga
terdapat faktor genetik yang berfungsi untuk memberi informasi genetik pada
ikan. mengetahui keragaman jenis dan hubungan kekerabatan keragaman genetik
dapat diperoleh dengan melakukan analisis terhadap gen penyandi protein dari
DNA mitokondria. Di antara gen penyandi protein yang sering digunakan untuk
mempelajari keragaman genetik adalah gen sitokrom b. Gen sitokrom b dapat
digunakan sebagai penanda genetik untuk mempelajari keragaman jenis dan
hubungan kekerabatan di antara kelompoknya (intraspesies) maupun kelompok
lainnya (interspesies), karena kodonnya berdasarkan posisi, mempunyai region
yang lebih kekal (conserve) dan region yang lebih beragam (Farias et al, 2001).
Habitat utama bagi ikan yaitu berada di perairan sungai, rawa-rawa,
maupun danau. Sungai sebagai ekosistem air tawar merupakan habitat yang sering
dihuni oleh ikan-ikan lokal seperti famili ikan Cyprinidae. Seperti sunga i Kumu
yang merupakan sungai yang mengalir di sepanjang Desa Rambah Kecamatan
Rambah Hilir dan bermuara menuju sungai Batang Lubuh. Lebar sungai mencapai
6-8 meter dengan panjang sungai mencapai 10 km. Sungai ini merupakan salah
satu perairan yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai keperluan
mandi, cuci dan kakus (MCK).
Sungai Kumu termasuk sungai yang diduga telah tercemar, ditandai
dengan aktifvitas yang dilakukan warga di sekitar sungai Kumu berupa
pembuangan limbah rumah tangga, adanya penebangan hutan dan pengalihan
lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan salah satu penyebab
tercemarnya sungai Kumu. Syofyan dkk (2011: 65) menjelaskan, bahwa beberapa
jenis aktivitas utama yang mempengaruhi kualitas air salah satunya kegiatan
domestik.
3
Badan merupakan bagian dari tubuh ikan yang berfungsi untuk melindungi
organ dalam. Bentuk Bentuk ikan yang tipis dan kuat memudahkan dalam
berenang. Bagian badan bermulai dari belakang operkulum sampai belakang anus.
Bagian anggota badan antara lain sirip, baik yang tunggal maupun yang
berpasangan. Sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur disebut sirip tunggal.
Sirip dada dan sirip perut disebut sirip berpasangan. Pada ikan yang memiliki dua
sirip punggung, bagian depan 4 terdiri dari duri dan yang kedua terdiri dari duri di
bagian depan diikuti oleh jari-jari yang lunak dan umumnya bercabang. Pada ikan
bersirip punggung tunggal, jari-jari bagian depan tidak bersekat dan mungkin
mengeras, sedangkan jari-jari di belakangnya lunak atau bersekat dan umumnya
bercabang (Kottelat dkk, 1993: xxii-xxix).
Ekor merupakan bagian tubuh yang terletak diujung sirip dubur hingga
ujung sirip ekor terbelakang. Pada bagian ini terdapat anus, sirip dubur dan sirip
ekor (Kottelat dkk., 1993: xxii). Alat gerak ikan berupa sirip terbagi menjadi dua
macam, yaitu sirip median (tidak berpasangan) dan sirip lateral (berpasangan).
Sirip median terletak di garis tengah tubuh umumnya pada bagian atas berupa
sirip dorsal (pinna dorsalis), bawah berupa sirip anal (pinna analis) dan ujung
posterior berupa sirip caudal/ ekor (pinna caudalis). Sedangkan sirip lateral adalah
sirip dada (pinna pectorales) dan sirip perut (pinna abdominales). Berbagai jenis
ikan memiliki bentuk dan ukuran sirip sedemikian rupa, sehingga setiap jenis ikan
memiliki pola letak dan jumlah sirip yang khas, unik dan berbeda-beda satu sama
lain sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk identifikasi jenis (Ario, 2010: 33).
Berbagai jenis ikan memiliki bentuk dan ukuran sirip sedemikian rupa,
sehingga setiap jenis ikan memiliki pola letak dan jumlah sirip yang khas, unik
dan berbeda- beda satu sama lain sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk
identifikasi jenis (Ario, 2010: 33). Bentuk mulut juga mempengaruhi preferansi
habitat atau pembagian relung ekologi dan perbeadaan dalam cara atau teknik
mendapatkan makanananya. Jenis ikan Cyprinidae cenderung di tepi sungai untuk
mendapatkan makanan. Tipe mulut terminal dan subterminal memungkinkan jenis
Cyprinidae memakan lumut atau alga yang tumbuh di bawah pepohonan tepi
sungai. Famili Cyprinidae merupakan famili yang mendominasi diantara famili
6
lainnya dari segi jumlah jenis maupun jumlah individu, ikan dari famili
Cryprinidae ini dikenal sebagai kelompok terbesar ikan-ikan air tawar sejati
(Murni dkk, 2014: 278).
Ikan dengan profil bagian bawah mendatar merupakan penghuni dasar
perairan. Ikan memakan makanan eksogenus (memakan bahan makanan dari
tumbuhan yang jatuh ke dalam air seperti buah-buahan, biji-bijian dan daun) dan
binatang-binatang air kecil serta hewan invertebrata darat sangat penting bagi
ikan- ikan di sungai. Jika mulutnya inferior maka kemungkinan besar merupakan
ikan pemakan hewan kecil yang hidup di dasar perairan atau alga yang terkelupas
dari batu-batu contohnya Bolitoridae dan Cobitidae (Kottelat dkk 1993: xxix).
Perubahan kondisi lingkungan juga mempengaruhi perubahan persediaan
makanan dan akan merubah perilaku makan ikan (Nurudin dkk, 2013: 38).
Kerusakan atau lenyapnya habitat- habitat perairan tawar ini merupakan salah satu
penyebab utama menurunnya populasi ikan air tawar (Kementrian Kelautan dan
Perikanan, 2012: 2).
bagian atas pinggiran mata bagian depan (Kottelat dkk 1993: 56). Habitat
Parachela oxygastroides hidup di sungai dan rawa dalam hutan dengan arus
lemah (Sukmono dan Mira, 2017: 36).
(tRNASer), leusin (tRNALeu) dan treonin (tRNAThr). Sementara itu, untai L atau
untai ringan mtDNA mengandung sisanya yaitu 1 gen penyandi protein NADH
dehidrogenase 6 (ND6); dan 8tRNA yaitutRNA asam glutamat (tRNAGlu), prolin
(tRNAPro), serin(tRNASer), tirosin (tRNATyr), sistein (tRNACys), asparagin
(tRNAAsn), alanin(tRNAAla) dan glutamin (tRNAGln) (Pereira 2000; Broughton
et al. 2001).
Urutan gen pada genom mitokondria disebut kekal(conserve), jika dari
urutan genome mitokondria lengkap tersebut tidak mempunyai variasi posisi gen
disepanjang molekulnya. Urutan gen yang kekal paling banyak ditemukan pada
plasenta mamalia, kura-kura, ikan, dan Xenopus dari kelompok amfibi (Pereira,
2000).
9
3.4.2 Laboratorium
3.4.2.1 Penelitian Karakter
Penelitian untuk mengidentifikasi karakter morfologi ikan Oxygaster
anomalura dan Parachela oxygastroides dilakukan dengan menggunakan kaliper
untuk mengukur bagian-bagian dari morfologi sampel tersebut. Aaron dkk.
(2018: 432) menyatakan, beberapa ciri-ciri morfologi utama dan ukuran-ukuran
yang digunakan dalam identifikasi sebagai berikut:
1. Panjang total (PT) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxillae) hingga ujung ekor.
2. Panjang Standar (PS) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxillae) hingga pangkal sirip ekor.
3. Panjang moncong (PM) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
hingga pertengahan garis vertical yang menghubungkan bagian anterior mata.
11
4. Diameter mata (DM) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola,
diukur mengikuti garis horizontal.
5. Panjang post orbital (PPO) diukur dari bagian posterior mata hingga
operkulum (penutup insang).
6. Panjang Kepala (PK) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir
(premaxilla) hingga bagian terbelakang operkulum atau membran operkulum.
7. Panjang pre-pectoral (PPP) diukur mulai dari bagian terdepan moncong
hingga pangkal sirip dada.
8. Panjang pre-pelvik (PPV) diukur mulai dari bagian terdepan moncong hingga
pangkal sirip perut.
9. Panjang pre-dorsal pertama (PPD) diukur mulai dari bagian terdepan
moncong hingga pangkal sirip punggung pertama.
10. Panjang pre-dorsal kedua (PPD-2) diukur mulai dari bagian terdepan
moncong hingga pangkal sirip punggung kedua.
11. Panjang pre-anal (PPA) diukur mulai dari bagian terdepan moncong hingga
pangkal sirip anal.
12. Panjang pangkal sirip punggung pertama (PPSP-1) diukur mulai dari bagian
dasar pangkal sirip punggung sampai kebagian ujung dasar sirip punggung.
13. Panjang pangkal sirip punggung kedua (PPSP-2) diukur mulai dari bagian
dasar pangkal sirip punggung sampai kebagian ujung dasar sirip punggung.
14. Panjang pangkal sirip anal (PPSA) diukur mulai dari bagian dasar pangkal
sirip anal sampai kebagian ujung dasar sirip anal.
15. Panjang sirip dada (PSD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung jari-jari
sirip dada.
16. Panjang batang ekor (PBE) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur hingga
pangkal sirip ekor.
17. Tinggi batang ekor (TBE) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral
pangkal ekor.
18. Tinggi badan (TB) diukur secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama
sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut.
12
19. Panjang tulang sirip punggung pertama (PTSD-1) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari pertama sirip punggung.
20. Panjang tulang sirip punggung kedua (PTSD-2) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari kedua sirip punggung.
21. Panjang tulang sirip punggung ketiga (PTSD-3) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari ketiga sirip punggung.
22. Panjang tulang sirip punggung keempat (PTSD-4) diukur mulai dari pangkal
hingga ujung pada jari-jari keempat sirip punggung.
23. Panjang tulang sirip perut (PTSV) diukur mulai dari pangkal hingga ujung
sirip perut.
24. Panjang tulang sirip anal (PTSA) diukur mulai dari pangkal hingga ujung
sirip anal.
25. Panjang antara sirip dada ke sirip punggung pertama (PSPSD-1) diukur mulai
dari pangkal sirip dada hingga pangkal sirip punggung pertama.
26. Panjang antara sirip dada ke sirip punggung kedua (PSPSD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip dada hingga pangkal sirip punggung kedua.
27. Panjang antara sirip perut ke sirip punggung pertama (PSVSD-1) diukur
mulai dari pangkal sirip perut hingga pangkal sirip punggung pertama.
28. Panjang antara sirip perutke sirip punggung kedua (PSVSD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip perut hingga pangkal sirip punggung kedua.
29. Panjang antara sirip anal ke sirip punggung pertama (PSASD-1) diukur mulai
dari pangkal sirip anal hingga pangkal sirip punggung pertama.
30. Panjang antara sirip anal ke sirip punggung kedua (PSASD-2) diukur mulai
dari pangkal sirip anal hingga pangkal sirip punggung kedua.
31. Panjang antara sirip perut ke sirip anal (PSVSA) diukur mulai dari pangkal
sirip perut hingga pangkal sirip anal.
32. Panjang antara sirip dada ke sirip anal (PSPSA) diukur mulai dari pangkal
sirip dada hingga pangkal sirip anal.
33. Panjang antara sirip dada ke sirip perut (PSPSV) diukur mulai dari pangkal
sirip dada hingga pangkal sirip perut.
13
34. Panjang antara sirip punggung pertama ke sirip punggung kedua (PSD1-2)
diukur mulai dari pangkal sirip pungung pertama hingga pangkal sirip
punggung kedua.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 2. Pengukuran karakter morfometrik (a)-(e).
14
rpm selama 5 menit, kemudian DNA yang diperoleh dikeringkan di udara terbuka.
Setelah itu DNA ditambahkan dengan larutan TE (Tris HCl - EDTA) sebanyak
100 ϻl (komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4), digoyang sebentar,
selanjutnya diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 15 menit. Sampel
DNA disimpan pada suhu 4ºC (Duryadi 1993).
3. Elektroforesis Hasil Purifikasi DNA Total
Hasil purifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan 1xTBE
(Tris base - Boric acid - EDTA, komposisi larutan disajikan pada Lampiran 4)
dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer, USA). DNA
total divisualisasikan dengan bantuan UV transluminator (λ = 300
nm),menggunakan gel yang diwarnai dengan etidium bromida (0,5 ϻg/ml).
4. Penyeleksian Primer
Primer didisain berdasarkan data runutan gen sitokrom b DNA utuh
Kryptopterus minor dari data GenBank (kode akses AY458895). 22 Penyeleksian
primer dilakukan dengan menggunakan program primer 3 output. Urutan dari
primer forward CBKR1 adalah 5’ cccgaaaaactcacccctta 3’, sedangkan urutan
primer reverse CBKR2 adalah 5’ atagcccggttagagggttt 3’, yang menghasilkan
produk gen sitokrom b sepanjang 1104 pb.
5. Amplifikasi Gen Sitokrom b DNA Mitokondria
DNA total hasil purifikasi digunakan sebagai DNA cetakan untuk proses
amplifikasi. Amplifikasi gen sitokrom b DNA mitokondria menggunakan mesin
GeneAmpR PCR system 2400 (Perkin Elmer). Strategi amplifikasi dan komposisi
campuran larutan menggunakan metode Duryadi (1993). Kondisi PCR yang
digunakan adalah pra PCR dengan suhu 94ºC selama 5 menit; PCR: denaturasi
dengan suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan dengan suhu 51ºC selama 45
detik, pemanjangan dengan suhu 72ºC selama 60 detik (sebanyak 35 siklus); dan
post PCR dengan suhu 72ºC selama 5 menit.
6. Elektroforesis Hasil Amplifikasi
PCR Hasil amplifikasi dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan
1xTBE dengan menggunakan piranti Submarine Electrophoresis (Hoefer,
16
DAFTAR PUSTAKA
Broughton RE, Milam JE, Roe BA. 2001. The complete sequence of the zebrafish
(Danio rerio) mitochondrial genome and evolutionary patterns in
vertebrate mitochondrial DNA. Genome Res 11:1958-1967.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Ikan Air Tawar Langka di Indonesia.
Jakarta.
Kottelat M, Whitten AJ. 2009. The fishes of Ba-tanghari drainage, Sumatra with
description of six new species. Field Orientated Ichtyo-logy, 20 (1):1-96.
Mutiara, D. 2014. Klasifikasi jenis ikan familia Cyprinidae di sungai pangi Desa
Pengumbuk Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Sainmatika. 11 (1): 37-41.
19
Nelson, J. S. 2006. Fishes of the world fourth edition.Jhon Wiley and Sons Inc.
Canada.
Rudiyanti, S. dan Astri, D. E. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn.) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3
G. Jurnal Saintek Perikanan. 5 (1): 39-47.
Syofyan, I., Usman dan Polaris, N. 2011. Studi Kualitas Air untuk Kesehatan Ikan
Dalam Budidaya Perikanan pada Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 16 (1): 64-70.
Sukmono, T. dan Mira, M. 2017. Ikan Air Tawar di Ekosistem Bukit Tiga Puluh.
Yayasan Konservasi Ekosistem Sistem Sumatera dan Fraktura Zoological
Society.