TINJAUAN PUSTAKA
budidaya ikan air tawar dari kelompok Cyprinidae. Nama ikan peres ialah sebutan
dalam bahasa Gayo, Aceh Tengah. Ikan peres masih dalam satu genus dengan
penyebaran ikan ini meliputi beberapa negara di asia tenggara seperti, Kamboja,
dan Sumatra).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidea
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus kappeni
Nama lokal : Peres, Aceh Tengah
5
Menurut Susanto, (2012) ikan yang berasal dari genus Osteochilus
memiliki beberapa ciri yang dapat dibedakan dengan ikan lain. Ikan dari genus
(Osteochilus) ini mempunyai mulut yang dapat disembulkan dan bertubuh pipih.
Mulut ikan ini terletak diujung hidung (terminal). Sirip perut terletak di belakang
Ciri - ciri ikan ini memiliki bentuk badan yang agak memanjang
(Compressed) yang berbeda pada ikan ini diantaranya terdapat 4 perbedaan yaitu
sirip ekor berbentuk cagak dan simetri, Pada sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras
dan 5 jari-jari lunak, Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang namun sirip
perut terdiri dari 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak serta pada sirip dada terdiri
dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Retno, (2002) menyatakan bahwa
warna terang dibagian perut dan punggung agak berwarna kemerahan. terdapat
sisik-sisik gurat sisi dengan jumlah 33-36 (Djuhanda, 1985). Nuryanto, (2001)
menyatakan tinggi batang ekor hampir sama dengan panjang batang ekor dengan
dikelilingi 16 sisik, dan pada bagian depan sirip punggungnya dikelilingi 26 sisik
(Kottelat, 1993).
Pratiwi et al. 2011 menyatakan Ikan ini pada umumnya hidup pada
perairan yang berarus sedang, dengan dasar berpasir dengan elevasi yang tinngi,
pada kisaran pH 6,5 – 7 dan dapat hidup pada kisaran suhu 22 – 26 oC dengan
ini berkisar antara 5 -8 mg/L (Cholik et al., 2005). Ikan peres ( nilem) hidup
6
dengan baik pada ketinggian 800 – 1000 mdpl namun ketingginan optimum ialah
herbivorn(pemakan segala), biasanya pakan ikan nilem berupa detritus, jasad yang
menempel, perypiton dan epifiton, sehingga ikan ini cenderung hidup pada dasar
perairan pendapat ini senada dengan penyataan Khairuman dan Amri, (2008)
menyatakan pada Fase larva dan benih ikan nilem sangat menyukai pakan berupa
fitoplankton dan zooplankton. Hasil penelitian lain oleh Djajaseweka el al. (2005)
jenis lumut dan alga sebagai pakan dan mampu mencerna protein pada kisaran 27
(biocleaning agent) karena sifatnya yang memakan detritus dan peryphyton serta
lumut yang menempel di jaring (Jangkaru, 1989) ikan ini sangat cocok diperlihara
protein dari zat organik dengan jumlah tertentu tergantung dari jenis dan ukuran
ikan tersebut salah satunya ialah vitamin C. Endang et al., (2012) menyatakan
yaitu vitamin C (asam ascorbat). Johnny et al. (2007) menyatakan vitamin C juga
7
berfungsi mempercepat dalam hidroksilasi dengan formulasi kolagen yang
penting untuk penyeimbangan kulit dan jaringan lainya. Ikan tidak mempunyai
pada ikan lele dumbo oleh Zulkifli, (2007) menyebutkan dosis 100 mg/kg pakan
memberikan hasil terbaik, ikan betok sebanyak 375 mg/kg pakan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan respon imun (Sunarto et al. 2008), untuk ikan baung
2005) serta pada ikan patin 50 mg/kg pakan memberikan pengaruh terbaik
terhadap pertumbuhan dan nilai konversi pakan ikan Patin (Tang dan Zulkifli,
et al. 2003). Mian et al. (2013) pada ikan rainbow trout menyatakan
pertumbuhan dan kesehatan ikan. Penelitian lain oleh Endang et al. (2012) dosis
semakin meningkat, sehingga kadar lemak ikan juga ikut naik (Jusadi et al. 2006).
Hal ini terjadi karena adanya fungsi anti oksidan dari vitamin C yang akan
pertumbuhan ikan akan semakin tinggi dan penggunaan pakan akan lebih efesien.
8
Menurut Suhartono et al. (2004) Penambahan vitamin C dalam pakan
darah berdampak terhadap asupan makanan dan oksigen dalam darah sehingga
Sistem imun dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem imun spesifik dan
sistem imun non-spesifik. Sistem imun spesifik dapat dikelompokkan menjadi dua
: sistem imun spesifik humoral dan sistem imun spesifik selular. Sistem imun
spesifik humoral jika dirangsang oleh benda asing akan berkembang menjadi
(Kresno 1996).
imun spesifik tidak dapat memberikan respon langsung terhadap antigen tanpa
9
mikroorganisme tertentu yang telah ada dan berfungsi sejak lahir seperti lendir
dan bagian tubuh lainya, sedangkan pengertian spesifik yaitu kemampuan untuk
mengenal benda asing yang segera dikenal dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem
imun sehingga bila benda asing yang sama muncul maka akan dikenal lebih
al. 2001; 2002) dan vitamin C (Johnny et al. 2005). Dalam aktivitasnya Sistem
memberikan respon terhadap benda asing. vitamin C ialah salah satu bahan
ikan. Organ limfomyeloid pada ikan teleostei adalah limpa, ginjal depan,
dan timus. Jaringan limfomyeloid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik
seluler maupun hormonal (Rijkers, 1981 dan Fange, 1982). Leukosit merupakan
10
Menurut Irianto (2005) Leukosit dihasilakn oleh organ timus dan ginjal,
(1991) menyatakan Leukosit dibagi menjadi dua yaitu agranulosit dan granulosit
berdasarkan ada tidaknya granul pada sitoplasma. Agranulosit terdiri atas limfosit
dan monosit. Granulosit terdiri atas neutrofil, eosinofil dan basofil. Anderson
humoral dan selular ikan yang berperan ialah bahwa interleukin, interferon, dan
sitokin. Oleh sebab itu, mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara
Johnny et al. 2001; 2004; Johnny dan Roza 2002; 2004; Roza et al. 2002; 2003;
dan vitamin C juga dapat digunakan sebagai imunostimulan (Sohne 2000 dalam
terbukti secara positif berpengaruh terhadap respon non spesifik pada sistem imun
beberapa jenis ikan (Verlhac et al.1996; Li dan Gatlin 2003; Lin dan Shiau 2005).
jika dilihat secara biologis pertumbuhan ialah proses yang kompleks yang
11
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Laju anabolisme akan melebihi laju katabolisme
(2000) menyatakan pertumbuhan pada ikan dapat dipengaruhi oleh faktor dalam
dan faktor luar, factor dalam yang yang berperan seperti kandungan oksigen
terlarut (O2), suhu air, ammonia, salinitas serta fotoperiode, pada factor dalam
yang berpengaruh yaitu seks, umur, keturunan, parasit serta penyakit. Kedua
factor tersebut berjalan beriringan dengan faktor lainya seperti nutrisi yang
dengan perbandingan jumlah individu yang hidup pada akhir penelitian dengan
oleh faktor biotik dan abiotik, faktor biotik seperti parasit, competitor,
faktor abiotik yang berpengaruh ialah faktor fisika dan kimia pada lingkungan
(Rika, 2008)
12