Portunus pelagicus
(aspek bioekologi)
Akbar Marzuki Tahya amtahya@gmail.com
Pendahuluan
Keanekaragaman hayati perairan laut yang ada sangat tinggi, jasad renik hingga organisme yang sangat lengkap komponen organ penyusun tubuhnya menghuni planet biru ini. Organisasi kehidupan yang begitu besar menjadi misteri bagi para ilmuwan, sehingga tertarik untuk melakukan petualangan dan eksplorasi terhadap bagian-bagian kehidupan. Portunus pelagicus menjadi bagian kecil dari kehidupan di atas. Organisme ini merupakan klas krustase, yakni organisme yang memiliki keunikan karena memiliki kelebihan dalam hal pertumbuhan. Keunikan pertumbuhan yang dinamis, kadang statis beberapa waktu kemudian meningkat oleh karena adanya fase molting untuk bertumbuh. Kebutuhan fisiologis untuk bertumbuh ini menuntut bagian luar tubuh yang keras mengalami retak pada garis molting yang kemudian dikeluarkanlah tubuhnya dengan kondisi kutikula yang masih lunak.
Pendahuluan
Family portunidae yang dikenal sebagai rajungan di antaranya terdiri dari jenis: P. pelagicus, P. sanguinolentus, P. sanguinus, P. trituberculatus, P. gladiator, P. hastatoides, P. validus, Thalamita crenada, T. danae, Charybdis cruciata, Charibdis natator, Podophthalmus vigil (Tahya 2008)
Pendahuluan
Nama ilmiah
Portunus pelagicus Linn
Nama daerah
Jawa : Rajungan Ambon : Kepiting bulan
P. sanguinolentus Herbst
Thalamita crenata Thalamita danae Charybdis cruciata Charibdis natator
Taksonomi
Kingdom : Animalia
Phylum
Subphylum Class
: Arthropoda
: Crustacea : Malacostraca
Order
Suborder Infraorder
: Decapoda
: Pleocyemata : Brachyura
Family
Genus Species (Linnaeus 1758). Weber. 1975
: Portunidae
: Portunus : Portunus pelagicus
Deskripsi
Portunus pelagicus memiliki bentuk tubuh, warna yang sangat berbeda dengan Scylla sp. bentuk tubuh lebih memanjang, namun pipih, capit berduri dan runcing. bagian sebelah kiri dan kanan karapaks juga terdapat duri yang besar. Duri-duri sebelah belakang matanya berjumlah sembilan buah termasuk duri besar. coraknya lebih cantik dan menarik, dengan motif mirip batik. secara morfologis spesies jantan dan betina sangat mudah untuk dibedakan, jantan warnanya lebih menarik dibandingkan betina yang berwarna hijau homogen. Bagian apron jantan runcing dan sempit, sementara betina lebih lebar.
Deskripsi
Deskripsi
Jantan
Betina
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
Deskripsi
P. pelagicus mengalami modifikasi pada kaki jalan ke lima, modifikasi ini sebagai bentuk perubahan untuk kebutuhan pergerakan renang. Modifikasi berbentuk dayung ini sangat berarti bagi spesies perenang aktif ini.
Deskripsi
lambung Hepatic cecum otak ovari jantung mata Dorsal aorta
usus
Kebiasaan Makan
scavenger omnivorous
P. pelagicus memiliki kebiasaan makan yang hampir sama dengan krustase lainnya. Akan sangat tertarik mencari makan pada kondisi gelap (nocturnal project). makanan dijepit dengan menggunakan kedua capit dan dicabik cabik untuk dimasukkan ke dalam mulut. spesies yang biasa dikenal juga dengan flowering crabs ini, dikenal sebagai predator yang gemar memangsa sejenis kekerangan, siput, cacing, selain itu juga ikan-ikan, udang dan bahkan sejenisnya.
Kebiasaan Makan
Pergerakan
Dengan adanya modifikasi kaki jalan ke lima yang berbentuk dayung, memberi fasilitas pada spesies ini untuk melakukan pergerakan berenang. sementara untuk menangkap mangsa yang aktif bergerak, lebih mengandalkan taktik untuk membenamkan diri (burrowing) dan segera mungkin bergerak untuk menangkap mangsa yang lewat.
Pernapasan
P. pelagicus bernapas dengan insang, sepertihalnya pada Scylla sp. insang terletak di dalam karapas dan selalu berada dalam keadaan lembab, insang pada P. pelagicus lebih pipih dan ini menjadi asumsi bahwa kepiting perenang ini lebih rentan mengalami kematian apabila berada di luar perairan dibandingkan Scylla.
Pernapasan
Biasanya krustase bernapas dengan insang, namun kebanyakan yang berukuran kecil tidak memiliki insang sehingga bernapas dengan keseluruhan permukaan tubuh. letak insang malacostraca biasanya terbatas pada apendik thorax. Aliran air ke arah insang umumnya dihasilkan dari gerakan teratur sejumlah apendik . Oksigen dalam peredaran darah terdapat dalam bentuk larutan sederhana atau terikat pada hemoglobin atau hemocianin.
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Sirkulasi
Sistem sirkulasi pada krustase termasuk portunidae, pada umumnya merupakan sistem terbuka. Dengan jalan aliran darah (hemolimph) mengalir melalui bukaan hemocoelic (Fretter and Graham, 1976). Sirkulasi hemolimph dapat dihasilkan dari pergerakan tubuh, otot, dan kontraksi usus, atau melalui pemompaan jantung. Tidak semua krustase memiliki hati, tetapi apabila ada maka dalam bentuk yang sederhana, organ berbilik tunggal yang terletak di bagian dorsal di atas usus dan termasuk ke dalam bagian pericardial sinus.
Osmoregulasi
Dalam hal ini insang merupakan organ utama untuk menjaga keseimbangan kadar garam tubuh. Insang secara aktif mengabsorbsi garam-garam dari lingkungan. Nephrocyte yang terdapat pada sumbu insang merupakan sel yang berperan penting dalam mengambil dan mengumpulkan partikel buangan.
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Ekskresi
Organ ekskresi krustase terdiri atas sebuah kantung (end sac) dan saluran ekskresi yang berhubungan dengan bladder (kantong kencing). Kelenjar antena dan kelenjar maksila pada kebanyakan krustase bukan merupakan alat utama pembuangan sisa metabolisme, dan juga tidak memegang peran penting dalam osmoregulasi.
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Sistem Saraf
Sistem saraf pada krustase termasuk P. pelagicus cenderung memusat menjadi semacam otak, dan terjadi penyatuan ganglia. Otak berhubungan dengan saraf ke antena pertama (antenul), mata mejemuk dan saraf melingkar esofagus selanjutnya menuju benang saraf ventral.
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Mekanisme Umum
Alat Indera
Alat indera terdiri atas mata majemuk, bintik mata, statocyst, proprioceptor, alat peraba, dan chemoreceptor. Mata majemuk biasanya terletak pada ujung tangkai yang dapat digerakkan Bintik mata selalu terletak di garis menengah (median) Statocyst biasanya sepasang, terletak pada pangkal antenul, uropod atau telson
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Alat peraba
Proprioceptor merupakan alat indera otot yang terutama terdapat pada decapoda. Tiap organ terdiri atas sejumlah sel otot yang mengalami modifikasi spesial, berperan mengatur kedudukan apendik, semacam indera gerak yang dirangsang oleh peregangan di antara sel otot, kontraksi atau kegiatan sel-sel otot di sekitarnya. Alat peraba biasanya membentuk bulu-bulu dan tersebar di berbagai tempat pada permukaan tubuh, terutama pada apendik Chemoreceptor merupakan alat indera untuk mendeteksi zat kimia, terdapat pada kedua pasang antena dan apendik mulut
(Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya, Jakarta.188 hal)
Pertumbuhan
Pertumbuhan pada krustase termasuk P. pelagicus pada umumnya berpola semacam anak tangga, terdapat masa terhentinya pertumbuhan, kemudian meningkat secara signifikan pada kondisi tertentu
Hal ini diakibatkan oleh adanya molting atau fenomena ecdysis (penggantian kutikula) Semakin tua akan semakin lama terjadinya ecdysis.
Pertumbuhan
Mekanisme Umum
Reproduksi
P. pelagicus melakukan kopulasi untuk memasukan sperma dan kemudian disimpan dalam spermateka hingga mengalami matang gonad dan terjadi pembuahan internal (internal fertilized). P. pelagicus betina melakukan ruaya ke perairan dangkal untuk bertelur (spawning) dan kembali ke laut yang lebih dalam guna menetaskan telurtelurnya (hatching) (Galil 2006).
Reproduksi
Reproduksi
fekunditas spesies ekonomis penting ini berkisar antara 900,000 hingga 1000,000. Periode inkubasi yang dilaporkan sekitar 6-7 hari.
Perkembangan Embrio
5 steps of embryonic
Five embryonic (Blastula, G astrula, Eye placode, Pigment and H eart beat) stages w ere recognized and each stage is described in detail. The size of the developing egg was increased at every stage. The colour of the egg is initially yellow in colour and it was gradually transformed into orange, brown and black colours. The hatching success of the freshly hatched I zoea was 75%. The salinity test shows that 35 ppt is an optimum salinity to rear the larval forms of P. pelagicus.
Perkembangan Embrio
1. Blastula 2. Gastrula
5. heartbeat
5 tahap embriogenik
3. Eye Placod
4. Pigmen
Perkembangan Embrio
Dalam perkembangan tiap fase embriogenik, memperlihatkan detail yang jelas. fase yang berurut akan semakin besar dan bertambah besar.
Perkembangan Embrio kesuksesan penetasan biasanya sekitar 75%, dengan salinitas 35 ppt.
Perkembangan Zoea
D=2 hari
Zoea IV
C=2 hari
Zoea III
B=2 hari
Zoea II
A=2-3 hari
Zoea I
(Juwana & Romimohtarto 2000)
LOGO
.
amtahya@gmail.com Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.