Anda di halaman 1dari 9

EFEK ALGISIDAL BAKTERI PEKTINOLITIK SEBAGAI BAHAN PROBIOTIK

ANTAGONISME PENEKAN PERTUMBUHAN Microcystis aeruginosa

ALGICIDAL EFFECT OF PECTINOLYTIC BACTERIA AS CANDIDAT OF


ANTAGONISME PROBIOTIC TO CONTROL Microcystis aerugionsa

Endang Dewi M.1), Sarmanu2), Hari Suprapto1), Ni Nyoman Tri P.3) Ni’matuzahroh4)
______________________________________________________________________

Abstrak
Microcystis aeruginosa merupakan salah satu spesies alga hijau biru yang sering
menimbulkan masalah pada perairan apabila dalam keadaan blooming. Beberapa kerugian
akibat blooming plankton jenis ini antara lain adanya citarasa lumpur pada ikan, kematian
ternak / ikan akibat racun microcystin, nilai kualitas air rendah , keragaman plankton rendah
dan nilai nutrisi pakan alami menurun.
Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian upaya pengembangan probiotik
antagonisme penekan pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Pengembangan probiotik
berdasarkan sifat bakteri yang memproduksi poly 1,4-α-d galacturonidase yang mampu
mendegradasi pektin, suatu polisakarida komponen utama penyusun dinding sel Microcystis
aeruginosa.
Bakteri diisolasi dari tambak daerah Gresik dan Lamongan yang mengalami blooming
Microcystis aeruginosa. Kepastian bakteri bersifat pektinolitik diketahui dari uji halo pada
medium spesifik pektin. Hasil identifikasi secara morfologis dan fisiologis diketahui bahwa
bakteri pektinolitik yang digunakan adalah Pseudomonas pseudomallei.
Hasil penelitian menunjukkan, bakteri dapat menekan pertumbuhan Microcystis
aeruginosa khususnya ketika plankton ini berada pada fase pertumbuhan eksponensial.
Bakteri yang diinokulasi dengan kepadatan 104CFU/ml berkembang menjadi 108 CFU/ml dan
dapat menyebabkan penurunan jumlah Microcystis aeruginosa pada skala laboratorium.
Ekstrak enzim yang diberikan sebagai perlakuan, juga dapat menurunkan pertumbuhan
Microcysstis aeruginosa. Hal ini menunjukkan proses algisidal dapat terjadi melalui kerja
enzim sebagai produk ekstraseluler, tidak harus melalui kontak bakteri secara langsung.

Pendahuluan
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian untuk pengembangan bakteri
pektinolitik sebagai probiotik antagonisme untuk menekan pertumbuhan Microcystis
aeruginosa. Microcystis aeruginosa merupakan salah satu spesies alga / plankton hijau biru
(Cyanophyta). Sebagai pertahanan terhadap faktor lingkungan yang bervariasi, plankton ini
membentuk dinding sel yang tersusun atas exopolysaccharida dengan komposisinya sama
seperti pektin yaitu lebih dari 83 % galacturonic acid (Hoiczyk dan Hansel, 2000).
_________________________________________________________________________
1 : Program Studi Budidaya Perairan, FKH, Universitas Airlangga
2 : Bagian Anatomi Veteriner, FKH Unair
3 :Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Airlangga
4 :Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Airlangga

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


Microcystis aeruginosa merupakan alga berbahaya bila berada dalam keadaan
blooming di perairan. Racun microcystin yang dihasilkan menyebabkan penyakit haemocytic
enteristis atau penyakit kotoran putih pada ikan dan udang (Yukasano, 2000), sehingga
produksi menurun hingga 50 persen. Di daerah Lamongan dan Gresik kelimpahan
Microcystis aeruginosa berhubungan erat dengan cita rasa lumpur pada ikan bandeng
(Trisyani, 1997 dan Masithah dkk, 2004). Cita rasa lumpur juga terjadi pada jenis ikan lain
dan udang di berbagai daerah di Indonesia (Haryono, 2001). Selain itu, sebagai pakan alami,
plankton ini kurang berkualitas karena sulit dicerna (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
Beberapa upaya mengontrol pertumbuhan Microcystis aeruginosa dapat dilakukan
dengan manajemen kualitas air, kontrol secara kimiawi maupun biologis. Namun masih
terdapat kendala karena keterbatasan air, keterbatasan bahan dihubungkan dengan luasnya
lahan serta akumulasi bahan kimia di perairan.
Mikroorganisme yang bersifat antagonisme dewasa ini dikembangkan untuk agen
biokontrol dalam rekayasa budidaya ikan. Informasi pengembangan probiotik untuk
mengatasi masalah Microcystis aeruginosa di Indonesia belum diketahui. Padahal bakteri
sebagai pengendali hayati bersifat sangat spesifik (Isnansetyo, 2005). Hal ini didukung
beberapa penelitian yang membuktikan bahwa, penggunaan bakteri isolat lokal untuk suatu
tujuan, memberikan hasil lebih efektif dibanding produk komersial yang umumnya berasal
dari luar negeri (Nganro, dkk., 1997; Sutanto dan Suprapto, 2004; Susanto, dkk., 2005.).
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengembangan probiotik
antagonisme untuk menekan pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Pengembangan probiotik
ini berdasarkan sifat bakteri yang memproduksi poly 1,4-α-d galacturonidase yang mampu
mendegradasi pektin. Dengan penggunaan probiotik yang berasal dari tambak lokal
Indonesia, diharapkan permasalahan keterbatasan jumlah bahan dan ketidaksesuaian
lingkungan tidak lagi menjadi kendala dalam upaya mengatasi kelimpahan Microcystis
aeruginosa.

Materi dan Metode


Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pektinolitik
Bakteri pektinolitik diisolasi dari tambak daerah Gresik dan Lamongan yang
mengalami blooming Microcystis aeruginosa. Pengambilan sampel air dilakukan
menggunakan water sampler. Air dibiarkan masuk melalui lubang pemasukan air. Water
sampler diangkat, air dituang ke dalam botol sampel sampai ¾ volume botol. Botol sampel

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Pengerjaan dilakukan secara aseptis menggunakan
Bunsen.
Sebanyak 10 ml sampel air diambil dari tiap-tiap botol sampel dan dicampur pada
botol sampel baru. Campuran tersebut dikocok sampai homogen selanjutnya diambil 1ml dan
diencerkan secara bertingkat sebagai pengulangan. Dikultur pada medium pektin agar
dengan metode pour plate. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Pengamatan
dilakukan terhadap morfologi tiap koloni yang tumbuh. Koloni bakteri yang tumbuh
dimurnikan sampai menjadi isolat tunggal.
Kepastian bakteri bersifat pektinolitik diketahui dari uji halo pada medium spesifik
pektin. Untuk mengamati adanya bidang hambat (bidang halo), dilakukan pewarnaan
menggunakan uap Iodine dengan cara memanaskan sejumlah kristal Iodine. Petridish yang
berisi kultur bakteri diletakkan diatas uap yang dihasilkan. Bidang halo akan tampak
berwarna bening, sementara media berwarna coklat kehitaman. Dari beberapa bakteri
pektinolitik yang diperoleh, diseleksi satu bakteri melalui lebar bidang halo dan uji aktivitas
enzim pektinase. Bakteri terpilih selanjutnya diidentifikasi secara morfologis dan fisiologis.
Identifikasi dengan uji morfologi dan fisiologis dilakukan menggunakan Microbact
kit. Satu ose isolat dilarutkan dalam buffer saline. Sebanyak 4 tetes suspensi bakteri
dimasukkan dalam setiap lubang pada test strip. Pada lubang yang berwarna hitam,
ditambahkan 2 tetes mineral oil. Seal test strip ditutup kembali dan diinkubasi pada 35OC +/-
2OC selama 18-24 jam. Selanjutnya test strip dipindahkan dari inkubator dan ditambahkan
reagen pada masing-masing lubang sesuai petunjuk. Hasil yang diperoleh dicatat dan
diinterpretasikan menggunakan MicrobactTM Indentification Package.

Isolasi Microcystis aeruginosa


Sebanyak ± 100 liter air tambak disaring menggunakan plankton net nomer 25 sampai
didapatkan hasil saring berwarna pekat. Hasil saringan dimasukkan dalam botol sampel
plankton. Pemisahan Microcystis aeruginosa dilakukan menggunakan metode pipet kapiler
(Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Sampel air tambak diteteskan pada obyek glass sebanyak
5 tetes. Pada sekeliling air sampel tersebut, diteteskan 4 – 6 tetes medium Gorham’s secara
terpisah, sehingga membentuk tetesan-tetesan yang mengelilingi sampel air tambak.
Menggunakan bantuan mikroskop dan pipet steril, Microcystis aeruginosa diambil dari
sampel air dan dipindahkan ke tetes medium Gorham’s pertama untuk dicuci. Selanjutnya, sel
Microcystis aeruginosa diambil menggunakan pipet dan dipindahkan ke tetes medium ASM-
1 kedua. Demikian seterusnya sampai tetes medium Gorham’s terakhir. Setelah itu sel

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


Microcystis aeruginosa dipindahkan ke medium Gorham’s dalam tabung reaksi untuk kultur
murni. Langkah ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapatkan sejumlah sel Microcystis
aeruginosa sebagai bibit. Tabung reaksi diinkubasi pada suhu 25OC dengan pencahayaan
3000 lux sampai diperoleh kepadatan yang diperlukan.

Efek Algisidal Bakteri Pektinolitik pada Fase Pertumbuhan Microcystis aeruginosa


Tahap ini ditujukan untuk mengetahui efek algisidal bakteri pektinolitik pada fase-
fase pertumbuhan Microcystis aeruginosa (lag fase, fase eksponensial dan fase stasioner).
Sebanyak 95 ml kultur murni Microcystis aeruginosa pada medium Gorham’s dengan
kepadatan 2-6 X 106 sel/ml dimasukkan pada erlenmeyer. Bakteri pektinolitik diinokulasi
pada medium cair (LB) dan diinkubasi semalam pada suhu 34 OC. Pada saat kepadatan bakteri
mencapai 1-2 X10 8 CFU/ml, kultur disentrifus (3500 rpm 10 menit), dicuci dengan medium
Gorham’s steril dan dilarutkan kembali pada medium yang sama hingga kepadatan 1-2 X 104
CFU/ml. Sebanyak 5 ml larutan bakteri ini dimasukkan ke dalam 95 ml kultur Microcystis
aeruginosa yang telah disiapkan sebelumnya. Sebagai kontrol adalah 95 ml kultur
Microcystis aeruginosa ditambah 5 ml medium Gorham’s. Selajutnya diinkubasi pada suhu
25OC dengan pencahayaan 3000 lux, 12 gelap/12 terang . Kepadatan Microcystis aeruginosa
dihitung tiap 4 hari selama 24 hari menggunakan haemocytometer. Kepadatan Microcystis
aeruginosa (C) dihitung dengan rumus N X10 4 X v/V sel/ml, dimana N adalah rata-rata
jumlah plankton dalam 5 kotak haemocytometer yang diamati, v/V adalah konversi volume
air yang tersaring (v = volume hasil penyaringan dan V = volume air yang disaring). Laju
penurunan kepadatan sel Microcystis aeruginosa dihitung menggunakan rumus : h = ln
(C/Co) / t, dimana C dan Co adalah kepadatan Microcystis aeruginosa pada awal dan akhir
pengamatan pada interval waktu t = interval waktu pengamatan.

Efek Kepadatan Bakteri Pektinolitik terhadap Pertumbuhan Microcystis aeruginosa


Sejumlah 90 ml Microcystis aeruginosa pada fase eksponensial dengan kepadatan 2-6
6
X 10 sel/ml disiapkan dalam beberapa Erlenmeyer. Kultur cair bakteri pada fase logaritmik
disiapkan sesuai perlakuan, yaitu 103, 104, 10 5 106, 10 7 , 10 8 dan 109 CFU/ml. Sebanyak 10 ml
masing-masing perlakuan bakteri diinokulasikan ke dalam Microcystis aeruginosa. Sebagai
kontrol adalah 10 ml medium Gorham’s tanpa bakteri diinokulasikan ke dalam Microcystis
aeruginosa. Kultur diinkubasi dengan kondisi seperti tahap sebelumnya. Setelah 24 hari,
kepadatan Microcystis aeruginosa dan bakteri masing-masing dihitung menggunakan
haemocytometer dan metode spread (Manage et al, 2000).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


Sel Microcystis aeruginosa hidup dan mati dibedakan dengan pewarnaan tripan blue.
Sel mati menyerap warna sedangkan sel hidup tidak. Karena adanya lendir yang menyelimuti
Microcystis aeruginosa sehingga antar sel saling melekat membentuk koloni, maka sebelum
penghitungan dilakukan pemisahan sel menggunakan vortex.

Aktivitas Algisidal Enzim Pektinase sebagai Metabolit Ekstraselular terhadap


Pertumbuhan Microcystis aeruginosa
Bakteri dikultur pada 300 ml medium pektin cair selama semalam untuk produksi
enzim pektinase. Selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan bakteri dengan filtrat. Filtrat
dicairkan hingga konsentrasi 10, 50 dan 90 % dengan medium Gorham’s steril sebagai
perlakuan. Selanjutnya diinokulasikan pada kultur Microcystis aeruginosa pada medium
Gorham’s cair sesuai perlakuan. Kultur diinkubasi selama 24 hari dengan kondisi sama
seperti diatas. Kepadatan Microcystis aeruginosa pada awal dan akhir perlakuan dihitung
menggunakan haemocytometer (Manage et al, 2000).

Hasil dan Pembahasan

Hasil isolasi bakteri dan uji halo, diperoleh 14 isolat yang bersifat pektinolitik.
Selanjutnya semua isolat bakateri pektinolitik diuji aktivitas enzim pectinase yang terdiri dari
3 macam enzim yaitu pectin lyase, pectate lyase dan polygalacturonase. Dari hasil uji
aktivitas enzim pectinase, dipilih satu isolat yang memiliki aktivitas enzim paling tinggi.
Identifikasi secara morfologis dan fisiologis terhadap bakteri terpilih dilakukan menggunakan
MicrobactTM Indentification Package. Hasil identifikasi menunjukkan bakteri tersebut adalah
Pseudomonas pseudomallei. Hasil uji morfologi dan fisiologi disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Fisiologis Bakteri Terpilih Menggunakan Microbact 12A / B
No. Jenis Uji Hasil
1. Gram -
2. Motilitas +
3. Katalase ++
4. Oksidase +
5. Karakter mikroskopis batang

Microbact 12A Microbact 12B


No. Jenis Uji Hasil No. Jenis Uji Hasil
1. Lysine - 1. Gelatin* -
2. Ornithine + 2. Malonate +
3. H2S - 3. Inositol -
4. Glucose + 4. Sorbitol +

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


5. Marnitol + 5. Rhamnose +
6. Xylose + 6. Sucrose +
7. ONPG - 7. Lactose -
8. Indole - 8. Arabinose +
9. Urease - 9. Adonitol -
10. VP - 10. Raffinose +
11. Citrate + 11. Salicin -
12. TDA - 12. Arginine +

- * : Hasil uji halo pada media pektin menunjukkan gelatinase +

Bakteri pektinolitik yang diisolasi dari tambak daerah Lamongan dan Gresik
menunjukkan aktivitas algisidal yang berbeda pada fase pertumbuhan Microcystis
aeruginosa yang berbeda. Berikut adalah tabel laju penurunan Microcystis aeruginosa pada
fase pertumbuhan yang berbeda.
Tabel 2. Laju Penurunan Microcystis aeruginosa Akibat Pemberian Bakteri pada Fase
Pertumbuhan yang Berbeda
Fase Pertumbuhan Waktu setelah bakteri Laju Penurunan ± SD
diinokulasikan (hari) (per hari)
Lag 10 - -
Eksponensial 10 0,633 0,025
Stasioner 13 0,270 0,020

Bakteri Pseudomonas pseudomallei yang diinokulasikan pada saat Microcystis


aeruginosa berada pada fase pertumbuhan eksponensial, memberikan pengaruh yang nyata
terhadap penurunan pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Sementara, algisidal efek tidak
signifikan ketika bakteri ditambahkan pada saat Microcystis aeruginosa berada pada
pertumbuhan lag fase. Pada kondisi ini, kepadatan sel Microcystis aeruginosa segera
mengalami peningkatan lagi beberapa hari setelah mengalami penurunan. Pada saat fase
eksponensial, pembentukan dinding sel belum terjadi secara sempurna, sehingga lebih mudah
didegradasi oleh enzim pectinase yang dihasilkan oleh bakteri. Kegagalan pembentukan
dinding sel selanjutnya akan mempengaruhi proses metabolisme dan pertumbuhan
Microcystis aeruginosa, sehingga pertumbuhan populasi sel menurun. Sedangkan bila bakteri
diinokulasikan pada lag fase pertumbuhan Microcystis aeruginosa, walaupun mengakibatkan
penurunan pertumbuhan, tapi Microcystis aeruginosa segera melakukan adaptasi sehingga
beberapa saat kemudian segera mengalami peningkatan jumlah populasi. Selain itu, diduga
Microcystis aeruginosa juga menghasilkan racun microcystin yang memberikan reaksi
antagonisme terhadap bakteri. Pada inokulasi fase stasioner, laju penurunan Microcystis
aeruginosa lebih rendah disbanding fase eksponensial. Hal ini diduga karena pada fase ini

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


dinding sel Microcystis aeruginosa sebagai pertahanan terhadap pengaruh lingkungan sudah
terbentuk sempurna. Secara umum hal ini menunjukkan bahwa kondisi fisiologi Microcystis
aeruginosa adalah sangat penting dalam hubungannya dengan penyerangan oleh bakteri. Hal
ini sesuai dengan pendapat Wirahadikusumah (1985) dan Andriyani (1995) yang mengatakan
bahwa uji bahan bioaktif diberikan pada saat plankton berada pada fase eksponensial, karena
pada saat ini dinding sel belum terbentuk sempurna. Hasil ini juga sesuai dengan yang
didapatkan Manage, et al (2000) yang meneliti tentang kemampuan bakteri Alcaligenes
denitrificans dalam menekan pertumbuhan Microcystis aeruginosa.dan mendapatkan bahwa
bakteri tersebut mampu menurunkan Microcystis aeruginosa ketika diinokulasikan pada fase
eksponensial pertumbuhan Microcystis aeruginosa .
Kepadatan bakteri yang diinokulasikan juga memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Berikut adalah tabel laju penurunan
Microcystis aeruginosa pada masing-masing perlakuan kepadatan bakteri
Tabel 3. Laju Penurunan Kepadatan Microcystis aeruginosa pada Perlakuan Kepadatan
Bakteri
Kepadatan bakteri (CFU/ml) Laju Penurunan Microcystis ± SD
aeruginosa (per hari)
10 3 - -
10 4 1,03 0,06
10 5 1,71 0,23
6
10 1,99 0,15
10 7 2,06 0,23
8
10 2,06 0,20
10 9 2,11 0,24
Bakteri dapat menurunkan kepadatan Microcystis aeruginosa mulai kepadatan 104 CFU/ml.
Pada kepadatan tersebut, bakteri dapat menurunkan Microcystis aeruginosa setelah kepadatan
bakteri meningkat menjadi 108 CFU/ml. Kepadatan Microcystis aeruginosa menurun dari 10 6
sel/ml menjadi 104 sel/ ml setelah inkubasi 4 hari. Selanjutnya secara bertahap menurun terus,
kecuali pada perlakuan bakteri 103 CFU/ml. Hal ini kemungkinan disebabkan pada perlakuan
103 CFU/ml, konsentrasi enzim pektinase yang dihasilkan bakteri tidak mampu mendegradasi
dinding sel Microcystis aeruginosa, sementara itu Microcystis aeruginosa juga
menghasilkan racun microcystin yang menyerang bakteri. Kemungkinan ini didukung adanya
aktivitas enzim pectinase yang terukur pada perlakuan kepadatan bakteri 104 – 109 CFU/ml,
sedangkan pada perlakuan 103 CFU/ml tidak ditemukan aktivias enzim pektinase. Manage, et
al (2000) mendapatkan bahwa bakteri yang diinkoulasikan pada konsentrasi rendah (103
cell/ml) dapat meningkat menjadi 108 cel/ml setelah inkubasi 10 hari dan menyebabkan
penurunan pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Bakteri Myxococcus fulvus tidak dapat

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


menurunkan kepadatan Nostoc muscorum ketika kepadatan bakteri lebih rendah dari 5 X 106
sel/ml (Fraleigh and Burnham, 1998).
Pada penelitian ini, filtrat kultur mampu menurunkan kepadatan Microcystis
aeruginosa pada konsentrasi 50% pengenceran. Hal ini menunjukkan bahwa enzim pectinase
yang dihasilkan mampu bekerja setelah dikeluarkan ke perairan. Sesuai dengan hasil
beberapa peneliti (Andriyani (1995), Chen, et al (2004), Ridge and Pillinger (2001), Barret, et
al (2002) bahwa ekstrak bahan bioaktif dan enzim ekstraseluler mampu bekerja di lingkungan
perairan untuk menurunkan kepadatan Microcystis aeruginosa sesuai mekanisme masing-
masing. Hasil ini berbeda dengan penelitian Burnham, et al (1994) yang mendapatkan bahwa
bakteri Myxococcus xanthus dapat menekan pertumbuhan Cyanobacteria Phormidium
luridum melalui kontak langsung. Manage, et al (2000) mendapatkan bahwa filtrat kultur
yang diinoklasikan pada Microcystis aeruginosa tidak dapat menekan pertumbuhan
Microcystis aeruginosa. Hal ini menunjukkan bahwa Alcaligenes denitrificans tidak
menghasilkan metabolit ekstraseluler untuk menghambat pertumbuhan Microcystis
aeruginosa dan bakteri dapat membunuh Microcystis aeruginosa melalui kontak langsung.

Kesimpulan dan Saran


Bakteri Pseudomonas pseudomallei memiliki kemampuan algisidal terhadap
Microcystis aeruginosa melalui metabolit ekstraseluler yang dihasilkan. Daya kerja algisidal
lebih efektif ketika Microcystis aeruginosa berada pada fase pertumbuhan eksponensial.
Bakteri Pseudomonas pseudomallei dapat dikembangkan sebagai bahan probiotik
antagonisme penekan pertumbuhan Microcystis aeruginosa. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut agar diketahui karakteristik bakteri untuk memenuhi berbagai
persyaratan sebagai probiotik.

Daftar Pustaka
Andriyani, N.,1995. Daya Hambat Ekstrak Tike (Eleocharis dulcis) Hensel Terhadap
Pertumbuhan Populasi Alga Biru Hiaju Microcystis aeruginosa Kuetz dan Alga Hijau
Chlorella pyrenoidosa Chick. Aster ThesesJBPTITBBI. Departemen Biologi. ITB.
Burnham J.C., Collart, S.A. and Daft M.J. 1994. Myxococcal Predation of The
Cyanobacterium Phormidium luridum in Aqueaous Environments. Arch. Microbiol.
137:220-225.
Chen, J. Z. Liu, G. Ren, P. Li and Y. Jiang. 2004. Control of Microcystis aeruginosa
TH01109 with Batangas Mandarin Skin and Dwarf Banana Peel. Water S.A. Vol. 30.
No. 2 April 2004.279-282.
Fraleigh PC and Burnham JC (1998). Myxococcal Predation on Cyanobaccterial Populations
: Nutrient Effects. Limnol Oceanogr 33 : 476 - 483
Haryono, S. S. 2001. Off-Flavor. Majalah Mitra Bahari Edisi tahun VI, Nomor 3 / 2001.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


Hoiczyk, E. dan A. Hansel. 2000. Cyanobacterial Cell Walls : News From an Unusual
Prokaryotic Envelope. J, Bacteriol, 182 (5) : 1191 – 1199.
Isnansetyo, A. 2005. Bakteri Antagonis sebagai Probiotik untuk Pengendalian Hayati pada
Aquaculture. Jurnal Perikanan VII (1): Februari 2005.
Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan
Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit Kanisisu. Yogyakarta.
Manage, P., Z.E. Kawabata and S. Nakano. 2000. Algacidal Effect of The Bacterium
Alcaligenes denitrificans on Microcystis spp. Aquat Microb Ecol. 22:111-117
Masithah, E.D., Laksmi S. dan Juni T.2004. Hubungan Kelimpahan Microcystis aeruginosa
dengan Cita Rasa Lumpur Ikan Bandeng di Tambak Kabupaten Lamongan. Laporan
Penelitian. Program Studi budidaya Perairan. Fakultas kedokteran Hewan. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Nganro, N.R., I Nyoman P.A., Pingkan, A dan Dea I.A. Pengembangan Paket produk Bakteri
Penghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Vibrio pada Budidaya Tambak Udang.
Departemen Biologi. Institut Teknologi Bandung.
Ridge I. And Pillinger J.M and J.Walters.1996. Alleviating The Problems of Excessive Algal
Growth. In: D>M. Harper and A.J.D. ferguson (eds). The Ecological Basis for River
management. John Wiley Chichester.211-218.
Sutanto, I. dan Suprapto. 2004. Peranan Probiotik Dalam Budidaya Udang Intensif. Makalah
Seminar The National Symposium on Development and Scientific and Tecnology
Innovation in Aquaculture, Semarang, 27 – 29 Januari 2004. 22 hal.
Susanto, B., I. Setyadi, D. Syahidah, M. Marzuqi dan I. Rusdi. 2005. Penggunaan bakteri
Probiotik sebagai Kontrol Biologi dalam Produksi Massal Benih Rajungan. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. 11 : 1
Trisyani, N. 1997. Hubungan Antara Kualitas Air Tambak Dan Pertumbuhan Alga
Cyanophyceaea Terhadap Citarasa Lumpur Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal).
Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang. 92 hal.
Yukasano, D. 2002. Teknik Mengontrol Mikroba Dalam Budidaya Udang Intensif. Majalah
Mitra Bahari Edisi VII (3) : 140 – 147.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com

Anda mungkin juga menyukai