Anda di halaman 1dari 133

CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP

Training for Supervisor 1


A. Basic Aquaculture
1.Best Aquaculture Practices

PENDAHULUAN
Aktifitas bidang usaha perikanan budidaya yang terutama terdiri dari tambak
udang dan ikan meningkat pesat dari tahun ke tahun. Peningkatan volume
produksi perikanan budidaya, di samping karena produktifitas per hektarnya
meningkat, juga karena beroperasinya tambak-tambak baru. Kecenderungan ini
menarik perhatian para pakar yang bernaung di bawah Food And Agriculture
Organization, untuk membuat suatu aturan atau kode etik tentang usaha
perikanan yang bertanggung jawab dan dituangkan dalam ketentuan yang
disebut Best Aquaculture Practices (BAP).
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam Best Aquaculture Practices ini adalah untuk
menjamin agar usaha perikanan budidaya berlangsung lestari atau Sustainable
Aquaculture. Agar usaha ini lestari, maka pemilihan lokasi untuk usaha
pertambakan harus tepat, tidak merusak lingkungan. Desain tambak dan sistem
tata guna air juga harus memenuhi kriteria BAP dan tidak merusak serta
mencemari lingkungan. Benur yang digunakan harus bebas penyakit dan
memiliki kriteria SPF (Specific Pathogen Free) dan atau SPR (Specific Pathogen
Resistance), tidak boleh menggunakan benur tangkapan dari alam. Pakan yang
digunakan harus berkualitas baik dan managemen pakannya juga harus baik
yang bisa dipantau dari FCR hasil panennya. Untuk menjamin kesehatan dan
keamanan para konsumen, maka selama proses budidaya tidak diperkenankan
menggunakan antibiotika dan bahan kimia berbahaya. Ketentuan-ketentuan
dalam Best Aquaculture Practices diuraikan berikut ini.

1.1. SITE SELECTION (PEMILIHAN LOKASI)

Membangun tambak udang sesuai RUTR dan kerangka aturan yang berlaku.

a. Membangun tambak udang baru di atas garis batas pasang surut.


b. Pastikan tidak ada kerusakan hutan mangrove atau habitat hutan pantai
yang dilindungi.
c. Jangan membangun tambak udang di daerah berpasir atau daerah lain
yang berpotensi terjadi rembesan air asin yang mempengaruhi daeran
pertanian sekitarnya atau sumber air tawar.
d. Jangan lagi membangun tambak udang di daerah yang sudah padat
dan daya dukung lingkungannya sudah maksimal.
e. Memelihara daerah penyangga antar pertambakan dan perbatasan
antara pertambakan dengan daerah suaka alam.
f. Lokasi tambak harus mematuhi aturan penggunaan lahan dan RUTR
pemerintah setempat dan ketentuan pengelolaan wilayah pesisir.
g. Memperbaiki kinerja tambak udang yang sudah ada di daerah
mangrove dan di daerah di bawah garis pasang surut dengan
melakukan penanaman kembali mangrove, menutup tambak tambak
yang tidak produktif dan mengintensifkan tambak-tambak lainnya yang
posisinya di atas garis pasang surut.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 2
1.2. POND DESIGN (DESAIN TAMBAK)

Buat desain dan bangun tambak udang dengan cara meminimalkan dampak
kerusakan lingkungan.

a. Memasukkan daerah penyangga dalam pelaksanaan teknik dan


rekayasa yang meminimalkan dampak erosi dan salinasi (intrusi air laut)
selama konstruksi dan operasi.
b. Meminimalkan gangguan terhadap tanah sulfat asam selama konstruksi
dan operasi.
c. Melindungi keaneka-ragaman hayati dan mendukung pembentukan
atau pelestarian kembali habitat alami dalam rencana desain tambak.
d. Meminimalkan membuat kerusakan lingkungan seperti onggokan tanah
hasil galian dan membuat lubang-lubang galian yang tidak terpakai.
e. Desain tanggul, kanal dan infrastruktur tidak berdampak negatif
terhadap hidrologi.
f. Pisahkan saluran outlet dengan inlet untuk mencegah pencemaran
sebagai akibat aktifitas budidaya tambak dan untuk menjaga
biosecurity.

MAIN IN LET

BF SP BF
G
R
QP RESERVOIR QP E
E
N

B
CP CP
E
L
T
CP CP
S S.I S
O O
CP CP

CP CP

CP CP

WWTP

Gambar : Layout pertambakan ramah lingkungan.

Keterangan : SP : Sediment Pond (Tambak pengendapan)


BF : Tambak Biofilter
QP : Quarantine Pond (Tambak karantina)
CP : Culture Pond (Tambak budidaya)
WWTP : Waste Water Treatment Pond

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 3

1.3.WATER MANAGEMENT (MANAGEMEN AIR)


Manajemen kualitas air pada dasarnya adalah pengelolaan parameter kualitas
air harian agar selalu berada dalam kisaran optimal yang dibutuhkan dalam
budidaya udang. Hal ini sangat penting untuk mencegah udang mengalami
stres yang dapat mempertinggi risiko udang terserang berbagai macam
penyakit. Parameter kualitas air yang harus dikelola dengan baik adalah :

Transparansi dan warna air.


Parameter kualitas air ini merupakan pencerminan dari jenis dan kepadatan
plankton yang ada. Inti dari pengelolaan parameter ini adalah agar tiap
perubahannya dapat diikuti dan diantisipasi agar tidak terjadi stres pada udang
yang dibudidayakan. Pembahasan selanjutnya pada item tentang jenis dan
jumlah plankton. Pengukuran dilakukan setiap hari 2 kali jam 08.00 dan 14.00 WIB
oleh petambak dan team dari aquaculture.

pH (Potential Hydrogen/Derajat Keasaman).


Dalam budiaya udang, kita menginginkan agar nilai pH perairan tambak adalah
sama atau mendekati sama dengan nilai pH tubuh udang. Hal ini ditujukan agar
udang tidak mengalami stres dalam menyesuaikan pH tubuh dengan
lingkungannya. Kita harus menjaga kisaran pH perairan tambak berkisar antara
7,5 – 8,5. Jika nilai pH perairan tambak berada di bawah kisaran yang
distandarkan, maka kita harus menaikkan nilai pH tersebut dengan cara
pemberian kapur, demikian sebaliknya jika pH perairan tinggi, kita turunkan
misalnya dengan cara pemberian saponin aktif.
Pengukuran pH dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi dan siang.

DO (Disolved Oxygen / Oksigen Terlarut).


Mengelola DO menjadi sangat penting
karena DO merupakan salah satu faktor
kunci dalam budidaya udang.
Kandungan DO pagi hari dalam
budidaya udang distandarkan harus di
atas 4 ppm, dan siang hari di atas 6
ppm. Mengelola kandungan DO dalam
perairan tambak sangat erat
hubungannya dengan jumlah dan jenis
phytoplankton, jumlah dan kondisi
aerator yang ada, biomass udang,
banyak sedikitnya bahan organik dalam
Gbr. Alat ukur DO dan suhu tambak, aktivitas bakteri dan lainnya,
yang akan mempengaruhi ekosistim
dalam tambak.

Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 4 ppm, akan membuat udang menjadi sulit
dalam menangkap oksigen, sehingga udang akan naik ke permukaan air untuk
mendapatkan oksigen. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka
udang akan mati lemas.
Perlakuan yang harus kita lakukan dalam kejadian ini adalah diantaranya
dengan memasukkan air segar ke tambak, memaksimalkan operasional aerator
dan memberikan kapur agar proses respirasi selain udang menjadi terhambat.
Pengukuran oksigen terlarut ini dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi dan siang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 4

Salinitas (Kadar Garam).


Salinitas lingkungan yang optimal dibutuhkan udang untuk menjaga kandungan
air dalam tubuhnya (terutama sel tubuh) agar dapat melangsungkan proses
metabolisma dengan baik. Dinding sel bersifat semipermeable, yaitu saling tarik
menarik antara larutan di dalam sel dengan larutan yang berada dalam
lingkungannya karena tekanan osmotik. Jika kadar garam dalam sel lebih tinggi
dari lingkungannya, maka air dari lingkungan akan masuk ke dalam sel, sehingga
sel akan membesar. Demikian sebaliknya jika kadar garam lingkungannya lebih
besar dari sel tubuh, maka cairan dalam sel akan tertarik keluar sehinggan
udang akan “kurus”. Untuk itu perlu menjaga kadar garam perairan tambak,
terutama jika terlalu tinggi. Kadar garam yang optimal bagi pertumbuhan udang
adalah berkisar antara 15 – 30 ppt. Hal yang dapat kita lakukan jika kadar
garam perairan tambak terlalu tinggi adalah dengan lebih sering mengganti air,
sehingga freshness perairan akan terjaga. Pengukuran kadar garam perairan
tambak dilakukan setiap 5 hari sekali.

Suhu (Temperatur).
Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi udang terutama nafsu makannya.
Hal ini berkaitan dengan proses metabolisma tubuh udang. Semakin tinggi suhu
perairan, semakin tinggi pula proses metabolisma dalam tubuh udang.
Sebaliknya jika suhu perairan sangat rendah, maka proses metabolisma tersebut
akan terhambat sehingga udang tidak mau makan. Penggunaan aerator yang
optimal akan membantu menjadikan perairan mempunyai suhu yang homogen
antara lapisan atas perairan, tengah dan dasar, sehingga tidak akan terjadi
stratifikasi suhu. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah berkisar
antara 28 – 30 0C. Pengukuran suhu dilakukan tiap 5 hari sekali, pagi dan siang.

Total Ammonia Nitrogen (TAN).


Pengukuran TAN bertujuan untuk mengetahui kandungan ammoniak dalam
tambak sebagai sisa hasil metabolisme udang, plankton mati, input bahan
organik serta sisa pakan yang tidak terurai.
Kadar TAN maksimal dalam tambak adalah 2 ppm. Jika nilai TAN tinggi, berarti
sisa bahan organik dalam tambak tidak terurai dengan baik dan tambak harus
segera disiphon. Pengukuran TAN dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi hari.

Amoniak bebas (NH3).


Amoniak bebas ini terbentuk karena proses penguraian bahan organik tidak
berjalan dengan baik. Seperti diketahui bahwa dalam budidaya udang, pakan
yang diberikan mengandung kadar protein yang tinggi. Sedangkan udang yang
dibudidayakan mempunyai sistim pencernaan yang sangat sederhana,
sehingga kotoran udang masih mengandung kadar protein yang tinggi. Sisa
pakan yang tidak terkonsumsi dan kotoran udang akan menumpuk menjadi
bahan organik dengan kadar protein tinggi. Jika protein tersebut tidak terurai
dengan baik, maka kandungan amoniak dalam perairan tambak akan tinggi.
Kadar amoniak bebas dalam perairan tambak udang yang distandarkan adalah
maksimal 0,01 ppm. Jika lebih dari itu, dasar tambak harus disiphon. Hal ini
berkaitan dengan salah satu sifat udang yang disebut Ammonothelic seperti
dijelaskan dibagian pendahuluan. Pengukuran kadar amoniak bebas dilakukan
tiap 5 hari sekali, bisa bergabung dengan pengukuran TAN atau diukur tersendiri
menggunakan Ammonia Test Kit.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 5
Alkalinitas.
Alkalinitas adalah jumlah basa yang terdapat dalam air. Basa yang dimaksud
adalah karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-). Alkalinitas
menjadi kunci penting dalam kualitas air karena kemampuannya dalam
menyangga perubahan pH karena penambahan asam, tanpa menurunkan nilai
pH. Untuk itu, selain pengukuran alkalinitas total, diukur pula alkalinitas
bikarbonat, yang nilainya distandarkan sama atau sedikit lebih rendah/kecil dari
nilai alkalinitas total ( ≥ 70 persen dari nilai alkalinitas total). Standar nilai alkalinitas
dalam perairan tambak adalah ≥ 80 ppm. Jika air tambak mempunyai nilai
alkalinitas dibawah standar, maka yang kita lakukan adalah aplikasi kapur
Dolomit, bakteri pengurai dan penambahan fermentasi. Pengukuran alkalinitas
dilakukan tiap 5 hari sekali.

Total Vibrio Count (TVC).


Keberadaan bakteri vibrio dalam perairan tambak, dibedakan dalam dua
golongan koloni, yaitu golongan koloni hijau (green colony) dan golongan koloni
kuning (yellow colony). Untuk mengetahui ke dua koloni tersebut, caranya
adalah dengan menumbuhkan bakteri di plat agar. Hampir semua bakteri vibrio
adalah bakteri yang merugikan. Standar TVC dalam budidaya udang adalah <
2,2 x 103 CFU / ml. Jika perairan tambak mempunyai nilai TVC di atas standar, kita
harus melakukan siphon dan menambahkan probiotik ke perairan tambak.
Pengukuran TVC dilakukan berdasar permintaan ke pihak laboratorium.

Jenis dan Jumlah plankton


Dikenal ada dua golongan besar plankton yaitu phytoplankton dan zooplankton.
Phytoplankton adalah jasad renik perairan yang masuk dalam golongan
tumbuh-tumbuhan, sedang zooplankton masuk dalam golongan hewan.
Parameter kualitas air ini tercermin dari warna dan transparansi perairan. Jika
suatu perairan didominansi oleh phytoplankton dari golongan chlorophyta,
maka warna air akan nampak hijau, kalau didominansi oleh diatomae, maka
warna air akan coklat. Fungsi utama dari phytoplankton dalam perairan adalah
pemasok oksigen terbesar (pada siang hari), pakan alami dan penjaga
kestabilan ekosistim tambak.
Dalam mengelola parameter ini, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa
membuat jenis plankton yang beragam, bukan didominansi oleh satu jenis
plankton saja.
Jika suatu perairan hanya didominansi oleh satu jenis plankton, kekhawatirannya
adalah jika plankton tersebut terkena gangguan dan mati massal, maka
perairan akan menjadi bening. Pengukuran jumlah dan jenis plankton dilakukan
setelah ada permintaan ke pihak laboratorium.
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam majemen air tambak adalah sebagai
berikut :

a. Jangan menggunakan air bawah tanah untuk mengendalikan/mengatur


salinitas.
b. Gunakan air sehemat mungkin melalui program budidaya sedikit ganti
air.
c. Mengurangi buangan limbah tambak dan sedimen ke lingkungan
d. Tujuannya adalah mengembalikan air yang kita gunakan untuk budidaya
ke sumbernya dengan konsentrasi nutrien, bahan organik, padatan
terlarut yang lebih rendah daripada air saat kita ambil.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 6
e. Masukkan sistem pengendapan atau tambak pengendapan dalam
membuat desain tambak beserta kanal inlet dan outletnya.
f. Mengendalikan kualitas air untuk menjaga kondisi kualitas air yang cocok
dalam tambak budidaya.
g. Patuhi peraturan atau undang-undang yang mengatur tata guna air dan
hasil buangan limbah tambak.

1.4. SOURCES OF FRIES (SUMBER BENUR)

Bila memungkinkan, gunakan induk yang telah mengalami domestikasi dan


benur pilihan yang SPF/SPR untuk memperketat biosecurity, mengurangi insiden
penyakit dan meningkatkan produksi, sementara itu juga akan mengurangi
kebutuhan induk dari alam.

a. Hindari dampak negatif terhadap potensi keaneka-ragaman hayati lokal.


b. Lebih baik menggunakan spesies lokal di daerah tersebut atau spesies asli
daerah tersebut
c. Hindari menggunakan benur tangkapan dari alam.
d. Gunakan sistem karantina di lokasi tambak, misalnya dengan fasilitas
Nursery Ponds dan tindakan/langkah-langkah biosecurity untuk
mengurangi insiden penyakit.
e. Bila memungkinkan, gunakan induk yang telah didomestikasi.
f. Tebarlah benur yang kualitasnya baik agar hasil panennya baik.
g. Mematuhi tata cara pengendalian keluar masuknya hewan melalui balai
karantina hewan secara nasional, regional dan internasional.

1.5. FEED AND FEEDING MANAGEMENT (PAKAN DAN MANAGEMEN PAKAN)

Menggunakan pakan dan managemen pakan yang efisien, sehingga


kebutuhan bahan baku pakan dan penggunaan sumber daya alam juga efisien.
Meningkatkan pertumbuhan hewan yang dibudidayakan dan mengurangi
nutrien yang terbuang bersama limbah.

a. Gunakan pakan formula berkualitas baik yang mengandung sedikit


tepung, tetapi nilai cerna proteinnya sangat tinggi.
b. Gunakan sumber daya alam secara efisien.
c. Minimalkan pakan yang terbuang.

1.6. HEALTH MANAGEMENT (MANAGEMEN KESEHATAN)

Managemen kesehatan udang harus mempunyai sasaran untuk mengurangi


stress, mengurangi resiko penyakit yang mempengaruhi udang, baik yang ada di
tambak maupun udang liar yang ada di alam. Managemen kesehatan juga
untuk meningkatkan keamanan bahan makanan atau food safety.

a. Melaksanakan managemen kesehatan udang yang mempunyai sasaran


menurunkan stress dan fokus pada pencegahan penyakit ketimbang
perlakuan obat-obatan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 7
b. Menjaga biosecurity, memperkecil transmisi penyakit antara induk, benur
di hatchery dan udang di tambak.
c. Melaksanakan strategi managemen untuk menghindari penyebaran
penyakit antar tambak dan antar pertambakan.
d. Memperbaiki kemampuan pengendalian penyakit dan kesehatan
diantara para petambak dan karyawan divisi pendukung.
e. Pastikan penggunaan obat-obatan hewan secara rasional dan
bertanggung-jawab dan hindari penggunaan antibiotik.

1.7. FOOD SAFETY (KEAMANAN BAHAN MAKANAN)

Pastikan keamanan bahan makanan dan kualitas udang yang dihasilkan sangat
baik. Disamping itu, dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya
akan menurunkan resiko terhadap kerusakan ekosistem dan gangguan
kesehatan konsumen.

a. Tidak menggunakan obat-obatan dan bahan kimia yang dilarang.


b. Menggunakan obat-obatan dan bahan kimia yang diperbolehkan
secara tepat.
c. Melakukan pelatihan terhadap karyawan dalam hal penggunaan obat-
obatan dan bahan kimia secara aman.
d. Menerapkan sistem Quality Control untuk menghasilkan produk yang
sehat dan bersih.
e. Penanganan panen dan pengiriman udang yang dihasilkan dengan
cara yang memenuhi kaidah-kaidah sanitasi yang baik.

Bahan makanan diproses secara hygienis dan aman dikonsumsi.


(Dok : Wayan Agus Edhy, 2005)

1.8.SOCIAL EQUITY (KEADILAN SOSIAL)

Mengembangkan dan menjalankan usaha tambak udang dengan


memperhatikan masalah-masalah sosial. Usaha tambak udang, disamping
memberikan keuntungan bagi pengusaha dan karyawannya, juga memberikan
manfaat bagi masyarakat sekitar dan negara. Juga ikut serta dalam
pengembangan masyarakat pedesaan dan khususnya program pengentasan
kemiskinan masyarakat pedesaan tanpa melakukan perusakan terhadap
lingkungan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 8
a. Hindari permasalahan dengan masyarakat sekitar sebagai akibat dari
beroperasinya tambak udang dan pastikan bahwa keberadaan usaha
tambak udang tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat
sekitarnya.
b. Pastikan bahwa keberadaan tambak udang tersebut bisa dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat yang lebih luas.
c. Melakukan pelatihan terhadap petambak dan karyawan untuk
melakukan budidaya udang secara bertanggung-jawab dengan tidak
menggunakan obat-obatan yang berbahaya.
d. Menerapkan sistem pengendalian yang efektif.

2. Bussiness process aquaculture


Adalah tahapan-tahapan dalam budidaya udang yang diawali dari semua
aktifitas persiapan tambak sampai dengan pelaksanaan panen.

Pemeriksaan Konstruksi Tambak

Pembersihan Dasar Tambak &


Perlengkapan Tam bak Persiapan Tam bak

Pengeringan Tam bak

Pengapuran/Lim ming

Pengisian Air

Sterilisasi Air & Agging Persiapan Air

Penumbuhan Plankton

Cek Kualitas Benur


Penebaran Benur
Tebar Benur

Manajemen Kualitas Air

Manajemen Pakan

Manajemen Sampling Pembesaran U dang

Manajemen Dasar Tambak

Manajemen Kesehatan U dang

Persiapan Panen
Pelaksanaan Panen
Pengawasan Panen

Skema Bussiness Proses Aquaculture

2.1.PERSIAPAN TAMBAK

Persiapan tambak merupakan kegiatan mempersiapkan tambak sebelum proses


pengisian air. Kegiatan-kegiatan persiapan tambak terdiri dari: perbaikan
konstruksi dan perlengkapan tambak, pembersihan tambak dan peralatannya,
pengeringan tambak, pemasangan perlengkapan tambak serta pengapuran.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 9
Tabel 1. Kebutuhan kapur berdasarkan kenaikan pH tanah
Total
pH tanah Kapur yang diperlukan
Alkalinitas
(standar unit) (kg/ha)
(ppm)
<5 < 5,0 3000

5 - 10 5,0 – 5,4 2500

10 - 20 5,5 – 5,9 2000

20 - 30 6,0 – 6,4 1500

30 - 50 6,5 – 7,5 1000

Sumber: Boyd, 2002


Catatan: Jumlah kapur yang digunakan harus dikonversi dengan Netralizing
Value dan Efisiensi Rate dari bahan kapur yang digunakan.
2.2.PERSIAPAN AIR

Merupakan tahapan budidaya udang yang dimulai setelah persiapan tambak


selesai sampai dengan tambak siap tebar benur. Persiapan air bertujuan
menyediakan air tambak yang mempunyai kualitas sesuai untuk pertumbuhan
udang.

Kegiatan-kegiatan persiapan air terdiri dari: pengisian air, sterilisasi & Aging dan
penumbuhan plankton.

Pengisian air
Adalah kegiatan memasukkan air ke treatment pond, sub inlet canal dan culture
pond (tambak) melalui beberapa saringan (multiple screen) yang terpasang
pada setiap intake water.
Saringan yang digunakan mulai dari ukuran 150 sampai dengan 500 mikron

Sterilisasi & aging


Desinfeksi/sterilisasi adalah aktivitas membunuh carrier (pembawa virus) dan
predator dengan menggunakan desinfektan. Desinfeksi tambak dan TP
dilakukan secara bersamaan dan berurutan dari tambak yang permukaan
airnya paling tinggi dengan menggunakan larutan crustacide yang dapat
membunuh udang-udangan liar, kepiting dan jenis crustacea lainnya.

Aging adalah proses pemeraman air setelah dilakukan sterilisasi, agar Free Living
Virus (FLV) yang ada dalam tambak mati. FLV apabila dalam waktu 3 x 24 jam
tidak menemui inang/tempat hidupnya maka FLV akan mati.

Penumbuhan plankton
Jenis plankton yang dibutuhkan di dalam tambak adalah alga golongan
chlorophyta dan diatomae. Penumbuhan kedua golongan alga tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik serta
pengapuran.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 10
Pupuk organik, berupa: fermentasi, probiotik, super PSB. Sedangkan pupuk
anorganik adalah urea dan TSP atau pupuk yang mengandung unsur nitrogen
dan fosfat. Untuk pengapuran digunakan dolomit.

Kebutuhan suhu, cahaya dan salinitas optimal beberapa spesies algae.


Spesies Algae Suhu (oC) Cahaya (Lux) Salinitas (ppt)
Chaetoceros muelleri 25 – 35 8000 - 10000 20 – 35
Phaeodactylum tricornutum 18 – 22 3000 - 5000 25 – 32
Dicrateria sp. 25 – 32 3000 - 10000 15 – 30
Isochysis galbana 25 – 30 2500 - 10000 10 – 30
Skeletonema costatum 10 – 27 2500 - 5000 15 – 30
Nannochloropsis oculata 20 – 30 2500 - 8000 0 – 36
Parvlova viridis 15 – 30 4000 - 8000 10 – 40
Tetraselmis subcordiformis 20 – 28 5000 - 10000 20 – 40
Tetraselmis tetrathele 5 – 33 5000 - 10000 6 – 53
Chlorella ellipsoidea 10 – 28 2500 - 5000 26 – 30
Sumber : Hoff & Snell, 2004

3 4

1 5
2

6 7 8 9 10

11

10

9
12 13 14 15 16

17 18 19 20 21

22 23 24 25 26
Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna hijau muda

Keterangan :
1. Chlorella sp 11. Chlorella sp. 21. Oocystis
2. Chlorella sp. 12. Oocystis 22. Oscillatoria splendida
3. Gloeocapsa sp. 13. Chroococcus sp. 23. Scenedesmus sp.
4. Tetraselmis sp. 14. Chroococcus sp. 24. Scenedesmus sp.
5. Chlorella sp. 15. Chroococcus sp. 25. Scenedesmus longus
6. Scenedesmus 16. Oocystis 26. Cyclops
7. Oocystis 17. Oocystis
8. Chlorella sp. 18. Gloeocystis gigas
9. Gloeocapsa sp. 19. Gloeocystis beaver
10. Brachionus 20. Brachionus

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 11

1 2

6 3 4

5 7 8
5
9 10

12 13 14 15

11

16 17 18 19 20

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna hijau

Keterangan :
1. Chlorella sp. 9. Oscillatoria princeps 17. Brachionus
2. Oocystis 10. Oscillatoria sp. 18. Cyclops sp.
3. Oscillatoria sp. 11. Oscillatoria chlorina. 19. Gloeocystis jason
4. Oscillatoria sp. 12. Oscillatoria sp. 20. Gloeocystis gigas
5. Scenedesmus 13. Chroococcus sp.
6. Oscillatoria margaritifera 14. Oocystis
7. Tetraselmis 15. Gloeocystis gigas
8. Oscillatoria sp. 16. Brachionus

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 12

1 2 3 4

6 9
7 8 10

12
14
11
13
15

16
17 18 19 20

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak yang berwarna


Hijau Madura.
Keterangan :
1. Anabaena sperica 11. Oscillatoria sp.
2. Anabaena scheremetievi 12. Spirulina sp.
3. Anabaena variabilis 13. Chlorella sp.
4. Anabaena sp. 14. Spirulina
5. Anabaena sp. 15. Phormidium uncinatum
6. Aphanizomenon flos_aquae 16. Chlorella sp.
7. Lyngbya sp. 17. Cyclpos sp.
8. Lyngbya sp. 18. Brachionus
9. Microcystis aerogenosa 19. Epistylis
10. Microcystis aerogenosa. 20. Acineta

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 13

Blooming Anabaena di dalam tambak budidaya, air berwarna hijau


yang sangat khas, sering disebut Hijau Madura.
(Dok: Wayan Agus Edhy, 2005)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 14

1
2 3 4
6
5

10
7 8 9

13
14 17
11 12
15 16
21
19 27
20
18
24
26

22

23 25 28

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna hijau


kecoklatan.

Keterangan :
1. Oscillatoria margaritifera 15. Chaetoceros debilis
2. Chlorella sp. 16. Gyrosigma
3. Triceratium 17. Skeletonema costatum
4. Oocystis 18. Cyclotella sp.
5. Coscinodiscus 19. Amphora sp.
6. Asterionella 20. Brachionus
7. Oscillatoria princeps 21. Nitzschia
8. Chlorella 22. Amphora ovalis
9. Pleurosigma 23. Brachionus
10. Skeletonema costatum 24. Amphora pellucida
11. Asterionella dan Synedra 25. Cyclops sp.
12. Synedra accus 26. Rhizosolenia
13. Aphanizomenon flos_aquae 27. Nitzschia
14. Thalassiothrix 28. Amphora ovalis

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 15

1 2 3 4
8
5

6 7
9 10 11

17 12
16
13 14
15
24
18
21 22 23

20 25 26

19 27

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna hijau


Kusam.

Keterangan :
1. Chlorella 15. Epistylis
2. Oocystis 16. Acineta foetida
3. Oscillatoria sp. 17. Favella ehrenbergii
4. Oscillatoria princeps 18. Vorticella
5. Oscillatoria sp 19. Biddulphia sp.
6. Scenedesmus sp. 20. Euglena
7. Chroococcus 21. Noctiluca
8. Oscillatoria margaritifera 22. Biddulphia sp.
9. Oscillatoria sp 23. Brachionus
10. Tintinopsis 24. Cyclops
11. Tetraselmis 25. Biddulphia sp.
12. Oscillatoria sp. 26. Biddulphia sp.
13. Zoothamnium 27. Biddulphia mobiliensis
14. Euplotes

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 16

Air tambak yang berwarna Coklat Muda


(Dok : Wayan Agus Edhy, 2005).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 17

2 3 4
1
5

6 7 8 9 10

11 12 13 14 15

16 17 18 19 20

26
23

21 22 24 25

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna coklat


muda.

Keterangan :
1. Skeletonema costatum 14. Amphipleura
2. Skeletonema costatum 15. Asterionella
3. Pleurosigma 16. Thallassionema nitzschiodes
4. Asterionella dan Synedra 17. Brachionus
5. Chaetoceros debilis 18. Amphora ovalis
6. Brachionus sp. 19. Chaetoceros debilis
7. Tabellaria 20. Surirella
8. Coscinodiscus 21. Brachionus
9. Gyrosigma 22. Brachionus
10. Skeletonema costatum 23. Skeletonema costatum
11. Amphora pellucida 24. Skeletonema costatum
12. Amphora sp. 25. Cyclops sp.
13. Amphora ovalis 26. Bacteriastrum hyalinum

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 18

1 2 3 4 5 6

8 9
7 10

11 13 14 16
15

17 12 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna coklat tua.

Keterangan :
1. Skeletonema costatum 15. Coscinodiscus
2. Nitzschia 16. Gyrosigma
3. Diploneis 17. Chaetoceros contortus
4. Chaetoceros debilis 18. Chaetoceros curvisetus
5. Tabellaria dan Synedra 19. Chaetoceros pseudocurvisetum
6. Pleurosigma 20. Amphora ovalis
7. Ditylum brightwellii 21. Asterionella
8. Chaetoceros diadema 22. Chaetoceros affines
9. Chaetoceros brevis 23. Rhizosolenia
10. Amphora ovalis 24. Amphora
11. Chaetoceros debilis 25. Amphipleura
12. Bacteriastrum hyalinum 26. Chaetoceros didymum
13. Skeletonema costatum 27. Rhizosolenia setigera
14. Chaetoceros debilis

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 19

1 2 3 4 5 6 7

9 10 11 12 13 14
8

15 16 17 18 19

20 21 22 23 24 25

26 27 28 29 30 31 32

Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna coklat kemerahan.

Keterangan :
1. Skeletonema costatum 12. Chaetoceros debilis 23. Chaetoceros didymum
2. Nitzschia 13. Coscinodiscus 24. Tabellaria
3. Diploneis 14. Amphora ovalis 25. Amphora ovalis
4. Skeletonema costatum 15. Chaetoceros debilis 26. Asterionella
5. Tabellaria dan Synedra 16. Rhizosolenia 27. Chaetoceros curvisetus
6. Skeletonema costaum 17. Tabellaria 28. Protoperidinium depressum
7. Pleurosigma 18. Bacteriastrum hyalinum 29. Chaetoceros debilis
8. Thallassionema nitzschiodes 19. Gyrosigma 30. Rhizosolenia setigera
9. Ceratium tripos 20. Amphipleura 31. Ch. pseudocurvisetum
10. Dytilum brightwellii 21. Chaetoceros contortus 32. Chaetoceros affines
11. Chaetoceros diadema 22. Amphora sp.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 20

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 11

12 13 14 15 16

17 18 19 20 21 22 23

24 25 26 27 28

Plankton yang tumbuh pada air tambak berwarna coklat kusam

Keterangan :
1. Chaetoceros pseudocurvisetum 15. Zoothamnium gammari
2. Bacteriastrum hyalinum 16. Acineta foetida
3. Asterionella 17. Favella
4. Ceratium sp. 18. Epistylis
5. Zoothamnium 19. Tintinopsis campanula
6. Thalassiothrix 20. Synedra accus
7. Gyrosigma 21. Amphora ovalis
8. Vorticella 22. Amphora ovalis
9. Protoperidinium divergens 23. Chaetoceros debilis
10. Pronoctiluca pelagica 24. Chaetoceros didymum
11. Protoperidinium sp. 25. Surirella
12. Nitzschia 26. Biddulphia sp.
13. Amphora pellucida 27. Amphipleura
14. Tabellaria 28. Euplotes patella

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 21

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26

27 28 29 30 31 32

Plankton yang tumbuh pada air tambak berwarna coklat susu


(Milky Water)

Keterangan :
1. Chlorella sp. 17. Bacteriastrum hyalinum
2. Scenedesmus sp. 18. Rhizosolenia
3. Scenedesmus sp. 19. Chaetoceros curvisetus
4. Diploneis 20. Chroococcus sp.
5. Tetraselmis 21. Chaetoceros didymum
6. Chaetoceros 22. Chaetoceros contortus
7. Pleurosigma 23. Gyrosigma
8. Ditylum brightwellii 24. Amphora
9. Nitzchia 25. Oocystis
10. Chaetoceros debilis 26. Amphora ovalis
11. Coscinodiscus 27. Asterionella
12. Skeletonema costatum 28. Rhizosolenia setigera
13. Amphipleura 29. Chaetoceros debilis
14. Chaetoceros pseudocurvisetum 30. Diploneis, Cymbella dan Amphora
15. Chaetoceros debilis 31. Tabellaria
16. Chaetoceros affines 32. Oscillatoria sp.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 22

Grafik
Grafik. . Fase
Fase Pertumbuhan
Pertumbuhan Plankton,Waktu
Plankton, WaktuPemupukan
Pemukan dandan
Ganti air Air
Ganti
Ganti air

Garis Standard P emupukan


Kepadatan plank ton (U nit/ml)
Kepadatan > 104

Fase Stasioner

Fase Logaritmik Fase Deklinasi

B ila tidak dilakukan


pemupukan

Fase Lag

Waktu

Grafik fase pertumbuhan plankton, waktu pemupukan dan ganti air.


(Sumber : Edhy, 2003).

2.3.PENEBARAN BENUR

Penebaran benur merupakan proses memasukkan benur ke dalam tambak yang


didahului dengan proses aklimatisasi. Benur berasal dari Hatchery. Hari
penebaran benur dihitung sebagai awal budidaya atau DOC 1. Penebaran
benur dilakukan 14 – 21 hari setelah pelaksanaan desinfeksi (air tambak bebas
residu desinfektan).
Proses penebaran benur meliputi beberapa kegiatan, yaitu:
Pengecekan kualitas benur
Dilakukan di laboratorium maupun di lapangan, kedua pengujian tersebut
sifatnya saling menguatkan. Hasil pengujian ini akan memberikan keputusan
terhadap kelayakan tebar benur.
Penentuan score penilaian dilakukan dengan uji mutu benur L. vannamei
sebagai berikut :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 23
Tabel 2. Panjang Rata-rata benur (Average Length)

Score (Nilai)
No. Umur Benur
15 8 0
(PL)
1 PL 8 ≥ 8,00 7,21 – 7,99 < 7,20
2 PL 9 ≥ 8,50 7,61 – 8,49 < 7,60
3 PL 10 ≥ 9,00 8,10 – 8,99 < 8,00
4 PL 11 ≥ 9,50 8,41 – 9,49 < 8,40
5 PL 12 ≥ 10,50 8,81 – 10,49 < 8,80
6 > PL 12 ≥ 11,00 9,21 – 10,99 < 9,20

Tabel 3. Ukuran (Size Variation) Benur

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 < 0,66 10
2 0,66 – 1,05 8
3 1,06 – 1,35 5
4 > 1,36 0

Tabel 4. Bacterial Necrosis

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 0 % - 15 % 10
2 16 % - 30 % 8
3 > 30 % 0

Tabel 5. Deformities

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 0 % - 15 % 10
2 16 % - 30 % 5
3 > 30 % 0

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 24
Tabel 6. Keberadaan Parasit

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 0 % - 15 % 10
2 16 % - 30 % 5
3 > 30 % 0

Tabel 7. Muscle To Gut Ratio

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 > 95 % 10
2 70 % - 95 % 7
3 < 70 % 0

Tabel 8. Formalin Stress Test

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 SR 91 % - 100 % 15
2 SR 71 % - 90 % 8
3 SR < 70 % 0

Tabel 9.Fresh Water Stress Test

No. Hasil Uji Score (Nilai)


1 SR > 40 % 15
2 SR 20 % - 39 % 8
3 SR < 20 % 0

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 25
Tabel 10. Standar kualitas benur
Standard value
Parameter
Vannamei Monodon
1 PL-stage ≤ 13 ≤ 15
2 Length (mm) ≥ 8.1 ≥ 10.7
3 Size Variation < 0.8 < 0.8
4 Plankton Behavior (%) 0-2
5 Uropoda Close (%) 0 - 1.5
6 Antenula Open (%) 0 - 1.5
7 MGR 4:1 (%) > 95
8 SR on Stress Test (%)
a Formalin ≥ 95 ≥ 95
b Salinity ≥ 95 ≥ 95
9 Population in Box 1500 - 2000 3000-4000
(pcs/box)
10 Quality of water for transportation
a DO (ppm) ≥ 14 ≥ 16
b Temperature (oC) 22 - 24 22 - 24
c pH 7.5 -8.5 7.5 -8.5
d TAN (ppm) 0 - 0.1 0 - 0.2
e Salinity (ppt) 12 - 30 12 - 30
11 Condition by Stocking
a Mortality (field sampling) < 30 % < 30 %
b Fry Condition Active Active

Perhitungan benur
Jumlah benur dihitung berdasarkan hasil sampling di lapangan. Penghitungan
sampel benur diambil dari beberapa box untuk setiap kodenya. Jumlah benur
yang dihitung hanya pada benur-benur yang sehat, benur yang lemah dan mati
tidak diperhitungkan.
Jumlah benur yang ditebar di tambak disesuaikan dengan permintaan dari
lapangan yang ditetapkan dengan standar yang ada.
Pemasangan survival cage
Survival cage dipasang untuk mengetahui pengaruh proses tebar terhadap
survival rate benur, yang dijadikan dasar penentuan survival rate di awal
budidaya
Penebaran benur
Tahap penebaran benur meliputi penghitungan kantong benur, pengecekan
ulang kondisi kantong dan benur tiap kantong sebelum masuk ke tambak,
pengangkutan kantong ke tambak, aklimatisasi suhu dan salinitas serta
penglepasan benur ke tambak

2.4.PEMBESARAN UDANG

Beberapa hal yang dicermati dalam pembesaran udang adalah manajemen


kualitas air, manajemen pakan, manajemen sampling, manajemen dasar
tambak dan manajemen kesehatan udang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 26
Manajemen kualitas air
Manajemen kualitas air pada dasarnya adalah pengelolaan parameter kualitas
air harian agar selalu berada dalam kisaran optimal yang dibutuhkan dalam
budidaya udang. Hal ini sangat penting untuk mencegah udang mengalami
stres yang dapat mempertinggi risiko udang terserang berbagai macam
penyakit.
Parameter kualitas air yang harus dikelola dengan baik adalah :Transparansi dan
warna air, pH, DO, Salinitas, Suhu, TAN, Alkalinitas, TVC, Density plankton.
Kesemua parameter kualitas air tersebut saling berkaitan antara satu parameter
dengan parameter lainnya. Oleh karenanya pengelolaan kualitas air ini harus
ditelusuri ke penyebab utama terjadinya perubahan-perubahan.

Tabel 11. Parameter standar kualitas air dalam budidaya udang


PARAMETER PAGI SIANG
Ph 7.5 – 8.0 8.0 – 8.5
DO ≥ 4 ppm ≥ 6 ppm
Suhu ≥ 28 C0 ≥ 30 0C
Kecerahan 25 – 60 cm
TAN < 2 ppm
NH3 < 0.01 ppm
TVC < 2.2 x 103 CFU / ml
Alkalinitas ≥ 80 ppm
Salinitas 15 – 30 ppt
-Chlorophyta, Diatomae: 50 – 90 %
Plankton -Dinoflagellata : < 5 %
-BGA, Zooplankton : < 10 %

Manajemen pakan

Udang termasuk jenis hewan pemakan terus-menerus (continuous feeder), filter


feeder dan pemakan segala, baik dari jenis tumbuhan maupun hewan
(omnivora). Pakan udang dapat berupa pakan alami dan pakan buatan.
Manajemen pakan meliputi : Penyimpanan pakan, Metoda pemberian pakan,
pakan bulan pertama (blind feeding), pakan setelah bulan pertama dan
kontrol anco (feed net).
Manajemen pakan merupakan salah satu dari beberapa aspek keberhasilan
budidaya udang. Hal ini karena biaya pakan menempati 60 – 70% dalam
perhitungan biaya produksi.

Beberapa faktor resiko dalam manajemen pakan ini adalah :


1. Kualitas pakan yang tidak baik dan kandungan nutrisi yang tidak memadai
menyebabkan pertumbuhan udang tidak optimal.
2. Pemberian pakan pada bulan pertama yang tidak optimal berpotensi
menyebabkan udang variasi
3. Pemberian pakan yang berlebih pasca bulan pertama menyebabkan dasar
Tambak kotor, kualitas air memburuk dan inefisiensi pakan (FCR tinggi)
4. Pemberian pakan yang kurang pasca bulan pertama menyebabkan
Pertumbuhan udang lambat (tidak optimal) dan bervariasi.
5. Ketidak-akuratan cek anco menyebabkan kesalahan dalam perhitungan
estimasi pakan.
6. Penyimpanan pakan yang tidak baik menyebabkan kualitas pakan turun,
kerusakan pakan dan terkontaminasi patogen maupun bahan kimia.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 27

Manajemen sampling
Sampling merupakan aktivitas rutin yang dilakukan mingguan untuk mengetahui
ABW, pertumbuhan (ADG), mengestimasi populasi, SR dan biomassa serta
mengamati kualitas udang selama budidaya.
Aktivitas sampling jika tidak dilakukan akan mengakibatkan kesulitan dalam
manajemen pakan, monitoring kesehatan, pertumbuhan dan kualitas udang
serta penentuan proyeksi panen.
Sampling untuk kontrol pertumbuhan dan kualitas udang dilakukan seminggu
sekali antara jam 07.00 sampai jam 09.00 dengan cara dijala.

Manajemen dasar tambak


Manajemen dasar tambak meliputi kegiatan tata letak kincir, aktivitas sipon dan
perlakuan bakteri pengurai. Limbah tambak sebagian besar berupa bahan
organik yang mudah terdegradasi diantaranya berasal dari :
1. Akumulasi sisa pakan
2. Bahan-bahan fermentasi
3. Kotoran udang dan organisme mati seperti plankton, lumut, udang, kerang,
siput dan lain-lain.

Pada budidaya udang sistem intensif, akumulasi bahan organik yang akan
menjadi limbah di tambak semakin banyak sehingga pengelolaan limbah
tambak sangat diperlukan.

Bahan organik yang menjadi limbah harus dibuang melalui aktivitas sipon.
Pengaturan posisi kincir yang tepat diperlukan untuk mengumpulkan lumpur
disatu tempat sehingga sipon lebih efektif. Jumlah kincir yang diperlukan untuk
mendukung kapasitas tersebut 4 HP untuk tambak 2.500 m2 dan 8 – 12 HP untuk
tambak 5.000 m2.

Untuk membantu proses dekomposisi yang terjadi di dasar tambak, diberikan


bakteri pengurai yaitu : Probiotik dan Super PS.

Hal-hal yang timbul apabila manajemen dasar tambak kurang baik adalah :
1. Limbah dapat menciptakan kondisi anaerob di dasar tambak yang dapat
mengakibatkan meningkatnya jumlah gas-gas beracun seperti NH3, H2S dan
CH4, sehingga menyebabkan kematian massal udang.
2. Limbah di dasar tambak akan meningkatkan populasi bakteri pathogen
yang dapat menurunkan DO sehingga mengakibatkan kematian udang.
Bakteri pathogen dapat mengakibatkan tail rot, berlumut dan insang hitam.
Hal ini menyebabkan kualitas udang turun.
3. Limbah tambak dapat mengganggu proses panen sehingga udang banyak
tertinggal di dasar tambak, mutu udang turun dan udang berbau lumpur
(muddy smell).

Monitoring kesehatan udang

Merupakan cara untuk mengamati beberapa perubahan yang terjadi pada


udang. Perubahan ini sering disebut dengan tanda-tanda umum penyakit
udang.

Ciri–ciri udang sehat adalah :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 28
- Pergerakan udang aktif
- Anggota tubuh lengkap dan utuh
- Bentuk tubuh proporsional
- Warna kulit cerah dan bersih
- Insang jernih dan cerah
- Isi usus penuh dan tidak terputus-putus
- Ekor utuh
- Kotoran udang panjang-panjang
- Di malam hari bila kena sinar, matanya memantulkan sinar merah.

Apabila tidak dilakukan monitoring terhadap parameter kesehatan udang maka


dikhawatirkan penyakit udang akan cepat merebak dan menimbulkan kerugian
yang lebih besar.

2.5. PELAKSANAAN PANEN

Panen merupakan tahap akhir dari rangkaian proses budidaya udang di tambak
yaitu pengambilan udang dari tambak yang dijaga kesegarannya untuk
kemudian dikirimkan ke Cold Storage. Persiapan panen dimulai dari penentuan
kriteria tambak panen, yang dibedakan menjadi panen normal, panen
abnormal dan panen emergency

a. Panen Normal

Jika DOC ≥ 105 atau ABW di atas 20 gram untuk Penaeus monodon dan 18 gram
untuk Litopenaeus vannamei.

b. Panen Abnormal

Panen dianggap abnormal jika :


- Mortalitas : terjadi kematian di atas 100 ekor/hari selama 3 hari berturut-turut.
- SR rendah : SR udang < 50 % untuk Litopenaeus vannamei
- Pertumbuhan lambat : ABW < 13gram untuk Litopenaeus vannamei pada
DOC ≥ 105
- Pakan turun : Pakan per hari turun > 50% selama 3 hari berturut-turut.
- Infeksi MBV

c. Panen Emergency

Panen dianggap emergency jika :


- Udang terinfeksi WSSV,
- Jika terjadi kematian massal diatas 1000 ekor/hari
- Force Majeur, misalnya: tanggul longsor, listrik padam.

Jika penentuan kriteria panen tidak tepat, akan terjadi kesalahan dalam
penanganan panen yang berakibat turunnya kualitas udang, berkurangnya
biomass, sehingga menyebabkan penurunan keuntungan.

Proses panen di tambak dilakukan oleh tim panen di bawah pengawasan


petugas FSD-Harvesting.
Team Aquaculture berwenang untuk menentukan apakah tambak panen
tersebut sudah dapat dianggap selesai atau belum.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 29
3. Culture system:

Berdasarkan padat tebar dan sistem penggantian airnya, maka teknik


budidaya udang dapat dibagi menjadi empat katagori utama, yakni
extensive, semi intensive, intensive dan super intensive

1.Extensive :
• Padat tebar 4 – 10 ekor/m2
• Berada di daerah pasang surut
• Tidak ada pemompaan air dan aerasi
• Luasan 5 – 10 ha
• Kedalaman air 70 – 120 cm
• Mengandalkan pakan alami
• Penggantian air mengandalkan pasang surut

2.Semi intensive:
• Padat tebar 10 – 30 ekor/m2
• Berada di daerah pasang surut
• Luasan 1 – 5 ha
• Pemompaan dan beraerasi
• Kedalaman air 100 – 120 cm
• Menggunakan pakan alami dan buatan (2 kali)

3.Intensive:
• Padat tebar 60 – 300 ekor/m2
• Benur yang digunakan SPF – SPR
• Berada di daerah yang lebih tinggi dari pasang surut
• Luasan 0.1 – 1 ha (persegi atau bulat)
• Pemompaan beraerasi
• Kedalaman air 120 – 200 cm
• Saluran pemasukan & pembuangan terpisah
• Ada perlakuan persiapan lahan & air sebelum penebaran
• Banyak dilakukan di Asia dan Amerika Latin
• Menggunakan pakan buatan ( 4 – 5 kali)

4.Super intensive:
• Padat tebar 300 – 450 ekor/m2
• Benur yang digunakan SPF – SPR
• Menggunakan Race-way system
• Budidaya di dalam green-house
• Tidak ada penggantian dan pembuangan air
• Penambahan air hanya sebagai pengganti air yang hilang akibat
adanya evaporasi

Sedangkan berdasarkan system manajemen air, teknis budidaya dapat


digolongkan menjadi dua yakni:

1. Open system
Merupakan sistem budidaya yang menggunakan air laut sebagai media
secara langsung tanpa dilakukan perlakuan/treatment tertentu. Air yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 30
masuk ke dalam tambak hanya melalui proses penyaringan sederhana
(single screen) dengan tujuan menyaring kotoran dan kompetitor hewan
budidaya yang berukuran besar.

2. Closed system & less water exchange


Merupakan sistem budidaya yang menggunakan air laut sebagai media
budidaya dengan terlebih dahulu diberikan perlakuan tertentu. Sebelum air
dimasukkan ke dalam tambak, air laut terlebih dahulu dipompa ke tambak
karantina kemudian dilakukan sterilisasi (pembasmian carrier dan predator)
yang dilanjutkan dengan pemeraman (aging) dengan tujuan membunuh
Free Living Virus (FLV). Tiga hari setelah dilakukan aging, air
dipompa/dialirkan ke tambak rekondisi yang selanjutnya siap di gunakan
ke tambak budidaya.
Selama proses budidaya, penggantian air (water exchange)hanya
dilakukan sebanyak ± 5 % dari total volume air tambak. Sehingga proses
penggantian air tersebut dikenal dengan less water exchange.

4. Culture method

Pada saat ini dikenal tiga metoda budidaya yang masing-masing memiliki
karakteristik tersendiri. Ketiga metoda tersebut adalah:

1. Single step culture ( metoda konvensional),


Merupakan metoda budidaya yang sering digunakan oleh pelaku
budidaya udang pada umumnya. Benur dari hatchery langsung ditebar ke
tambak pembesaran sampai dengan akhir dari masa budidaya.

2. Two steps
Merupakan metoda budidaya yang menggunakan nursery pond (tambak
petokolan) selama waktu tertentu, selanjutnya dipindahkan ke growing
pond (kolam pembesaran).

3. Three steps
Merupakan metoda budidaya dengan menggunakan tiga tahapan
pemeliharaan. Pertama, tahapan nursery pond (tambak petokolan).
Kedua, intermediate pond (tambak pembesaran sementara) dan ketiga
growing pond (tambak pembesaran)

Kedua metoda terakhir (two step dan three step) bertujuan untuk
memperpendek siklus budidaya, sehingga produktivitas dapat meningkat.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 31

Lay out tambak two step dan


three step culture (Anonim,
1978)

5. Shrimp biology

5.1.TAKSONOMI

a. Udang Windu (Penaeus monodon )


Pada tahun 1798, seorang ilmuwan bernama John Christ Fabricius melakukan
identifikasi dan pencatatan atas udang windu dengan nama genus Penaeus
Fabricius, dan dimasukkan ke dalam daftar resmi nama generik dalam bidang
zoologi pada urutan nomor 498. Holthuis melakukan revisi terhadap nama spesifik
monodon dan nama Penaeus monodon secara umum diterima sebagai nama
spesies sampai saat ini. Penaeus monodon tidak mempunyai sub spesies dan
ternyata Penaeus monodon manillensis yang dianggap sebagai sub spesies
Penaeus monodon adalah spesies Penaeus semisulcatus yang mengalami
pertumbuhan abnormal.

Definisi taksonomi udang windu adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Mandibulata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Seri : Eumalacostraca
Division : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Natantia
Section/infra order : Penaeidea

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 32
Super family : Penaeoidea
Family : Penaeidae Rafinesque, 1815
Sub family : Penaeinae
Genus : Penaeus Fabricius, 1798
Sub genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon,Fab.

Nama ilmiah udang windu menjadi sebagai berikut : Genus (Sub genus) spesies
atau Penaeus (Penaeus) monodon Fabricius, 1798. Udang windu sendiri
mempunyai banyak nama sesuai dengan daerah atau negara masing-masing.
Di Indonesia, udang windu juga disebut udang pacet, udang bago, udang
lotong, udang liling, udang baratan, udang palaspas, udang tepus atau udang
user wedi. Di negara lain disebut juga Camaron tigre gigante (Spanyol), Crevette
geante tigree (Perancis) dan Giant tiger prawn (Inggris). Penggunaan kata
prawns dan shrimps dalam bahasa inggris ternyata mengacu pada obyek yang
berbeda. Holthuis (1980) menelusuri asal-muasal penggunaan kata shrimps dan
prawns di berbagai negara. Secara umum kata shrimps mengacu kepada
udang-udang yang lebih kecil dan kata prawns untuk yang lebih besar.
Sedangkan menurut konvensi FAO (Food and Agriculture Organization), kata
shrimps digunakan untuk udang-udang Penaeid yang berasal dari laut,
sedangkan prawns sebutan untuk udang Palaemonid (udang air tawar).

b. Udang Putih ( Litopenaeus vannamei)


Litopenaeus vannamei yang juga dikenal dengan sebutan udang putih dari
Pasific atau Pacific White Shrimp merupakan golongan decapoda yang masuk
dalam family Penaeidae. Udang ini memiliki rostrum yang bergigi 8 atau 9 pada
bagian atas dan 1 atau 2 pada bagian bawah. Udang ini merupakan anggota
dari sub genus Litopenaeus karena udang betinanya memiliki thelycum terbuka,
tanpa seminal receptacle (Wyban and Sweeney dalam Brock and Main, 1994).
Taksonomi udang vannamei adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Dendrobranchiata
Super family : Penaeoidea
Family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei.Boone (1931)

Nama ilmiah udang vannamei menjadi Litopenaeus vannamei Boone (1931).


Nama Litopenaeus diusulkan oleh Dr. Isabel Perez Farfante dan Dr. Brian Kensley
pada tahun 1997 untuk menggantikan nama Genus sebelumnya, yaitu Penaeus.
Nama lain dari Litopenaeus vannamei adalah Pacific white shrimp, West Coast
white shrimp, Camaron blanco dan Langostino. Sedangkan nama resmi dari
Food and Agriculture Organization (FAO) adalah : Whiteleg shrimp, Crevette
pattes blanches, Camaron patiblanco.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 33

5.2.MORFOLOGI

a. Udang Windu (Penaeus monodon )


Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-
ruas pula. Pada ujung segmen keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu
telson yang berbentuk runcing.

1. Bagian Kepala

Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace, bagian


depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian
bawahnya 3 gerigi. Bagian kepala lainnya adalah :
1. Sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan.
2. Mulut terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula)
yang kuat.
3. Sepasang sungut besar atau antena.
4. Dua pasang sungut kecil atau antennula.
5. Sepasang sirip kepala (Scophocerit).
6. Sepasang alat pembantu rahang (Maxilliped).
7. Lima pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua dan ketiga
bercapit yang dinamakan chela.
8. Pada bagian dalam terdapat hepatopankreas, jantung dan insang.

2. Bagian Badan dan Perut (Abdomen)

Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh
selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas
pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki
renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara
ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut
telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) yang bermuara
pada anus yang terletak pada ujung segmen keenam.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 34
ADROSTRAL CARINA

EPIGASTRIC SPINE

GASTRO-ORBITAL CARINA HEPATIC SPINE

HEPATIC CARINA
ANTENNULAR ANT ENNAL SPINE
FLAGELLUM ABDOMINAL SEGMENT
ROSTRUM

ANTENNAL
SCALE

SIXTH ABDOMINAL
SEGMENT

THIRD MAXILLIPED
TELSON
PLEOPODA
PEREOPODA (SWIMMERET )
(WALKING LEG)

ANTENNAL FLAGELLUM UROPODA (T AIL FAN)

Anatomi Eksternal Udang Windu (Sumber : Primavera, 1990).

STERNAL
PYLORIC ARTERY MIDGUT
STOMACH SEGMENTAL INTESTINE
HEART ARTERY
OSTEUM DORSAL
SUPRAESOPHAGEAL
ABDOMINAL
GANGLION POSTERIOR
ARTERY
OVARIUM
LOBE

HIND GUT

CARDIAC
STOMACH

VENTRAL NERVE
ESOPHAGEAL
CORD ANUS
CONNECTIVE OVIDUCT MIDGUT GLAND
ANTENNAL
(HEPATOPANCREAS)
ARTERY
OVARY
VENTRAL
LATERAL
ANTERIOR THORACIC ARTERY
OVARIAN
OVARIAN
LOBE
LOBE

Anatomi Internal Udang Windu


(Sumber : Budidaya Tambak Udang Intensif, 1993).

b. Udang Putih (Litopenaeus vannamei)

Udang vannamei berwarna putih bening tembus cahaya (translucent), oleh


karena itulah sering disebut udang putih saja. Tubuhnya memiliki bintik-bintik
warna kebiruan sampai kecoklatan yang disebabkan oleh dominansi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 35
chromatophore biru atau coklat yang terkonsentrasi dekat perbatasan antara
telson dengan uropoda. Udang dewasa bisa mencapai ukuran 230 milimeter.
Pada udang betina, warna ovariumnya bisa terlihat dari luar melalui karapasnya
yang putih bening tembus pandang. Gonad induk betina mula-mula berwarna
keputihan, kemudian berubah menjadi coklat keemasan atau coklat kehijauan
beberapa saat sebelum mengeluarkan telurnya (spawning). Proses pengeluaran
telurnya dimulai saat induk betina melompat secara tiba-tiba dan kemudian
berenang yang hanya memakan waktu sekitar 1 menit.

Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina bervariasi tergantung ukuran
tubuhnya. Untuk induk yang berukuran 30 sampai 45 gram bisa menghasilkan
100.000 sampai 250.000 butir telur (Elovaara, 2001). Diameter telurnya sekitar 0.22
mm. Telur menetas menjadi nauplii fase satu sekitar 14 jam setelah spawning.
Pada fase larva, vannamei melalui 6 fase nauplii, 3 fase protozoa dan 3 fase
mysis, setelah itu masuk ke fase post larva atau PL. Post larva kemudian
berkembang menjadi Juvenile, Subadult dan akhirnya menjadi udang dewasa
atau Adult. Habitat vannamei di alam bisa dijumpai mulai dari perairan dekat
garis pantai hingga kedalaman 72 meter, cenderung menyukai dasar perairan
yang berlumpur. Spesies ini bisa beradaptasi pada kisaran salinitas yang sangat
luas, bahkan bisa beradaptasi dengan baik pada salinitas yang sangat rendah
sehingga sangat populer dipelihara pada tambak-tambak salinitas rendah di
pedalaman Thailand.

ANATOMI

1. Anatomi Internal
a. Abdominal striated muscle
Berfungsi untuk melakukan gerakan melentik secara cepat ke belakang
untuk meloloskan diri dari predator.
b. Antennae
Sebagai alat sensor untuk mendeteksi keberadaan predator.
c. Antennal gland complex
Berfungsi untuk ekskresi dan keseimbangan osmotik.
d. Antennula
Berfungsi sebagai chemoreceptor.
e. Scaphocerite
Fungsi utamanya adalah sebagai sirip stabilitas samping, dengan adanya
scaphocerite ini memungkinkan udang bergerak ke samping ketika
menjentikkan tubuhnya ke belakang untuk menghindarkan diri dari
predator. Organ ini juga berfungsi dalam gerakan mengangkat
cephalothorax pada saat berenang.
f. Maxilliped
Maxilliped ketiga digunakan untuk membantu memasukkan makanan ke
dalam mulut.
g. Anterior dan posterior midgut cecae
Fungsinya belum dketahui.
h. Eksoskeleton
Untuk melindungi tubuh dan organ-organ yang ada di dalamnya.
i. Foregut (mulut, esophagus dan stomach)
Untk mengambil, mengunyah dan menyimpan makanan sementara.
j. Gills (insang)
Untuk respirasi, ekskresi, osmoregulasi, phagocytosis.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 36
k. Hepatopancreas
Berfungsi untuk mencerna makanan, menyerap makanan dan
menyimpannya.
l. Organ Lymphoid
Kemungkinan sebagai perangkap antigen dan phagocytosis.
m. Mandibles, mandibular palps, gill balers
Alat perasa, mengambil partikel makanan, pergerakan air melalui insang.
n. Midgut
Berfungsi untuk absorbsi dan ekskresi
o. Pereopoda dan Pleopoda
Berfungsi untuk melakukan gerakan dan sebagai chemoreceptor.

2. Anatomi Eksternal

Abdominal segment
Antenna Rostrum
Eyes

Carapace
Abdomen

Antennular flagellum
Telson

Pleopoda Sixth abdominal segment


Pereopoda
Uropoda

Anatomi eksternal udang vannamei.


(Dok : Wayan Agus Edhy, 2007)

5.3. TINGKAH LAKU DAN SIFAT


a. Udang Windu (Penaeus monodon)

Sifat -sifat udang sangat erat kaitannya dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
selama masa pemeliharaan. Udang windu ini juga cenderung berada di dasar
perairan tambak. Beberapa sifat udang windu yang perlu diketahui antara lain :

- Nocturnal : Udang windu sangat aktif pada malam hari.


- Kanibalisme :Udang windu suka menyerang sesamanya, udang
sehat akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat
molting atau udang yang sedang sakit. Sifat kanibal akan muncul
terutama bila udang tersebut dalam keadaan kurang pakan dan
padat tebar tinggi.
- Bentik :Udang windu hidup dan mencari makan di dasar perairan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 37
- Udang windu merupakan hewan pemakan lambat dan terus-
menerus.
- Molting : Udang windu melakukan ganti kulit (molting) secara
berkala.
- Ammonothelic :Amonia dalam tubuh udang windu dikeluarkan lewat
insang.

b.Udang Putih (Litopenaeus vannamei)

Udang vannamei memiliki sifat yang berbeda dengan udang windu. Kalau
udang windu cenderung berada di dasar perairan tambak, sedangkan
vannamei berada di kolom air dan sangat aktif berenang kesana-kemari. Berikut
ini adalah sifat-sifat udang vannamei :
- Nocturnal : Udang vannamei aktif pada malam hari.
- Diurnal : Udang vannamei juga aktif pada siang hari.
- Omnivora : Udang vannamei memakan segala jenis
makanan.
- Forager : Udang vannamei sangat aktif kesana kemari
- mencari makanan.
- Detritivora : Udang vannamei juga makan detritus, yaitu
bahan organik yang dikerubuti oleh bakteri

5.4. LIVE CYCLE /SIKLUS HIDUP UDANG

Hampir semua jenis udang memiliki siklus hidup yang sama, termasuk di
dalamnya udang windu dan udang putih. Tahapan-tahapan kehidupannya antara
lain : telur/embrio, stadia nauplii, stadia zoea,stadia mysis dan stadia postlarva.

OFFSHORE COASTAL ESTUARY

Gambar 4 : Siklus hidup udang Windu


(Sumber : Fast, 1992)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 38

A. Telur dan Embrio

Telur udang windu berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan dan agak
transparan, berdiameter 0,27 - 0,31 mm. Pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel,
stadium morula dan stadium nauplius di dalam telur berlangsung selama 0,5; 1;
1,8 dan 11 jam setelah pemijahan. Sebelum menetas, embrio nauplius tampak
bergerak-gerak di dalam telur.

B. Larva dan Post larva

1.Nauplius
Ada 6 tingkatan pada stadium nauplius dan biasanya diberi kode N 1 sampai
dengan N 6. Pada stadium ini bentuknya seperti laba-laba, sudah tampak ada
bintik mata pada bagian depan tubuhnya. Pada stadium nauplius terakhir, yaitu
N 6 sudah tampak pembagian tubuh atas karapas dan abdomen.

2.Zoea
Pada stadium zoea melalui 3 tingkatan, yaitu zoea 1, 2 dan 3. Pada zoea 1
tubuh sudah tampak terbagi atas karapas yang berbentuk bulat dan abdomen
yang memanjang. Ada bintik mata pada ujung sebuah mata. Pada stadium
zoea 2, mata berkembang menjadi 2 buah yang terdapat pada ujung depan
karapas, juga rostrum dengan duri-durinya. Pada stadium zoea 3, abdomen
semakin panjang dan pada ujungnya terdapat ekor.

3.Mysis
Stadium mysis juga melalui 3 tingkatan, yaitu pada mysis 1(M 1) tampak
abdomen semakin panjang, kaki jalan (pereopoda) berkembang dan mulai
berfungsi sebagai alat berenang. Ekor dan telson sudah tumbuh dan bentuknya
pipih seperti kipas. Stadium mysis 2 (M 2) mulai muncul cikal-bakal kaki renang
(pleopoda) pada tiap-tiap segmen pada abdomen. Pada stadium mysis terakhir
(M3), kaki renang ini tumbuh semakin panjang dan sempurna.

4.Post larva
Pada stadium post larva, secara morfologi sudah mirip udang dewasa, kaki jalan
dan kaki renang sudah berkembang sempurna, hanya uropoda atau ekor
kipasnya pada stadium awal post larva masih belum berkembang sempurna.
Sejalan dengan usia post larva, ekor kipas akan membuka menjadi 4 daun dan
telson berada pada bagian tengahnya. Dengan perkembangan seluruh
anggota badannya ke arah kesempurnaan, maka post larva akan semakin
lincah bergerak memburu mangsanya.

5.5. PERGANTIAN KULIT (MOLTING)

Semua golongan arthropoda, termasuk udang mengalami proses pergantian


kulit atau molting secara periodik, sehingga ukuran tubuhnya bertambah besar.
Agar udang bisa tumbuh menjadi besar, secara periodik akan melepaskan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 39
jaringan penghubung antara epidermis dan kutikula ekstraseluler, segera
melepaskan diri dari kutikula (cangkang), menyerap air untuk memperbesar
tubuh dan eksoskeleleton yang baru dan selanjutnya terjadi proses pengerasan
dengan mineral-mineral dan protein. Proses molting ini menghasilkan
peningkatan ukuran tubuh (pertumbuhan) secara diskontinyu secara berkala.
Ketika molting, tubuh udang menyerap air dan bertambah besar, kemudian
terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran tubuh udang tetap
sampai pada siklus molting berikutnya. Hal ini bisa dilihat pada gambar di bawah
ini :

Ukuran tubuh

Waktu

Diagram pertumbuhan terputus pada golongan crustacea.


(Sumber : Fast, 1992).

Dalam kondisi molting, udang sangat rentan terhadap serangan udang-udang


lainnya, karena disamping kondisinya masih sangat lemah, kulit luarnya belum
mengeras, udang pada saat molting mengeluarkan cairan molting yang
mengandung asam amino, enzim dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial
eksoskeleton yang baunya sangat merangsang nafsu makan udang. Hal
tersebut bisa membangkitkan sifat kanibalisme udang yang sehat. Ekdisis (proses
molting) merupakan suatu rangkaian proses yang sangat kompleks yang dimulai
beberapa hari atau bahkan beberapa minggu sebelumnya. Pada dasarnya
setiap jaringan terlibat dalam persiapan untuk molting yang akan datang :
a. Cadangan lemak dalam jaringan hepatopankreas dimobilisasi.
b. Pembelahan sel meningkat.
c. Diproduksi mRNA yang baru, diikuti oleh sintesis senyawa protein baru.
d. Terjadi perubahan tingkah-laku.

Proses yang rumit ini melibatkan kordinasi sistem hormonal dalam tubuh udang.
Siklus molting melalui beberapa tahapan. Pada beberapa spesies, masing-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 40
masing mempunyai tahapan dan definisi sendiri-sendiri. Pada udang ada 4
tahapan sebagai berikut :

1. Postmolt
Postmolt adalah tahapan beberapa saat setelah proses eksuviasi
(penanggalan eksoskeleton yang lama). Pada tahapan ini terjadi
pengembangan eksoskeleton yang disebabkan oleh meningkatnya
volume hemolymph akibat terserapnya air ke dalam tubuh. Air terserap
melalui epidermis, insang dan usus. Setelah beberapa jam atau hari
(tergantung pada panjangnya siklus molting), eksoskeleton yang baru
akan mengeras.

2. Intermolt
Pada tahapan ini, eksoskeleton menjadi semakin keras karena adanya
deposisi mineral dan protein. Eksoskeleton (cangkang) udang relatif lebih
tipis dan lunak dibandingkan dengan kepiting dan lobster.

3. Early premolt
Pada tahapan early premolt (premolt awal) mulai terbentuk epicuticle
baru di bawah lapisan endocuticle. Tahapan premolt dimulai dengan
suatu peningkatan konsentrasi hormon molting dalam hemolymph
(darah).

4. Late premolt
Pada tahapan premolt akhir terbentuk lagi lapisan exocuticle baru di
bawah lapisan epicuticle baru yang terbentuk pada tahapan early
premolt. Kemudian diikuti dengan pemisahan cangkang lama dengan
cangkang yang baru terbentuk. Eksoskeleton (cangkang) lama akan
terserap sebagian dan cadangan energi dimobilisasi dari
hepatopankreas. Ecdysis (pemisahan cangkang) sebagai suatu tahapan
hanya berlangsung beberapa menit saja, dimulai dengan membukanya
cangkang lama pada jaringan penghubung bagian dorsal antara thorax
dengan abdomen, dan selesai ketika udang melepaskan diri dari
cangkangnya yang lama. Siklus molting dikendalikan oleh hormon
molting yang dihasilkan oleh kelenjar molting yang terdapat di dalam
ruang anterior branchium, dan disebut Y - organ.

6.FRY (benur)

Kualitas benur
Benur merupakan akronim dari bahasa jawa Benih urang, yang berarti bibit
udang. Suksesnya suatu operasi budidaya sangat ditentukan oleh kualitas benur
yang digunakan, bila kualitas benurnya baik dan diikuti dengan managemen
budidaya yang baik pula, maka kemungkinan berhasil sangat besar. Demikian
pula sebaliknya bila kualitas benurnya tidak baik, maka hasil panennya tidak
seperti yang diharapkan. Secara umum, kualitas benur dapat diketahui dengan
melakukan pengamatan secara visual dengan mata telanjang dan secara
mikroskopis.

a.Pengamatan Visual

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 41
Perkembangan tubuh benur sejalan dengan usianya, makin tua usia benur makin
panjang ukuran tubuhnya. Benur pada usia 12 hari atau PL 12 biasanya
mempunyai panjang tubuh 11 - 12 mm.

Keseragaman
Keseragaman ukuran dan pertumbuhan benur, baik panjang maupun besarnya
merupakan kriteria yang sangat penting, karena benur yang ukurannya seragam
menandakan bahwa benur tersebut sehat dan nutrisi yang diberikan memadai.
Demikian pula sebaliknya, benur yang tidak seragam mencerminkan bahwa
benur tersebut pernah mengalami gangguan penyakit selama pemeliharaan di
hatchery. Semakin seragam ukuran benur atau semakin rendah standar
deviasinya (di bawah 1), maka kualitas benur tersebut semakin baik.

Aktifitas
Aktifitas benur bisa diketahui dengan menempatkan sejumlah benur pada
baskom berisi air, kemudian airnya diaduk berputar menggunakan jari tangan.
Benur yang baik akan mencoba melawan arus dan menempel pada dinding
baskom dan bila diberi aksi atau disentuh akan segera bereaksi dengan
menjentikkan tubuhnya. Sebaliknya, benur yang lemah akan terbawa arus dan
terkumpul pada pusaran air.

Antenula
Antenula benur yang normal selalu tampak dalam keadaan menutup, bila
dijumpai benur dengan antenula membuka, maka benur tersebut tidak sehat.

Kondisi ekor kipas (Uropoda)


Benur yang baik, ekor kipasnya akan mengembang. Sejalan dengan
perkembangan usianya, pada PL awal ekor kipas menyatu, kemudian membuka
menjadi tiga dan akhirnya menjadi lima, yaitu empat ekor kipas dan satu telson.
Bila ekor kipasnya telah membuka dan berkembang sempurna, maka benur
lebih aktif dan lincah mencari mangsa pakan alami di tambak.

Warna
Warna benur biasanya transparan sampai kecoklatan, tergantung konsentrasi
pigmen yang terdapat pada tubuhnya. Tubuh benur yang berwarna kemerahan
menunjukkan bahwa benur tersebut dalam keadaan stress, hal ini biasanya
terjadi pada transportasi benur di atas 8 jam dengan sistem pengepakan yang
kurang memadai.

Bakteri Luminescent (Vibrio sp.)


Keberadaan bakteri luminescent bisa diketahui bila diamati ditempat gelap.
Benur yang terinfeksi bakteri luminescent akan tampak menyala kebiruan pada
tubuhnya. Tetapi bila yang bercahaya biru itu airnya, maka kemungkinan besar
itu disebabkan oleh adanya dinoflagellata dalam air tersebut, bukan bakteri
luminescent.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 42
b. Uji Stress

Uji Salinitas
Pengujian terhadap daya tahan benur bisa dilakukan dengan melakukan uji
salinitas, yaitu dengan mengambil sejumlah sampel benur, kemudian salinitasnya
diturunkan sebesar 15 ppt. Dengan melihat angka kehidupannya setelah selesai
pengujian dapat diketahui tingkat kesehatan benur tersebut.

Uji Formalin
Uji formalin juga digunakan untuk melihat tingkat kesehatan benur. Dengan
mengambil sejumlah sampel benur dan dimasukkan ke dalam air yang telah
diberi formalin 100 ppm, akan diketahui tingkat kesehatan benur tersebut. Makin
tinggi angka kehidupannya, maka kualitas benur tersebut makin baik.

Uji Mikroskopik
- Bakteri Filamen, Ektoparasit dan Endoparasit
Bakteri filamen (berbentuk benang) seperti Leucotrix mucor sangat mengganggu
pertumbuhan dan kesehatan benur, bila benur terinfeksi bakteri ini maka
benur tersebut sebaiknya tidak ditebar ke dalam tambak pembesaran. Demikian
pula bila dijumpai ektoparasit (Zoothamnium dan golongan protozoa lainnya)
dan endoparasit (seperti Lagenidium sp.) dalam tubuh benur, hal ini
mencerminkan bahwa benur tersebut kualitasnya kurang baik.

- Gut - Muscle Ratio (GMR)


Gut - Muscle Ratio merupakan perbandingan tebalnya usus dengan daging
pada segmen ke-enam tubuh benur. GMR mencerminkan program pemberian
pakan yang dilakukan di Hatchery, makin kecil perbandingan GMR makin baik
karena hal itu berarti benurnya gemuk-gemuk. GMR yang normal biasanya 1 : 4.

-Perkembangan Otot
Benur yang sehat memiliki otot yang jernih dan transparan (halus). Bila ototnya
terlihat putih kusam dan kasar, maka benur tersebut tidak sehat.

c.Pengamatan MBV (Monodon Baculo Virus)

Keberadaan virus MBV pada benur dapat diketahui dengan adanya occlusion
body pada sel-sel hepatopankreas. Sampel hepatopankreas diberi malachite
green 0,1 persen sebagai pewarna, kemudian diamati di bawah mikroskop.
Apabila dijumpai adanya occlusion body , yaitu sel-sel hepatopankreas yang
mempunyai inti sel membesar, maka benur tersebut sudah terinfeksi virus MBV.

d. Pengamatan SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus)

Pengamatan adanya infeksi SEMBV pada benur bisa dilakukan menggunakan


metode PCR (polymerase chain reaction). Bila uji PCR nya positif, maka benur
tersebut terinfeksi SEMBV. Metode yang paling sederhana adalah menggunakan
mikroskop, dengan mengamati adanya inclusion body.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 43
7. Water properties:

Air adalah suatu lingkungan dimana organisme akuatik hidup. Tubuh dan insang
mereka secara konstan akan bersentuhan langsung dengan apa yang terlarut
dan tersuspensi dalam air.
Kualitas air secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan
pertumbuhan dari organisme yang dibudidayakan, sehingga kualitas air yang
jelek akan memicu stess dan penyakit, bahkan kematian dari hewan yang
dibudidayakan.

Kualitas air sangat dinamik, berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil dari
pengaruh faktor-faktor lingkungan, dan proses-proses biologis. Berdasar atas
komposisi kandungan mineralnya, sumber air mungkin sadah dan alkalis, atau
asam dan basa.
Setelah air masuk di dalam sistem budidaya, kualitasnya mungkin diubah oleh
proses-proses biologi seperti photosintesa, respirasi dan eksresi dari limbah
metabolik, begitu juga dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti suhu, dan
angin. Kualitas air mungkin juga diubah oleh adanya strategi-strategi
manajemen budidaya seperti kelebihan pakan, yang akan memicu adanya
padatan tersuspensi dan eutrophykasi dari sistem.
Untuk menjadi berhasil seorang akuakulturis harus memonitor secara reguler
variabel-variabel kualitas air yang kritis bagi kesehatan hewan yang dikulturkan
dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi variabel-variabel tersebut.

Water physical
Faktor fisika yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya
matahari dan suhu air. Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama
tergantung dari intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Cahaya
matahari dan suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat ini belum bisa
dikendalikan.

a. Cahaya Matahari
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan cahaya matari
adalah:
- Radiasi cahaya matari, pada saat cuaca cerah akan terus
meningkat hingga mencapai titik kulminasi, setelah itu perlahan akan
turun mencapai minimal pada saat matahari terbenam
- Penetrasi cahaya matahari ke dalam air terutama dipengaruhi oleh
sudut jatuh cahaya terhadap garis vertikal. Semakin besar sudut
jatuhnya, maka penetrasi cahaya akan semakin menurun
- Cahaya akan berubah kualitas spektrumnya dan turun intensitasnya
setelah menembus masa air disebabkan karena dispersi dan absorbsi
yang berbeda-beda oleh lapisan air
- Kekeruhan akan menurunkan kemampuan air untuk meneruskan
cahaya ke dalamnya. Di kolam, kekeruhan/turbiditas dan warna air
disebabkan oleh koloid dari partikel-partikel lumpur, organik terlarut
dan yang paling besar disebabkan oleh densitas plankton

b. Suhu Air
Dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi.
Radiasi cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya
suhu air. Suhu udara juga mempengaruhi suhu air. Demikian pula dengan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 44
cuaca, pada saat mendung dan hujan, suhu air lebih rendah. Pada setiap
daerah juga memiliki perbedaan, hal ini disebabkan radiasi matahri yang
diterima berbeda.

Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga


suhunya
relatif konstan dibandingkan dengan suhu udara. Energi matahari sebagian
besar diabsorbsi di lapisan permukaan air, semakin ke dalam semakin
berkurang. Konsentrasi bahan-bahan terlarut di dalam air akan menaikkan
penyerapan panas. Terjadinya transfer panas dari lapisan atas ke lapisan
bawah tergantung dari kekuatan pengadukan air (angin, kincir, dsb)

Water chemical
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan lainnya
mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan.
Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air.
Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas standar
dapat segera dikendalikan.
Di dalam ekosistem,banyak perameter kualitas air saling berinteraksi dan
berpengaruh satu sama lain, kadang-kadang terjadi sangat kompleks.
Parameter-parameter tersebut yang sangat kritis adalah oksigen terlarut (DO),
temperatur, pH, amonia, nitrit, total dissolved solids, alkalinitas, karbon dioksida
(CO2), dan total dissolved solid / total bahan padat terlarut (TDS). Banyak
parameter yang menyebabkan masalah dan diperlukan pengecekan secara
periodik/ berkala. Limit/ batas yang tepat untuk tiap-tiap parameter, tergantung
pada spesies/ jenis dan system yang dirancang untuk dipelihara.

Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah parameter yang paling
berpengaruh terhadap kesehatan udang dan hewan lainnya dan secara prinsip
harus di cek secara terus menerus. DO pada batas bawah dapat menyebabkan
beberapa pengaruh fisiologis dan dapat menyebabkan kematian pada level
/batas sangat rendah.

Temperatur / suhu adalah parameter penting selain oksigen terlarut, yang dapat
membentuk kondisi lingkungan yang optimum untuk kehidupan udang dan
hewan air lainnya. Nafsu makan udang yang lebih baik, pertumbuhan yang lebih
cepat, reproduksi yang lebih cepat dan kondisi umum yang lebih menyehatkan
akan dapat dijangkau bila suhu yang tepat terjaga dengan baik. Apabila suhu
diluar ukuran optimal atau suhu terlalu rendah dan terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan masalah dalam budidaya bahkan dapat menyebabkan
kematian.

pH adalah kualitas air yang menunjukkan tingkat keasaman atau basa suatu
perairan. Secara kimia pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dari konsentrasi
ion hidrogen. Air dengan pH 7.0 dikatakan netral (tidak asam dan tidak basa)
pada suatu perairan. Jika pH dibawah 7.0 dikatakan asam dan pH diatas 7.0
dikatakan basa (bersifat alkali). pH optimum untuk kehidupan udang Penaeus
monodon adalah 7,5 – 8,5. Air laut yang memiliki kapasitas buffer yang lebih
besar biasanya pH selalu stabil. Namun di kolam budidaya (menggunakan air
laut) masih sering terjadi pH yang terlalu fluktuatif. Ini disebabkan oleh tingginya

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 45
inputan bahan organik dan fluktuatifnya plankton yang tumbuh di air kolam.
Pada nilai pH yang terlalu ekstrim dapat membahayakan dan mematikan
udang, selain itu juga mempengaruhi beberapa parameter lingkungan air
budidaya. Diantaranya pH dapat berpengaruh pada tingkat racun amonia, nitrit
dan hidrogen sulfat. Sedangkan perairan yang banyak terdapat logam seperti
tembaga, alumunium dan seng adalah merupakan fungsi pH.

Kandungan Nitrogen berperan penting dalam system aquaculture termasuk


amonia, nitrit dan nitrat. Nitrogen adalah nutrien essensial yang diperlukan untuk
kehidupan seluruh organisme, namun jumlah yang dibutuhkan agak kecil.
Biasanya masalah yang timbul adalah kandungan nitrogen yang berlebihan.
Nitrogen tidak hanya dari pembuangan (kotoran) udang atau hewan air lainnya,
tetapi juga dihasilkan dari berbagai bahan organik yang membusuk di air dan
sumbangan dari bahan-bahan yang mengandung nitrogen. Gas nitrogen di
atmosfeer juga dapat larut ke dalam air (absorbsi). Amonia dapat terjadi dalam
dua bentuk, yaitu Un-ion amonia (NH3) dan Un-ion amonium (NH4+). Un-Ion
amonia adalah bentuk yang lebih racun dari Un-ion amonium, dan
konsentrasinya dipengaruhi oleh pH, suhu dan total partikel tersuspensi. Dalam
proses nitrifikasi, amonia dirubah menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Nitrit
adalah racun karena dapat bercampur dalam darah. Monitor dan kontrol yang
tepat adalah hal sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan udang atau
organisme air lainnya.

Total dissolved solid (TDS atau bahan-bahan padat terlarut). Karena kebanyakan
bahan yang terlarut adalah garam (sodium chloride), TDS sering disebut
“salinitas,”. Berdasarkan garam ada tiga golongan air, yaitu air asin, air payau
dan air tawar. Setiap organisme air memiliki batasan salinitas optimum untuk
mencapai pertumbuhan yang paling baik. Pada udang salinitas yang optimum
yaitu salinitas 15 hingga 30 ppt.

Alkalinitas ditandai oleh kemampuan buffer atau kemampuan untuk


menetralkan asam dalam air. Alkalinitas dapat muncul dari berbagai larutan,
tapi secara umum alkalinitas diperairan tergantung oleh karbonat dan
bikarbonat. Besarnya alkalinitas dapat ditentukan oleh titrasi sederhana dengan
menggunakan larutan asam sulfur. Alkalinitas di perairan terikat lansung dengan
CO2 dan pH. Ketiga unsur tersebut (Alkalinitas, CO2 dan pH) harus dijaga /
kontrol setiap hari dalam budidaya udang. Jika Alkalinitas rendah dapat
menyebabkan flukutasi pH pagi dan sore terlalu tinggi. Hewan yang dipelihara
seperti udang akan mengalami stress dan bahkan mortality.

Karbon dioksida (CO2 ) adalah suatu bagian dari system aquaculture yang
berasal dari respirasi dan dekomposisi bahan organik di dalam kolam. Sebagian
kecil CO2 berasal dari atmosfir. Kelebihan Karbon dioksida dapat mengurangi
kemampuan hewan air yang dipelihara dikolam (udang dan ikan) dalam
menggunakan oksigen dan selanjutnya system pernafasan akan terganggu.

Total suspended solid (TSS atau bahan padat tersuspensi). Adalah merupakan
bahan-bahan tersuspensi seperti kotoran udang, bakteria, alga dan sisa pakan
yang tidak termakan. Tingginya suspendid solid (TSS) dapat mempengaruhi
kesehatan udang dengan rusaknya insang udang. Besarnya TSS sebaiknya
secara rutin dijaga agar dibawah batas tertentu hingga tidak mengganggu
kesehatan udang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 46

8. Material utility

Pemberian material tertentu diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang


sesuai dengan standar optimum budidaya udang. Berikut ini pemakaian material
yang biasa digunakan :

1. Perlakuan kapur
a. Dolomit CaMg(CO3): 10-20 kg / aplikasi
b. Ca(OH)2 : 40 kg/minggu

Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk menjaga kestabilan alkalinitas dan pH
perairan
Semua perlakuan diatas melihat kondisi kualitas air tambak.

2. Pemberian Probiotik
a. Pro # 14 : 32 liter/minggu
b. Super PS : 8 liter/minggu
c. Starbio plus : 0,4 kg / minggu

Perlakuan pemberian probiotik ini bertujuan untuk menjaga kestabilan ekosistim


mikroba yang ada di dasar tambak.

3. Hydrogen peroxide (H2O2)


Merupakan cairan bening, tidak berwarna, kenampakannya seperti air dan
dapat dicampur dengan air dalam berbagai proporsi. Pada konsentrasi tinggi,
bisa menimbulkan rasa perih/pedas pada mata atau berbau agak asam. H2O2
mempunyai berat molekul 34.02 dan bersifat nonflammable (tidak menguap)
pada berbagai konsentrasi.

2 H2O2 → 2 H2O + O2

Senyawa Hydrogen peroksida dikenal sebagai oksidator kuat, bahkan lebih kuat
daripada chlorine dan potassium permanganate.

Oksidator Potensial oksidasi (V)


Fluorine 3.0
Hydroxyl radical 2.8
Ozone 2.1
Hydrogen peroxide 1.8
Potassium permanganate 1.7
Chlorine dioxide 1.5
Chlorine 1.4

Meskipun sebagai oksidator kuat, namun H2O2 sangat aman digunakan, karena
H2O2 sesungguhnya adalah metabolite yang dihasilkan oleh banyak organisme
secara alami, yang pada akhirnya akan terurai menjadi oksigen dan air seperti
reaksi di atas. Hydrogen peroxide bisa digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti menghilangkan bau yang disebabkan oleh H2S, menurunkan
BOD/COD, oksidasi bahan organik dan anorganik, oksidasi unsur-unsur metal dan
mengendalikan algae atau epicomensal yang tidak dikehendaki dalam air

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 47
tambak. Untuk keperluan treatment epicomensal, ekor gripis dan protozoa
biasanya digunakan dosis 3 – 5 ppm.

9. Biosecurity

Biosecurity pada budidaya udang didefinisikan sebagai suatu perangkat aturan,


perlengkapan atau peralatan yang sangat penting untuk melakukan
pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit infeksi yang bisa
menyebabkan kerugian besar secara ekonomi (Zavala, 1999). Biosecurity juga
didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mencegah kerugian-kerugian
yang ditimbulkan oleh penyakit melalui pemberantasan patogen penyebab
penyakit beserta carriernya (Maria Haws et. al., 2001).

Tujuan :
1. Mencegah masuknya bibit penyakit dari luar melalui air, hewan air
(crustacea kecil) dan darat (kambing, unggas), orang, dan peralatan.
2. Mencegah penyebaran penyakit yang ditemukan dari satu tambak ke
tambak yang lain di dalam lokasi perusahaan.
3. Mencegah penyebaran penyakit yang ditemukan di tambak perusahaan
ke lingkungan perairan sekitar.
4. Mencegah menularnya penyakit dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Kegagalan pelaksanaan program biosecurity beresiko terhadap penyebaran
penyakit di dalam perusahaan maupun di lingkungan perairan yang akibat
lanjutannya adalah gagal panen dan penurunan produksi serta terjadinya
wabah penyakit di kawasan sekitar.

1. Biosecurity Tahap Persiapan


• Pemasangan Bird Scaring Device (BSD)
• Pemasangan Crab Protection Device (CPD)
• Kebersihan
• Pemasangan Saringan Air
• Desinfeksi Dasar Tambak
• Desinfeksi Air
2. Biosecurity Tahap Budidaya
• Pengurasan Tambak akibat terinfeksi Virus WSSV, TSV, dll pada DOC
< 45 atau ABW < 5 gram.
• Pengurasan Tambak Akibat SR Rendah (tidak terdeteksi Virus WSSV,
TSV, dll.)
• Pemeliharaan BSD dan CPD
• Sanitasi Orang
• Sanitasi Peralatan
• Isolasi Tambak yang Terinfeksi Virus WSSV, TSV, dll
• Mengumpulkan Udang Sakit
3. Biosecurity Tahap Panen (Khusus WSSV, TSV, dll.)
• Pemusnahan Bangkai Udang
4. Biosecurity Lingkungan
• Mencegah masuknya penyakit lewat suplai air ketika Main Inlet
terindikasi adanya serangan virus WSSV, TSV pada udang liar
• Larangan Memelihara Unggas dan Ternak
• Larangan Menangkap Ikan
• Program Kebersihan Lingkungan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 48
B. INTERMEDIATE AQUACULTURE
1. Pond ecosystem
Air (dalam bentuk likuid) menutupi sekitar tiga perempat muka bumi, baik
sebagai air laut maupun air tawar. Seluruh perairan tersebut didalamnya
terdapat kehidupan di satu pihak dan lainnya (abiotik) di lain pihak.Oleh
sebab itu ekosistem sangat penting bagi kehidupan.
Air merupakan awal terdapatnya kehidupan di muka bumi ini, terbukti dari
tanaman kecil yang terdapat (hidup) di perairan merupakan kontrol utama
terhadap ketersediaan oksigen, karena oksigen di muka bumi ini adalah hasil
proses fotosintesis dari tumbuhan kecil tersebut.
Dalam banyak hal, ekosistem perairan lebih sederhana daripada ekosistem
daratan, karena segala faktor lingkungan yang ada dirakit dalam satu
media yang kompak berupa air, yang kemudian barulah berpengaruh
terhadap komunitas biota yang kompleks yang hidup di perairan tersebut.
Air merupakan medium bagi seluruh aspek yang terdapat di ekosistem
tersebut, baik yang hidup maupun yang mati. Air juga merupakan medium
(sumber) segala nutrien untuk kehidupan organisme air, termasuk nutrien
yang berupa gas-gas seperti oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), juga
merupakan sebagai medium sisa-sisa buangan bahan organik dan sedimen
yang tersebar ke seluruh ekosistem tersebut (Reid, GK, 1961)

Keterangan :
A : Autotrofik
H : Heterotrofik
D : Dekomposer
N : Nutrient
Fitoplankton
Mati/Kotoran
Zooplankton
Dimanfaatkan
Udang
N
Limbah

Bakteri

Ekosistem Tambak Udang

Ekosistem itu sendiri merupakan unit fungsional yang tersusun dari komponen-
komponen hidup dan komponen-komponen tidak hidup yang saling berinteraksi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 49

Berdasarkan proses biologisnya komponen hidup dapat dibagi menjadi tiga


golongan yaitu komponen autotrofik, heterotrofik dan decomposer. Komponen
autotrofik dalam tambak adalah fitoplankton. Dengan bantuan energi matahari
fitoplankton dapat merubah bahan anorganik (zat hara) menjadi bahan organik
melalui proses fotosintesa. Komponen heterotrofik terdiri dari berbagai jenis
zooplankton, bentos dan udang. Organisme heterotrofik memperoleh energi
(makanan) dari organisme autotrofik dan atau organisme heterotrofik lainnya.
Komponen decomposer yang sebagian besar terdiri dari bakteri berfungsi
sebagai pengurai limbah atau merombak bahan organik kompleks menjadi
bahan organik sederhana dan menjadi bahan anorganik (zat hara) yang dapat
dimanfaatkan kembali oleh organisme autotrofik. Sedangkan komponen tak
hidup yang juga penting artinya bagi ekosistem misalnya: energi, matahari,
substrat, air dan nutrient .

Ada 17 element nutrient di dalam air yang dapat digolongkan menjadi dua
yakni makro nutrient dan mikro nutrient. Makro nutrient (Nitrogen, Phospat,
Kalium) dan mikro nutrient (B, C, Ca, Cl, Cu, Fe, H, Mg, Mn, Mo, Ni, O, Na, S dan
Zn). Kedua kelompok nutrient tersebut sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
phytoplankton.

Tambak dikatakan baik apabila didalamnya terjadi keseimbangan ekosistem.


Dengan mengacu pada model ekosistem tadi, proses-proses yang terjadi dalam
ekosistem tambak yang mempunyai kepadatan rendah umumnya masih
berjalan seimbang. Fitoplankton sebagai produser primer dapat memenuhi
kebutuhan energi bagi organisme heterotrofik, termasuk udang.

Udang dengan kepadatan sangat rendah kebutuhan makanan alami dapat


tercukupi. Sementara limbah yang dihasilkan oleh udang dan fitoplankton dapat
terurai dengan baik oleh decomposer sehingga dampak negatif yang
ditimbulkan limbah sangat kecil. Selanjutnya kebutuhan bahan anorganik untuk
fitoplankton juga dapat terpenuhi. Pada tambak intensif yang mempunyai
tingkat kepadatan udang tinggi keseimbangan ekosistemnya akan mengalami
pergeseran.

Kapasitas Daya Dukung Lingkungan

Kapasitas daya dukung lahan suatu tambak pada dasarnya merupakan


kemampuan dari lahan tambak beserta peralatan dan manajemen
pengelolaannya untuk menampung udang yang dipelihara agar dapat hidup
dalam kondisi optimal baik pertumbuhan maupun persentase kehidupannya.

Kapasitas Daya Dukung Lahan Maksimal

Kapasitas daya dukung lahan akan menentukan kapasitas produksi suatu


tambak. Pada prinsipnya apabila kapasitas daya dukung lingkungan tambak
dapat dimanfaatkan secara maksimal maka produksi yang dapat dicapai juga
akan optimal, demikian pula sebaliknya. Pada tambak ekstensif yang banyak
mengandalkan faktor alam dan dikelola secara tradisional, kapasitas
produksinya sangat rendah karena terbentur pada beberapa keterbatasan
misalnya, keterbatasan akan oksigen, makanan alami dan pergantian air. Lain
halnya pada budidaya udang intensif dengan kontruksi tambak yang bagus, di

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 50
dukung peralatan modern dan lengkap, padat tebar tinggi, pemberian pakan
buatan yang berkualitas serta manajemen pengelolaan yang baik maka daya
dukung lahan tambak dapat ditingkatkan sehingga kapasitas produksinya
menjadi lebih besar.

Batas kemampuan tambak beserta seluruh peralatannya —dimana usaha untuk


meminimalkan faktor penyebab penurunan daya dukung lahan— telah
dilakukan secara maksimal dikatakan bahwa kapasitas daya dukung lahan telah
mencapai batas maksimal. Sedangkan penurunan daya dukung lahan dapat
diminimalkan melalui: pergantian air, sipon, penggunaan pakan yang berkualitas
baik serta perlakuan-perlakuan lainnya.

Penurunan Kapasitas Daya Dukung Tambak

Pada tambak intensif perkembangan biomass udang selalu diikuti oleh


peningkatan jumlah pakan padahal yang ditebar ke dalam tambak jumlahnya
hanya sekitar 17% saja yang berubah menjadi biomass udang. Sebagian besar
sisanya akan menjadi limbah yang akan menurunkan kapasitas daya dukung
lahan.
Dengan demikian, kenaikkan jumlah limbah dalam tambak berbanding lurus
dengan jumlah pakan yang diberikan. Oleh karena itu batas maksimal kapasitas
daya dukung lahan tambak dapat diperkirakan dari jumlah pakan yang
diberikan.
Batas maksimal kapasitas daya dukung lahan atau kapasitas produksi bisa turun
jika tidak dilakukan pengelolaan tambak dengan baik, misalnya tambak jarang
disipon, pergantian air kurang dan sebagainya. Sesuai dengan konsep ekosistem
tadi, peningkatan limbah akan meningkatkan perkembangan organisme
decomposer, seperti bakteri. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan ekosistem
tambak, karena proses yang dilakukan oleh komponen decomposer menjadi
lebih besar dan tidak dapat diimbangi oleh komponen autotrofik. Dalam kondisi
seperti itu dapat timbul beberapa dampak negatif yang mengganggu
pertumbuhan dan kesehatan udang. Contoh: oksigen terlarut rendah,
penyuburan plankton tidak terkontrol, meningkatkan kandungan gas-gas
beracun dan berkembangnya bakteri pathogen penyebab penyakit. Akibat
semua itu pertumbuhan tidak optimal atau kesehatan udang terganggu
sehingga dikatakan bahwa telah terjadi penurunan kapasitas daya dukung
lahan tambak.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 51

Difusi O2 dari
udara Kinci
O2 O2
r

Zooplankton Pupuk Organik


(H) (BKK, Dedak,
Pakan Pakan Molasse)
alami O2 alami
UV

Phytoplankton O2 Udang Pakan


(A) (H) buatan

N N O2

Limbah Bahan
Organik Sisa Pakan,
dan pupuk
organik
(NH3,NO3-, Super PSB, dan
Ca2+, Mg2+ HPO4-, CO2) Bakteri Pro#14
HCO3- (D)
A : Autotrof
H : Heterotrof
Pupuk Anorganik (Urea, D : Dekomposer
TSP/SP-36) N : Nutrien
Pengapuran
(HCO3-) Sumber Dimanfaatkan
Dolomite/CaO dan Mati/Terdegradasi
aplikasi sodium alkalinitas/buffer
bicarbonat pH

2. Water quality parameter

Air untuk keperluan budidaya udang bukan H2O semata-mata, tetapi


mengandung unsur-unsur baik dalam bentuk ion maupun senyawa organik.
Konsentrasi senyawa organik terlarut, gas-gas terlarut, padatan tersuspensi, unsur-
unsur dalam bentuk ion dan populasi mikroorganisme dalam air sangat
menentukan kelayakan air tersebut untuk budidaya udang. Hal-hal yang ikut
menentukan kelayakan air pada suatu kawasan perairan untuk budidaya
udang, kita sebut parameter kualitas air, seperti salinitas, alkalinitas, kesadahan,
suhu, pH, oksigen terlarut, gas-gas beracun dan logam berat. Kualitas air sangat
penting dalam budidaya udang, karena air merupakan media atau lingkungan
tempat hidup udang tersebut. Tubuh udang dan insang sebagai alat
pernafasannya bersentuhan langsung dengan senyawa-senyawa yang terlarut
dan tersuspensi dalam air. Oleh karena itu, kualitas air berpengaruh langsung
terhadap kesehatan, pertumbuhan, reproduksi dan daya tahan hidup hewan
yang dibudidayakan.
Kualitas air yang jelek menyebabkan udang yang dibudidayakan mengalami
stress, rentan terhadap serangan penyakit dan akhirnya bisa menimbulkan
kematian. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu,
tetapi sangat dinamis. Selalu terjadi perubahan sebagai akibat dari perubahan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 52
lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses
fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil-hasil metabolisme. Namun demikian,
parameter kualitas air bisa kita kendalikan agar selalu berada pada kisaran yang
bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Untuk
mencapai keberhasilan, seorang budidayawan harus melakukan pemantauan
secara berkala terhadap semua parameter kualitas air yang mempengaruhi
udang yang dibudidayakan serta memahami faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi masing-masing parameter tersebut. Parameter kualitas air
meliputi sifat-sifat fisik, kimia dan biologi. Berikut ini adalah kisaran parameter
kualitas air dalam budidaya udang :

Tabel 12. Kisaran Parameter Kualitas Air.


Elemen Bentuk Senyawa dalam Air Konsentrasi yang diinginkan
Oksigen Molekul Oksigen (O2) 5 – 15 mg/L
Hidrogen H+ [- log (H+) = pH] pH 7 – 9
Nitrogen Molekul Nitrogen (N2) Di bawah konsentrasi jenuh
Ammonium (NH4+) 0.2 – 2.0 mg/L
Ammonia (NH3) < 0.1 mg/L
Nitrat (NO3-) 0.2 – 10 mg/L
Nitrit (NO2-) < 0.23 mg/L
Sulfur Sulfate (SO4=) 500 – 3.000 mg/L
Hidrogen Silfida (H2S) tidak boleh ada
Karbon Karbon dioksida (CO2) 1 – 10 mg/L
Kalsium Ion Kalsium (Ca++) 100 – 500 mg/L
Magnesium Ion Magnesium (Mg++) 100 – 1.500 mg/L
Sodium Ion Natrium (Na+) 2.000 – 11.000 mg/L
Potassium Ion Kalium (K+) 100 – 400 mg/L
Bikarbonat Ion Bikarbonat (HCO3-) 75 – 300 mg/L
Karbonat Ion Karbonat (CO3=) 0 – 20 mg/L
Chloride Ion Chloride (Cl-) 2.000 – 20.000 mg/L
Phosphorus Ion Phosphate (HPO4=, H2PO4-) 0.005 – 0.2 mg/L
Silicon Silicate (H2SiO3, HSiO3-) 2 – 20 mg/L
Besi Ion Ferro (Fe++) 0 mg/L
Ion Ferri (Fe+3) Trace element (sangat rendah)
Total Ion Besi 0.05 – 0.5 mg/L
Mangan Ion Mangan (Mn++) 0 mg/L
Mangan Dioksida (MnO2) Trace element
Total Mangan 0.05 – 0.2 mg/L
Zinc Ion Zinc (Zn++) < 0.01 mg/L
Total Zinc 0.01 – 0.05 mg/L
Tembaga Ion Cuprum (Cu ) ++ < 0.005 mg/L
Total ion Cuprum 0.005 – 0.01 mg/L
Boron Borate (H3BO3, H2BO3-) 0.05 – 1 mg/L
Molybdenum Molybdate (MoO3) Trace element (sangat rendah)
Salinitas Jumlah dari semua ion 5.000 – 35.000 mg/L
Sumber : HBOI

1. SALINITAS

Salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total ion-ion terlarut dalam air,


dinyatakan dalam satuan ppt (part per thousand) atau permil. Ada 7 ion yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 53
mempunyai peranan penting dalam salinitas air, yaitu : Natrium (Na+), Kalium
(K+), Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Chlor (Cl-), Sulfat (SO4=) dan Bikarbonat
HCO3-. Bahan-bahan terlarut lainnya biasanya kecil sekali peranannya terhadap
salinitas atau total zat padat terlarut, tetapi sangat penting peranannya untuk
pertumbuhan fitoplankton, seperti PO4-3, Nitrogen anorganik, Fe++, Mn++, Zn++,
Cu++, Bo++ dan beberapa unsur tertentu.

Tabel 13.Komposisi rata-rata air laut.


Konstituen mg/L Konstituen mg/L
Cl 19.000 U 0,003
Na 10.500 Mn 0,002
SO4 2.700 Ni 0,002
Mg 1.350 V 0,002
Ca 400 Ti 0,001
K 380 Co 0,0005
HCO3- 142 Cs 0,0005
Br 65 Sb 0,0005
Sr 8 Ce 0,0004
SiO2 6,4 Ag 0,0003
B 4,6 La 0,0003
F 1,3 Y 0,0003
N (NO3, NO2, NH4) 0,5 Cd 0,00011
Li 0,17 W 0,0001
Rb 0,12 Ge 0,00007
P 0,07 Cr 0,00005
I 0,06 Th 0,00005
Ba 0,03 Sc 0,00004
Al 0,01 Ga 0,00003
Fe 0,01 Hg 0,00003
Mo 0,01 Pb 0,00003
Zn 0,01 Bi 0,00002
Se 0,004 Nb 0,00001
As 0,003 Ar 0,000004
Cu 0,003 Be 0,0000006
Sn 0,003
Sumber : Boyd, 1996.

a.Pengaruh salinitas pada udang vannamei

Sebagian besar udang laut yang dibudidayakan bersifat euryhaline dan bisa
beradaptasi dengan mudah terhadap fluktuasi salinitas yang disebabkan oleh
faktor-faktor klimatologi dan hidrologi lingkungan pantai. Salinitas yang
dibutuhkan udang vannamei yang berasal dari pantai barat Amerika berbeda-
beda sesuai dengan fase perkembangan dalam siklus hidupnya. Udang dewasa
dan induk yang akan bertelur memerlukan salinitas lebih tinggi, yaitu di atas 28
ppt. Sampai dengan fase larva masih membutuhkan salinitas tinggi, setelah
memasuki fase postlarva sudah mulai membutuhkan salinitas di bawah 28 ppt. Di
alam bebas, udang vannamei pada fase postlarva mulai migrasi ke daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 54
estuarin dengan salinitas 15 – 28 ppt, bahkan bisa beradaptasi pada salinitas di
bawah 5 ppt.

Di Thailand terkenal dengan istilah Inland Culture, yaitu budidaya udang di suatu
daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Air laut dibawa menggunakan mobil
tangki dan dimasukkan ke dalam kolam kecil sebagai tempat aklimatisasi benur.
Secara perlahan-lahan sekat antara kolam kecil dengan salinitas sektar 28 ppt
dengan kolam besar yang berisi air tawar dibuka. Pada saat itu terjadi
aklimatisasi dari salinitas tinggi ke salinitas rendah, bahkan hampir mendekati air
tawar yaitu sekitar 0.5 ppt. Inland Culture ini ternyata cukup sukses, karena
letaknya terisolir di pedalaman sehingga aman dari pengaruh carrier dan imbas
saat merebaknya suatu penyakit. Komposisi ion-ion dalam air jauh lebih penting
daripada salinitas semata, meskipun dalam air laut yang paling berperan dalam
proses osmoregulasi adalah ion Na+ dan Cl-. Hasil riset menunjukkan bahwa ion
Ca++, K+ dan Mg++ berperanan penting dalam mempertahankan survival rate
udang (Davis et al, 2004).

Ada begitu banyak interaksi antara mineral satu dengan lainnya dalam air
dengan salinitas rendah. Salah satu dari ketiga ion tersebut di atas mungkin saja
kurang, tetapi kekurangan ion K+ sangat berpengaruh terhadap kehidupan
udang. Ratio ion Ca++ dengan K+ yang baik adalah 1 : 1. Pada Inland Culture
dengan salinitas rendah, salinitas minimal untuk budidaya udang adalah 0,5 ppt
dengan porsi kandungan Na+, Cl- dan K+ serupa dengan yang ada dalam air laut
yang diencerkan pada salinitas yang sama, konsentrasi Ca++ tinggi dan
alkalinitas di atas 75 mg/L. Sebagai contoh, air laut dengan salinitas 35 ppt
memiliki 0,38 ppt K+, oleh karena itu bila kita memiliki sumber air sumur bor
dengan salinitas 4 ppt, harus memiliki kandungan K+ sebesar 0,043 ppt atau 43
ppm dengan perhitungan sebagai berikut :

0,38/35 x 4 x 1000 = 43 ppm

Cara lain untuk menghitung konsentrasi mineral mineral tersebut adalah dengan
mengalikan salinitas (dalam ppt) dengan sebagai berikut :

Calcium (Ca) : 11,6 Sodium (Na) : 304,5


Magnesium (Mg) : 39,1 Chloride (Cl) : 551,0
Potassium (K) : 10,7 Sulfate (SO4=) : 78,3

Sebagai contoh, bila salinitas air 4 ppt maka konsentrasi ion ekuivalen seperti
yang ada dalam air laut adalah Ca = 46,4 mg/L (4 ppt x 11,6), Mg = 156,4 mg/L,
K = 42,8 mg/L dan seterusnya. Bila kandungan K dan atau Mg nya rendah,
bahan-bahan kimia berikut di bawah ini bisa diberikan untuk memperbaiki profil
ion-ion yang terkandung dalam air tersebut. Untuk menghitung dosis garam
mineral yang diinginkan bisa menggunakan rumus sebagai berikut : Dosis
(gram/m3) = konsentrasi yang diinginkan (mg/L) : persentase dalam garam/100.
Sebagai contoh, bila kita ingin meningkatkan konsentrasi KCl 25 mg/L, maka
dosis KCl yang diberikan = 25 mg K/L : 50%K/100 = 50 mg/L.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 55
Tabel 14. Jenis jenis garam mineral yang digunakan dalam budidaya udang

Garam mineral Rumus kimia Nama Komposisi


dagang
Calcium sulfate CaSO4.2H2O Gypsum Ca:22 %, SO4:53%,
hardness:55%
Potassium chloride KCl Muriate of K:50%, Cl:45%
potash
Potassium magnesium K2SO4.2MgSO4 K-mag K:17,8%, Mg:10,5%,
sulfate SO4:63,6%
Potassium sulfate K2SO4 - K:41,5%, SO4:50,9%
Magnesium sulfate MgSO4.7H2O Epsom salt Mg:10%, SO4:30%
heptahydrate
Sodium chloride NaCl Rock salt Na:39%, Cl:61%,
salinitas:98%
Sumber : Davis et al, 2004.

Tabel 15. Konsentrasi beberapa ion utama dalam air laut, air payau dan air tawar.
Ion Air Laut Air Payau Air Tawar
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
Chloride (Cl-) 19.000 12.090 6
Sodium (Na+) 10.500 7.745 8
Sulfate (SO4=) 2.700 995 16
Magnesium (Mg+2) 1.350 125 11
Calcium (Ca+2) 400 308 42
Potassium (K+) 380 75 2
Bicarbonate (HCO3-) 142 156 174
Lain-lain 86 35 4
Total 34.558 21.529 263
Sumber : Boyd, 1991.

Proses ganti kulit (molting) yang terjadi pada kondisi salinitas terlalu tinggi
atau terlalu rendah bisa memerlukan lebih banyak waktu dan energi untuk
memulihkan kemampuan osmose hemolymph. Hal ini menyebabkan udang
sangat rentan terhadap predator dan kanibalisme serta memperlama ketidak-
mampuan udang untuk mencari makanan. Oleh karena itu sangatlah
menguntungkan untuk memberikan kondisi isosmotik dan isoionik bagi udang
untuk molting (Ferraris dkk, 1986). Perubahan salinitas yang sangat cepat
biasanya menimbulkan banyak kematian pada udang . Namun demikian, hal ini
biasa dilakukan oleh para petambak. Mereka secara rutin mengubah salinitas air
tambaknya antara 15 - 20 ppt untuk merangsang udang molting dan tentunya
diharapkan menaikkan pertumbuhannya. Tetapi pada situasi rawan penyakit,
hindari tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan udang stress, karena pada
kondisi stress udang sangat mudah terserang penyakit.

b.Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas

Salinitas perairan tambak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
banyaknya sungai yang bermuara ke pantai sekitar lokasi pertambakan, curah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 56
hujan dan musim (hujan dan kemarau). Klasifikasi air berdasarkan salinitas adalah
sebagai berikut :

Tabel 16 : Klasifikasi air berdasarkan salinitas.


Klasifikasi Konsentrasi (ppt)
Air tawar 0 - 0,5
Oligohaline 0,5 - 3,0
Mesohaline 3,0 - 16,5
Polyhaline 16,5 - 30,0
Marine 30,0 - 40,0
Hypersaline/Brine di atas 40,0

c.Cara menentukan salinitas

Menggunakan Salinometer (Hydrometer)


Alat ini sebenarnya untuk mengukur berat jenis cairan, kemudian dikonversikan
ke salinitas (kadar garam) dengan menggunakan tabel sebagai berikut :

Tabel 17 : Konversi berat jenis untuk menentukan salinitas.


Berat jenis Salinitas (ppt)
1,026 35
1,023 30
1,018 25
1,013 20
1,008 15
1,005 10
1,003 5
1,001 3

Cara Titrasi
Cara titrasi biasanya digunakan untuk menentukan kadar garam di bawah 5
ppt, dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

S (ppt) = {(1,805 x [Cl-] ) + 30} : 1.000


S : Salinitas
[Cl- ] : Konsentrasi ion klorida

Menggunakan Refraktometer

Refraktometer untuk mengukur salinitas


(Dok: Wayan Agus Edhy, 2004)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 57
2. pH

Secara teoritis, pH didefinisikan sebagai negatif logaritma konsentrasi ion


hidrogen dalam air, atau secara umum adalah tingkat keasaman atau
kebasaan air. Konsep pH berdasarkan atas ionisasi air. Sejumlah molekul air
berdisosiasi menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-) dengan reaksi
sebagai berikut :

H2O = H+ + OH-

[H+] [OH-] = 10-14

Konsentrasi molar dari ion hidrogen dan hidroksil yang dihasilkan selalu 10-14,
sedangkan konsentrasi ion hidrogen dan hidroksil dalam air murni adalah sama,
sehingga bisa ditulis

[H+] [H+] = 10-14 → [H+] = 10-7

pH = - log [H+] → pH = - log [10-7] → pH = 7

a.Faktor yang mempengaruhi pH

Pertumbuhan fitoplankton dalam perairan sangat mempengaruhi stabilitas pH


perairan tersebut. Fitoplankton menggunakan CO2 sepanjang siang hari yang
menyebabkan kenaikan pH air, dapat dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut :

2 HCO3- = CO2 + CO3= + H2O

Pada saat CO2 digunakan untuk fotosintesis, reaksi akan bergerak ke kanan dan
terjadi akumulasi ion karbonat (CO3=). Kemudian terjadi hidrolisis CO3= dengan
reaksi sebagai beikut :
CO3= + H+ = HCO3-

Kita tahu bahwa dua ion HCO3- menghasilkan satu molekul CO2 dan satu ion
CO3=. Hidrolisis satu ion CO3= hanya membebaskan satu ion HCO3-, padahal
menurut persamaan reaksi di atas, satu molekul CO2 dihasilkan dari disosiasi dua
ion HCO3-, oleh karena itu masih kekurangan satu ion hidrogen. Ion hidrogen ini
diperoleh dari disosiasi molekul air sebagai berikut :
H2O = H+ + OH-

Dalam hal ini bila ion hidrogen digunakan dalam reaksi hidrolisis karbonat, harus
ada lebih banyak molekul air yang berdisosiasi untuk menjaga konstanta
kesetimbangan reaksi. Akhirnya terjadi lebih banyak ion hidroksil dan sedikit ion
hidrogen, sehingga pH akan naik ketika plankton mengambil CO2 dari dalam air
atau pada saat terjadinya proses fotosintesis.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 58

Fluktuasi pH air tambak pada alkalinitas yang berbeda.


(Sumber : Boyd, 1996).

Karena fitoplankton menggunakan karbon dioksida sepanjang siang hari,


menyebabkan pH air naik. Sedangkan pada malam hari tidak ada karbon
dioksida yang diambil oleh fitoplankton, tetapi justru semua mikroorganisme
dalam tambak melepaskan karbon dioksida sebagai hasil respirasi. Karbon
dioksida ini bereaksi dengan ion karbonat dan molekul air membentuk ion
bikarbonat. Ion ini akan berdisosiasi untuk melepaskan ion hidrogen sehingga pH
akan turun. Kinetika ini bisa dijelaskan dengan reaksi sebagai berikut :
CO2 + CO3= + H2O = 2 HCO3-

2 HCO3- = 2 CO3= + 2 H+

b.Pengaruh pH pada udang

Pengaruh langsung pH yang sangat rendah pada udang menyebabkan kulit


udang menjadi lunak (soft shell) dan angka kehidupannya rendah. Pada kondisi
pH yang agak rendah (pH : 4 - 6) tidak terlalu mempengaruhi angka kehidupan
(% SR), tetapi hanya menghambat pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa benur yang dipelihara pada pH 6,45 dengan kondisi adanya karbon
anorganik sebesar 26 ppm selama 26 hari masih menghasilkan angka kehidupan
100 persen, tetapi pertumbuhannya terhambat 40 persen dari normal. Diduga
keberadaan karbon dioksida dalam lingkungannya bersifat racun (Wickins, 1976).
Law (1988) melaporkan bahwa benur dapat bertahan hidup meskipun pH
berada pada kisaran 6,0 - 6,5. Kematian yang tinggi terjadi pada pH di bawah
6,0. Benur yang dipelihara pada pH 3,5 selama 20 jam, ternyata semua
mengalami kematian. Sedangkan pada pH antara 7,6 sampai dengan 8,2
semua benur masih hidup selama masa pemeliharaan satu minggu, oleh karena
itu rekomendasi pH yang cocok untuk pemeliharaan udang windu adalah 7,6 -
8,2.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 59
Sebaliknya pH yang tinggi menyebabkan peningkatan kadar amonia yang
secara tidak langsung membahayakan kehidupan udang, dapat dijelaskan
dengan reaksi sebagai berikut :
NH4+ = NH3 + H+

Pada pH tinggi, reaksi akan bergeser ke kanan, ion hidrogen akan terlepas dari
ion amonium untuk mengimbangi ion hidroksil agar konstanta kesetimbangan
reaksi tetap terjaga. Sebagai akibatnya akan terjadi penumpukan senyawa
amonia yang bersifat racun. Percobaan-percobaan yang dilakukan di hatchery
menunjukkan bahwa pengaruh penurunan pH yang tajam dari 8,2 ke 7,0 dalam
waktu 6 jam dapat menyebabkan kematian massal pada larva udang (Asian
Shrimp News, 1991). Pengaruh pH pada spesies yang dibudidayakan di tambak
adalah sebagai berikut :

Tabel 18 : Kisaran pH dan pengaruhnya pada udang.


pH Pengaruh pada udang
4 Kematian
4 - 6 Pertumbuhan lambat
6 - 9 Terbaik untuk pertumbuhan
9 - 11 Pertumbuhan lambat
11 Kematian
Sumber : Boyd, 1996.

3. OKSIGEN TERLARUT (DISSOLVED OXYGEN)

a.Kelarutan Oksigen

Menurut hukum Dalton, tekanan gas total dari suatu campuran gas-gas adalah
jumlah dari tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran tersebut. Udara
di atmosfir umumnya terdiri dari 4 gas, yaitu Oksigen, Nitrogen, Argon dan Karbon
dioksida, oleh karena itu tekanan atmosfirnya adalah :

P A = P O2 + P N2 + P Ar + P CO2

Tekanan parsial suatu gas dalam campuran, secara langsung proporsional


dengan persentase volume masing-masing gas dalam campuran. Tekanan
atmosfir pada kondisi standar 0oC dan pada permukaan laut adalah 760 mmHg.
Persentase gas-gas dalam udara kering adalah : Nitrogen : 78,084 persen,
Oksigen : 20,946 persen, Argon : 0,934 persen dan Karbon dioksida : 0,032 persen.

Tekanan parsial Oksigen P O2 = (760) (0,20946) = 159,2 mmHg.

Jika udara menyentuh permukaan air, maka oksigen akan masuk ke air dari
udara sampai tekanan oksigen di dalam air sama dengan tekanan oksigen di
udara. Kelarutan oksigen dalam air dinyatakan dalam miligram oksigen per liter
air (ppm). Kelarutan oksigen dalam air menurun bila suhu naik. Kelarutan oksigen
dalam air pada suhu yang berbeda-beda bisa dilihat pada tabel berikut.
Kelarutan gas-gas dalam air menurun sejalan dengan meningkatnya salinitas.
Pengaruh salinitas pada kelarutan oksigen dalam air dapat dilihat pada tabel
berikut ini. Air tawar mengandung kadar garam sangat rendah, tetapi untuk
praktisnya pengaruh ion-ion terlarut dalam air tawar terhadap kelarutan oksigen

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 60
bisa diabaikan. Molekul air bersifat dipolar, satu sisi bermuatan negatif dan sisi
lainnya bermuatan positif. Pada saat garam dilarutkan dan terionisasi dalam air,
ion positif menjadi terhidrasi sebab bisa menarik sisi negatif dari molekul air dan
mengikat erat molekul air. Demikian pula halnya dengan ion negatif akan
menarik sisi positif molekul air. Molekul air diikat erat oleh ion-ion tersebut
sehingga tidak bisa berfungsi seperti molekul air bebas.

Gas-gas tidak akan larut dalam air yang dikelilingi ion-ion melalui hidrasi. Oleh
karena itu sejalan dengan naiknya salinitas, proporsi molekul air yang dikelilingi
ion-ion akan meningkat pula. Pada suatu volume air tertentu, air bebas yang
tersedia untuk melarutnya gas-gas akan turun bila salinitas naik. Oleh karena itu
dalam kenyataannya salinitas tidak berpengaruh terhadap kelarutan suatu gas,
hanya menurunkan jumlah molekul air yang tersedia untuk melarutkan gas-gas.

b.Transfer oksigen antara udara dan air

Dalam air alami, konsentrasi oksigen terlarut selalu mengalami perubahan karena
adanya proses-proses biologi, fisika dan kimia. Udara di atas permukaan tambak
mungkin memiliki persentase oksigen tetap (konstan), meskipun tekanan parsial
oksigen dalam udara bisa sedikit berbeda pada suatu lokasi, yang disebabkan
oleh karena perbedaan tekanan atmosfir. Bila oksigen air berada pada kondisi
kesetimbangan dengan oksigen di udara, maka tidak ada transfer oksigen dari
air dan udara. Transfer oksigen dari udara ke air terjadi bila oksigen dalam air
berada pada kondisi tidak jenuh (under saturated). Dan oksigen akan terlepas
ke udara bila oksigen dalam air berada pada keadaan lewat jenuh (super
saturated). Transfer oksigen dipengaruhi oleh adanya pengadukan.

c.Konsentrasi Oksigen terlarut

Meskipun secara fisika, oksigen bisa terdifusi dari udara ke air, proses biologi
ternyata jauh lebih penting daripada proses fisika dalam mengatur konsentrasi
oksigen terlarut dalam air. Fitoplankton yang tumbuh dalam air tambak
menghasilkan oksigen dengan reaksi sebagai berikut :
cahaya
6 CO2 + 6 H2O = C6H12O6 + 6 O2

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 61
Tabel 19. Kelarutan oksigen (mg/L) dalam air pada suhu dan salinitas berbeda.
(Tekanan Atmosfir 760 mmHg)

SUHU SALINITAS (ppt)


(o C) 0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 14.60 14.11 13.64 13.18 12.74 12.31 11.90 11.50 11.11
1 14.20 13.72 13.27 12.82 12.40 11.98 11.58 11.20 10.82
2 13.81 13.36 12.91 12.49 12.07 11.67 11.29 10.91 10.55
3 13.44 13.00 12.58 12.16 11.76 11.38 11.00 10.64 10.29
4 13.09 12.67 12.25 11.85 11.47 11.09 10.73 10.38 10.04
5 12.76 12.34 11.94 11.56 11.18 10.82 10.47 10.13 9.80
6 12.44 12.04 11.65 11.27 10.91 10.56 10.22 9.89 9.57
7 12.13 11.74 11.36 11.00 10.65 10.31 9.98 9.66 9.35
8 11.83 11.46 11.09 10.74 10.40 10.07 9.75 9.44 9.14
9 11.55 11.18 10.83 10.49 10.16 9.84 9.53 9.23 8.94
10 11.28 10.92 10.58 10.25 9.93 9.62 9.32 9.03 8.75
11 11.02 10.67 10.34 10.02 9.71 9.41 9.12 8.83 8.56
12 10.77 10.43 10.11 9.80 9.50 9.21 8.92 8.65 8.38
13 10.52 10.20 9.89 9.59 9.29 9.01 8.73 8.47 8.21
14 10.29 9.98 9.68 9.38 9.10 8.82 8.55 8.29 8.04
15 10.07 9.77 9.47 9.19 8.91 8.64 8.38 8.13 7.88
16 9.86 9.56 9.28 9.00 8.73 8.47 8.21 7.97 7.73
17 9.65 9.36 9.09 8.82 8.55 8.30 8.05 7.81 7.58
18 9.45 9.17 8.90 8.64 8.38 8.14 7.90 7.66 7.44
19 9.26 8.99 8.73 8.47 8.22 7.98 7.75 7.52 7.30
20 9.08 8.81 8.56 8.31 8.06 7.83 7.60 7.38 7.17
21 8.90 8.64 8.39 8.15 7.91 7.68 7.46 7.25 7.04
22 8.73 8.48 8.23 8.00 7.77 7.54 7.33 7.12 6.91
23 8.56 8.32 8.08 7.85 7.63 7.41 7.20 6.99 6.79
24 8.40 8.16 7.93 7.71 7.49 7.28 7.07 6.87 6.68
25 8.24 8.01 7.79 7.57 7.36 7.15 6.95 6.75 6.56
26 8.09 7.87 7.65 7.44 7.23 7.03 6.83 6.64 6.46
27 7.95 7.73 7.51 7.31 7.10 6.91 6.72 6.53 6.35
28 7.81 7.59 7.38 7.18 6.98 6.79 6.61 6.42 6.25
29 7.67 7.46 7.26 7.06 6.87 6.68 6.50 6.32 6.15
30 7.54 7.33 7.14 6.94 6.75 6.57 6.39 6.22 6.05
31 7.41 7.21 7.02 6.83 6.64 6.47 6.29 6.12 5.96
32 7.29 7.09 6.90 6.72 6.54 6.36 6.19 6.03 5.87
33 7.17 6.98 6.79 6.61 6.43 6.26 6.10 5.94 5.78
34 7.05 6.86 6.68 6.51 6.33 6.17 6.01 5.85 5.69
35 6.93 6.75 6.58 6.40 6.24 6.07 5.91 5.76 5.61
36 6.82 6.65 6.47 6.31 6.14 5.98 5.83 5.68 5.53
37 6.72 6.54 6.37 6.21 6.05 5.89 5.74 5.59 5.45
38 6.61 6.44 6.28 6.12 5.96 5.81 5.66 5.51 5.37
39 6.51 6.34 6.18 6.02 5.87 5.72 5.58 5.44 5.30
40 6.41 6.25 6.09 5.94 5.79 5.64 5.50 5.36 5.22
Sumber : Boyd, 1996.

Faktor-faktor yang mengendalikan laju fotosintesis dan jumlah oksigen yang


dihasilkan adalah suhu, cahaya, konsentrasi nutrisi, spesies tumbuhan
(fitoplankton), densitas fitoplankton, pengadukan dan beberapa faktor
pendukung lainnya yang tidak begitu penting. Semakin tinggi densitas
fitoplankton, semakin tinggi konsentrasi oksigen terlarut yang dihasilkan selama
proses fotosintesis.

Tumbuhan dan hewan menggunakan oksigen selama proses respirasi, yang


merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesis. Dalam fotosintesis, karbon anorganik
dalam karbon dioksida direduksi menjadi karbon organik yang ada dalam gula.
Energi cahaya dikonversi menjadi energi kimia dalam molekul gula, serta
dibebaskan molekul oksigen. Dalam proses respirasi, karbon organik dalam gula
dioksidasi menjadi karbon anorganik dalam karbon dioksida. Energi kimia yang
tersimpan dalam gula dibebaskan sebagai energi panas, seperti terlihat pada
reaksi berikut :

C6H12O6 + 6 O2 = 6 CO2 + 6 H2O + panas

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 62
Bila laju fotosintesis lebih pesat daripada respirasi, maka konsentrasi oksigen akan
lebih tinggi daripada CO2 dalam air, hal ini biasanya terjadi siang hari saat
intensitas sinar matahari tinggi dan densitas fitoplankton padat. Demikian pula
akan terjadi sebaliknya pada malam hari pada saat tidak ada reaksi fotosintesis
dan laju respirasi berlangsung pesat, konsentrasi oksigen akan turun dan karbon
dioksida meningkat.

d.Stratifikasi

Konsentrasi nutrisi dalam air tambak umumnya tinggi, densitas plankton juga
tinggi dan melimpah. Penetrasi cahaya ke dalam kolom air dipengaruhi oleh
keberadaan partikel koloid atau partikel yang tersuspensi, dan penyebab
kekeruhan pada air tambak pada umumnya adalah benda-benda yang bersifat
planktonik. Oleh karena itu kelimpahan plankton yang umumnya terdiri dari
fitoplankton, adalah faktor utama yang membatasi penetrasi cahaya dan laju
fotosintesis pada kedalaman air yang berbeda. Oksigen yang dihasilkan
fitoplankton lebih besar pada kolom air dekat permukaan, semakin dalam
semakin rendah karena adanya self shading.

Pada suatu kedalaman, di mana oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis
sama dengan oksigen yang digunakan untuk respirasi disebut titik kompensasi
(compensation point) dan berhubungan dengan kedalaman daerah euphotic
(euphotic zone). Zona euphotic didefinisikan sebagai lapisan kolom air yang
menerima setidaknya satu persen dari radiasi yang ditangkap permukaan air.
Pada air tambak yang mengalami pelapisan suhu, zona euphotic biasanya
serupa dengan lapisan epilimnion dan proses fotosintesis menjaga konsentrasi
oksigen tetap tinggi pada daerah epilimnion ini. Konsentrasi oksigen terlarut juga
tinggi pada awal stratifikasi di daerah hipolimnion.

e.Efisiensi transfer oksigen

Masing-masing aerator mempunyai efisiensi berbeda-beda dalam hal transfer


oksigen, seperti terlihat di bawah ini :

Tabel 20 : Tipe aerator dan efisiensi transfer oksigen rata-rata


Tipe aerator Efisiensi transfer oksigen rata-rata
(Kg O2/Kw. Jam)
Kincir 2,13
Propeller - aspirator pumps 1,58
Vertical pumps 1,28
Pump sprayers 1,28
Diffused air systems 0,97
Sumber : Boyd, 1991.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 63
f.Kebutuhan oksigen

Seperti yang dilaporkan oleh Liao dan Murai (1986) bahwa laju respirasi oksigen
udang windu tetap konstan pada konsentrasi oksigen terlarut di atas 3 - 4 ppm,
salinitas 4 - 45 ppt dan suhu 20 - 30oC. Pada saat konsentrasi oksigen terlarut
mencapai 1,5 - 2,1 ppm, udang windu mulai muncul di permukaan. Di bawah
konsentrasi tersebut, frekwensi muncul ke permukaan (surfacing response) lebih
sering sejalan dengan menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Laju
respirasi pada udang secara perlahan menurun sampai akhirnya sekarat pada
tingkat oksigen terlarut 0,4 - 0,7 ppm. Batas konsentrasi oksigen terlarut terendah
yang aman bagi udang adalah sekitar 4,0 - 4,3 ppm pada salinitas 25 ppt. Nilai
yang sama juga berlaku untuk postlarva (Liao and Huang, 1975). Menurut Law
(1988), semua post larva mati pada tingkat oksigen terlarut di bawah 0,5 ppm.
Sekitar 35 persen kematian dijumpai ketika oksigen terlarut turun ke tingkat 1
ppm dan dinaikkan kembali ke 6,3 ppm. Ia menyarankan agar konsentrasi
oksigen terlarut harus dijaga selalu di atas 2 ppm sepanjang waktu.

g.Oxygen Budgets

Menurut Boyd (1991), neraca oksigen dalam tambak udang bisa dijelaskan
sebagai berikut :
Oksigen terlarut
Kg/Ha. %
Input :
Fotosintesis 4.130 76,9
Air masuk 94 1,7
Aerasi 99 1,8
Difusi udara 1.050 19,6
5.373 100,0
Output :
Ganti air 32 0,6
Respirasi fitoplankton 3.090 57,5
Respirasi organisme dalam lumpur 1.040 19,4
Respirasi ikan 1.210 22,5
5.372 100,0

4. ALKALINITAS DAN KARBON DIOKSIDA

Kelarutan karbon dioksida

Meskipun karbon dioksida sangat larut dalam air, namun demikian karbon
dioksida hanyalah konstituen yang porsinya sangat kecil di atmosfir dan
konsentrasi kesetimbangan CO2 dalam air rendah. Karbon dioksida berperan
sebagai suatu asam bila bereaksi dalam air sebagai berikut :

H2O + CO2 = H2CO3

H2CO3 = H+ + HCO3-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 64
Kurang dari satu persen CO2 yang larut dalam air membentuk asam karbonat
(H2CO3) dan lagi, asam ini sangat mudah berdisosiasi. Karena itu kita bisa
menganggap karbon dioksida dan asam karbonat sebagai total karbon dioksida
dan ditulis sebagai berikut :

Total CO2 + H2O = H+ + HCO3-

Air murni jenuh dengan karbon dioksida pada suhu 25oC dan tekanan atmosfir
standar 760 mmHg, memiliki konsentrasi CO2 total sebesar 0,46 mg per liter. Makin
tinggi salnitas dan suhu, maka kelarutan karbon dioksida makin kecil. Dan
menurut perhitungan, secara teoritis terjadi pada pH 5,68. Pada konsentrasi
karbon dioksida yang lebih besar, pH akan lebih rendah. Sebagai contoh, bila
konsentrasi karbon dioksida total 30 mg per liter pada suhu 25oC, maka pHnya
sekitar 4,8. Hal ini biasanya diasumsikan bahwa karbon dioksida tidak dapat
membuat pH air lebih rendah daripada 4,5.

Kandungan karbon dioksida air biasanya merupakan suatu fungsi aktifitas


biologis. Aktifitas respirasi menghasilkan CO2 dan terjadi akumulasi CO2 selama
berlangsungnya proses respirasi, karena itu air tambak biasanya jenuh dengan
CO2 pada pagi hari. Bikarbonat (HCO3-) merupakan hasil disosiasi asam karbonat
(H2CO3), yang kemudian mengalami disosiasi lagi menjadi karbonat (CO3=).

H2CO3 = H+ + HCO3-

HCO3- = H+ + CO3=

Pada pH disaat konsentrasi CO2 turun pada suatu nilai yang tidak dapat dideteksi
secara analitik dan di atas dimana karbonat ada dalam konsentrasi yang terukur
adalah sangat penting bagi keperluan praktis dan analisis. Total karbon dioksida
dan karbonat akan mempunyai konsentrasi yang sangat rendah ketika
konsentrasi karbonat (CO3=) sama dengan total karbon dioksida. Seperti terlihat
pada gambar di bawah ini. Pada pH dimana konsentrasi CO3= sama dengan
konsentrasi CO2 total bisa dihitung melalui manipulasi perhitungan sebagai
berikut :

[ H+ ] [ CO3= ] x [ H+ ] [ CO3= ] = K 1 + K2
[ Total CO2 ] [ HCO3- ]
[ H+ ] 2 [ CO3= ] = 10 - 16,68
[ total CO2 ]

[ CO3= ] = [ total CO2 ] → [H+]2 = 10-16.68

[ H+ ] = 10 -8,34 → pH = 8,34

Oleh karena itu, pH 8,34 sering dianggap sebagai pH dimana di atas itu tidak
ada CO2 dan di bawahnya tidak ada CO3=.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 65
Mole fraksi

1.00

0.75

H2CO3
HCO3- CO3=
0.50 dan CO2 bebas

0.25

0.00

4 5 6 7 8 9 10 11
pH
Pengaruh pH pada proporsi relatif H2CO3,CO2 bebas, HCO3-dan CO3=
(Sumber : Boyd, 1996).

Tabel 21. Faktor untuk menghitung konsentrasi CO2 dalam air.

Suhu (˚C)
pH 5 10 15 20 25 30 35
6.0 2.915 2.539 2.315 2.112 1.970 1.882 1.839
6.2 1.839 1.602 1.460 1.333 1.244 1.187 1.160
6.4 1.160 1.010 0.921 0.841 0.784 0.749 0.732
6.6 0.732 0.637 0.582 0.531 0.495 0.473 0.462
6.8 0.462 0.402 0.367 0.335 0.313 0.298 0.291
7.0 0.291 0.254 0.232 0.211 0.197 0.188 0.184
7.2 0.184 0.160 0.146 0.133 0.124 0.119 0.116
7.4 0.116 0.101 0.092 0.084 0.078 0.075 0.073
7.6 0.073 0.064 0.058 0.053 0.050 0.047 0.046
7.8 0.046 0.040 0.037 0.034 0.031 0.030 0.030
8.0 0.029 0.025 0.023 0.021 0.020 0.019 0.018
8.2 0.018 0.016 0.015 0.013 0.012 0.012 0.011
8.4 0.012 0.010 0.009 0.008 0.008 0.008 0.007

Sumber : Boyd, 1996.

5.Bikarbonat (HCO3-) dan Karbonat (CO3=)

Air di alam biasanya lebih banyak mengandung ion karbonat yang dihasilkan
dari ionisasi asam karbonat dalam air yang jenuh dengan karbon dioksida.
Karbon dioksida dalam air bereaksi dengan basa membentuk bikarbonat
sebagai berikut :

Calcite : CaCO3
Dolomite : CaMg(CO3)2

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 66
CaCO3 + CO2 + H2O = Ca++ + 2 HCO3-

CaMg(CO3)2 + CO2 + 2 H2O = Ca++ + Mg++ + 4 HCO3-

Calcite dan Dolomite keduanya mempunyai kelarutan yang rendah, tetapi


kelarutannya akan meningkat pesat bila ada karbon dioksida. Reaksi yang
melibatkan pembentukan bikarbonat dari karbonat merupakan reaksi
kesetimbangan, dan sejumlah tertentu karbon dioksida harus ada untuk
menjaga adanya sejumlah tertentu bikarbonat dalam larutan. Bila jumlah karbon
dioksida pada kesetimbangan meningkat atau menurun, akan timbul
perubahan yang berhubungan dengan konsentrasi HCO3-. Sumber lain dari
bikarbonat dalam air melibatkan reaksi pertukaran ion antara air dan tanah
dalam tambak seperti pada reaksi berikut :

CO2 + H2O = H+ + HCO3-


Lumpur-Ca++ + H+ = Lumpur-H+ + Ca++ +
Lumpur-Ca++ + CO2 + H2O = Lumpur-H+ + Ca++ + HCO3-

Dari persamaan yang tidak seimbang tersebut terlihat bahwa ion hidrogen yang
dihasilkan dari reaksi CO2 dan H2O dapat saling tukar dengan kalsium dalam
lumpur. Selama jumlah kalsium dalam lumpur cukup banyak untuk melakukan
pertukaran dengan ion H+ dalam air, reaksi akan bergeser ke kanan sehingga
akan terjadi akumulasi ion Ca++ dan HCO3- dalam air. Dekomposisi bahan organik
dan atmosfir merupakan sumber CO2 yang kontinyu. Senyawa amonia yang
dihasilkan oleh ikan, udang atau hewan lainnya, bila terbebaskan ke air akan
menghasilkan alkalinitas :

NH3 + H2O = NH4+ + OH-

OH- + CO2 = HCO3-

Larutan bikarbonat pada keadaan kesetimbangan bersifat alkali lemah, sebab


bikarbonat dapat berfungsi sebagai basa atau asam.

Basa : HCO3- + H+ = H2O + CO2


Asam : HCO3- = H+ + CO3=

Larutan bikarbonat bersifat alkalis pada kondisi kesetimbangan karena dianggap


bahwa larutan HCO3- mengandung asam (CO2) dan basa (CO3=) dengan
konsentrasi yang sama. Karbonat merupakan basa karena hasil hidrolisisnya
menghasilkan ion hidroksil (OH-).

CO3= + H2O = HCO3- + OH-

atau CO3= + H+ = HCO3-

6. Alkalinitas

Konsentrasi total basa yang tertitrasi dalam air dianggap ekuivalen dengan
konsentrasi kalsium karbonat, disebut sebagai total alkalinitas. Senyawa-senyawa
bikarbonat, karbonat, amonia, hidroksida, posfat, silikat dan beberapa asam

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 67
organik bisa bereaksi dan menetralkan ion-ion hidrogen, sehingga semua
senyawa-senyawa tersebut yang termasuk basa mempengaruhi alkalinitas air.
Namum demikian, hanya senyawa bikarbonat dan karbonat biasanya yang
digunakan untuk menghitung alkalinitas dalam bidang budidaya perairan.
Alkalinitas bisa dibagi menjadi alkalinitas bikarbonat, alkalinitas karbonat dan
alkalinitas hidroksida. Alkalinitas total pada perairan alam berkisar antara kurang
dari 5 ppm sampai lebih daripada 500 ppm. Perairan yang disekitarnya banyak
mengandung batu kapur akan mempunyai alkalinitas tinggi, sedangkan kondisi
tanah berpasir dan mengandung bahan organik tinggi memberikan alkalinitas
rendah.

Perairan alam yang mengandung alkalinitas total setara kalsium karbonat 40


mg/liter atau lebih dianggap sebagai air sadah atau hard, demikian pula
sebaliknya bila alkalinitasnya rendah disebut air dengan kesadahan rendah atau
soft. Namun air sadah belum tentu mengandung alkalinitas tinggi atau
sebaliknya. Air yang mempunyai tingkat kesadahan tinggi umumnya mempunyai
produktifitas lebih tinggi daripada air yang kesadahannya rendah. Produktifitas
tinggi bukan diakibatkan secara langsung oleh karena tingginya alkalinitas,
tetapi dari posfor dan elemen-elemen esensial lain yang meningkat
konsentrasinya sejalan dengan naiknya alkalinitas.

Tabel 22. Pengaruh penambahan 1 gram/L kapur pertanian terhadap total


alkalinitas dan total kesadahan pada air dengan berbagai salinitas.
Total alkalinitas Total kesadahan
(mg/L ) (mg/L)
Salinitas Kontrol Perlakuan kapur Kontrol Perlakuan kapur
Air tawar 0.1 ppt 27.4 46.1 30.9 50.5
1 ppt 16.0 22.4 164.7 164.0
5 ppt 40.8 40.4 720.0 746.0
10 ppt 60.0 58.0 1,540.0 1,690.0
15 ppt 91.2 85.6 2,120.0 2,100.0
20 ppt 108.8 107.2 3,060.0 3,050.0
30 ppt 139.6 137.2 4,180.0 4,220.0
Sumber : Boyd, 1995.

7.Kesadahan

Seperti kita ketahui bahwa batu kapur merupakan sumber utama alkalinitas
perairan alam. Batu kapur merupakan senyawa karbonat dari kalsium dan
magnesium, oleh karena itu miliekuivalen per liter kalsium ditambah magnesium
hampir selalu sama dengan miliekuivalen per liter bikarbonat ditambah karbonat
dalam perairan alam. Karena senyawa alkali divalen dari tanah bereaksi dengan
sabun membentuk suatu endapan, maka air yang mengandung suatu senyawa
alkali tanah dalam konsentrasi tinggi disebut air sadah. Kalsium dan magnesium
merupakan unsur alkali yang konsentrasinya paling banyak terdapat dalam
perairan alam. Konsentrasinya yang ekuivalen dengan kalsium karbonat
biasanya digunakan untuk menentukan kesadahan total atau total hardness.
Untuk keperluan sanitasi industri, air digolongkan menurut tingkat kesadahannya
sebagai berikut :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 68
Lunak (Soft) : 0 - 75 mg/liter
Sedang (Moderately hard) : 75 - 150 mg/liter
Sadah (Hard) : 150 - 300 mg/liter
Sangat sadah (Very hard) : di atas 300 mg/liter

Penggolongan tingkat kesadahan air tersebut di atas hanya untuk keperluan


industri, yaitu pengolahan air (water treatment) dan sama sekali tidak ada
hubungannya dengan proses-proses biologi. Namun penggolongan tersebut
kadang-kadang juga digunakan oleh oleh mereka yang bergerak dalam bidang
budidaya perairan. Air juga digolongkan menurut jenis kesadahannya, sebagian
dari kesadahan total yang secara kimia ekuivalen dengan alkalinitas total
disebut kesadahan karbonat. Oleh karena itu, bila alkalinitas total lebih rendah
daripada kesadahan total maka kesadahan karbonat sama dengan alkalinitas
total. Bila alkalinitas sama atau lebih besar daripada kesadahan total maka
kesadahan karbonat sama dengan kesadahan total. Kesadahan karbonat
penting karena untuk menentukan skala boiler ketika air dididihkan.

Ca+2 + 2 HCO3- → CaCO3 + H2O


panas

Kesadahan karbonat disebut juga kesadahan sementara, karena akan


mengendap saat pendidihan. Bila kesadahan total air melebihi alkalinitas total,
maka air itu disebut mengandung kesadahan nonkarbonat (kesadahan total -
kesadahan karbonat = kesadahan nonkarbonat). Kesadahan nonkarbonat
disebut kesadahan permanen karena tidak bisa dihilangkan dengan pendidihan
(pemanasan). Bila alkalinitas total sama dengan kesadahan total, maka kalsium
dan magnesium bisa dianggap bergabung seluruhnya dengan bikarbonat dan
karbonat. Pada saat alkalinitas total melebihi kesadahan total, beberapa ion
HCO3- dan CO3= juga bergabung dengan ion K+ dan Na+ di samping dengan ion
Ca+2 dan Mg+2. Demikian pula sebaliknya bila kesadahan total lebih besar
daripada alkalinitas total, beberapa ion Ca+2 dan Mg+2 bergabung dengan ion
SO4=, Cl-, silikat atau nitrat di samping dengan ion HCO3- dan CO3=. Kesadahan
total air laut berkisar 6.600 mg/liter.

8.AMONIA (NH3)

Sumber amonia dalam air tambak berasal dari pupuk yang mengandung
nitrogen, kotoran ikan dan udang serta hasil dekomposisi senyawa nitrogen oleh
aktifitas bakteri. Tumbuhan bisa menyerap amonia, bakteri Nitrosomonas sp.
mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan dilanjutkan menjadi nitrat oleh bakteri
Nitrobacter sp. Amonia juga bisa hilang melalui cara yang lainnya. Jumlah
amonia hasil ekskresi ikan dapat diestimasi dari NPU (net protein utilization, yaitu
berat protein yang terbentuk dalam tubuh ikan dikurangi berat protein dalam
pakan) dan persentase protein dalam pakan dengan perhitungan sebagai
berikut :

Amonia-nitrogen (gr/kg pakan) = (1.0 – NPU)(Protein : 6.25)(1000)

NPU : net protein utilization


Protein : kandungan protein dalam pakan (dlm angka
desimal)
Angka 6.25 : ratio protein – nitrogen rata-rata.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 69

Nilai net protein utilization untuk pakan yang berkualitas baik adalah sekitar 0.4
(Boyd, 1996). Untuk pakan yang mengandung protein 40 persen, maka akan
dihasilkan amonia dengan perhitungan sebagai berikut :

Amonia-nitrogen = (1.0 – 0.4)(0.40 : 6.25)(1000)


= 38.4 gram/kg pakan

Di dalam air, keberadaan amonia tergantung pada pH dan suhu, dan berada
pada reaksi kesetimbangan sebagai berikut :

NH3 + H2O = NH4+ + OH-

Amonia yang tidak terionisasi (NH3) bersifat sangat beracun pada makhluk
perairan. Jumlah amonia yang tidak terionisasi dan amonium (NH4+) disebut total
amonia nitrogen (TAN). Proporsi NH3 dalam TAN meningkat dengan naiknya pH
dan suhu. Pengaruh pH terhadap konsentrasi NH3 jauh lebih besar dibandingkan
dengan suhu.
Colt dan Amstrong (1979) mengatakan bahwa, bila konsentrasi amonia di dalam
air meningkat, maka ekskresi amonia oleh ikan akan menurun sehingga tingkat
amonia dalam darah dan jaringan tubuh meningkat. Hal tersebut menyebabkan
pH darah meningkat dan mengganggu reaksi katalisis enzimatik serta stabilitas
membran sel. Konsentrasi amonia yang tinggi dalam air mempengaruhi sifat
permeabilitas sel-sel tubuh ikan dan menurunkan konsentrasi ion-ion di
dalamnya. Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak
insang dan menurunkan kemampuan darah dalam hal transportasi oksigen.
Perubahan histologis terjadi pada ginjal, limpa, sel-sel tiroid dan darah ikan yang
terkena amonia pada konsentrasi sublethal, juga meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit.
Chin dan Chen (1987) melaporkan bahwa LC 50 selama 24 jam pada postlarva
udang windu adalah 5,71 ppm dan LC 50, 96 jam sebesar 1,26 ppm. Dia
berpendapat bahwa konsentrasi amonia 0,13 ppm adalah tingkat aman untuk
kondisi budidaya. Amonia lebih toksik bila oksigen terlarut rendah. Lloyd dan
Herbert (1960) mengatakan bahwa toksisitas amonia menurun dengan naiknya
konsentrasi karbon dioksida, juga bila konsentrasi karbon tinggi dan pH rendah
akan menurunkan porsi amonia tak terionisasi dari TAN yang bersifat toksik.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 70

Tabel 23. Persentase Un-ionized Ammonia dalam air pada pH dan suhu berbeda.
SUHU o C
pH 16 18 20 22 24 26 28 30 32
7.0 0.30 0.34 0.40 0.46 0.52 0.60 0.70 0.81 0.95
7.2 0.47 0.54 0.63 0.72 0.82 0.95 1.10 1.27 1.50
7.4 0.74 0.86 0.99 1.14 1.30 1.50 1.73 2.00 2.36
7.6 1.17 1.35 1.56 1.79 2.05 2.35 2.72 3.13 3.69
7.8 1.84 2.12 2.45 2.80 3.21 3.68 4.24 4.88 5.72
8.0 2.88 3.32 3.83 4.37 4.99 5.71 6.55 7.52 8.77
8.2 4.49 5.16 5.94 6.76 7.68 8.75 10.00 11.41 13.22
8.4 6.93 7.94 9.09 10.30 11.65 13.20 14.98 16.96 19.46
8.6 10.56 12.03 13.68 15.40 17.28 19.42 21.83 24.45 27.68
8.8 15.76 17.82 20.08 22.38 24.88 27.64 30.68 33.90 37.76
9.0 22.87 25.57 28.47 31.37 34.42 37.71 41.23 44.84 49.02
9.2 31.97 35.25 38.69 42.01 45.41 48.96 52.65 56.30 60.38
9.4 42.68 46.32 50.00 53.45 56.86 60.33 63.79 67.12 70.72
9.6 54.14 57.77 61.31 64.54 67.63 70.67 73.63 76.39 79.29
9.8 65.17 68.43 71.53 74.25 76.81 79.25 81.57 83.68 85.85
10.0 74.78 77.46 79.92 82.05 84.00 85.82 87.52 89.05 90.58
10.2 82.45 84.48 86.32 87.87 89.27 90.56 91.75 92.80 93.84
Sumber : Boyd, 1982.

9.NITRIT (NO2-)

Pada hewan berdarah merah, nitrit akan bereaksi dengan hemoglobin


membentuk methemoglobin, seperti reaksi di bawah ini :

Hb + NO2- = Met-Hb

Dalam reaksi tersebut, besi yang merupakan inti hemoglobin teroksidasi dari
Ferro(Fe++) menjadi Ferri (Fe+3). Akibatnya methemoglobin tidak mampu
mengikat oksigen. Keracunan nitrit menyebabkan turunnya aktifitas hemoglobin
yang disebut methemoglobinemia. Darah hewan golongan crustaceae
mengandung hemocyanin, suatu senyawa yang mempunyai inti tembaga (Cu).
Reaksi nitrit dengan hemocyanin belum banyak diketahui, tetapi nitrit bersifat
racun bagi crustaceae. Air payau mempunyai konsentrasi kalsium dan klorida
tinggi yang cenderung menurunkan toksisitas nitrit. Nilai LC 50 untuk nitrit pada 24
jam dan 96 jam bagi udang windu adalah 204 dan 45 ppm. Konsentrasi nitrit
yang aman bagi pertumbuhan postlarva adalah 4,5 ppm.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 71

Mole fraksi
1.00

NO2-

0.50

HNO2

0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH

Pengaruh pH pada proporsi HNO2 dan NO2-

10.HIDROGEN SULFIDA (H2S)

Hidrogen sulfida menghambat reoksidasi sitokrom a 3. Hal ini akan menghambat


sistem transportasi elektron dan menghentikan respirasi oksidatif. Konsentrasi
laktat dalam darah meningkat dan mendorong terjadinya glikolisis anaerobik.
Adelman dan Smith (1970) mengamati bahwa keracunan hidrogen sulfida
meningkat dengan turunnya konsentrasi oksigen terlarut, mendukung hipotesis
bahwa keracunan sebenarnya disebabkan oleh hypoxia atau kekurangan
oksigen. Hidrogen sulfida bersifat sangat toksik, persentase H2S akan meningkat
bila pHnya turun. Oleh karena itu keracunan H2S biasa terjadi pada daerah
bertanah asam. Hidrogen sulfida juga beracun bagi udang, namun belum ada
data mengenai estimasi konsentrasi yang dapat menimbulkan kematian dan
menghambat pertumbuhan.

H 2S = H+ + HS-
kondisi anaerobik
SO4= + H+ = H 2S
bakteri

11.GAS METHANE (CH4)

Gas methane bisa dihasilkan dari dekomposisi anaerobik dalam lumpur


tambak yang mempunyai konsentrasi bahan organik tinggi. Gas methane
disebut juga gas rawa, tidak berbau dan mudah terbakar. Konsentrasi gas
methane sampai dengan 65 ppm tidak berbahaya bagi ikan.
anaerobik
CO3= + H+ = CH4
bakteri

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 72

12.LOGAM BERAT

Sifat racun logam berat terhadap spesies hewan air tawar dan air laut yang
sebagian besar adalah golongan ikan, diperoleh dari beberapa publikasi hasil
penelitian. Menurut Chen dkk. (1975), konsentrasi logam berat dianggap aman
bagi kehidupan perairan (Standar pemerintah Jepang) adalah besi (Fe) 0,3
ppm, mangan (Mn) 0,1 ppm, seng (Zn) 0,1 ppm, nikel (Ni) 0,1 ppm, kadmium (Cd)
0,01 ppm, chromium (Cr) 0,1 ppm, timah (Pb) 0,1 ppm.

13. BESI (Fe) dan MANGAN (Mn)

Kelarutan senyawa besi dan mangan rendah dalam kondisi aerobik. Konsentrasi
besi dalam perairan alam berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/liter dan berada dalam
bentuk senyawa feri hidroksida ( Fe(OH)3 ) atau koloid senyawa kompleks Fe-
organik. Sedangkan unsur mangan (Mn) di alam biasanya lebih rendah daripada
senyawa besi. Ada dua jenis bakteri khemo outotrof yang dapat mengoksidasi
besi Ferro (Fe+2) untuk mendapatkan energi yang digunakan untuk mereduksi
CO2 menjadi karbon organik, yaitu Thiobacillus ferrooxidans dan Ferrobacillus
ferrooxidans dengan reaksi sebagai berikut :

4 FeCO3 + O2 + 6 H2O --------- 4 Fe(OH)3 + 4 CO2

Energi yang dihasilkan tidak digunakan secara efisien, deposisi senyawa Fe(CO)3
melebihi berat sel yang terbentuk sampai dengan 500 kalinya. Banyak bakteri
yang mampu mengkonversi ion Fe+3 menjadi ion Fe+2 . Ion Ferri berfungsi sebagai
akseptor elektron bila tidak ada oksigen. Transformasi besi bisa berlangsung
tanpa aktifitas mikroorganisme secara langsung, namun demikian degradasi
bahan organik secara mikrobiologis memerlukan oksigen dan manghasilkan ion
H+ dan elektron, yang mempunyai kemampuan mengkonversi Fe+3 menjadi Fe+2
dan mereduksi senyawa-senyawa lainnya.
Unsur mangan yang terlarut dalam air berbentuk ion Mn+2 , sedangkan
bentuk teroksidasinya Mn+4 tidak larut dalam air dan berada dalam bentuk
mangan oksida MnO2. Pada suasana lingkungan yang sangat asam (pH 5,5) dan
sangat basa (pH 8,0), reaksi mangan mengikuti fenomena kimia sebagai berikut :
asam
MnO2 + 4 H+ + 2 e- = Mn+2 + 2 H2O
basa

Transfornasi mangan pada kisaran pH antara 5,5 dan 8,0 dibantu oleh aktifitas
mikrobia. Ketika lingkungan dalam keadaan anaerobik, MnO2 berfungsi sebagai
akseptor elektron dan hidrogen untuk respirasi enzim (RH2).

RH2 + MnO2 → Mn(OH)2 + R

Mangan hidroksida ( Mn(OH)2 ) larut dalam air, sehingga ion mangan akan
terakumulasi dalam lingkungan anaerobik pada suasana pH mendekati netral.
Tentunya bila lingkungan menjadi aerobik, maka ion Mn akan teroksidasi melalui
proses kimia dan mikrobiologis menjadi MnO2.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 73
14. SILIKON (Si)

Konsentrasi silikon dalam perairan alam berkisar antara 1 sampai dengan 80


mg/liter. Pada kondisi pH perairan tersebut, silikon biasanya berada dalam
bentuk asam silikat yang tidak terdisosiasi, seperti terlihat di bawah ini :

H2SiO3 = H+ + HSiO3-

HSiO3- = H+ + SiO3=

Silikon dibutuhkan untuk pertumbuhan diatom. Ada bukti bahwa konsentrasi


silikon dalam perairan bisa mengendalikan kelimpahan diatom.

15.TEMBAGA (Cu)

Unsur tembaga sedikit larut dalam kondisi pH perairan alam. Stumm dan Morgan
(1970), menyatakan bahwa malachite (Cu2(OH)2CO3) merupakan bentuk
senyawa tembaga yang berada dalam fase solid dan stabil pada kondisi pH di
bawah 7. Sementara tenorite (CuO) berada pada fase solid dan stabil pada pH
yang lebih tinggi. Kelarutan dua senyawa tersebut adalah sebagai berikut :

CuO + 2 H+ = Cu+2 + H2O K = 107,65

Cu2(OH)2CO3 + 4 H+ = 2 Cu+2 + 3 H2O + CO2 K = 1014,16

Pada pH 8, konsentrasi ion Cu+2 dalam keadaan setimbang dengan senyawa


CuO. Konsentrasi total tembaga anorganik terlarut dalam suatu sistem pada
keadaan setimbang

dengan senyawa tenorite adalah lebih besar daripada konsentrasi ion Cu+2 ,
sebab ion tembaga ini membentuk kompleks anorganik dengan karbonat dan
hidroksida sebagai berikut :

Cu+2 + OH- = CuOH+ K = 106,0

2 Cu+2 + 2 OH- = Cu2(OH)2+2 K = 1017,0

Cu+2 + 3 OH- = Cu(OH)3- K = 1015,2

Cu+2 + 4 OH- = Cu(OH)4= K = 1016,1

Cu+2 + CO3= = CuCO3 K = 106,77

Cu+2 + 2 CO3= = Cu(CO3)2= K = 1010,01

Karena ion Cu+2 dalam keadaan setimbang dengan senyawa kompleks terlarut
seperti halnya dengan tenorite, maka tembaga anorganik total bisa dinyatakan
sebagai berikut :

[Cu total] = [Cu+2] + [CuOH+] + [Cu2(OH)2+2] + [Cu(OH)3-] + [Cu(OH)4=] + [CuCO3] +


[Cu(CO3)2=]

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 74
Kelarutan tenorite dan malachite dikendalikan oleh pH, bila kondisi pH konstan
dan konsentrasi bikarbonat (alkalinitas) berbeda, maka rasio [Cu+2] : [CuCO3]
menurun dengan naiknya alkalinitas. Pada konsentrasi bikarbonat konstan dan
kondisi pH bervariasi, maka baik ion Cu+2 maupun rasio [Cu+2] : [CuCO3] akan
turun dengan meningkatnya pH. Tembaga juga bisa membentuk senyawa
kompleks dengan asam amino, polipeptida dan humus. Unsur tembaga sering
digunakan dalam bentuk CuSO4 dan berdisosiasi melepaskan ion Cu+2. Bila
penambahan CuSO4 mengakibatkan naiknya konsentrasi ion Cu+2 di atas
konsentrasi kesetimbangan dengan tenorite dan malachite, maka akan
terbentuk endapan tenorite atau malachite. Selanjutnya, bila ion Cu+2 diambil
dari air melalui proses-proses biologis atau diserap oleh lumpur, maka senyawa
Cu-kompleks akan berdisosiasi membebaskan ion Cu+2. Senyawa tembaga-
kompleks merupakan sumber cadangan ion tembaga.

Air tambak CuCO3

Ion Senyawa kompleks


Cu+2 Cu – bahan organik
Fitoplankton

Cu terikat dengan Senyawa Cu Tenorite


bahan organik
Sedimen

Siklus Tembaga (Cu) pada ekosistem tambak.

Senyawa tembaga seperti Kupri Sulfat (Cu SO4) sering digunakan sebagai
algicida untuk mengendalikan pertumbuhan Blue-Green Algae. Penggunaan
CuSO4 sebagai algicida harus dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati,
mengingat sifat toksiknya terhadap udang. Menurut Hirono et al. (1991),
konsentrasi kupri sulfat 0,4 – 0,6 ppm bisa mengurangi kepadatan Blue-Green
Algae (BGA), dan tidak menimbulkan efek negatif pada udang vannamei
dengan berat 4 – 8 gram. Tetapi stres dan kematian meningkat pada dosis di
atas 0,6 ppm. Kupri Sulfat (Copper sulfate) sangat mudah larut dalam air
membentuk ion Cu++ dan ion SO4=. Ion kupri memiliki beberapa sifat, yang
mungkin muncul dalam situasi dan kondisi tertentu. Konsentrasi ion kupri dalam
kondisi kesetimbangan dengan tenorite, pada pH yang berbeda bisa dilihat
dalam tabel di bawah ini :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 75
Tabel 24 : Konsentrasi ion Cu++ pada kondisi kesetimbangan dengan tenorite
pada pH berbeda.

pH Konsentrasi ion Cu++ (mg/L)


5 28
6 2.8
7 0.028
8 0.00028
9 0.0000028
Sumber : Boyd, 2005.

Kelarutan ion Cu+2 paling tinggi pada kondisi pH rendah dan kelarutannya
semakin menurun seiring dengan meningkatnya pH seperti terlihat pada tabel di
atas. Tumbuhan air, termasuk fitoplankton menyerap Cu (tembaga), ketika
tumbuhan tersebut mati, Cu mengendap di dasar tambak bersama bahan
organik. Ion Cu +2 mengendap ke dasar tambak dalam bentuk senyawa CuO
dan dapat diserap oleh koloid tanah dan bahan organik pada tanah dasar
tambak melalui proses pertukaran kation. Tembaga (Cu) dalam bentuk ion Cu+2
sangat beracun bagi tumbuhan, tetapi hanya sedikit beracun bagi hewan air.

3.Feed management

3.1.Pakan Udang

a.Pakan alami

Pada saat telur udang menetas menjadi Nauplius, kebutuhan nutrisi diperoleh
dari cadangan makanan pada kuning telurnya. Memasuki fase Zoea, udang
bersifat herbivora atau pemakan tumbuh-tumbuhan dan lebih menyukai
fitoplankton seperti Chaetoceros, Skeletonema, Chlorella, Navicula dan
Coscinodiscus. Sejalan dengan perkembangan anggota badannya seperti
uropoda (ekor kipas), kaki jalan (pereopoda) dan ruas-ruas kaki renang
(pleopoda) akan meningkatkan kemampuannya untuk mengejar mangsa-
mangsa bergerak. Hal ini mulai terjadi pada fase Mysis, yaitu sekitar 5 - 7 hari
setelah menetas. Di hatchery biasanya diberikan pakan alami berupa artemia.
Di tambak pembesaran yang menggunakan sistem heterotrop atau bioflocs,
vannamei juga mengkonsumsi bioflocs dan detritus. Oleh karena itu, udang
vannamei disebut bersifat omnivora yang memakan segala jenis makanan.

Selanjutnya memasuki fase post larva, udang juga makan makanan yang
tersedia di dasar perairan seperti moluska, polychaeta dan detritus. Bahkan
udang mencoba makan benda-benda yang dijumpai di dasar perairan.
Ketersediaan pakan alami dalam air tambak sangat membantu dalam memacu
pertumbuhan benur. Pertumbuhan benur jauh lebih baik dan relatif lebih
seragam bila dibandingkan dengan tambak-tambak yang airnya bening atau
densitas planktonnya sangat rendah. Ketersediaan pakan alami atau densitas
plankton dapat diketahui secara visual dengan melihat warna air tambak dan
mengukur kecerahan air menggunakan secci disk. Densitas plankton yang baik
adalah sekitar 104 - 106 sel per mililiter atau kecerahannya sekitar 30 - 40 cm.
Untuk udang vannamei akan lebih baik bila dipelihara pada air tambak dengan
kecerahan di bawah 30 cm, karena perkembangan chromatophore lebih pesat
pada suasana gelap.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 76
b. Pakan buatan

Pakan buatan adalah pakan yang diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan


nutrisi udang yang digunakan untuk pertumbuhan, perawatan, percernaan,
gerak, molting, regenerasi dan sebagainya. Karena pada budidaya udang semi
intensif dan intensif tidak cukup hanya mengandalkan pakan alami saja untuk
mengejar pertumbuhan yang optimal, terutama pada udang berusia di atas
satu bulan. Bila populasi padat dan pakan yang tersedia tidak mencukupi atau
bahkan tidak diberi tambahan pakan buatan, maka pertumbuhan akan
terhambat. Bahkan pada udang windu akan memicu kanibalisme, udang yang
sehat akan menyerang udang yang lemah, khususnya selama molting.

-Jenis pakan
Jenis, bentuk dan ukuran pakan tergantung pada berat udang itu sendiri, makin
besar ukuran udang, makin besar pula ukuran pakannya. Masing-masing pabrik
pakan mengeluarkan bentuk dan ukuran sendiri, tetapi secara umum jenis,
bentuk dan ukuran pakan adalah sebagai berikut :

Tabel 25. Nomor, jenis, bentuk dan ukuran pakan buatan.

Nomor Jenis Bentuk Ukuran


1 PL Feed Fine Crumble 0,4 - 0,7 mm
2 Starter Coarse Crumble 0,7 - 1,2 mm
3 Grower Coarse Crumble D : 1,8 mm L : 2 - 3 mm
4S Finisher Pellet D : 2,2 mm L : 8,0 mm
4 Finisher Pellet D : 2,4 mm L : 8,0 mm

- Kriteria pakan buatan


Zendejas - Hernandes dalam Jory (1995) memberikan kriteria kualitas pakan
udang untuk tambak intensif bahwa pakan tersebut harus memiliki kandungan
nutrisi lengkap, produksi baru, bebas dari mikotoksin dan pestisida, lemaknya
tidak berbau tengik, stabilitasnya dalam air sesuai dengan program pakan atau
frekwensi pemberian pakan yang digunakan, memiliki daya tarik dan kelezatan,
ukuran pakan sesuai dengan ukuran dan perkembangan udang. Sedangkan
Clifford (1992) menyarankan untuk menggunakan bahan-bahan yang memiliki
potensi pencemaran relatif rendah serta memiliki kriteria sebagai berikut :
memiliki stabilitas dalam air yang baik untuk menghindari hilangnya nutrisi selama
berada dalam air, menggunakan atraktan dan bahan alami untuk memperbaiki
palatabilitas dan merangsang udang agar cepat mengkonsumsi pakan.
Penambahan enzim dan bahan pakan yang sangat mudah dicerna untuk
meningkatkan asimilasi nutrisi dan mengurangi nutrisi yang terbuang. Oleh
karena itu dalam menggunakan pakan udang, perlu diamati hal-hal seperti di
bawah ini.

- Sebelum pemberian pakan


Bau dan kenampakan pakan harus baik, dalam arti bahwa pakan tersebut
berbau amis khas seperti tepung ikan, tepung kepala udang, minyak ikan atau
minyak cumi. Tidak berbau apek atau tengik. Kenampakan warna dan ukuraan
pellet seragam, tidak berjamur, butiran pakan relatif kompak sehingga tidak
mudah hancur dan berdebu.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 77
- Pada saat budidaya
Kualitas pakan juga bisa diamati pada saat berlangsungnya budidaya dalam
hal angka kehidupan ( % survival rate), pertumbuhan udang, stabilitas pakan
dalam air, daya tarik bagi udang (attractability) dan kelezatan (palatability).
Stabilitas pakan dalam air sangat penting, bila stabilitasnya rendah maka pakan
udang tersebut akan mudah hancur dan nutrisi yang terkandung dalam pakan
tersebut akan larut dalam air. Cuzon et al (1982) mengatakan bahwa kehilangan
nutrisi pakan udang terjadi setelah pakan tersebut terendam dalam air laut
selama satu jam. Pada tabel di bawah ini terlihat persentase kehilangan nutrisi
pakan udang yang mengandung 15 persen wheat gluten sebagai binder untuk
menjaga bentuk pellet selama kurang lebih 48 jam perendaman dalam air.
Pada saat udang diberi pakan, daya penarik (attractant, biasanya asam amino)
terlepas ke dalam air, kemudian terdeteksi oleh chemoreceptor yang tersebar di
permukaan tubuh udang sehingga udang bisa menemukan pakan pellet yang
diberikan. Oleh karena itu ada istilah udang makan karena baunya bukan
kenampakan. Untuk menentukan daya tarik pakan udang, berilah pakan pada
udang dalam akuarium dan amati selama 2 sampai 30 menit setelah pemberian
pakan. Bila udang yang teramati hanya menimang-nimang, mempermainkan
atau memegang pakan dan kemudian menjatuhkan tanpa memakannya,
berarti daya tarik pakan tersebut cukup tetapi kurang lezat. Pakan seperti itu
sebaiknya tidak digunakan.

Tabel 26. Persentase kehilangan nutrisi setelah pakan terendam dalam air
selama satu jam.
Nutrisi Kandungan Setelah 1 jam Persentase
awal kehilangan
Bahan kering (%) 100 81 19
Protein kasar (%) 52 41 21
Karbohidrat (%) 16 8 50
Vitamin C (mg/Kg) 3.089 332 89
Thiamine (mg/Kg) 29,5 0,7 98
Riboflavin (mg/Kg) 55 7,5 86
Pyridoxine (mg/Kg) 14 1 93
Panthotenate (mg/Kg) 100 5,9 94
Niacin (mg/Kg) 120 17 86
Inositol (mg/Kg) 4.000 1.928 52
Choline (mg/Kg) 3.368 1.835 45
Sumber : Jory, 1995.

- Setelah panen
Pakan udang yang baik akan memberikan produktivitas tinggi, kualitas udang
baik dan rasio konversi pakan atau FCR (Feed Conversion Ratio) yang relatif
rendah.

- Digestibilitas dan energi

Dalam sistem pencernaan udang melibatkan beberapa proses yaitu


pemecahan secara mekanis, pelarutan dan penyerapan nutrien. Profil nutrisi dari
suatu formula mungkin tampak baik, tetapi jika nutrisi tersebut tidak dapat
dicerna, diserap dan digunakan, maka sedikit sekali manfaatnya bagi hewan.
Informasi digestibilitas sangat penting untuk mengevaluasi mutu dari suatu

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 78
formula pakan. Bahan pakan yang mengandung protein tinggi seperti kasein,
gelatin, protein kacang kedelai dan wheat gluten lebih mudah dicerna
daripada bahan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti tepung jagung.
Oleh karena itu protein lebih efisien dicerna oleh udang daripada karbohidrat (
Akiyama et al., 1992).
Udang memerlukan energi untuk pertumbuhan, aktivitas otot dan reproduksi.
Proses biologi memanfaatkan energi didefinisikan sebagai metabolisme,
sedangkan tingkat di mana energi digunakan disebut tingkat metabolisme
(metabolic rate). Tingkat metabolisme pada udang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti temperatur air, jenis, umur atau ukuran tubuh, aktivitas, kondisi fisik
dan berfungsi tubuh. Parameter lain, seperti konsentrasi O2 atau CO2, pH dan
salinitas, juga mempengaruhi metabolic rate. Kebutuhan energi dari pakan lebih
rendah dibandingkan dengan hewan terestrial. Rendahnya kebutuhan ini
berkaitan dengan beberapa faktor, yaitu :
1. Udang tidak mempunyai kemampuan untuk menjaga temperatur
tubuhnya secara konstan.
2. Udang memerlukan energi relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
hewan terestrial untuk menjaga posisi dan pergerakannya di dalam air.
3. Sebagian besar eksresi yang dikeluarkan berupa amonia (NH3), hanya
sedikit energi yang hilang dalam proses katabolisme protein.

PAKAN UDANG
100 %

BIOMASS UDANG
17 %
DIMAKAN
85 %

SISA PAKAN METABOLIT


15 % ENERGI
MOLTING FECES
48 % 20 %
Penggunaan Pakan oleh Udang pada Budidaya Intensif
(Sumber : Primavera, 1994 dalam Jory, 1995)

- Penyimpanan pakan

Markey mengemukakan 4 masalah utama yang dihadapi pada saat


penanganan dan penyimpanan pakan udang, yaitu kehilangan nutrisi,
pertumbuhan mikro organisme, gangguan serangga dan hewan pengerat serta
proses ketengikan. Kehilangan nutrisi terjadi ketika beberapa vitamin esensial
mulai terdegradasi sejalan dengan masa penyimpanan pakan tersebut,
khususnya pada kondisi suhu dan kelembaban ruangan yang tinggi. Beberapa
spesies bakteri dan jamur penghasil mikotoksin tumbuh bila suhu dan kadar air
meningkat. Proses ketengikan adalah hal biasa pada pakan dengan kandungan
lemak tinggi dan terjadi ketika lemak dalam pakan terurai yang menyebabkan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 79
pakan berbau apek, tengik, kekurangan vitamin E, menurunkan pertumbuhan
udang dan tentunya pakan tersebut tidak mau dimakan oleh udang.
Menggunakan anti oksidan dan vitamin dosis tinggi dan juga bahan anti jamur
adalah suatu cara untuk mengurangi dan mengendalikan pengaruh negatif
yang disebabkan oleh penanganan dan penyimpanan pakan yang kurang
baik. Biasanya digunakan anti oksidan BHT, BHA dan Ethoxyquin, anti jamur asam
propionat dan asam sorbat serta garam-garamnya. Namun demikian,
perlakuan-perlakuan tersebut tidak selalu efektif karena beberapa vitamin
dalam pakan buatan dapat hilang dalam waktu yang sangat singkat (beberapa
menit) karena terkena sinar matahari secara langsung. Hal ini biasa terjadi
selama pengangkutan dari pabrik ke tambak-tambak konsumen. Pakan kualitas
terbaik sekalipun menjadi tidak berguna bila penanganan dan
penyimpanannya tidak baik.
De la Cruz et al. (1989) melakukan penelitian pengaruh suhu penyimpanan
pakan udang tanpa anti oksidan sintetis dan tipe vitamin C yang tidak stabil,
dengan membandingkan respon pertumbuhan usia 10 minggu pada udang
yang diberi pakan yang disimpan pada 3 tingkatan suhu. Hanya dalam waktu 4
minggu udang yang diberi pakan yang disimpan pada suhu 0 - 10oC mencapai
berat dua kali lebih besar dibandingkan udang yang diberi pakan dari pakan
yang disimpan pada suhu 40oC. Penurunan efisiensi konversi pakan, SR dan
nekrosis yang terjadi pada sel-sel hepatopankreas berhubungan dengan pakan
yang disimpan pada suhu tinggi. Meskipun para peneliti menyarankan untuk
menyimpan pakan tidak pada suhu kamar 28 - 31oC, dari sudut pandang
komersial adalah tidak praktis, tetapi yang ditekankan di sini adalah pentingnya
penanganan dan kondisi penyimpanan pakan yang memadai.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan pakan adalah :


1. Pakan harus di simpan pada tempat yang kering, sejuk dan berventilasi baik.
Kerusakan akan cepat terjadi bila pakan basah.
2. Pakan harus diletakkan di atas palet kayu dan tidak lebih dari 5 susun.
3. Pakan tidak boleh diletakkan langsung di atas lantai semen atau
bersentuhan langsung dengan dinding semen.
4. Tidak menyimpan pakan pada ruangan yang terkena sinar matahari secara
langsung.
5. Tidak menyimpan pakan lebih dari 3 bulan sejak tanggal produksi.
6. Pakan rusak atau pakan lama tidak boleh digunakan lagi, karena kerugian
yang ditimbulkan bila diberikan kepada udang akan lebih besar bila
dibandingkan dengan memusnahkan pakan itu sendiri.
Tabel 27. Kriteria pakan udang.
NORMAL RUSAK
1. FISIK 1. FISIK
- Tidak Jamuran - Jamuran
- Tidak Basah - Basah
- Tidak Menggumpal - Menggumpal
- Tidak hancur - Hancur
- Bau Khas Pellet - Bau Apek
- Kemasan Utuh - Kemasan Sobek/bocor
2. Water Stability 2 sampai 3 Jam 2. Water Stability < 2 atau > 3 jam
3. Attractant 3. Attractant
- Menyengat (bau yang disukai udang) - Tidak Menyengat
Sumber : Akiyama et al.,1991

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 80
3.2. CARA PEMBERIAN PAKAN

a.Udang kecil (DOC di bawah 30 hari atau MBW di bawah 2.00 gram)

Pakan yang digunakan adalah remukan halus (fine crumble) atau PL Feed.
Sebelum menebar pakan, sebaiknya dibasahi dahulu dengan air sekitar 100 ml
per kilogram pakan agar pakan cepat tenggelam. Penebaran pakan dilakukan
di bagian tepi areal pemberian pakan (feeding area) dengan jarak 2 – 3 meter
dari kemiringan tambak seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Pada usia ini
(MBW di bawah 2,00 gram), udang masih mengkonsumsi pakan alami di samping
pakan buatan.

2–3m

2–3m 2–3m

2–3m

Daerah penebaran pakan untuk udang berusia di bawah 30 hari.

b. Udang besar (DOC di atas 30 hari atau MBW di atas 2,00 gram).

Pakan yang digunakan adalah remukan kasar (coarse crumble) sampai


pellet, tergantung berat udangnya. Untuk pakan yang berbentuk remukan kasar
tidak perlu dibasahi dengan air sebelum ditebar, karena mudah tenggelam.
Penebaran pakan dilakukan di atas feeding area dengan bentuk lemparan
setengah lingkaran seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 81

6-7m

6-7m

Daerah penebaran pakan untuk udang berusia di atas 30 hari.

c. Udang bervariasi.

Udang dalam tambak bisa dikategorikan bervariasi bila komposisi udang


berdasarkan berat atau panjang badan di luar distribusi normal. Pada distribusi
normal, komposisi populasi adalah sebagai berikut :

populasi udang besar (Big) : 2,5 persen


populasi udang medium (berat rata-rata) : 95 persen
populasi udang kecil (small) : 2,5 persen

Pada populasi udang yang bervariasi, komposisi udang besar, medium dan kecil
hampir sama persentasenya. Hal ini sangat menyulitkan dalam mengambil
keputusan untuk oplos pakan, yaitu berapa lama waktu yang diperlukan untuk
oplos pakan dan pakan nomor berapa yang harus diberikan serta persentase
masing-masing nomor pakan dalam pengoplosan. Kesulitan yang sering timbul
adalah pada saat sampling berat badan. Bila keliru dalam melakukan sampling,
misalnya sebelum atau setelah satu jam pemberian pakan, maka MBW yang
didapat akan sangat jauh berbeda. Itulah sebabnya hasil sampling bisa naik
tinggi sekali (ADG di atas 0,30 gram) atau bahkan MBWnya turun (ADG negatif).
Tidak konsistennya hasil sampling ini akan menyulitkan pengambilan keputusan
untuk pindah nomor pakan dan penyesuaian jam cek anco serta menentukan
jumlah pakan dalam anco.

d. Pemberian pakan bila cuaca hujan

Bila cuaca hujan pada saat jam pemberian pakan, maka sebaiknya pakan
pada jam tersebut tidak diberikan. Bila beberapa saat kemudian hujan berhenti
dan udang berenang ke pinggir dekat permukaan air dengan kaki jalan
meraba-raba seperti mencari sesuatu, maka pakan bisa diberikan pada saat itu
secara penuh atau setengahnya, tergantung kondisi udang dan cuaca saat itu.
Pada saat pemberian pakan, pertimbangkan untuk menghidupkan kincir yang
posisinya di luar areal feeding agar oksigen terlarut dalam air tidak rendah.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 82

e. Pemberian pakan pada saat perlakuan bahan kimia.

Bila ada perlakuan bahan kimia yang mengharuskan kincir untuk terus hidup,
maka sebaiknya pada jam pakan setelah perlakuan bahan kimia tersebut tidak
diberikan pakan sebanyak satu kali. Setelah itu diberikan pakan seperti biasa.
Tetapi untuk perlakuan bahan kimia yang mempunyai sifat reduktor kuat seperti
formalin yang menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut 10
sampai 20 jam setelah perlakuan, maka pada saat kondisi oksigen terlarutnya
rendah ( di bawah 4 ppm), tidak perlu diberi pakan dan kincir sebaiknya
dioperasikan semua.

f. Pemberian pakan pada saat molting

Selama periode molting, udang makan lebih sedikit dibandingkan kondisi normal.
Pemahaman terhadap siklus molting udang pada berbagai usia atau berat
badan bertujuan untuk mengurangi kehilangan pakan dan menghindari
pemberian pakan yang berlebihan (over feeding).

Pada saat molting, nafsu makan udang menurun sekitar 2 hari, kemudian
meningkat lagi dan perlu waktu sekitar 2 hari untuk kembali ke komsumsi pakan
normal. Selanjutnya pakan akan naik terus sampai periode molting berikutnya.
Pada udang dengan berat 23 gram atau lebih, periode molting biasanya terjadi
pada saat pasang terendah atau awal dari pasang tinggi. Dengan mengetahui
periode molting, maka kita bisa memperkirakan waktu molting dan melakukan
pengurangan pakan pada saat molting. Pengurangan jumlah pakan bisa
mencapai 50 persen dari pakan per jam pakan, bila ternyata terjadi molting
massal.

3.3. MENENTUKAN JUMLAH PAKAN PADA AWAL TEBAR

Jumlah pakan per hari yang diberikan pada hari pertama setelah tebar bisa
dihitung berdasarkan jumlah tebar dikalikan dengan ABW, SR dan feeding rate.
Pemberian pakan sampai dengan umur 30 hari setelah tebar disebut blind
feeding karena jumlah pakan yang diberikan hanya berdasarkan hasil
perhitungan dari rumus tersebut di atas dan disajikan dalam tabel. Selama blind
feeding, jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan program seperti
yang tercantum dalam tabel 8 di bawah ini.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 83

Tabel 28 : Program blind feeding sampai dengan DOC 30 hari.

KODE
Umur ABW(g) SR (%) Populasi FR (%) F/day (kg) Fcum.(kg) FCR
PAKAI
1 0.01 99.00 185,625 101.00 2 2 1.01 1
2 0.11 98.80 185,256 13.03 3 4 0.22 1
3 0.21 98.61 184,887 8.78 3 8 0.21 1
4 0.31 98.41 184,518 7.27 4 12 0.21 1
5 0.40 98.21 184,150 6.50 5 17 0.23 1
6 0.50 98.02 183,781 6.03 6 22 0.24 1-2
7 0.60 97.82 183,412 5.72 6 29 0.26 1-2
8 0.70 97.62 183,043 5.49 7 36 0.28 1-2
9 0.80 97.43 182,674 5.32 8 43 0.30 1-2
10 0.90 97.23 182,305 5.19 8 52 0.32 1-2
11 0.99 97.03 181,936 5.09 9 61 0.34 2
12 1.09 96.84 181,568 5.00 10 71 0.36 2
13 1.19 96.64 181,199 4.93 11 82 0.38 2
14 1.29 96.44 180,830 4.87 11 93 0.40 2
15 1.39 96.25 180,461 4.82 12 105 0.42 2
16 1.49 96.05 180,092 4.78 13 118 0.44 2
17 1.58 95.85 179,723 4.74 13 131 0.46 2
18 1.68 95.66 179,355 4.71 14 146 0.48 2-3
19 1.78 95.46 178,986 4.68 15 160 0.50 2-3
20 1.88 95.26 178,617 4.65 16 176 0.52 2-3
21 1.98 95.07 178,248 4.63 16 192 0.55 2-3
22 2.08 94.87 177,879 4.61 17 209 0.57 2-3
23 2.17 94.67 177,510 4.59 18 227 0.59 2-3
24 2.27 94.48 177,141 4.58 18 245 0.61 2-3
25 2.37 94.28 176,773 4.56 19 265 0.63 3
26 2.47 94.08 176,404 4.55 20 284 0.65 3
27 2.57 93.89 176,035 4.53 20 305 0.67 3
28 2.67 93.69 175,666 4.52 21 326 0.70 3
29 2.76 93.49 175,297 4.51 22 348 0.72 3
30 2.96 93.30 174,928 4.49 23 371 0.72 3

Blind feeding bertujuan untuk mempertahankan SR di bulan pertama, mencegah


variasi ukuran (blantik), untuk perkembangan ses-sel somatis dan membantu
penumbuhan pakan alami. Untuk menghitung jumlah pakan per hari digunakan
rumus di bawah ini :

Pakan per hari = Jumlah tebar x ABW x %SR x %FR

ABW : berat badan rata-rata benur


% SR : estimasi angka kehidupan saat tebar
% FR : estimasi persentase feeding rate.

Persentase feeding rate yang digunakan berkisar antara 30 sampai 200 persen,
tergantung pada tujuan masing-masing budidayawan udang dan kondisi
ketersediaan pakan alami pada air tambak yang akan ditebar benur.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 84

Grafik Target Pertumbuhan Vs. Pakan/hari Usia < 30 hari


ABW P/H
3.50

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
D OC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

ABW (Gr) 0.01 0.11 0.21 0.31 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0.99 1.09 1.19 1.29 1.39 1.49 1.58 1.68 1.78 1.88 1.98 2.08 2.17 2.27 2.37 2.47 2.57 2.67 2.76 2.96
F/D (Kg) 2 3 3 4 5 6 6 7 8 8 9 10 11 11 12 13 13 14 15 16 16 17 18 18 19 20 20 21 22 23

3.4. MENENTUKAN JUMLAH PAKAN DALAM ANCO

Jumlah pakan dalam anco dihitung menggunakan rumus di bawah ini :

Jumlah pakan dalam anco = (M x % Anco) : Jumlah anco

M : jumlah pakan per jam pakan


% Anco : persentase pakan dalam anco
Jumlah anco : banyaknya anco yang dipasang dalam satu
tambak.

3.5. KEBUTUHAN NUTRISI UDANG

a.Protein dan asam amino

Protein merupakan suatu senyawa organik yang besar dan kompleks yang
berperan penting dalam struktur fungsi makluk hidup. Protein menyusun 65 – 70
persen berat kering dari tubuh udang yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan. Tidak seperti golongan tumbuhan pada umumnya, udang dan
hewan-hewan lainnya tidak bisa mensintesis protein dari senyawa organik
sederhana dan harus mengandalkan pada sumber protein dari bahan
makanan. Bila dalam bahan makanan terjadi kekurangan lemak dan
karbohidrat, maka protein digunakan sebagai sumber energi dan sisanya untuk
pertumbuhan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 85
Molekul protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida. Udang lebih mudah memanfaatkannya dalam bentuk asam amino
daripada molekul protein. Ada sepuluh asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh hewan, asam amino ini disebut asam amino essensial. Kesepuluh asam
amino tersebut adalah arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin,
treonin, triptofan dan valin. Bila salah satu asam amino tidak ada atau kurang
dalam bahan pakan, maka pembentukan protein berkurang atau terhenti
sama sekali sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan hewan yang
dibudidayakan. Oleh karena itu pola dan jumlah asam amino essensial harus
sama dengan yang terdapat dalam tubuh udang agar dapat memberikan
pertumbuhan yang baik.
Asam amino lainnya dapat dibentuk atau disintesis dalam tubuh dan disebut
asam amino non essensial seperti asam aspartat, serin, asam glutamat, prolin,
glisin, alanin, sistin dan tirosin. Kuantitas protein dalam pakan sama penting
dengan kualitasnya. Penelitian yang dilakukan pada pakan udang menunjukkan
bahwa kandungan protein yang dibutuhkan dalam pakan udang untuk tambak
budidaya adalah sekitar 35 - 45 persen, sedangkan penelitian lain menyebutkan
bahwa udang windu pada awal budidaya memerlukan pakan yang
mengandung protein sekitar 45 - 75 persen.

Tabel 29. Kandungan asam amino dalam pakan udang yang direkomendasi ASA
(American Soybean Association).
Asam amino % dalam Persentase protein pakan
protein 36 CP 38 CP 40 CP 45 CP
Arginin 5,8 2,09 2,20 2,32 2,61
Histidin 2,1 0,76 0,80 0,84 0,95
Isoleusin 3,5 1,26 1,33 1,40 1,50
Leusin 5,4 1,94 2,05 2,16 2,43
Lisin 5,3 1,91 2,01 2,12 2,39
Metionin 2,4 0,86 0,91 0,96 1,08
Metionin-Sistin 3,6 1,30 1,37 1,44 1,62
Fenilalanin 4,0 1,44 1,52 1,60 1,80
Fenilalanin-Tirosin 7,1 2,57 2,70 2,84 3,20
Treonin 3,6 1,30 1,37 1,44 1,62
Triptofan 0,8 0,29 0,30 0,32 0,36
Valin 4,0 1,44 1,52 1,60 1,80
Sumber : Lin, 1996.

Tabel 30. Kandungan protein yang direkomendasikan dalam pakan untuk ukuran
udang yang berbeda dalam budidaya intensif.

Berat udang ( gram ) Kandungan protein dalam pakan

0.002 – 0.25 50%


0.25 – 1.0 45%
1.0 – 3.0 40%
> 3.0 35%

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 86
b. Lemak dan asam lemak

Lemak diperlukan oleh udang tidak hanya sebagai sumber energi saja, oleh
karena dalam lemak juga terdapat asam lemak essensial dan vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K maka lemak juga berfungsi
sebagai pembawa dan mempertinggi penyerapan vitamin yang larut dalam
lemak serta mempengaruhi aroma dan tekstur pakan.

Tabel 31.Kandungan Asam lemak dan Posfolipida yang direkomendasikan dalam


pakan udang.
Asam lemak Persentase dalam pakan
18 : 2 n 6 0,4
18 : 3 n 3 0,3
20 : 5 n 3 0,4
22 : 6 n 3 0,4
Total posfolipida 2,0
Lesitin 1,0
Sumber : ASCC News Q 3/1992/Issue No. 7

Seperti halnya protein, bukan hanya kuantitas lemaknya saja yang harus cukup
tetapi kualitasnya juga harus baik yang bisa ditunjukkan dengan keberadaan
asam-asam lemak essensial dalam pakan tersebut. Kandungan lemak dalam
pakan udang yang dianjurkan sekitar 5 - 10 persen dan sekitar 5 persennya
berasal dari hewan laut serta sisanya bisa dipenuhi dari lemak tumbuhan atau
hewan lainnya.

Tabel 32. Kebutuhan lipid berdasarkan berat udang.


Berat Udang ( gram ) Level Lipid ( % )
0.002 – 0.2 15%
0.2 – 1.0 9%
1.0 – 3.0 7.5%
> 3.0 6.5%

c. Karbohidrat

Karbohidrat meliputi gula, pati, selulosa dan gum merupakan sumber energi
yang paling murah. Karbohidrat kebanyakan disimpan dalam bentuk cadangan
energi, yaitu pati dalam tumbuhan dan glikogen dalam hewan yang terdiri dari
banyak unit glukosa. Pati sebagai sumber utama karbohidrat dalam bahan
pakan merupakan sumber energi dan sangat berguna karena sifat-sifatnya yang
dapat mengikat, sehingga bisa digunakan sebagai binder.
Beberapa karbohidrat seperti selulosa, lignin dan kitin tidak dapat dicerna.
Kebanyakan udang Penaeid tidak mempunyai enzim selulase yang diperlukan
untuk mencerna selulosa. Bila kalori pakan atau suplai energi dari karbohidrat
tidak mencukupi dan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, maka udang
tidak akan tumbuh dengan baik karena protein dalam pakan lebih banyak
digunakan sebagai sumber energi daripada untuk pertumbuhan. Serat kasar
relatif tidak dapat dicerna oleh udang dan kandungannya dalam pakan tidak
boleh melebihi 4 persen.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 87
d. Vitamin

Di samping protein, lemak dan karbohidrat juga dibutuhkan vitamin, yaitu suatu
senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal, reproduksi dan metabolisme. Vitamin dapat
digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air. Sebagian besar vitamin larut
dalam air, tetapi ada 4 vitamin yang larut dalam lemak. Kebanyakan vitamin
yang larut dalam air dibantu oleh enzim dalam peranannya sebagai katalisator
bilogis dan sering berhubungan dengan ko-enzim. Enzim yang kekurangan ko-
enzim memiliki aktivitas biologis yang rendah. Vitamin B (B1, B2, B6, B12)
diperlukan dalam metabolisme protein, lemak dan karbohidrat. Vitamin A dan C
sangat penting dalam membangun ketahanan terhadap suatu penyakit. Dalam
tambak dengan kecerahan yang baik atau densitas plankton yang memadai
cukup tersedia vitamin C, karena vitamin C terkandung dalam fitoplankton yang
merupakan pakan alami. Vitamin D bersama-sama dengan mineral seperti
Kalsium dan Posfor diperlukan untuk pembentukan eksoskeleton (cangkang).

e. Mineral

Mineral merupakan komponen anorganik dalam bahan makanan yang sangat


penting dalam banyak aspek dalam metabolisme udang. Mineral juga
memberikan kekuatan, kekerasan dan pembentukan cangkang untuk menjaga
keseimbangan osmose dengan lingkungan perairan. Mineral juga terlibat dalam
proses metabolisme dalam hubungannya dengan transpor energi. Ada 7 mineral
utama yang dibutuhkan udang yang disebut makronutrien, yaitu Kalsium (Ca),
Posfor (P), Kalium (K), Natrium (Na), Chlor (Cl), Magnesium (Mg) dan
Belerang/Sulfur (S). Sedangkan mineral lainnya disebut mikronutrien, yaitu mineral
yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit, seperti Besi (Fe), Tembaga
(Cu), Seng (Zn), Selenium (Se) dan Iodin (I).
Kalsium dan Posfor dengan perbandingan 1 : 1 diperlukan untuk mencegah
pelunakan kulit (soft shelling) pada udang. Udang bisa menyerap mineral dari
lingkungan perairan sekitarnya melalui penyerapan air laut, sehingga terjadi
pergerakan mineral-mineral menembus jaringan tubuh, seperti misalnya melalui
kulit (cangkang) dan membran insang. Oleh karena itulah mineral tidak
sepenting protein, lemak, karbohidrat atau vitamin dalam pakan udang karena
unsur-unsur tersebut sudah tersedia dalam lingkungan perairan.
Kandungan nutrisi pakan udang yang dianjurkan adalah seperti yang terlihat
pada tabel di bawah ini :

Tabel 33.Kandungan Nutrisi pakan udang.


Berat udang Protein Lemak Serat Abu (%) Kadar air Ca P
(gram) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
0,01 - 0,5 45 7,5 max 4 max 15 max 12 max 2,3 min 1,5
0,5 - 3,0 40 6,7 max 4 max 15 max 12 max 2,3 min 1,5
3,0 - 15,0 38 6,3 max 4 max 15 max 12 max 2,3 min 1,5
15,0 - 40,0 36 6,0 max 4 max 15 max 12 max 2,3 min 1,5
Sumber : ASCC News Q 3/1992/Issue No. 7.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 88
3.6. PENGAMATAN PAKAN DI ANCO

Mengamati sisa pakan di anco atau cek anco merupakan salah satu kegiatan
yang sangat penting dalam budidaya udang sistem intensif, karena dari cek
anco banyak hal yang bisa diketahui, yaitu :

a. Mengetahui populasi udang atau survival rate di dalam tambak pada awal
budidaya, terutama sampai dengan DOC (day of culture) 30 hari.
b. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan keseragaman udang.
c. Memantau kesehatan udang, seperti adanya gangguan protozoa, bakteri
atau virus.
d. Tingkat konsumsi pakan dan nafsu makan udang.
e. Daya tarik (attractability) dan kelezatan (palatability) suatu pakan udang.
f. Kondisi udang, apakah sedang molting (ganti kulit) atau tidak.
g. Kondisi dasar tambak, bisa diketahui dengan memperhatikan warna feces
dalam usus udang. Apakah warna fecesnya hitam, merah, kehijauan atau
coklat muda.

a. Ukuran anco
Anco yang digunakan umumnya berbentuk bujur sangkar berukuran 90 x 90 cm
dan tinggi 8 cm, terbuat dari kerangka stainless steel dan strimin.

b. Jumlah anco dalam tambak

Tabel 34. Jumlah anco berdasarkan ukuran tambak.

Ukuran tambak Jumlah anco


(Ha)
0,5 4
0,6 - 0,7 5
0,8 - 1,0 6
2,0 10 - 12
(Sumber : Health Management in Shrimp Ponds, 1995).

c. Cara pemberian pakan dalam anco

• Pakan yang diberikan dalam anco harus ditakar dengan jumlah sesuai
dengan yang ada dalam tabel.
• Pakan dalam anco diberikan setelah selesai menebar pakan pada
daerah penebaran pakan (feeding area).
• Pakan dalam anco diberikan dari atas jembatan anco, agar posisi anco
pada saat diturunkan tidak miring. Jangan sekali-kali memberikan pakan
dalam anco dari atas sampan.
• Letakkan pakan tersebar merata pada seluruh bidang anco, sehingga
populasi udang tidak terkonsentrasi pada suatu bidang tertentu saja. Hal
ini dapat memberikan informasi yang tidak tepat pada saat cek anco,
karena bila pakan terkonsentrasi di satu bidang, maka jumlah populasi
udang yang bisa mengkonsumsi pakan per satuan luas lebih sedikit bila
dibandingkan dengan butiran pakan yang tersebar merata.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 89
• Turunkan anco secara perlahan agar pakan dalam anco tidak keluar
atau terkonsentrasi di pojok.
• Bila arus air masih deras pada saat menurunkan anco, maka anco akan
terseret arus sehingga posisinya akan miring dan pakan dalam anco akan
terkumpul di satu tempat.

d. Kriteria cek anco

Pada saat mengamati sisa pakan dalam anco, ada 4 kriteria yang perlu dicatat
dalam blanko monitoring harian, yaitu :
• Bila pakan di anco habis : skor 0
• Bila pakan di anco sisa kurang dari 10 persen : skor 1
• Bila pakan di anco sisa 10 - 25 persen : skor 2
• Bila pakan di anco sisa 25 - 50 persen : skor 3
• Bila pakan di anco sisa lebih dari 50 persen : skor 4

Kriteria penambahan dan pengurangan pakan per jam pakan (per meal) atau
pakan perhari ditentukan berdasarkan skor pakan di anco dan kondisi udang
yang masuk dalam anco serta kondisi tingkah-laku udang sebelum cek anco,
pada saat cek anco dan beberapa saat setelah cek anco. Penambahan dan
pengurangan pakan per meal (per jam pakan) atau pakan per hari pada
udang vannamei jangan hanya berdasarkan kriteria pakan di anco saja, tetapi
sebaiknya lihat juga kondisi usus udang apakah berwarna coklat muda (seperti
warna pakan pellet) atau hitam. Bila usus udang berwarna hitam, berarti udang
mengkonsumsi detritus yang ada di dasar tambak. Hal ini terjadi karena udang
sudah tidak menemukan pakan pellet yang kita berikan.
Pada kondisi pakan di anco habis (skor 0) dan banyak dijumpai usus udang
berwarna hitam, berarti jumlah pakan yang diberikan masih kurang. Selanjutnya
bisa dilakukan penambahan sebanyak 10 persen dari jumlah pakan per meal
pada saat itu. Dalam pemberian pakan perlu diperhatikan bahwa lebih baik
memberikan pakan dalam jumlah kurang sedikit daripada kelebihan, meskipun
hanya sedikit. Pemberian pakan yang berlebihan akan memperburuk kualitas air
tambak, karena sisa pakan menyebabkan kenaikan konsentrasi amonia dalam
air. Mengingat udang vannamei bersifat forager dan detritivora sangat aktif
mencari makan, maka udang vannamei akan mengkonsumsi detritus yang ada
di dasar tambak bila tidak menemukan pakan pellet. Detritus merupakan bahan
organik yang diselaputi oleh bakteri, sehingga kandungan nutriennya juga baik
karena sel bakteri merupakan sumber single cell protein atau protein sel tunggal.
Kegemaran vannamei mengkonsumsi detritus sangat baik bagi program
penanganan limbah dasar tambak. Tambak-tambak yang digunakan untuk
budidaya vannamei relatif lebih bersih dibandingkan dengan tambak-tambak
untuk budidaya udang windu. Hal itu terlihat jelas ketika tambak-tambak
tersebut telah selesai di panen. Dampak lainnya adalah FCR vannamei lebih
rendah dibandingkan dengan udang windu, karena sebagian pakan dipenuhi
dari detritus.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 90
4. Pond bottom management

Manajemen dasar tambak adalah suatu tahapan proses budidaya yang bertujuan
untuk membersihkan dasar tambak guna memperluas areal bersih bagi udang
dan mengurangi senyawa-senyawa kimia yang bersifat racun (misalnya H2S, NH3
dan CH4) yang berasal dari limbah tambak.
Hal-hal yang timbul apabila manajemen dasar tambak kurang baik adalah :

1. Limbah dapat menciptakan kondisi anaerob di dasar tambak yang


dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah gas-gas beracun seperti
NH3, H2S dan CH4 sehinggamenyebabkan kematian massal udang.
2. Limbah di dasar tambak akan meningkatkan populasi bakteri pathogen
yang dapat menurunkan DO sehingga mengakibatkan kematian udang.
Bakteri pathogen dapat mengakibatkan tail rot, berlumut dan insang
hitam. Hal ini menyebabkan kualitas udang turun.
3. Limbah tambak dapat mengganggu proses panen sehingga udang
banyak tertinggal di dasar tambak, mutu udang turun dan udang berbau
lumpur (muddy smell).

Manajemen dasar tambak meliputi kegiatan tata letak kincir, aktivitas sipon dan
perlakuan bakteri pengurai. Limbah tambak sebagian besar berupa bahan
organik yang mudah terdegradasi diantaranya berasal dari :
1. Akumulasi sisa pakan
2. Bahan-bahan fermentasi
3. Kotoran udang dan organisme mati seperti plankton, lumut, udang, kerang,
siput dan lain-lain.

Pada budidaya udang sistem intensif, akumulasi bahan organik yang akan
menjadi limbah di tambak semakin banyak sehingga pengelolaan limbah
tambak sangat diperlukan.

Bahan organik yang menjadi limbah harus dibuang melalui aktivitas sipon.
Pengaturan posisi kincir yang tepat diperlukan untuk mengumpulkan lumpur
disatu tempat sehingga sipon lebih efektif . Jumlah kincir yang diperlukan untuk
mendukung kapasitas tersebut 4 HP untuk tambak 2.500 m2 dan 8 – 12 HP untuk
tambak 5.000 m2.

1. Tata Letak Kincir


Tipe tata letak kincir adalah : Arus melingkar (circular). Posisi kincir letaknya
persegi dari satu kincir ke kincir yang lain supaya membentuk gerakan arus
melingkar sehingga konsentrasi kotoran ada di tengah dasar tambak.
Selanjutnya kotoran dapat disipon secara efektif.

2. Sipon Dasar Tambak


Sipon merupakan kegiatan membuang limbah tambak secara mekanis.
Pada budidaya udang L vannamei minimal dua jam per minggu. Sipon dimulai
dari DOC 40 dan dilakukan pada siang hari saat cuaca cerah.

3. Perlakuan Bakteri Pengurai


Untuk membantu proses dekomposisi yang terjadi di dasar tambak, diberikan
bakteri pengurai yaitu :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 91
a. Probiotik
Probiotik mempunyai arti sebagai satu atau kumpulan mikroorganisma
hidup yang biasa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia atau hewan,
cenderung bermanfaat bagi penggunanya dengan cara mengubah
komposisi mikroflora aslinya. Dalam pengertian Aquaculture, pengguna
disini berarti manusia dan hewan ternaknya. Disarankan pemakaiannya
sebagai tambahan untuk bakteri alami yang ada di tambak atau kolam
dimana hewan dipelihara. Karena bakteri ini dapat memodifikasi
komposisi bakteri di air dan sedimen.
Pada ekosistem akuatik alami, bakteri memiliki peran sebagai
reduser/dekomposer (pengurai) yang mengontrol proses komponen
organik, misalnya polimer protein atau karbohidrat menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Pada sistem budidaya air, khususnya budidaya
udang, polimer tersebut berupa sisa-sisa pakan, kotoran udang (feces),
organisme (plankton) yang telah mati dalam bentuk terlarut, tersuspensi
maupun tersedimentasi (lumpur).
Bakteri yang secara efesien berfungsi dan berkompetisi menghidrolisa/
memecah polimer-polimer organik di tambak adalah bakteri yang akan
mendominasi mikroekosistem tambak yang menciptakan kondisi
ketersediaan oksigen (DO), pH dan nutrient essential bukan merupakan
pembatas.
Dalam aplikasi probiotik. beberapa bakteri khususnya bakteri bacillus sp.,
dalam sistem pencernaan ekstraselulernya, merupakan bakteri yang
paling efesien dalam produksi/sekresi exoenzim, yang penting digunakan
dalam penguraian substrat polimer organik. Keberadaan bakteri bacillus
sp. atau bakteri dekomposer lainnya, tidak selalu dalam jumlah besar
secara normal di dalam kolom air (tambak). Sehingga penambahan
bakteri probiotik. diperlukan untuk meningkatkan pengelolaan polimer
organik di tambak.
Untuk menjamin keberadaan probiotik. yang diaplikasikan di tambak,
perlu kiranya diperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Pemberian/aplikasi harus dilakukan secara rutin, minimal dua kali
seminggu di tambak, sejak persiapan tambak sampai panen atau
sesuai kondisi parameter lingkungan khususnya dessolved oxygen
(DO).
2. Volume pemakaian minimal 40 liter (konsentrasi bakteri >108)
dalam satu kali aplikasi.
3. Jenis bakteri probiotik. adalah bakteri yang mampu menghasilkan
enzim pengurai polimer organik di tambak.
4. Jenis bakteri monokultur atau campuran diketahui dan mampu
beradaptasi dalam kondisi lingkungan tambak.
5. Bakteri probiotik. harus mampu berkompetisi dengan bakteri
alami (misalnya vibrio sp.) dalam kebutuhan bahan organik
(nutrient) yang berasal dari komponen sisa pakan, feces maupun
organisme yang mati. Selanjutnya diharapkan menjadi spesies
dominan yang menguntungkan di dalam mikroekosistem tambak.
6. Waktu pemberian/aplikasi sebaiknya pada saat proses fotosinesis
berlangsung(mengatasikebutuhanoksigen).Pengertian/pemaham
an proses respirasi dan fotosintesis yang baik, sistem penyediaan
oksigen (aerasi) yang baik dan minimasi/eliminasi zona anaerob
merupakan bantuan positif dalam menjamin efesiensi aplikasi
probiotik di tambak.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 92
7. Pada aplikasi probiotik. yang dicampurkan pada pakan haruslah
memiliki kemampuan menghambat atau membunuh bakteri
pathogen atau menciptakan kondisi mikroflora dalam usus udang
yang menunjang pertumbuhan udang, contoh Pro#14 ataupun
dengan nama dagang lainnya.
8. Dihindari pemakaian probiotik. di air pada saat atau setelah
terjadi masalah penumpukan lumpur. Kondisi anaerob dalam
lumpur bukan media (tempat hidup) yang baik bagi bakteri
probiotik. maupun udang budidaya. Sebaiknya kita
memindahkan zona anaerob atau lumpur ke tempatnya (kanal
outlet, berfungsi untuk dekomposisi lumpur) dan pastikan tambak
adalah merupakan zona aerob normal yang optimal bagi
pertumbuhan udang.

Hasil yang dapat diharapkan dari aplikasi probiotik , di antaranya:


1. Berkurangnya akumulasi bahan organik di dasar tambak.
2. Semakin berkurangnya potensi bakteri pathogenic.
3. Stabilitas kualitas air.
4. Meningkatkan kesehatan udang, melalui kondisi lingkungan yang
terbentuk (kualitas air baik dan stabil).
5. Tercipta atau terkondisikan suatu mikroekosistem tambak
(termasuk sedimen) yang menguntungkan dalam menjamin
proses budidaya berkelanjutan (produktif) dari siklus ke siklus.

Dosis yang diberikan 32 liter per minggu dengan konsentrasi bakteri


minimal mencapai > 108 CFU/ml. Perlakuan ini dilaksanakan pada pagi
hari.

b.Super PS
Dalam kolom air di tambak terdapat 2 daerah penting, yaitu daerah
reduksi dan daerah oksidasi. Daerah oksidasi adalah daerah kolom air
yang memiliki cukup oksigen. Sedangkan daerah reduksi merupakan
daerah yang minim (tidak ada) oksigen, yang biasanya merupakan
daerah di bawah (dasar) tempat terakumulasi (bertumpuknya) bahan
organik (organisme mati, sisa pakan, produk-produk ekskresi organisme)
yang mengalami dekomposisi anorganik. Dekomposisi anorganik
menghasilkan racun bagi udang (misal H2S), selain menimbulkan
mortalitas, udang menjadi stress, pertumbuhan terhambat, penurunan
mekanisme pertahanan tubuh (rentan) dan mengundang penyakit
(infeksi).
Pada kenyataannya kondisi anaerob selalu ada, karena pemberian
pakan yang rutin, kematian plankton dan sipon yang tidak sempurna.
Penggunaan PSB sedikit banyak dapat mengatasi kelebihan kandungan
H2S yang beracun secara mikrobiologi.
Penggunaan dengan menggunakan perantara zeolite, dolomite atau
pasir adalah pendekatan untuk meningkatkan efektifitas kerja PSB agar
mudah (cepat) berinteraksi dengan lumpur dalam zona anaerob,
aplikasi dengan mengalirkan langsung (menggunakan pipa/selang) ke
daerah-daerah lumpur juga dapat dianjurkan. Jumlah volume (dosis)
kultur yang sebaiknya digunakan adalah 10-20 liter setiap kali pemakaian,
diberikan 2-3 kali dalam seminggu, diberikan selama periode budidaya.
Konsentrasi bakteri minimal 108 CFU/ml.Pemberian PSB setelah melakukan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 93
sipon juga dianjurkan untuk menekan H2S yang teraduk dan terlepas dari
zona anaerob akibat kegiatan sipon yang kurang hati-hati.
Penggunaan Probiotik & PSB, di tambak diharapkan dapat mengatasi masalah
akumulasi bahan organik dalam kolom air dan akumulasi racun H2S dari daerah-
daerah anaerob, sehingga kondisi lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan
udang dapat tercipta.

5.Shrimp health management

Penyakit merupakan penyebab kerugian terbesar dalam usaha budidaya


udang. Berbagai upaya dilakukan untuk menghindari, mencegah dan
mengobati udang yang terinfeksi penyakit. Ada yang berhasil dan ada pula
yang gagal. Penyakit yang disebabkan oleh virus, sampai saat ini belum
diketemukan obatnya. Oleh karena itu kita harus memahami kondisi seperti apa
yang bisa menyebabkan udang mudah terinfeksi dan ciri-ciri awal udang yang
sakit. Penyakit adalah kondisi terjadinya abnormalitas dari struktur, fungsi, tingkah
laku maupun abnormalitas metabolisme dari individu yang disebabkan oleh
suatu hal baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Dalam budidaya
yang menekankan pada optimalisasi kepadatan tebar dalam arti populasi
udang di tambak, epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari proses
penyebaran penyakit dalam suatu populasi dalam lingkungan menjadi
perhatian penting dalam mendukung keberhasilan budidaya.

1. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah studi tentang fenomena penyakit dalam tingkatan


populasi. Dalam epidemiologi proses terjadinya penyakit, kaidah epidemiologi
mempertimbangkan faktor sumber penyakit atau pathogen (agen penyakit:
Virus, bakteri, fungi, protozoa), lingkungan dan inang (host) sebagai bagian
yang terkait dalam terjadinya suatu penyakit. Dari skema terjadinya penyakit
gambar menerangkan :

a. Pathogen (Sumber penyakit)


Dalam hal ini virus adalah organisme pembawa bibit penyakit (Agent, Carrier,
Vektor dan free living virus maupun host) baik dari dalam sistem budidaya (on
farm) maupun dari luar sistem budidaya (off farm) dan segala aktivitas yang
berisiko sebagai sumber penyakit.

HOST

D
ENVIRONMENT PATHOGEN

D = DISEASE (PENYAKIT)

Gambar: The Epidemiological Triad

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 94

b. Environment (Lingkungan)

Lingkungan sebagai pemicu potensi penyakit (virulence trigger) misalnya


perubahan lingkungan (kualitas air) yang drastis baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam kaitannya dengan dinamika kualitas air (perubahan suatu
parameter kualitas diikuti dengan perubahan parameter lain yang terkait).
Misalnya, Suhu, pH, curah hujan, kondisi kuantitas air, karakteristik tambak dan
managemen tambak. Lingkungan sebagai media pembawa sumber penyakit
(agent) yaitu media air yang berada di sekitar tambak sebagai sumber
pengairan tambak membawa material-material termasuk bibit penyakit maupun
carriernya.

c. Host (Inang)

Adalah organisme (species) yang dijangkiti penyakit, pada prosesnya


dipengaruhi umur, ukuran, status nutrisi, kepadatan tebar, biomass, status
immune , gambaran kondisi sosial dan tingkah laku (Brock, J.A 1992). Keterkaitan
hubungan faktor-faktor yang beresiko terhadap terjadinya penyakit baik secara
langsung maupun tidak langsung yang saling terkait membentuk suatu jaringan
faktor penyebab penyakit, yang secara skematis dapat dilihat secara skematis
(Lihat gambar . contoh skema terjadinya penyakit White spot /WSD/SEMBV. ).
Deteksi atau diagnosa penyakit sangat penting dalam budidaya udang sistem
intensif, karena diagnosis yang cepat dan tepat sangat membantu para
aquaculturist dalam mengambil keputusan untuk memperbaiki kondisi udang.
Ketepatan analisis gejala-gejala klinis dan diagnosis suatu penyakit tergantung
pada keahlian dan pengalaman para aquaculturist. Analisis tidak hanya
berdasarkan gejala-gejala eksternal pada udang saja, tetapi akan jauh lebih
baik bila kita juga melihat faktor-faktor parameter kualitas air dan kondisi tambak
selama budidaya (lihat faktor-faktor terkait dalam skema).
Misalnya tubuh dan insang udang kotor karena protozoa (Zoothamnium) atau
diketemukan bakteri pada hepatopankreasnya, maka rekomendasi perlakuan
hanya formalin untuk protozoa dan antibiotik untuk bakteri. Tetapi perlakuan itu
saja tidak akan menyelesaikan persoalan secara menyeluruh tanpa
mempertibangkan mengapa protozoa bisa tumbuh subur dan bakteri ada
dalam hepatopankreas. Perlu diketahui kondisi persiapan tambaknya, sistem
pemberian pakan, kualitas air, jenis plankton yang dominan dan managemen
dasar tambak. Jadi, sebelum memberi perlakuan bahan kimia, perbaiki dahulu
kondisi ekosistem tambak agar hasilnya bisa optimal.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 95

Udang Bloming algae


Induk udang
Sehat
Warna air
WSSV pada benur Algae mati (Kecerahan)

Transportasi Masuknya
Introduced
Virus Nafsu makan pH
stock
turun

Penyaringan Air
Racun
Carrier Peningkatan
Dasar tambak
Disinfeksi atau Potensi Penularan kurang yang tidak baik
pengobatan aerasi
Predator

Reservoar/ Proses Infeksi / Suhu Benthic algae


Penampungan
Penularan Virus
Sumber air Air jernih

Kanibalisme Penyebaran Virus di


tambak Pemupukan yang
kurang baik
Tidak dilakukan
proses
pengangkatan
udang mati Wabah White
Spot Disease /
SEMBV

Gambar : Analisis penyebab WSSV menggunakan WSSV WEB.


(Sumber : NACA/MPEDA, 2003)

Pengamatan terhadap udang yang baru pada tahap menunjukkan gejala-


gejala klinis adalah sangat penting, karena pemberian perlakuan bahan-bahan
kimia pada kondisi tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan suatu kondisi
di mana sebagian besar udang sudah terinfeksi atau bahkan sudah ada
kematian. Secara umum, udang yang kurang sehat menampakkan gejala-
gejala sebagai berikut :

Pengamatan pada siang hari :


-Usus terlihat kosong.
-Ekor kipas tidak membuka
-Permukaan tubuhnya tampak kusam, tidak berkilau dan jaringan ototnya putih
kusam.
-Kotoran udang berwarna putih, berlendir dan putus-putus.
-Mata bengkak, tangkai mata berwarna buram.

Pengamatan pada malam hari :


Pengamatan pada malam hari dilakukan sebelum pemberian pakan malam
dengan bantuan lampu senter (lampu sorot), amati udang pada tepian tambak.
Udang sakit akan naik dan berenang dekat permukaan air pada pinggiran
tambak. Udang yang sehat bila terkena sorot lampu senter akan segera
menjauhi sumber cahaya dan matanya akan memantulkan sinar kemerahan.
Udang yang sakit memerlukan waktu lebih lama untuk menghindar dari sumber
cahaya dan matanya memantulkan cahaya yang redup.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 96
2. TIPE PENYAKIT PADA UDANG

Ditinjau dari jenis sumber penyebabnya, penyakit udang dibedakan menjadi 2,


yaitu penyakit infeksi (infectious diseases) yang disebabkan oleh agen pembawa
penyakit seperti virus, bakteri, fungi dan protozoa dan penyakit non infeksi (non
infectious diseases) yang disebabkan bukan oleh agen penyakit.

A. Penyakit yang disebabkan oleh agen pembawa penyakit (Infectious


Diseases)
A.1. PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS

a.IHHNV (Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis Virus)

Gejala-gejala :
• Udang berenang tidak menentu arahnya.
• Gerakan kaki jalan dan kaki renang berhenti, kemudian udang
tenggelam ke dasar.
• Udang muncul ke permukaan, menjadi lemah dan kehilangan
nafsu makan.
• Udang melakukan gerakan muncul dan tenggelam ke dasar
tambak secaraberulang-ulang sampai akhirnya mati, biasanya
dalam waktu 4 - 12 jam.
• Pada udang yang masih hidup, tampak mengalami kelainan
bentuk tubuh (deformity).
Cara pencegahan :
• Menghindari masuknya benur (PL), juvenil atau udang dewasa
yang terinfeksi ke areal budidaya.
• Bila ada yang telah terinfeksi di antara udang atau tambak yang
ada di areal budidaya, lakukan disinfeksi (sterilisasi) dan dikuras.
• Melakukan karantina secara ketat.
• Menerapkan aturan biosecurity secara ketat.
Perlakuan pengobatan :
Belum ditemukan obat untuk udang yang terinfeksi virus ini.

b.TS (Taura Syndrome) atau TSV (Taura Syndrome Virus)

Penyebab :Virus TSV (Taura syndrome virus).


Spesies yang diserang : Litopenaeus vannamei. Penaeus stylirostris
Stadium yang diserang : Postlarva 14 – 40 (Litopenaeus vannamei).
Gejala-gejala :
Dalam Lightner. 1996, dibedakan menjadi 3 fase (lihat skema proses
penyakit Taura Syndrome Virus)

1.Fase Akut, Udang mengambang (moribund),


• Terjadi pada saat mortalitas tertinggi
• Udang mengambang dan nampak ekspansi kromatofor
menyebabkan udang kemerahan dan membuat ekor dan pleopod
berwarna merah
• Dampak dari fase akut udang mengalami kematian saat moulting
(ecdysi)
• Udang mulai fase pemulihan dan pola makan mulai normal.
Kematian mencapai 40% - 90% populasi.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 97

2.Fase Peracute, puncak mortalitas saat proses moulting

3.Fase Kronis / carrier


• Fase udang yang berhasil melewati fase akut, berhasil melakukan
moulting dan mulai memulihkan diri.
• Terjadi Nekrosis pada epithel kutikula atau kulit luar (lihat gambar).
• Merupakan fase penting karena udang yang survive adalah
sebagai carrier
• Udang mulai fase pemulihan dan pola makan mulai normal.
Cara pencegahan :
• Melakukan seleksi mulai dari induk, larva sampai dengan postlarva
menggunakan alat PCR (Polymerase Chain Reactions) untuk
mendeteksi keberadaan virus PCR dalam darah dan tubuh udang.
• Mencegah masuknya pembawa virus TSV masuk ke tambak, seperti
udang putih, rebon, kepiting dan semua jenis udang air asin.
• Memperhatikan sanitasi secara ketat, baik terhadap peralatan
budidaya maupun terhadap orang-orang yang terlibat dalam
budidaya udang.
• Melakukan karantina terhadap air yang akan digunakan untuk
keperluan budidaya.
• Melakukan karantina terhadap tambak-tambak yang terinfeksi.
• Membakar atau mengubur udang mati yang terinfeksi virus TSV.
• Menerapkan aturan biosecurity secara ketat.

Carrier :
Carrier dari udang terinfeksi pada fase kronis, kepiting, udang liar,
crustaceae kecil.

c.WSSV ( White Spot Syndrome Virus )

Penyebab :Virus SEMBV (Systemic Ectodermal and Mesodermal


Baculovirus).
Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Litopenaeus vannamei.
Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Udang berenang di dekat permukaan air dan sesekali berhenti di
dinding tambak.
• Pada cangkangnya terdapat bintik-bintik putih berdiameter sekitar
2 mm.
• Nafsu makan kadang-kadang menurun.
• Pada beberapa kasus, tubuh udang tampak berwarna kemerahan.
Cara pencegahan :
• Melakukan seleksi mulai dari induk, larva sampai dengan postlarva
(benur) menggunakan alat PCR (Polymerase Chain Reactions)
untuk mendeteksi keberadaan virus SEMBV dalam darah dan tubuh
udang.
• Mencegah masuknya pembawa virus SEMBV masuk ke tambak,
seperti udang putih, rebon, kepiting dan semua jenis udang air asin.
• Memperhatikan sanitasi secara ketat, baik terhadap peralatan
budidaya maupun terhadap orang-orang yang terlibat dalam
budidaya udang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 98
• Melakukan karantina terhadap air yang akan digunakan untuk
keperluan budidaya.
• Melakukan karantina terhadap tambak-tambak yang terinfeksi.
• Membakar atau mengubur udang mati yang terinfeksi virus SEMBV.
• Menerapkan aturan biosecurity secara ketat.

Carrier :
Kepiting, udang liar, crustaceae kecil, larva nyamuk.
Perlakuan pengobatan :
Belum ditemukan obat untuk mengatasi infeksi virus SEMBV ini.

d.HPV (Hepatopancreatic Parvo-like Virus)

Penyebab : Parvo virus


Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis,
Litopenaeus vannamei.
Stadium yang diserang : Juvenil, Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Pertumbuhan terhambat.
• Kehilangan nafsu makan.
• Tubuh udang tampak kotor oleh epikomensal seperti protozoa dan
bakteri filamen.
• Otot abdomen (perut) berwarna putih kusam.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Virus dapat menyebabkan kematian sel dan mengkerutnya
hepatopankreas. Rusaknya organ ini dapat menyebabkan
metabolisme terganggu dan akhirnya menimbulkan kematian.
• Kematian pada Penaeus merguiensis mencapai 50 persen dalam
waktu 4 - 8 minggu dari saat serangan penyakit.
Cara pencegahan :
• Gunakan benur bebas HPV.
• Musnahkan benur yang terinfeksi virus ini.
Perlakuan pengobatan :
Belum ada obat yang bisa mengatasi infeksi virus HPV.

1.2. PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH BAKTERI

a.Bakteri Luminescent

Penyebab : Vibrio harveyi, Vibrio splendidus.


Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis,
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Telur, larva, postlarva, juvenil dan udang
dewasa.
Gejala-gejala :
• Larva menjadi lemah dan tampak putih kusam.
• Larva yang terinfeksi berat menunjukkan suatu nyala/cahaya
kehijauan yang berkesinambungan bila diamati diruang gelap. Bila
diamati di bawah mikroskop, jaringan internal larva ini dipenuhi oleh
bakteri yang bergerak cepat.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 99
Pengaruhnya terhadap inang :
Infeksi sistemik menyebabkan kematian pada larva dan postlarva bisa
mencapai 100 persen dari larva yang terserang.
Cara pencegahan :
• Mencegah masuknya bakteri luminescent ke dalam sistem hatchery
dengan irradiasi sinar UV pada air atau dengan menggunakan
suatu seri perlengkapan filtrasi dan cara klorinasi.
• Menggunakan prosedur sanitasi yang ketat terutama pada dan
selama fase pertumbuhan larva.
• Menggunakan air yang telah diklorinasi sebelumnya, selama
penetasan dan pembesaran untuk menjamin suatu lingkungan
yang bersih untuk telur yang baru menetas dan perkembangan
larva.
• Melakukan siphon terhadap endapan pada dasar tank/bak agar
tidak ada substrat bagi pertumbuhan bakteri.
• Melakukan desinfeksi terhadap larva yang terjangkit sebelum
dibuang dan diikuti dengan pembersihan bak/tank.
• Menerapkan aturan biosecurity secara ketat.
Perlakuan pengobatan :
Melakukan pergantian air setiap hari sebanyak 80 - 90 persen dan
memberikan antibiotik.

b.Penyakit kulit, Black spot (bintik hitam), Ekor gripis, Necrosis pada
anggota tubuh.

Penyebab : Bakteri pengurai cangkang, seperti Vibrio sp., Aeromonas dan


kelompok bakteri Pseudomonas.
Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis dan
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Bagian yang terserang tampak kecoklatan sampai hitam, yaitu
pada karapas, segmen perut, rostrum, ekor, insang dan anggota
badan.
• Bagian yang melepuh yang mengandung cairan cyanotic kental
bisa berkembang pada karapas dan ruas perut. Lepuhan bisa
meluas sampai bagian ventro - lateral (bawah samping) karapas,
menciptakan suatu tonjolan pada bagian bawah.
• Pada stadium larva dan postlarva, anggota badan yang terserang
akan tampak seperti puntung rokok (bagian ujungnya berwarna
hitam).
Pengaruhnya terhadap inang :
• Infeksi biasanya berawal dari luka tusukan atau luka lainnya yang
disebabkan oleh telson, rostrum, retaknya ruas perut dari hentakan
yang tiba-tiba dari tubuh udang atau oleh kerusakan lain yang
disebabkan oleh kanibalisme.
• Pengikisan yang cepat pada luka-luka eksoskeleton diikuti
masuknya dan berkembangnya bakteri patogen. Infeksi bisa
menyebabkan habisnya anggota badan atau eksoskeleton yang
terserang dan bisa mencapai lapisan bawah kulit. Bila hal ini terjadi,
gerakan normal dan proses molting akan terhambat, sehingga bisa
menyebabkan kematian.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 100
• Udang yang terserang menjadi rentan terhadap kanibalisme atau
mati karena stress, atau kehilangan tenaga.
Cara pencegahan :
• Menjaga kualitas air tambak agar tetap baik.
• Menjaga kandungan bahan organik dalam tambak tetap rendah
dengan membuang endapan melalui siphon, khususnya udang
mati dan cangkang bekas molting yang banyak mengandung
bakteri.
• Memberi pakan yang cukup agar udang tetap sehat.
• Menghindari gangguan terhadap udang dalam tambak dan
menghindari padat tebar yang terlalu tinggi.
• Menghindari luka pada eksoskeleton untuk mencegah infeksi
bakteri.
Perlakuan pengobatan :
• Mengusahakan agar udang bisa molting.
• Memberi bahan kimia yang bisa membunuh bakteri, seperti BKC (0,5
- 2,0 ppm), Formalin (20 ppm), Saponin aktif (TSC 15 - 20 ppm).

1.3. PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH JAMUR

Larval Mycosis

Penyebab : Lagenidium callinectes, Lagenidium sp., Haliphthoros


philippinensis, Sirolpidium.
Spesies yang diserang : Penaeus monodon.
Stadium yang diserang : Telur, Larva, Postlarva usia dini.
Gejala-gejala :
• Fungi ini menghasilkan zoospora yang sangat aktif bergerak, yang
dapat dengan mudah menempel pada inang.
• Telur, larva dan postlarva yang terinfeksi tampak keputihan, menjadi
lemah dan akhirnya bisa mati.
• Gejala-gejala ini terlihat jelas bila penyakit sudah merebak.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Kematian massal sampai dengan 100 persen bisa terjadi dalam
waktu 2 hari. Hyphae jamur mendesak jaringan dalam udang dan
meluas pada bagian luar tubuh udang membentuk discharge tube,
yaitu suatu pembuluh seperti pipa yang terbentuk pada reproduksi
aseksual suatu jamur/fungi yang menembus dinding sel inang
sampai keluar tubuh.
• Zoospora bisa dikeluarkan secara langsung melalui discharge tube
ini atau mungkin dihasilkan dalam suatu vesicle pada ujung
discharge tube ini.
• Telur yang terinfeksi tidak dapat menetas dan larva kehilangan
keseimbangan serta memperlihatkan kesulitan bernafas.
Cara pencegahan :
• Siphon endapan udang yang mati.
• Menurunkan padat tebar.
• Meningkatkan sirkulasi/ganti air.
• Melakukan desinfeksi peralatan dan tank dengan detergent 100
ppm selama 24 jam.
• Melakukan sanitasi dan managemen kualitas air yang baik.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 101
• Desinfeksi telur dengan detergent 20 ppm selama 2 jam sebelum
penetasan. Untuk induk yang akan ditetaskan, gunakan Treflan 5
ppm selama 1 jam.
• Pada suatu areal di mana larval mycosis sedang berjangkit, Treflan
dan Trifluralin bisa digunakan pada konsentrasi 0,1 ppm setiap 2 - 3
hari.
• Membuang udang yang telah terjangkit, yang sebelumnya telah
dilakukan desinfeksi menggunakan detergent 100 ppm.
• Memantau secara teratur udang yang terinfeksi.
Perlakuan pengobatan :
Menggunakan Treflan atau Trifluralin 0,2 ppm selama 24 jam.

1.4.PENYAKIT YANG DISEBABKAN PARASIT DAN EPICOMMENSAL

a.Microsporodiosis, White ovaries.

Penyebab : Microsporidia, termasuk endoparasit protozoa yang hanya


mungkin.Diamati menggunakan mikroskop pada jaringan
yang terinfeksi.
Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis dan
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Juvenil dan udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Jaringan yang terinfeksi berubah menjadi putih kusam.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Spora atau stadium lainnya dari parasit akan mendesak jaringan
yang terserang.
• Kejadian serangan relatif rendah (biasanya di bawah 10 persen),
tetapi parasit ini mempunyai sifat patogen yang tinggi.
• Infeksi bisa terjadi pada induk dengan ovarium berwarna putih.
Cara pencegahan :
• Melakukan desinfeksi terhadap semua fasilitas budidaya
menggunakan chlorine atau iodine.
• Isolasi atau basmi udang yang terinfeksi dengan cara membakar
atau merebus.
Perlakuan pengobatan :
Belum ada hasil penelitian tentang obat-obatan yang bisa digunakan
untuk mengatasi infeksi ini.

b.Gregarine

Penyebab : Gregarine, termasuk parasit protozoa yang biasanya


Dijumpai di saluran pencernaan udang Penaeid. Ia
memanfaatkan suatu spesies moluska sebagai intermediate
host (inang perantara).
Spesies yang diserang : Penaeus monodon.
Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenile dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Gregarine bisa dieteksi dalam saluran pencernaan secara
mikroskopis, berbentuk seperti cacing. Biasanya banyak dijumpai
pada intestine segmen terakhir tubuh udang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 102
Pengaruhnya terhadap inang :
• Spora gregarine berubah menjadi sporozoid dan selanjutnya
menuju pada stadium thropozoid. Inang perantaranya adalah
kerang, tiram, keong dan cacing polychaeta.
• Sejumlah besar protozoa ini dapat mengganggu filtrasi partikel
melewati usus atau hepatopankreas.
• Kejadian serangan pada tambak dilaporkan mencapai 94 persen.

Cara pencegahan :
Mengurangi populasi moluska sebagai intermediate host.
Perlakuan pengobatan :
Pergantian air sampai dengan 40 persen dan dilanjutkan dengan
formalin 40 ppm, ternyata bisa mengurangi populasi gregarine setelah 3
hari.

c.Gangguan Protozoa

Penyebab : Vorticella (berbentuk lonceng), Epistylis (berbentuk lonceng


bercabang banyak), Zoothamnium, Acineta dan Ephelota.
Vorticella bersifat soliter, mempunyai contractile stalk (tangkai
yang bisa berkontraksi), Epistylis dan Zoothamnium berkoloni.
Spesies yang diserang : Penaues monodon, Penaeus merguiensis dan
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Telur, Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang
dewasa.
Gejala-gejala :
• Terdapat lapisan berbulu halus (berlumut) pada kulit tubuh dan
insang juvenil dan udang dewasa yang terinfeksi berat.
• Insang menjadi berwarna kecoklatan sampai merah.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Secara mikroskopis, protozoa bisa diamati dan tampak melekat
pada setiap bagian luar tubuh udang.
• Protozoa menyebabkan kesulitan bergerak dan bernafas bila
terdapat dalam jumlah yang besar pada anggota badan dan
insang, terutama pada kondisi oksigen yang rendah.
• Udang akan kehilangan nafsu makan.
Cara pencegahan :
• Menjaga kualitas air tetap baik.
• Menghindari terjadinya akumulasi bahan organik atau lumpur
dalam tambak dan kondisi oksigen terlarut yang rendah.
Perlakuan pengobatan :
• Untuk juvenil dalam bak nursery, aplikasi Chloroquin Diphosphate 1,1
ppm selama 2 hari dilaporkan sangat efektif terhadap ciliata
setelah 3 kali perlakuan.
• Gangguan zoothamnium pada udang dewasa diberi perlakuan
formalin 20 - 40 ppm.
• Gangguan epistylis pada juvenil dapat dikurangi dengan perlakuan
formalin 30 ppm.
• Melakukan pergantian air setiap hari dalam jumlah banyak sampai
dengan 50 persen untuk melarutkan sisa pakan dan sisa bahan
organik.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 103
d.Bakteri filamen (berbentuk benang)

Penyebab : Leucothrix sp.


Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis,
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
Kenampakannya sangat lembut, tidak berwarna, tumbuh seperti
benang pada permukaan tubuh dan insang udang bila dilihat di
bawah mikroskop.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Telur yang terinfeksi memperlihatkan suatu lapisan yang berbulu
seperti keset pada permukaan, yang mungkin mengganggu
respirasi dan penetasan telur.
• Pada larva dan postlarva, pertumbuhan benang-benang pada
anggota badan dan permukaan tubuh bisa mengganggu proses
pergerakan normal dan molting, dan bahkan bisa memerangkap
mikroorganisme lain seperti spora jamur yang bisa menimbulkan
infeksi baru.
• Larva udang cenderung lebih sedikit terkena gangguan bakteri
filamen daripada postlarva, juvenil dan udang dewasa karena
proses moltingnya lebih cepat dibandingkan stadium postlarva ke
atas. Sering molting tidak memberikan cukup waktu bagi bakteri
terakumulasi pada eksoskeleton.
• Pada udang yang lebih besar, bakteri filamen yang menyerang
insang dan permukaan tubuh lainnya bisa menimbulkan kesulitan
respirasi. Suatu pengaruh tidak langsung dari pertumbuhan bakteri
filamen pada inang adalah terperangkapnya algae dan partikel-
partikel lumpur yang mengganggu pernafasan dan selanjutnya
dapat memacu pengotoran tubuh udang.
• Pada akhirnya bakteri filamen ini bisa menimbulkan kematian baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Cara pencegahan :
Menjaga kualitas air tetap baik dengan tingkat DO (dissolved oxygen)
yang optimum dan kandungan bahan organik rendah.
Perlakuan pengobatan :
Pemberian Cutrine plus yang mengandung 0,15 ppm Cu++ selama 24 jam
dengan sistem flow through treatment atau 0,5 ppm Cu++ selama 4 - 6
jam dengan sistem static treatment untuk PL 2 atau yang lebih tua. Bisa
juga dengan prophylactic teratment.

B. PENYAKIT YANG DISEBABKAN BUKAN OLEH AGEN PEMBAWA PENYAKIT


DAN PENYAKIT KARENA RACUN
(Non Infectious Diseases and Toxic Diseases).

1. PENYAKIT AKIBAT KEKURANGAN NUTRISI DAN LINGKUNGAN

a. Chronic soft shell syndrome, Soft shelling.

Penyebab :
• Kekurangan nutrisi, kontaminasi pestisida dan kondisi air tambak serta
tanah yang tidak baik.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 104
• Udang normal yang mempunyai kulit keras bila terkena bahan kimia
pestisida dalam konsentrasi rendah dari Aquatin atau Gusathion A,
atau konsentrasi bahan kimia seperti Rotenone (10 - 50 ppm) dan
saponin (100 ppm) selama 4 hari bisa menyebabkan pelunakan kulit
udang.
• Hasil survei terhadap tambak-tambak yang mempunyai udang
berkulit lunak, diduga bahwa pH tanah yang tinggi (di atas 6), posfat
rendah (di bawah 1 ppm) dan bahan organik rendah (di bawah 7
persen) berperanan penting dalam proses pelunakan kulit udang.
• Pergantian air yang tidak memadai erat kaitannya dengan soft
shelling.
• Pemberian pakan yang tidak memadai, penyimpanan pakan yang
kurang baik, menggunakan pakan yang sudah rusak atau berkualitas
rendah dan kekurangan bahan suplemen pakan dengan padat
tebar relatif tinggi juga mempunyai korelasi yang tinggi terhadap soft
shelling.

Spesies yang diserang : Litopenaeus vannamei, Penaeus monodon.


Stadium yang diserang : Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Kulitnya tipis dan terus berlangsung selama beberapa minggu,
permukaan kulit biasanya gelap, kasar, berkerut yang menyebabkan
udang lemah.
• Penyakit ini kondisinya berbeda dengan udang yang baru molting,
yang mempunyai kulit bersih, halus dan lunak yang mengeras selama
1 - 2 hari.

Pengaruhnya terhadap inang :


• Menyebabkan udang berkulit lunak, pertumbuhan lambat dan
akhirnya mati.
• Udang menjadi lebih rentan terhadap luka, kanibalisme dan
permukaan tubuh dikotori oleh zoothamnium dan epikomensal
lainnya.

Cara pencegahannya :
• Memberi pakan secukupnya dan hanya menggunakan pakan yang
terbaik.
• Bilas tambak dengan seksama, terutama sekali bila menggunakan
bahan kimia pestisida.
• Menjaga air tambak dan tanah dalam kondisi yang baik.
• Ganti air tiap hari dalam jumlah yang mencukupi.

Perlakuan pengobatan :
• Melakukan managemen ganti air yang baik, dengan pergantian air
20 - 50 persen per hari.
• Memberikan suplemen pakan, atau memberikan pakan yang
mengandung perbandingan Ca : P = 1 : 1.
• Air harus diganti segera dan sesering mungkin, terutama sekali bila
dicurigai terkontaminasi pestisida.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 105
b. Penyakit insang hitam (Black gill)

Penyebab :
• Kontaminan kimia seperti Cd, Cu, Zn, KMnO4, Ozone, Minyak, NH3 dan
NO2- pada tambak pembesaran.
• Kekurangan asam askorbat.
• Air mengandung lumpur.
• Terdapat bahan organik tinggi oleh sisa pakan, partikel-partikel kecil
dan tanah hitam pada dasar tambak.

Spesies yang diserang : Litopenaeus vannamei, Penaeus monodon.


Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Insang tampak kemerahan, kecoklatan sampai hitam dan terhentinya
pertumbuhan pada ujung filamen.
• Pada kasus yang sudah lanjut, sebagian besar filamen terserang dan
insang menjadi hitam seluruhnya.
• Pada bagian punggung bisa tertutup oleh substansi seperti kabut.
• Menyebabkan kelainan bentuk/cacat fisik.
• Kehilangan nafsu makan.
• Bisa menyebabkan kematian.

Pengaruhnya terhadap inang :


• Pengamatan secara histologis memperlihatkan bahwa penghitaman
insang bisa disebabkan oleh endapan pigmen hitam pada daerah
aktifitas hemocyte.
• Akumulasi terus-menerus dari sel-sel darah dalam filamen insang bisa
menyebabkan gangguan respirasi.
• Penyerapan lumpur oleh insang juga bisa menyebabkan kesulitan
bernafas.
• Terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, jamur dan protozoa melalui sel-sel
yang telah mati pada insang.
Cara pencegahan :
• Menghindari pemberian pakan yang berlebihan (Over feeding).
• Mengganti air sesering mungkin.
• Menyiphon lapisan lumpur hitam dan melakukan pengolahan tanah
yang memadai sebelum penebaran benur.
• Mencuci tambak beberapa kali selama persiapan tambak.
• Hindari masuknya logam berat bila dekat dengan daerah industri.
Perlakuan pengobatan :
• Bila penyakit disebabkan oleh partikel lumpur dari air yang keruh,
atau kontaminasi kimia, ganti air segera setiap hari dengan
membuang air melalui dasar tambak.
• Bila penyakit disebabkan oleh kekurangan asam askorbat,
tambahkan pakan dengan asam askorbat yang memadai (di atas
2000 mg per Kg pakan) atau fresh algae.

c. Muscle Necrosis (Matinya sel-sel jaringan tubuh udang) - IMNV


(Idiopathic Muscular Necrosis Virus)

Penyebab :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 106
• Kondisi lingkungan yang tidak baik, seperti tingkat oksigen terlarut
rendah, goncangan suhu atau salinitas, padat tebar terlalu tinggi,
pengotoran insang yang sangat parah.
• Diduga virus (IMNV)dan masih dalam penyelidikan (Lightner, 2003)
Spesies yang diserang : Litopenaeus vannamei.
Stadium yang diserang : Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Pada bagian otot pada bagian abdomen berwarna putih pucat.
• Otot pucat dalam kondisi yang parah akan memerah dan
membusuk.
• Nekrosis pada otot yang rusak / membusuk.
• Apabila terjadi goncangan lingkungan yang ekstrim (saat sampling,
perubahan suhu) otot nampak cepat berubah memutih , udang
seperti kram, lemah dan mati.
Pengaruhnya terhadap inang :
Penyakit ini berangsur-angsur menyebabkan kematian sel-sel pada
bagian yang terserang, seperti uropoda dan otot-otot lainnya menuju
pada pengikisan, khususnya pada bagian ekor. Kondisi ini bisa berfungsi
sebagai pintu gerbang masuknya infeksi sitemik sekunder oleh bakteri.
Cara pencegahan :
• Mencegah terjadinya perubahan lingkungan yang ekstrim dengan
mejaga kualitas air tetap stabil.
• Mengurangi padat tebar.
• Memberi pakan yang memadai, tetapi tidak berlebihan.
• Memperbaiki kualitas air dengan melakukan pergantian air yang
memadai.

Perlakuan pengobatan :
Belum ada cara pengobatan yang bisa ilakukan untuk mengatasi penyakit
ini.
d.Cramped tails, Bent tails, Body cramp (Kram pada tubuh udang).
NORMAL
MUSCLE Penyebab :
Sampai sekarang belum diketahui, tetapi penyakit ini ada hubungannya
dengan ketidak-seimbangan mineral dalam pakan atau naiknya suhu air
dan udara, misalnya selama penanganan udang (selama sampling atau cek
anco) di udara yang suhunya lebih tinggi daripada suhu air tempat hidupnya.
Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Litopenaeus vannamei
Stadium yang diserang : Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
Pada bagian ekor menjadi kaku, seluruhnya atau sebagian pada saat udang
ABNORMAL
masih hidup.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Udang yang mengalami kram sebagian, berenang dalam keadaan
punggung yang bongkok, sedangkan udang yang mengalami kram
total akan tergeletak miring pada dasar tambak.
• Kondisi ini bisa menimbulkan kanibalisme, udang yang sehat akan
menyerang udang yang kram, dan akhirnya mati.

Cara pencegahan :
Hindari penyebab-penyebab yang bisa menimbulkan udang kram.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 107
Perlakuan pengobatan :
Udang kram belum bisa diobati.

e.Sindrom penyakit Sulfat - asam.

Penyebab : pH air dan tanah yang rendah.


Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis dan
Penaeus indicus.
Stadium yang diserang : Juvenil.
Gejala-gejala :
• Pertumbuhan lambat.
• Frekwensi molting menurun.
• Insang dan permukaan anggota tubuh mengalami perubahan
warna dari kuning menjadi oranye dan kemudian coklat.
• Tanah tambak berwarna kemerahan seperti karat.
Pengaruhnya terhadap inang :
Metabolisme normal pada udang terganggu, menyebabkan
pertumbuhan terhambat dan akhirnya menimbulkan kematian.
Cara pencegahan :
• Memperbaiki kondisi pH tanah yang rendah dengan pembilasan
dan pengapuran dasar tambak sebelum tebar.
• Memantau pH air secara berkala.
• Menaburkan kapur di atas permukaan tanggul agar kondisi pH
tetap terkendali.
Perlakuan pengobatan :
Memperbaiki kondisi pH yang rendah seperti perlakuan di atas.

f.Kekurangan Oksigen (Asphixiation, Hypoxia).

Penyebab : Tingkat Oksigen terlarut yang rendah.


Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Penaeus merguiensis, Penaeus
Indicus, Litopenaeus vannamei.
Stadium yang diserang : Larva, Postlarva, Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
• Berenang di permukaan air tambak.
• Terjadi kematian massal secara tiba-tiba.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Kesulitan bernafas yang berkepanjangan akan menimbulkan
kematian.
• Pada tingkat sublethal (belum menimbulkan kematian), bisa
menyebabkan pelemahan metabolisme yang mengakibatkan
pertumbuhan terhambat.
Cara pencegahan :
• Mengurangi padat tebar, bila fasilitas aerasi dan pergantian air
tidak tersedia.
• Memonitor tingkat oksigen terlarut secara berkala pada pagi dan
sore hari.
• Menyediakan fasilitas aerasi dan pompa air yang memadai untuk
keperluan ganti air.
• Memantau dan mengendalikan pemberian pakan menurut
kebutuhan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 108
6.Shrimp growth monitoring

Sampling merupakan aktivitas rutin yang dilakukan mingguan untuk


mengetahui ABW, pertumbuhan (ADG), mengestimasi populasi, SR dan
biomasa serta mengamati kualitas udang selama budidaya.
Aktivitas sampling jika tidak dilakukan akan mengakibatkan kesulitan dalam
manajemen pakan, monitoring kesehatan, pertumbuhan dan kualitas udang
serta penentuan proyeksi panen.
Sampling untuk kontrol pertumbuhan dan kualitas udang dilakukan seminggu
sekali antara jam 07.00 sampai jam 09.00 dengan cara dijala.

a. Sampling Pertumbuhan Udang

Hitung ABW udang dengan rumus :

ABW (gr/ekor) = (Total berat udang + strimin) – berat strimin


Jumlah Udang

Hitung ADG dengan rumus :

ADG = ABW t2 – ABW t1


t2 – t1

t : DOC pada saat sampling

Hitung estimasi biomasa dengan rumus :

Biomasa (kg) = Jumlah Pakan per hari


FR (%)

Keterangan :
• FR% dapat dilihat pada tabel program pakan berdasarkan ABW hasil
sampling.
• Pakan per hari didapat dari data satu hari sebelumnya
• Asumsi semua dalam kondisi normal

Dalam kondisi abnormal, maka estimasi SR (berdasarkan hitungan


tersebut di atas) diperbandingkan dengan grafik SR empiris.

Jika menggunakan SR empiris, maka biomasa juga bisa dihitung dari


pendekatan sebagai berikut

Biomasa (kg) = Jumlah tebar x SR % x ABW


1000

Hitung estimasi populasi udang dengan rumus :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 109

Populasi (ekor) = Biomasa x 1000


ABW

Hitung SR (Survival Rate) dengan rumus :

SR (%) = Populasi x 100


Jmlah tebar

• Catat hasil sampling : ABW, ADG, dan hasil estimasi Biomass, Populasi dan SR
dalam form sampling report.

b. Sampling Kualitas Udang

Pengamatan kualitas udang yang baik dapat membantu mengetahui


adanya gejala awal suatu penyakit atau penurunan kondisi kesehatan
udang.
Sampling kualitas udang L. vannamei dilakukan setiap sepuluh hari sekali jam
07.00-09.00 mulai DOC 85 sampai seminggu sebelum panen.
Parameter kualitas udang yang diamati sebagai berikut :

L. Vannamei
a. Warna
b. Black Mark
c. Bruise
d. Super Soft Shell
Mistar Salmofan
.

7.Harvest

Panen merupakan tahap akhir dari rangkaian proses budidaya udang di tambak
yaitu pengambilan udang dari tambak yang dijaga kesegarannya untuk
kemudian dikirimkan ke Cold Storage. Persiapan panen dimulai dari penentuan
kriteria tambak panen, yang dibedakan menjadi panen normal, panen
abnormal dan panen emergency.

1. Kriteria tambak panen


a. Panen Normal
Jika DOC ≥ 105 atau ABW di atas 20 gram untuk Penaeus monodon dan 18 gram
untuk Litopenaeus vannamei.

b. Panen Abnormal
Panen dianggap abnormal jika :
• Mortalitas : terjadi kematian di atas 100 ekor/hari selama 3 hari berturut-turut
• SR rendah : SR udang < 50 % untuk Litopenaeus vannamei
• Pertumbuhan lambat : ABW < 13gram untuk Litopenaeus vannamei pada
DOC ≥ 105

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 110
• Pakan turun : Pakan per hari turun > 50% selama 3 hari berturut-turut.
• Infeksi MBV

c. Panen Emergency
Panen dianggap emergency jika :
- Udang terinfeksi WSSV,
- Jika terjadi kematian massal diatas 1000 ekor/hari
- Force Majeur, misalnya: tanggul longsor, listrik padam.

Jika penentuan kriteria panen tidak tepat, akan terjadi kesalahan dalam
penanganan panen yang berakibat turunnya kualitas udang, berkurangnya
biomass, sehingga menyebabkan penurunan keuntungan.
Untuk menjaga agar proses panen dapat berjalan cepat, semua prasarana
untuk keperluan panen seperti jembatan sub outlet, jembatan panen dan sub
road harus dalam kondisi baik. Panen yang berjalan lambat akan
mengakibatkan kualitas udang menurun.

Secara umum aktivitas yang dilakukan pada persiapan panen normal meliputi
penyiapan data tambak panen dan penyiapan tambak yang akan panen.

2. Penyiapan Data Tambak Panen

a. Pertemuan Dengan Petambak


Lakukan pertemuan dengan petambak 3 minggu sebelum panen atau pada
DOC 85. Kemudian susun jadual panen dalam satu modul yang akan
dilaksanakan pada DOC 105–125.
Penentuan urutan panen ditentukan oleh pihak teknisi dengan memperhatikan
aspek rugi laba dan kondisi udang.

b. Pertemuan Dengan FSD-Harvesting dan Cold Storage


Lakukan pertemuan di ruang Aquaculture untuk membahas rencana panen
normal 3 minggu ke depan (tentatif), 2 minggu ke depan (confirm), dan 1
minggu ke depan (reconfirm).
Siapkan data panen dengan status tentatif dan confirm, meliputi : alamat
tambak, DOC udang dan tanggal panen. Sedangkan untuk data panen
dengan status reconfirm, meliputi : alamat tambak, tanggal panen, DOC udang,
estimasi biomasa, ABW, species, pakan per hari, tipe panen, konstruksi tambak,
jumlah kincir operasi dan warna udang.

c. Pengiriman Data Panen


Kirim data tambak panen harian dengan status reconfirm dua hari setelah
pertemuan dengan FSD-Harvesting dan CSD.

d. Konfirmasi Panen
Lakukan konfirmasi alamat tambak panen selama tiga hari berturut-turut kepada
FSD-Harvesting sebelum hari pelaksanaan panen. Alamat tambak yang diberikan
dapat berubah sesuai situasi di lapangan.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 111
e. Pengiriman Data Panen Emergency
Buat permintaan panen emergency secara lisan secepatnya bila ditemukan
tambak bermasalah (kriteria panen emergency ), kemudian segera kirimkan
permintaan secara tertulis.

3. Persiapan & Pelaksanaan Tambak Panen


Kegiatan yang harus dilakukan pada saat persiapan tambak yang akan
dipanen adalah :

a. Pemeriksaan Sarana dan Prasarana Panen


b. Pemeriksaan Sisa Pakan di Gudang Petambak
c. Pemeriksaan Kondisi Udang
d. Pengawasan Panen
• Proses panen di tambak dilakukan oleh tim panen di bawah
pengawasan petugas FSD-Harvesting.
• Team Aquaculture berwenang untuk menentukan apakah
tambak panen tersebut sudah dapat dianggap selesai atau
belum.
• Lakukan pengawasan panen untuk menentukan proses panen
selesai.
• Tandatangani Bukti Pelaksanaan Panen setelah panen selesai.

8.Traceability
Merupakan suatu kemampuan melacak, menelusuri dan menentukan secara
khusus suatu unit produk atau partai produk pada semua tahap produksi,
pengolahan maupun distribusi.
Tujuan :
Pelaksanaan traceability pada budidaya udang L. vannamei dan P. monodon
bertujuan untuk :
1. Mendeteksi permasalahan – permasalahan yang dapat mempengaruhi
produktifitas dan kualitas hasil panen, selama budidaya berlangsung.
2. Evaluasi hasil panen, untuk menentukan faktor kunci keberhasilan maupun
kegagalan.
3. Menelusuri permasalahan yang diinformasikan atau disampaikan oleh unit
pengolahan maupun konsumen, hingga dapat dicari penyebabnya dan
untuk selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan.
4. Memberikan jaminan mutu proses/metode dan mutu produk selama periode
budidaya kepada pembeli.

1. Memasukkan data ke form traceability


Merupakan langkah awal dalam proses pengisian data, dimana petugas
memasukkan data proses budidaya yang diperoleh dari para petambak yang
dilakukan oleh supervisor/teknisi.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 112
Skema Alur Data Traceability

Data Input
Spv

Initial data verification


S.head

Data approval
Mgr
Internal audit
External audit Data Collection
Auditor Aqua adm

Traceability Document
QAA adm

Final Data Verification


Verificator

Data ouditing
Auditor

2. Verifikasi awal
Merupakan pemeriksaan awal atas data yang telah diisikan ke Form
Traceability, berupa pemeriksaan kelengkapan data yang dilakukan oleh
Section Head

3. Persetujuan data
Merupakan tahap konfirmasi akhir sebelum data/Form Traceability diserahkan ke
bagian Administrasi Divisi Aquaculture, sekaligus menjamin keabsahan data.
Pemeriksaan ulang atas data yang telah diisi, dengan penekanan pada
kelengkapan pengisian sekaligus kesesuaian prosedur/metode dengan SOP
yang dilakukan oleh Manager
4. Pengumpulan dan penyerahan data
Merupakan tahap dimana bagian Administrasi Aquaculture mengumpulkan
Form Traceability dari para Manager, selanjutnya menyerahkan data tersebut ke
Administrasi Quality Assurance for Aquaculture (QAA)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 113
C. Advance Aquaculture

1.Biological aplication

Untuk membantu proses dekomposisi yang terjadi di dasar tambak, diberikan


bakteri pengurai yaitu :

a. Probiotik
Probiotik mempunyai arti sebagai satu atau kumpulan mikroorganisma hidup
yang biasa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia atau hewan,
cenderung bermanfaat bagi penggunanya dengan cara mengubah
komposisi mikroflora aslinya. Dalam pengertian Aquaculture, pengguna disini
berarti manusia dan hewan ternaknya. Disarankan pemakaiannya sebagai
tambahan untuk bakteri alami yang ada di tambak atau kolam dimana
hewan dipelihara. Karena bakteri ini dapat memodifikasi komposisi bakteri di
air dan sedimen.
Pada ekosistem akuatik alami, bakteri memiliki peran sebagai
reduser/dekomposer (pengurai) yang mengontrol proses komponen organik,
misalnya polimer protein atau karbohidrat menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Pada sistem budidaya air, khususnya budidaya udang, polimer
tersebut berupa sisa-sisa pakan, kotoran udang (feces), organisme (plankton)
yang telah mati dalam bentuk terlarut, tersuspensi maupun tersedimentasi
(lumpur).
Bakteri yang secara efesien berfungsi dan berkompetisi menghidrolisa/
memecah polimer-polimer organik di tambak adalah bakteri yang akan
mendominasi mikroekosistem tambak yang menciptakan kondisi
ketersediaan oksigen (DO), pH dan nutrient essential bukan merupakan
pembatas.
Dalam aplikasi probiotik. beberapa bakteri khususnya bakteri bacillus sp.,
dalam sistem pencernaan ekstraselulernya, merupakan bakteri yang paling
efesien dalam produksi/sekresi exoenzim, yang penting digunakan dalam
penguraian substrat polimer organik. Keberadaan bakteri bacillus sp. atau
bakteri dekomposer lainnya, tidak selalu dalam jumlah besar secara normal
di dalam kolom air (tambak). Sehingga penambahan bakteri probiotik.
diperlukan untuk meningkatkan pengelolaan polimer organik di tambak.
Untuk menjamin keberadaan probiotik. yang diaplikasikan di tambak, perlu
kiranya diperhatikan hal-hal berikut ini :

1.Pemberian/aplikasi harus dilakukan secara rutin, minimal dua kali


seminggu di tambak, sejak persiapan tambak sampai panen atau
sesuai kondisi parameter lingkungan khususnya dessolved oxygen (DO).
2.Volume pemakaian minimal 40 liter (konsentrasi bakteri >108) dalam satu
kali aplikasi.
3.Jenis bakteri probiotik. adalah bakteri yang mampu menghasilkan
enzim pengurai polimer organik di tambak.
4.Jenis bakteri monokultur atau campuran diketahui dan mampu
beradaptasi dalam kondisi lingkungan tambak.
5.Bakteri probiotik. harus mampu berkompetisi dengan bakteri alami
(misalnya vibrio sp.) dalam kebutuhan bahan organik (nutrient) yang
berasal dari komponen sisa pakan, feces maupun organisme yang
mati. Selanjutnya diharapkan menjadi spesies dominan yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 114
menguntungkan di dalam mikroekosistem tambak.
6.Waktu pemberian/aplikasi sebaiknya pada saat proses fotosinesis
berlangsung (mengatasi kebutuhan oksigen).
7.Pengertian/pemahaman proses respirasi dan fotosintesis yang baik,
sistem penyediaan oksigen (aerasi) yang baik dan minimasi/eliminasi
zona anaerob merupakan bantuan positif dalam menjamin efesiensi
aplikasi probiotik. di tambak.
8.Pada aplikasi probiotik. yang dicampurkan pada pakan haruslah
memiliki kemampuan menghambat atau membunuh bakteri
pathogen atau menciptakan kondisi mikroflora dalam usus udang
yang menunjang pertumbuhan udang, contoh Pro#14 ataupun
dengan nama dagang lainnya.
9.Dihindari pemakaian probiotik di air pada saat atau setelah terjadi
masalah penumpukan lumpur. Kondisi anaerob dalam lumpur bukan
media (tempat hidup) yang baik bagi bakteri probiotik maupun
udang budidaya. Sebaiknya kita memindahkan zona anaerob atau
lumpur ke tempatnya (kanal outlet, berfungsi untuk dekomposisi
lumpur) dan pastikan tambak adalah merupakan zona aerob normal
yang optimal bagi pertumbuhan udang.

Hasil yang dapat diharapkan dari aplikasi probiotik di antaranya:


a.Berkurangnya akumulasi bahan organik di dasar tambak.
b.Semakin berkurangnya potensi bakteri pathogenic.
c.Stabilitas kualitas air.
d.Meningkatkan kesehatan udang, melalui kondisi lingkungan yang
terbentuk (kualitas air baik dan stabil).
e.Tercipta atau terkondisikan suatu mikroekosistem tambak (termasuk
sedimen) yang menguntungkan dalam menjamin proses budidaya
berkelanjutan (produktif) dari siklus ke siklus.
f.Dosis yang diberikan 32 liter per minggu dengan konsentrasi bakteri
minimal mencapai > 108 CFU/ml.
g.Perlakuan ini dilaksanakan pada pagi hari.

b.Super PS

Dalam kolom air di tambak terdapat 2 daerah penting, yaitu daerah reduksi dan
daerah oksidasi. Daerah oksidasi adalah daerah kolom air yang memiliki cukup
oksigen. Sedangkan daerah reduksi merupakan daerah yang minim (tidak ada)
oksigen, yang biasanya merupakan daerah di bawah (dasar) tempat
terakumulasi (bertumpuknya) bahan organik (organisme mati, sisa pakan,
produk-produk ekskresi organisme) yang mengalami dekomposisi anorganik.
Dekomposisi anorganik menghasilkan racun bagi udang (misal H2S), selain
menimbulkan mortalitas, udang menjadi stress, pertumbuhan terhambat,
penurunan mekanisme pertahanan tubuh (rentan) dan mengundang penyakit
(infeksi).
Pada kenyataannya kondisi anaerob selalu ada, karena pemberian pakan yang
rutin, kematian plankton dan sipon yang tidak sempurna. Penggunaan PSB sedikit
banyak dapat mengatasi kelebihan kandungan H2S yang beracun secara
mikrobiologi.
Penggunaan dengan menggunakan perantara zeolite, dolomite atau pasir
adalah pendekatan untuk meningkatkan efektifitas kerja PSB agar mudah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 115
(cepat) berinteraksi dengan lumpur dalam zona anaerob, aplikasi dengan
mengalirkan langsung (menggunakan pipa/selang) ke daerah-daerah lumpur
juga dapat dianjurkan. Jumlah volume (dosis) kultur yang sebaiknya digunakan
adalah 10-20 liter setiap kali pemakaian, diberikan 2-3 kali dalam seminggu,
diberikan selama periode budidaya. Konsentrasi bakteri minimal 108
CFU/ml.Pemberian PSB setelah melakukan sipon juga dianjurkan untuk menekan
H2S yang teraduk dan terlepas dari zona anaerob akibat kegiatan sipon yang
kurang hati-hati.

Penggunaan Probiotik & PSB, di tambak diharapkan dapat mengatasi masalah


akumulasi bahan organik dalam kolom air dan akumulasi racun H2S dari daerah-
daerah anaerob, sehingga kondisi lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan
udang dapat tercipta.

2.Chemical aplication

1. Potassium Permanganat (KMnO4)

Senyawa Potassium Permanganate (KMnO4) merupakan oksidator yang bisa


bereaksi dengan semua bahan organik yang ada dalam tambak, termasuk
algae, bakteri, ikan, partikel organik dan bahan organik terlarut serta endapan
bahan organik di dasar tambak. Potassium permanganate berbentuk kristal
berwarna ungu tua biasanya digunakan untuk membunuh bakteri atau jamur
yang menyerang ikan dan juga parasit yang terdapat pada insang. Efektifitas
potassium permanganate dipengaruhi oleh pH, suhu, bahan organik terlarut dan
unsur-unsur anorganik terlarut. Pada pH yang lebih tinggi (alkalis), kemampuan
oksidasinya lebih tinggi, demikian juga pada suhu yang lebih tinggi, proses
oksidasinya lebih tinggi. Adanya senyawa organik dan anorganik dalam air akan
menurunkan efektifitas penggunaan potassium permanganate.

A.Penggunaan KMnO4

1.Oksidasi unsur besi (Fe) dan Mangan (Mn)


Salah satu fungsi utama KMnO4 adalah untuk menghilangkan kandungan besi
dan mangan. Potassium permanganate akan mengoksidasi Fe+2 menjadi Fe+3
dan Mn+2 menjadi Mn+4. Besi dan Mangan yang telah teroksidasi akan
mengendap dengan reaksi sebagai berikut :

3 Fe+2 + KMnO4 + 7 H2O → 3 Fe(OH)3(S) + MnO2(S) + K+ + 5 H+

3 Mn+2 + 2 KMnO4 + 2 H2O → 5 MnO2(S) + 2 K+ + 4 H+

Senyawa Fe(OH)3 dan MnO2 akan mengendap. Yang perlu dicermati dari
reaksi di atas adalah turunnya alkalinitas untuk menetralkan asam yang
terbentuk, yaitu 1.49 mg/L alkalinitas (sebagai CaCO3) per mg/L Fe+2 dan 1.21
mg/L alkalinitas (sebagai CaCO3) per mg/L Mn+2 yang teroksidasi. Untuk
mengoksidasi 1 mg besi dan 1 mg mangan masing-masing diperlukan 0.94 mg
dan 1.92 mg KMnO4(Culp/Wesner/Culp, 1986).

2.Oksidasi senyawa yang menimbulkan bau dan rasa

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 116
Potassium permanganate bisa digunakan untuk menghilangkan senyawa-
senyawa yang menimbulkan bau tanah pada air minum. Dosis yang digunakan
biasanya pada kisaran 0.25 – 20 mg/L.

3. Mengendalikan Organisme pengganggu


Cameron et al. (1989) melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan
potassium permanganate untuk mengendalikan Asiatic clam (Corbicula
fluminea) pada fase juvenile dan fase dewasa. Asiatic clam dewasa ternyata
lebih tahan terhadap potassium permanganate daripada fase juvenile. Dosis
yang digunakan untuk mengendalikan Asiatic clam fase juvenile berkisar antara
1.1 sampai 4.8 mg/L. Sedangkan Klerks and Fraleigh (1991) meneliti efektifitas
penggunaan potassium permanganate untuk memberantas kerang Zebra
(Dreissena polymorpha) dewasa. Dengan melakukan dosing secara terus
menerus pada konsentrasi 0.5 sampai 2.5 mg/L terbukti sangat efektif.

4. Inaktivasi Bakteri
Untuk inaktivasi bakteri diperlukan dosis potassium permanganate yang lebih
tinggi, seperti bakteri Coliform memerlukan konsentrasi 2.5 mg/L. Sedangkan
untuk bakteri Vibrio cholerae, Salmonella thyphosa dan Bact. Flexner
memerlukan dosis 20 mg/L dengan lama kontak 24 jam.

5. Inaktivasi Virus
Potassium permanganate telah terbukti efektif untuk membasmi virus-virus
tertentu. Untuk inaktivasi virus polio diperlukan dosis 50 mg/L KMnO4 dengan
waktu kontak selama 2 jam.

B. Menentukan kebutuhan KMnO4

Salah satu cara untuk melakukan estimasi kebutuhan Potassium permanganate


agar perlakuannya efektif adalah dengan menentukan KMnO4 demand atau
jumlah bahan kimia yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan semua bahan
organik dalam sampel air, dalam waktu 15 menit. Nilai tersebut kemudian
dikalikan dengan 2 untuk rekomendasi perlakuan potassium permanganate di
tambak.
KMnO4 demand ditentukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan larutan KMnO4 dengan konsentrasi 1000 mg/L dengan
melarutkan sejumlah 1000 mg KMnO4 ke dalam 1 liter aquadest.
2. Ambil sampel air tambak sebanyak 5 sampel masing-masing 1 liter.
3. Pada sampel air tambak, tambahkan berturut-turut 2, 4, 6, 8 dan 10 ml
larutan KMnO4 konsentrasi 1000 mg/L, aduk hingga merata.
4. Tunggu selama 15 menit.
5. Hasil uji yang memberikan warna ungu sangat muda (merah muda)
setelah 15 menit, adalah KMnO4 demand yang benar. Bila ada
keraguan untuk menentukan warna ungu sangat muda (merah muda)
yang mana digunakan sebagai KMnO4 demand, maka pilihlah
konsentrasi larutan KMnO4 yang lebih rendah.
Misalkan suatu sampel air tambak diberi perlakuan larutan KMnO4. Setelah 15
menit, sampel air pada perlakuan 2 mg/L berubah warnanya menjadi coklat,
tetapi sampel air pada perlakuan 4 mg/L masih berwarna ungu sangat muda
(merah muda). Maka KMnO4 demand nya adalah pada konsentrasi 4 mg/L.
Kalikan 4 mg/L dengan 2 untuk menentukan rekomendasi konsentrasi KMnO4
untuk perlakuan di tambak, yaitu 8 mg/L.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 117

2. Hidrogen Peroxide

Hydrogen peroxide (H2O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna,


kenampakannya seperti air dan dapat dicampur dengan air dalam berbagai
proporsi. Pada konsentrasi tinggi, bisa menimbulkan rasa perih/pedas pada mata
atau berbau agak asam. H2O2 mempunyai berat molekul 34.02 dan bersifat
nonflammable (tidak menguap) pada berbagai konsentrasi.

2 H2O2 → 2 H2O + O2

Senyawa Hydrogen peroksida dikenal sebagai oksidator kuat, bahkan lebih kuat
daripada chlorine dan potassium permanganate.

Oksidator Potensial oksidasi (V)


Fluorine 3.0
Hydroxyl radical 2.8
Ozone 2.1
Hydrogen peroxide 1.8
Potassium permanganate 1.7
Chlorine dioxide 1.5
Chlorine 1.4

Meskipun sebagai oksidator kuat, namun H2O2 sangat aman digunakan, karena
H2O2 sesungguhnya adalah metabolite yang dihasilkan oleh banyak organisme
secara alami, yang pada akhirnya akan terurai menjadi oksigen dan air seperti
reaksi di atas. Hydrogen peroxide bisa digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti menghilangkan bau yang disebabkan oleh H2S, menurunkan
BOD/COD, oksidasi bahan organik dan anorganik, oksidasi unsur-unsur metal dan
mengendalikan algae atau epicomensal yang tidak dikehendaki dalam air
tambak. Untuk keperluan treatment epicomensal, ekor gripis dan protozoa
biasanya digunakan dosis 3 – 5 ppm.

3. Rotenone

Senyawa rotenone diisolasi dari tumbuhan Derris elliptica, Derris montana dan
Derris pubipetala, digunakan untuk membasmi predator yang masuk ke tambak
seperti ikan-ikan liar. Rotenone murni berbentuk kristal tidak berwarna sampai
berwarna agak kecoklatan atau putih sampai putih kecoklatan, sangat sensitif
terhadap cahaya dan udara (Ling, 2003). Dosis yang digunakan untuk
membunuh predator sangat tergantung pada tingkat kemurnian senyawa
rotenone itu sendiri, biasanya sekitar 1 – 2 mg/L.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 118

Rumus kimia Rotenone


(Sumber : Ling, 2003)

4. Zeolite

Zeolite merupakan mineral Aluminosilicate dengan bangun (kerangka) kimia tiga


dimensi yang terdiri dari Silicon (Si) dan Aluminum oksida (Al2O3). Dalam bidang
aquaculture, zeolite dapat digunakan sebagai filter untuk menghilangkan
ammonia dari dalam air akuarium atau bak tempat memelihara ikan, terutama
untuk ikan air tawar. Sedangkan dalam budidaya udang, zeolite bisa digunakan
sebagai pupuk untuk menumbuhkan plankton, terutama bila kita ingin
menumbuhkan plankton dari golongan diatomae. Bila kita menebar zeolite ke
dalam tambak, maka warna air cenderung berubah menjadi kecoklatan.
Struktur molekul zeolite yang berbentuk tiga dimensi dan berongga (berpori-pori)
sangat baik digunakan sebagai media (rumah) bagi bakteri pengurai. Dalam
aplikasi di tambak biasanya bubuk zeolite langsung dicampurkan dengan
larutan yang mengandung bakteri pengurai, kemudian ditebarkan ke dalam
tambak.
Bubuk zeolite tidak efektif digunakan untuk meningkatkan alkalinitas air tambak
karena kandungan kalsiumnya (CaCO3, Ca(OH)2) tidak ada. Tetapi masih ada
pendapat di kalangan budidayawan udang bahwa zeolite bisa digunakan
untuk menyerap gas-gas beracun, terutama ammonia (NH3). Berdasarkan hasil
percobaan skala laboratorium yang dilakukan oleh Profesor Claude E. Boyd
(2003), diperoleh kesimpulan bahwa zeolite hanya efektif digunakan untuk
menyerap ammonia pada air tawar, sedangkan pada air laut tidak efektif.
Makin tinggi salinitas air, makin rendah kemampuan zeolite menyerap ammonia
seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 119
Penyerapan ammonia oleh zeolite pada salinitas berbeda.

Salinitas Penyerapan Ammonia


(g/kg zeolite)
0.1 ppt (air kran) 9.0
4 4 ppt 0.12
8 ppt 0.10
16 ppt 0.08
32 ppt 0.04

Gambar 78 : Rumus bangun Zeolite


(Sumber : Facioni and Deem, 1999)

Gambar 79 : Struktur molekul dasar zeolite.


(Sumber : www.cheresources.com)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 120
5. Benzalkonium Chloride

Benzalkonium Chloride atau BKC berupa cairan bening sampai berwarna coklat
sangat muda, digunakan sebagai antiseptik untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme. Dalam budidaya udang, BKC
biasanya digunakan untuk membunuh atau mengurangi populasi bakteri
penyebab ekor geripis, membunuh protozoa atau partial dropping plankton.
Percobaan yang dilakukan di Central Lab PT Centralpertiwi Bahari terhadap
kerang Mytilus edulis, BKC bisa digunakan untuk membunuh kerang dewasa
pada dosis 1.5 sampai 2.0 ppm. Untuk perlakuan terhadap ekor geripis, protozoa,
dinoflagellata dan partial dropping, dosis yang digunakan berkisar antara 0.8
sampai 2.0 ppm, tergantung pada berat atau umur udang di tambak tersebut.

6. Chlorine

Senyawa chlorine biasa digunakan untuk disinfeksi air dan peralatan budidaya.
Ada beberapa senyawa chlorine yang bisa digunakan untuk disinfektan, yaitu :
gas chlorine (Cl2), sodium hypochlorite (NaOCl) dan calcium hypochlorite (
Ca(OCl)2 ). Reaksi ketiga senyawa chlorine tersebut dalam air adalah sebagai
berikut :

Cl2 + H2O → H+ + Cl- + HOCl

NaOCl + H2O → Na+ + OH- + HOCl

Ca(OCl)2 + 2 H2O → Ca++ + 2 OH- + 2 HOCl

HOCl → OCl- + H+

Residu chlorine bebas dan yang terikat, semua beracun bagi ikan maupun
udang. Senyawa chlorine dalam bentuk HOCl (hydrochlorous acid) paling efektif
digunakan untuk disinfektan karena daya racunnya 100 kali lebih kuat daripada
ion hypochlorite (OCl-). Efektifitas chlorine juga dipengaruhi oleh adanya bahan
organik, senyawa tereduksi dan kekeruhan pada air yang akan diberi perlakuan.
Kekeruhan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air
tidak hanya menyerap disinfektan, tetapi juga berfungsi sebagai sarang
mikroorganisme yang menghalanginya dari kontak langsung dengan disinfektan.
Sebagai oksidator kuat, chlorine akan bereaksi dengan logam-logam atau
senyawa tereduksi seperti Fe++, Mn++, H2S dan NH3. Banyaknya chlorine yang
diserap oleh partikel tersuspensi, mengoksidasi bahan organik dan senyawa
tereduksi disebut chlorine demand. Chlorine demand pada air berbeda-beda
tergantung kandungan partikel tersuspensi, bahan organik dan senyawa-
senyawa tereduksi lainnya.
Oleh karena itu tidak ada standar aplikasi chlorine untuk air tambak. Dalam
prakteknya, upaya pengendapan partikel tersuspensi sebelum perlakuan
dengan chlorine akan meningkatkan efektifitas daya bunuh chlorine itu sendiri
dan dosis yang diperlukan akan lebih rendah. Dosis yang umum digunakan untuk
desinfeksi adalah 20 - 30 ppm aktif. Senyawa lain yang dihasilkan pada reaksi
chlorine dengan amonia dalam air adalah senyawa chloramine (NH2Cl, NHCl2,
NCl3), sebagai akibat dari reaksi antara chlorine dengan amonia. Senyawa
chloramine sangat toksik bagi udang. Reaksi pembentukan senyawa chloramine
adalah sebagai berikut :

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 121

NH3 + HOCl → NH2Cl + H2O (monochloramine)

NH2Cl + HOCl → NHCl2 + H2O (dichloramine)

NHCl2 + HOCl → NCl3 + H2O (trichloramine)

Keberadaan ketiga bentuk chlorine tersebut di atas sangat tergantung pada pH


seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

Mole fraksi

1.00
HOCl OCl-

0.75

0.50

0.25

Cl2

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
pH

Diagram distribusi bentuk-bentuk senyawa Chlorine pada suhu 25oC.


(Sumber : ASCC News Q1/1995/Issue No. 21).

7. Formalin

Formalin merupakan larutan formaldehyde dengan konsentrasi 37 – 38 % w/w,


banyak digunakan dalam kegiatan budidaya udang maupun ikan untuk
mengendalikan jamur pada telur ikan atau parasit eksternal (epicomensal) pada
tubuh ikan dan udang. Bahkan dalam uji stres (stress test) benur selalu digunakan
larutan formalin 100 ppm. Namun penggunaan formalin di tambak budidaya
untuk keperluan membasmi protozoa atau epicomensal pada tubuh udang
sudah ditiadakan, karena para pembeli udang dari luar negeri keberatan
dengan penggunaan bahan kimia ini. Perlakuan formalin, selain membunuh
epicomensal yang menempel pada tubuh dan insang udang, juga
menyebabkan sebagian plankton akan mati dan penurunan kandungan
oksigen terlarut dalam air. Dosis yang biasa digunakan antara 10 sampai 20 ppm.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 122
8. Gypsum

Dalam budidaya udang, gypsum atau biasa disebut gips digunakan untuk
meningkatkan kesadahan (hardness) air tambak, terutama pada perairan yang
mempunyai kesadahan rendah. mempunyai rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum
juga merupakan sumber sulphur dan calcium yang sangat baik, karena
kelarutannya 100 kali lebih tinggi daripada kapur (liming materials) dan tidak
mempengaruhi pH.
Pemberian gypsum akan meningkatkan konsentrasi Ca++ dalam air dan dapat
digunakan sebagai suatu elektrolit untuk koagulasi koloid-koloid dalam tambak
air tawar. Untuk koagulasi dibutuhkan gypsum dengan konsentrasi 200 – 400 mg/l,
sehingga sangat jarang digunakan untuk keperluan ini (Boyd, 1995). Kelarutan
posfat akan menurun dengan meningkatnya konsentrasi Ca++ dalam air, karena
senyawa posfat akan terikat dan mengendap dengan reaksi sebagai berikut :

5 Ca + 3 H2PO4- + H2O = Ca5(PO4)3OH ↓ + 7 H+

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Boyd (1995) menunjukkan


bahwa perlakuan gypsum dapat menurunkan konsentrasi posfor dengan pesat
pada air dengan kesadahan rendah. Pada beberapa kasus, air tambak memiliki
pH tinggi oleh karena konsentrasi Ca++ dalam air tidak mencukupi untuk
mengendapkan ion CO3= yang dihasilkan selama proses fotosintesis.
Perlakuan gypsum pada air tambak dengan kesadahan rendah dan alkalinitas
tinggi dapat meningkatkan konsentrasi ion Ca++, mengendapkan ion CO3=
menjadi CaCO3 dan menurunkan pH. Namun demikian, efektifitas perlakuan
gypsum pada tambak-tambak air payau tidak sebaik pada tambak air tawar.
Konsentrasi ion Ca++ dan SO4= yang relatif tinggi pada air payau akan
menyebabkan kelarutan gypsum menjadi rendah. Lagi pula konsentrasi ion Ca++
dan SO4= dalam air payau sudah cukup untuk koagulasi koloid dan membatasi
ketersediaan posfat.

9. Copper Sulfate (CuSO4. 5 H2O)

Copper sulfate (CuSO4. 5 H2O) atau sering disebut kupri sulfat merupakan bubuk
atau kristal berwarna biru, bersifat higroskopis dan beracun. Senyawa ini biasa
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan fitoplankton dan lumut sutera
(Enteromorpha) dalam tambak. Pada masa awal persiapan tambak sering kali
dijumpai lumut sutera, terutama pada tambak tambak yang kesulitan
menumbuhkan plankton. Lumut sutera tumbuh pesat pada tambak tambak
yang airnya bening dan salinitasnya rendah, di bawah 20 ppt. Untuk mencegah
tumbuhnya lumut sutera, sebagian praktisi budidaya lebih suka memberi
perlakuan copper sulfate pada saat persiapan tambak sebelum menumbuhkan
plankton. Menurut Boyd (1996), copper sulfate menghambat proses respirasi dan
fotosintesis pada algae, namun fotosintesis lebih sensitif daripada respirasi
terhadap toksisitas copper sulfate.
Ion Cu+2 yang dihasilkan dari CuSO4 memiliki afinitas tinggi terhadap ion karbonat
(CO3=) dan segera bereaksi membentuk senyawa CuCO3 yang mengendap.
Berdasarkan sifat-sifat ion kupri seperti tersebut di atas, maka dalam aplikasi
untuk membasmi lumut sutera (Enteromorpha) atau mengurangi densitas BGA
juga harus dipertimbangkan kondisi alkalinitas air tambak. Kita menganggap
ada sebagian ion Cu +2 yang akan bereaksi dengan ion karbonat dari alkalinitas.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 123
Oleh karena itu, dalam menghitung dosis kupri sulfat (copper sulfate) digunakan
rumus sebagai berikut :

CuSO4 (ppm) = (Total alkalinitas/100) + 0,5 ppm

Konsentrasi atau dosis kupri sulfat yang digunakan untuk mengendalikan populasi
fitoplankton berkisar antara 0.06 – 0.50 mg CuSO4 / L air. Efektifitas kupri sulfat
juga sangat dipengaruhi oleh pH. Kelarutan ion Cu+2 sangat tinggi pada pH
rendah, kelarutannya akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya pH.
Kondisi ini bisa menimbulkan masalah pada aplikasi kupri sulfat sebagai algisida
ditambak. Karena pada pH rendah, kelarutan ion Cu+2 sangat tinggi sehingga
sangat efektif untuk membunuh algae, tetapi juga sangat berbahaya bagi
udang atau ikan yang kita pelihara dalam tambak.

10. Malachite Green

Malachite green biasa digunakan untuk membunuh bakteri dan jamur, terutama
pada tambak-tambak yang panen atau kuras karena penyakit. Namun
demikian, bahan kimia ini sekarang dilarang digunakan dalam kegiatan
budidaya udang.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 124
Tabel : Obat dan bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan dalam
budidaya udang

No Nama Obat dan bahan kimia yang No Nama Obat dan bahan kimia
dilarang digunakan dalam dalam pengawasan Pemerintah
budidaya udang
1 Aristolochia 1 Acetic acid ≤ 80 % w/w
2 Chloramphenicol 2 Benzalkonium chloride
3 Chloroform 3 Calcium hypochlorite
4 Chlopromazine 4 Chlorine
5 Colchicine 5 Fentin acetate
6 Dapsone 6 Formaldehyde (Formalin)
7 Dimetridazole 7 Hydrochloric acid ≤ 15 % w/w
8 Metronidazole 8 Rotenone
9 Nitrofurans 9 Sodium hydroxide ≤ 20 % w/w
10 Ronidazole 10 Sodium hypochlorite
11 Diethylstilbestrol 11 Trichlorfon
12 Ipronidazole 12 Trifluralin
13 Sulfonamides
14 Fluorquinolones
15 Glycopeptides
16 Nitroimidazoles

3.Case study

Mengelola air tambak dimulai ketika kita memasukkan air untuk pertama kalinya
ke dalam infrastruktur budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet,
kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu
diperhatikan kualitas air yang akan kita gunakan untuk budidaya, baik secara
fisik, kimia maupun mikrobilogi. Mutu fisik air yang bisa kita amati adalah
suspended solid dalam air yang menyebabkan kekeruhan. Parameter kimia
yang di analisis adalah salinitas, alkalinitas dan ortho posfat, sedangkan
parameter mikrobilogi yang perlu diketahui adalah jenis plankton dan analisis
PCR terhadap udang dan crustaceae liar apakah mengandung virus white spot
atau tidak.

1. Ganti air dalam situasi darurat(Emergency water exchange)

Dalam situasi darurat seperti konsentrasi gas-gas beracun melebihi ambang


batas aman, DO di bawah 3 ppm atau terjadi kematian fitoplankton secara
massal, bisa dilakukan pergantian air dalam jumlah besar. Tujuannya adalah
melakukan dilusi atau pengenceran konsentrasi senyawa-senyawa beracun,
menaikkan konsentrasi DO dan memasukkan bibit fitoplankton baru ke dalam
tambak. Jumlah air yang diperlukan sangat tergantung pada kondisi pada saat
itu, makin tinggi konsentrasi senyawa-senyawa beracun (amonia dan H2S) akan
semakin banyak air yang diperlukan. Bahkan bisa lebih dari 30 persen volume air
tambak.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 125
2. Mitigasi parameter kualitas air diluar kendali manusia

Stabilitas parameter kualitas air sangat penting dalam budidaya udang,


sehingga udang yang dibudidayakan terhindar dari stress akibat parameter
kualitas air yang sangat fluktuatif. Untuk menciptakan kondisi stabil dan
parameter kualitas air selalu berada pada kisaran yang baik bagi pertumbuhan
udang, air tambak perlu dikelola dengan baik dan bertanggung-jawab sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Standard Operating Procedure dan
Best Aquaculture Practices. Ada parameter kualitas air yang tidak bisa kita
kendalikan yaitu suhu, yang sangat tergantung pada kondisi cuaca. Di daerah
pertambakan pantai timur Sumatra, kisaran suhu airnya adalah 27 - 28oC di pagi
hari dan 32 – 33oC pada siang hari. Tetapi suhu air di daerah pantai utara dan
selatan Jawa Timur ke arah timur sampai Sumbawa bisa turun hingga 24 – 26oC
di pagi hari pada musim-musim tertentu, yaitu ketika di Australia terjadi musim
dingin. Pada suhu seperti ini biasanya pertumbuhan udang akan lebih lambat.
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting,
tetapi tidak bisa kita kendalikan bila tidak memiliki sumber air tawar. Berdasarkan
ketentuan dalam Best Aquaculture Practices, para petambak tidak
diperkenankan mengendalikan salinitas menggunakan air bawah tanah atau air
dari sumur bor. Karena hal ini bisa menyebabkan adanya intrusi air laut ke arah
daratan. Oleh karena itu, salinitas sangat tergantung pada musim. Pada musim
kemerau, salinitas air di tambak bisa mencapai 33 ppt dan turun sampai 20 ppt
pada musim hujan. Salinitas minimum saat tebar benur harus di atas 15 ppt agar
perbedaan salinitas antara air tambak dengan air benur dari hatchery tidak
terlalu jauh. Makin kecil perbedaan salinitas air tambak dengan air benur
hatchery akan makin baik, karena mengurangi stress yang diderita benur saat
aklimatisasi tebar. Perbedaan salinitas air tambak dengan air benur yang
diinginkan adalah sekitar 5 ppt. Namun karena ketiadaan sumber air tawar di
hatchery, perbedaan salinitas bisa mencapai 10 ppt, yaitu air benur 30 ppt dan
air tambak 20 ppt.

3. Fluktuasi suhu yang extrim

Suhu air tambak outdoor sangat tergantung pada kondisi cuaca, pada musim
hujan fluktuasi suhu pagi dan siang lebih rendah daripada musim kemarau. Suhu
air pagi berkisar 28 – 29oC dan siang 30 – 32oC pada pada musim hujan,
sedangkan pada musim kemarau suhu pagi berkisar 24 – 28oC dan 32 – 33oC
pada siang hari. Untuk meringankan dampak negatif fluktuasi suhu ekstrim
terhadap udang yang kita pelihara, maka perlu dipahami dinamika suhu siang
dan malam serta efek radiasi sinar matahari terhadap bumi. Pada siang hari,
matahari memanasi bumi, udara dan air. Udara lebih cepat panas daripada air
dan bumi (tanah). Sedangkan pada malam hari, udara lebih cepat dingin
daripada air dan tanah. Air tambak yang bening pada siang hari lebih cepat
panas daripada air tambak yang keruh karena fitoplankton, sedangkan pada
malam hari lebih cepat dingin. Hal ini mengakibatkan fluktuasi suhu pagi dan
siang hari sangat besar pada tambak yang airnya bening, suhu pagi turun
sampai 24oC dan suhu siang mencapai 32oC. Fluktuasi suhu yang terlalu besar
bisa menyebabkan stress pada udang sehingga rentan terhadap serangan
penyakit. Serangan WSSV sangat cepat pada suhu antara 23 – 28oC (Guan Y, et.
al., 2002). Dr Edward D. Scura dan Davis Currie menyatakan bahwa serangan
WSSV lebih ringan pada kondisi suhu di atas 30oC.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 126
Untuk mengurangi dampak negatif suhu rendah terhadap udang yang kita
pelihara, perlu dilakukan usaha untuk memperkecil fluktuasi suhu pagi dan siang
hari serta menciptakan kondisi air tambak agar tetap hangat pada malam hari.
Bagaimana caranya agar panas matahari yang diserap air tambak, tertahan
dalam air dan dilepaskan secara perlahan-lahan pada malam hari. Untuk itu,
perlu ada benda atau partikel-partikel hidup maupun mati yang mampu
menyerap panas dan menyimpannya hingga malam. Partikel-partikel yang
paling memungkinkan kita kembangkan adalah fitoplankton. Dengan cara
menumbuhkan fitoplankton sebanyak-banyaknya hingga 106 sel per ml
diharapkan mampu menyerap panas matahari dan menyimpannya hingga
malam, sehingga kondisi air tetap hangat dan fluktuasi suhu menjadi lebih kecil.
Dengan demikian, diharapkan udang tidak mengalami stress sehingga terhindar
dari infeksi WSSV.

SIANG

AIR BENING LEBIH CEPAT PANAS AIR KERUH LEBIH LAMBAT PANAS

Air tambak yang bening lebih cepat panas daripada air keruh
karena Fitoplankton.

MALAM

AIR BENING LEBIH CEPAT DINGIN AIR KERUH LEBIH LAMBAT DINGIN

Air tambak yang bening lebih cepat dingin daripada air keruh
Karena Fitoplankton.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 127

PUPUK FERMENTASI

PAKAN PELLET
PUPUK UREA

(NH2)2CO + 2H2O (NH4)2CO3


BAHAN ORGANIK
(NH4)2CO3 + H2O 2NH4OH + CO2

2NH4OH 2NH4+ + 2OH-

2NH4+ ═ 2NH3 + 2H+ CO2 + OH- HCO3-


2NH3 + 3O2 ═ 2NO2- + 4H+ + 2H2O (Nitrosomonas)
2NO2- + O2 ═ 2NO3- (Nitrobacter)

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

CO2 + H 2O Cn(H2O)n + O2
FOTOSINTESIS
FITOPLANKTON

Reaksi dekomposisi bahan organik dan pupuk di dalam tambak.

4. Fluktuasi salinitas yang extrim

Salinitas merupakan parameter kualitas air yang sulit dikendalikan bila kita
tidak memiliki sumber air tawar. Pada musim kemarau salinitas air akan
meningkat sampai ke level 33 – 34 ppt, sedangkan pada musim hujan akan turun
sampai di bawah 15 ppt. Ketika salinitas meningkat pada musim kemarau,
budidayawan udang sering mengeluh tentang pertumbuhan lambat dan nafsu
makan turun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya gangguan
osmoregulasi, konsentrasi senyawa-senyawa terlarut di luar tubuh udang lebih
tinggi daripada cairan sel dalam tubuh udang. Untuk meringankan gangguan
pertumbuhan lambat dan nafsu makan turun, beberapa budidayawan udang
menganjurkan untuk membasahi pakan pellet dengan air tawar sesaat sebelum
diberikan.
Pada musim hujan salinitas air tambak menjadi rendah, turun sampai di bawah
15 ppt. Keluhan yang sering muncul adalah nafsu makan turun, air mudah drop
(plankton mati), alkalinitas turun sampai di bawah 80 ppm dan tubuh udang
lembek. Untuk menjaga agar salinitas air tambak tidak turun terlalu rendah,
sebaiknya dipasang pipa paralon di side drain atau central drain yang diberi
lubang-lubang tepat di atas level permukaan air tambak. Tujuannya adalah
membuang air permukaan yang berasal dari air hujan. Salinitas air hujan adalah
nol, alkalinitasnya juga nol sedangkan pHnya mendekati netral, yaitu sekitar 7.
Untuk menjaga agar alkalinitas air tambak selalu di atas 80 ppm, pastikan bahwa
sumber CO2 mencukupi untuk fotosintesis dan untuk membentuk ion bikarbonat
(HCO3-) yang merupakan komponen alkalinitas. Berikan pupuk fermentasi
berserta bakteri dekomposernya dengan dosis sesuai anjuran.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 128

5. Mengendalikan Alkalinitas

Alkalinitas air tambak yang baik harus di atas 80 ppm agar fluktuasi pH air siang
dan malam tidak terlalu tinggi, yaitu pada kisaran 7.8 – 7.9 pagi hari dan 8.2 – 8.3
di siang hari. Pada air yang alkalinitasnya rendah mengandung sedikit ion
bikarbonat (HCO3-) dan ion karbonat (CO3=). Selama proses fotosintesis
diperlukan sejumlah ion bikarbonat untuk membentuk molekul karbon dioksida
(CO2) yang akan bereaksi dengan molekul air (H2O) menjadi senyawa
karbohidrat dan melepaskan sejumlah oksigen.

matahari

CO2 + H2O → Cn(H2O)n + O2

Molekul CO2 dibentuk dari 2 ion bikarbonat dengan reaksi sebagai berikut :

2 HCO3- → CO2 + H2O + CO3=

Pada saat fotosintesis reaksi akan bergerak ke kanan, sehingga konsentrasi ion
bikarbonat dalam air akan berkurang yang berakibat pada penurunan
alkalinitas air tambak. Untuk menjaga alkalinitas tetap tinggi perlu ditambahkan
ion bikarbonat ke dalam air tambak. Sumber ion bikarbonat bisa berasal dari
material kapur, dolomite atau hasil dekomposisi bahan organik oleh bakteri
pengurai.

Kapur pertanian : CaCO3 + H2O + CO2 → Ca++ + 2 HCO3-

Dolomite : CaMg(CO3)2 + 2 H2O + CO2 → Ca++ + Mg++ + 4 HCO3-

Pupuk Organik : Protein terurai menjadi CO2 + H2O + NH3


Karbohidrat terurai menjadi CO2 + H2O
Lemak terurai menjadi CO2 + H2O

Karbon dioksida hasil peruraian pupuk organik (pupuk fermentasi) akan


membentuk ion bikarbonat dengan reaksi sebagai berikut :

CO2 + H2O ═ H2CO3 ═ H+ + HCO3-

Dengan memperhatikan reaksi pembentukan bikarbonat dari kapur pertanian


dan dolomite tersebut di atas, ternyata selalu melibatkan CO2. Oleh karena itu,
sebelum melakukan pengapuran untuk menaikkan alkalinitas harus didahului
dengan dengan pemupukan menggunakan pupuk fermentasi sebagai sumber
CO2. Material kapur tidak akan terurai dan membebaskan bikarbonat tanpa
ketersediaan molekul karbon dioksida.

6. Mengendalikan pH

Mengendalikan pH agar selalu berada pada kisaran 7.8 – 7.9 pagi hari dan 8.2 –
8.3 pada sore hari memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dinamika
yang terjadi di dalam ekosistem tambak. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+
yang ada dalam air tambak. Makin tinggi konsentrasi ion H+, maka pH air tambak

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 129
akan semakin rendah. Untuk menaikkan pH air, kita harus mengikat ion H+
menggunakan basa melalui reaksi netralisasi. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan
kalsium oksida (CaO) merupakan basa yang bisa digunakan untuk mengikat ion
H+ dalam reaksi netralisasi, sehingga pH air akan meningkat.

Ca(OH)2 + 2 H+ → Ca++ + 2 H2O

CaO + 2 H+ → Ca++ + H2O


Bila pH tanah atau air tambaknya di bawah 7.8 sebaiknya dilakukan
pengapuran dengan dosis sesuai SOP yang ada. Sedangkan bila pH air terlalu
tinggi di atas 8.3 sebaiknya tambahkan sumber CO2 ke dalam tambak, bisa
berupa pupuk fermentasi. Reaksi CO2 dengan air akan melepaskan satu ion H+.
Asam cuka atau asam asetat (CH3COOH) juga bisa melepaskan ion H+ dalam
air, sehingga bisa digunakan untuk menurunkan pH, tetapi biayanya mahal.

CH3COOH → CH3COO- + H+

Selama proses fotosintesis akan terjadi pengambilan ion H+ dari air tambak
yang berasal dari reaksi disosiasi molekul air, sehingga konsentrasi ion H+ dalam
air turun dan ion hidroksilnya meningkat. Ion hidrogen hasil disosiasi molekul air
digunakan untuk membentuk ion bikarbonat dari ion karbonat. Ion bikarbonat
inilah yang akan digunakan untuk membentuk molekul karbon dioksida yang
diperlukan dalam proses fotosintesis.

H2O ═ H+ + OH-

H+ + CO3= → HCO3-

2 HCO3- → CO2 + H2O + CO3=

Reaksi fotosintesis : CO2 + H2O → Cn(H2O)n + O2

Menurunnya konsentrasi ion H+ menyebabkan pH air tambak meningkat selama


proses fotosintesis pada siang hari.

7. Mengendalikan kecerahan

Kecerahan dipengaruhi oleh populasi plankton dan bahan padatan yang


tersuspensi dalam air tambak. Makin tinggi populasi plankton atau makin tinggi
konsentrasi padatan tersuspensi dalam air, akan makin rendah kecerahannya.
Kecerahan yang diinginkan dalam budidaya udang adalah kecerahan yang
diakibatkan oleh keberadaan fitoplankton dalam air, bukan oleh padatan
tersuspensi (suspended solid). Sedangkan kecerahan yang dipengaruhi oleh
padatan tersuspensi biasanya terjadi pada budidaya vannamei di tambak
tanah dengan aerasi di atas 16 HP per hektar. Semakin padat densitas tebarnya,
makin cepat terjadi suspended solid atau sering kita sebut air milky. Densitas
fitoplankton pada tambak-tambak dengan air milky seperti itu sangat rendah,
kadang-kadang di bawah 104 sel per ml. Fitoplankton tidak bisa berkembang
dengan baik karena aktifitas fotosintesisnya terganggu, sinar matahari terhalang
oleh partikel-partikel lumpur atau tanah yang tersuspensi.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 130
Pada tambak-tambak yang sudah beberapa siklus beroperasi, terjadi
penumpukan senyawa posfat yang terikat oleh tanah tambak atau ion kalsium
membentuk senyawa kalsium posfat (Ca3(PO4)2) atau dikalsium posfat
(CaHPO4.2H2O). Oleh karena itu, tambak-tambak seperti ini tidak memerlukan
pupuk yang mengandung posfat seperti TSP, SP-36 atau DAP. Untuk keperluan
persiapan tambak, hanya disediakan pupuk nitrogen seperti urea dan pupuk
organik sebagai sumber CO2 dan mikro nutrien. Bila kandungan posfatnya tinggi
atau N/P rationya rendah, cenderung tumbuh golongan diatom dan air
tambaknya berwarna coklat. Untuk mengubah dominansi ke golongan green
algae, perlu diperhatikan N/P ratio sebaiknya di atas 20.

Sebelum melakukan pemupukan untuk menumbuhkan plankton, lakukan analisis


kandungan posfat dan alkalinitas air tambak. Berdasarkan dua parameter inilah
kita mengambil keputusan jenis pupuk apa yang kita gunakan dan berapa
dosisnya. Bila kandungan posfat air tambak di atas 0.05 ppm, maka tidak perlu
lagi diberikan pupuk TSP, SP-36 atau DAP, tetapi pupuk urea atau pupuk lainnya
yang mengandung nitrogen. Bila alkalinitasnya di bawah 80 ppm, berikan pupuk
fermentasi (pupuk organik) sebagai sumber CO2 sehingga alkalinitas air akan
naik atau setidak-tidaknya alkalinitas tidak akan turun ketika terjadi proses
fotosintesis. Dosis pupuk fermentasi 40 – 80 liter per hektar, tergantung alkalinitas
air tambak. Semakin rendah alkalinitasnya, maka dosis pupuk fermentasi makin
tinggi.

PUPUK UREA

PUPUK FERMENTASI

(NH2)2CO + 2H2O (NH4)2CO 3


BAHAN ORGANIK
+ H2O 2NH4OH + CO2
CO 2 + H2O H2CO3 +
H + HCO3 -
NO2-

CO 2 + H2O Cn(H2O)n + O 2 NO3-


FITOPLANKTON FOTOSINTESIS

Gambar : Fotosintesis dan reaksi-reaksi yang terjadi selama


pemupukan.

Ketika fitoplankton mulai tumbuh dan kecerahan air turun, pemupukan tetap
dilakukan sampai jumlah input bahan organik dari sisa pakan dan kotoran udang
bisa memenuhi kebutuhan nutrien fitoplankton. Karena semakin tinggi densitas

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 131
fitoplankton, makin banyak nutrien yang dibutuhkan. Kesalahan yang sering
terjadi adalah menghentikan pemupukan ketika air tambak sudah mencapai
kecerahan yang diinginkan, padahal pada saat itu hasil peruraian bahan
organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang dan plankton yang mati
belum mampu memenuhi kebutuhan nutrien fitoplankton. Akibatnya fitoplankton
akan berhenti memperbanyak diri dan masuk ke fase kematian (deklinasi), air
tambak menjadi berbusa dan akhirnya bening atau dikenal dengan istilah air
drop.

8. Mengendalikan dominansi plankton

Banyak sekali jenis dan spesies plankton yang bisa hidup dalam air tambak,
namun demikian hanya jenis dan spesies tertentu saja yang kita inginkan paling
dominan keberadaannya. Fitoplankton hijau atau green algae terutama dari
golongan chlorophyceae seperti Chlorella sp., Oocystis, Gloeocystis,
Scenedesmus, Tetraselmis dan beberapa dari jenis Cyanophyceae (Blue green
Algae) seperti Oscillatoria sp. Golongan cyanophyceae yang tidak dikehendaki
tumbuh di tambak antara lain Anabaena dan Microcystis. Untuk mengarahkan
dominansi ke chlorophyceae, jaga N/P ratio nya di atas 20. Bila di bawah itu,
dominansi cenderung mengarah ke diatom dan air tambaknya berubah
menjadi kecoklatan. Blue Green Algae akan tumbuh saat N/P rationya semakin
rendah dan akumulasi bahan organik tinggi.

Keberadaan Blue Green Algae akan diikuti oleh protozoa dan dinoflagellata bila
akumulasi bahan organik dasar tambak semakin tinggi. Hal ini menyebabkan
tubuh dan insang udang menjadi kotor, konsentrasi NH3 dan H2S meningkat,
pertumbuhan terganggu dan bahkan bisa menimbulkan kematian. Untuk
menjaga air tambak tetap hijau yang didominansi oleh chlorophyceae, bisa
dilakukan hal-hal berikut ini :
1. Lakukan pemupukan menggunakan urea atau pupuk nitrogen lainnya.
2. Selalu melakukan analisis nitrogen total dan ortho posfat untuk mengethui
dosis dan jenis pupuk yang akan diberikan.
3. Melakukan siphon bahan organik dasar tambak agar protozoa dan
dinoflagellata tidak berkembang.
4. Mengoperasikan kincir secara terus menerus untuk memberikan
kesempatan kepada fitoplankton di semua kolom air untuk melakukan
fotosintesis.
Blue Green Algae bisa tumbuh pada air tambak dengan kandungan nitrogen
yang sangat rendah, karena BGA memiliki sel heterocyst untuk mengambil
nirogen dari udara. Pada kondisi seperti ini fitoplankton lainnya tidak bisa tumbuh
karena keterbatasan sumber nitrogen.

9. Mengendalikan Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut atau dikenal dengan istilah DO (Dissolved Oxygen) sangat


penting diperhatikan. DO pagi tidak boleh lebih rendah daripada 4 ppm untuk
menjaga agar udang tidak menderita stress, karena akan memicu timbulnya
penyakit. Untuk menjaga DO pagi selalu di atas 4 ppm dan DO siang di atas 7
ppm, dalam managemen tambak sehari-hari perlu diperhatikan kebersihan
dasar tambak dan dominansi fitoplanktonnya. Dasar tambak kotor
menyebabkan DO pagi rendah karena oksigen akan digunakan untuk proses
dekomposisi bahan organik (respirasi mikroorganisme). Pada kondisi cuaca cerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 132
dengan dominansi fitoplankton hijau dan dasar tambaknya bersih, biasanya DO
siang selalu di atas 7 ppm.

Pemantauan oksigen terlarut harus dilakukan pagi dan siang setiap hari. Kondisi
yang paling kritis adalah pagi hari sebelum matahari terbit, karena reaksi
fotosintesis yang menghasilkan oksigen belum mulai. Sedangkan pada malam
harinya sebagian besar oksigen terlarut digunakan untuk respirasi. Untuk
menjaga agar DO selalu berada pada kisaran yang aman, pagi di atas 4 ppm
dan siang di atas 7 ppm, perhatikan hal-hal berikut ini :
1. Menjaga kebersihan dasar tambak dengan melakukan sipon secara
berkala.
2. Menumbuhkan fitoplankton hijau (green algae), untuk memasok oksigen
terlarut melalui proses fotosintesis.
3. Mengoperasikan kincir secara terus menerus dengan jumlah minimal 10
unit (10 HP) per hektar pada padat tebar 90 – 100 ekor per m2.
4. Tidak menanam pepohonan di sekitar tambak atau menebang
pepohonan yang menghalangi sinar matahari masuk ke permukaan
tambak, agar fotosintesis berlangsung dengan baik.

10. Mengendalikan amonia (NH3)

Amonia sangat berbahaya pada pH tinggi, karena pada kondisi tersebut


konsentrasi ion hidrogen [H+] dalam air rendah, sehingga reaksi kesetimbangan
akan bergeser ke kiri membentuk senyawa amonia (NH3) atau unionized
ammonia dengan reaksi sebagai berikut :
NH3 + H2O ═ NH4+ + OH-

Kalau kita perhatikan reaksi tersebut di atas, semakin tinggi pH air atau semakin
rendah konsentrasi ion hidrogen dalam air maka semakin banyak terbentuk
unionized ammonia (NH3). Kondisi seperti ini sangat berbahaya bagi udang yang
berada dalam tambak. Mengapa konsentrasi ion hidrogen dalam air bisa
menurun ?. Karena selama proses fotosintesis terjadi dissosiasi molekul air menjadi
ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Ion hidrogen ini kemudian bereaksi
dengan ion karbonat (CO3=) membentuk ion bikarbonat (HCO3-) yang
selanjutnya digunakan untuk membentuk molekul CO2 sebelum reaksi
fotosintesis. Oleh karena itu, selama proses fotosintesis selalu diikuti kenaikan pH
air.
Untuk menghindari lonjakan pH yang terlalu tinggi antara pagi dan siang hari,
sangat penting diperhatikan sumber CO2 yang masuk ke dalam tambak. Sumber
CO2 bisa berasal dari pupuk organik atau pupuk fermentasi, sisa pakan dan
kotoran udang. Untuk mencegah naiknya konsentrasi amonia dalam tambak,
perhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Jaga plankton tetap stabil, hindari kematian plankton secara massal.
2. Memberikan pupuk urea atau pupuk nitrogen hanya bila ada sinar
matahari saja, hindari pemberian pupuk urea pada saat mendung, hujan
atau sore hari menjelang malam.
3. Berikan pupuk fermentasi secara berkala sampai jumlah input yang
masuk (dari pakan) mencukupi sebagai sumber nutrien bagi plankton.
4. Lakukan sipon secara berkala untuk mencegah akumulasi bahan organik
di dasar tambak.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com


CULTURE MANUAL OF PENAEID SHRIMP
Training for Supervisor 133
11. Mengendalikan Hidrogen Sulfida (H2S)

Gas hidrogen sulfida merupakan hasil dekomposisi senyawa protein yang


mengandung gugus belerang (S) seperti cysteine dan methionine dengan rumus
kimia sebagai berikut :

Bakteri anaerob juga bisa mengubah ion sulfat (SO4=) menjadi H2S dengan
mengambil unsur oksigen dan menukarnya dengan hidrogen.

SO4= H2S

H2 O2
Bakteri Anaerob

Senyawa H2S sangat beracun, terutama pada kondisi pH rendah. Karena


konsentrasi ion H+ pada pH rendah lebih tinggi, sehingga reaksi kesetimbangan
akan bergerak ke kiri membentuk H2S dari H+ dan HS- dengan reaksi sebagai
berikut :

H+ + HS-
pH tinggi
H2S
pH rendah
beracun H+ + HS-

Bila kondisi dasar tambak kotor karena akumulasi bahan organik, pH dasar
tambak cenderung rendah dan oksigen terlarutnya juga rendah karena
digunakan untuk reaksi dekomposisi bahan organik tersebut. Pada situasi
demikian, H2S menjadi sangat toksik bagi udang atau hewan yang hidup dalam
tambak. Cara yang paling baik untuk mengatasi hal ini adalah dengan
menyipon bahan organik dasar tambak secara berkala dan memberikan bakteri
dekomposer untuk membantu menguraikan bahan organik tersebut.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.softwarelabs.com

Anda mungkin juga menyukai