PENDAHULUAN
Aktifitas bidang usaha perikanan budidaya yang terutama terdiri dari tambak
udang dan ikan meningkat pesat dari tahun ke tahun. Peningkatan volume
produksi perikanan budidaya, di samping karena produktifitas per hektarnya
meningkat, juga karena beroperasinya tambak-tambak baru. Kecenderungan ini
menarik perhatian para pakar yang bernaung di bawah Food And Agriculture
Organization, untuk membuat suatu aturan atau kode etik tentang usaha
perikanan yang bertanggung jawab dan dituangkan dalam ketentuan yang
disebut Best Aquaculture Practices (BAP).
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam Best Aquaculture Practices ini adalah untuk
menjamin agar usaha perikanan budidaya berlangsung lestari atau Sustainable
Aquaculture. Agar usaha ini lestari, maka pemilihan lokasi untuk usaha
pertambakan harus tepat, tidak merusak lingkungan. Desain tambak dan sistem
tata guna air juga harus memenuhi kriteria BAP dan tidak merusak serta
mencemari lingkungan. Benur yang digunakan harus bebas penyakit dan
memiliki kriteria SPF (Specific Pathogen Free) dan atau SPR (Specific Pathogen
Resistance), tidak boleh menggunakan benur tangkapan dari alam. Pakan yang
digunakan harus berkualitas baik dan managemen pakannya juga harus baik
yang bisa dipantau dari FCR hasil panennya. Untuk menjamin kesehatan dan
keamanan para konsumen, maka selama proses budidaya tidak diperkenankan
menggunakan antibiotika dan bahan kimia berbahaya. Ketentuan-ketentuan
dalam Best Aquaculture Practices diuraikan berikut ini.
Membangun tambak udang sesuai RUTR dan kerangka aturan yang berlaku.
Buat desain dan bangun tambak udang dengan cara meminimalkan dampak
kerusakan lingkungan.
MAIN IN LET
BF SP BF
G
R
QP RESERVOIR QP E
E
N
B
CP CP
E
L
T
CP CP
S S.I S
O O
CP CP
CP CP
CP CP
WWTP
Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 4 ppm, akan membuat udang menjadi sulit
dalam menangkap oksigen, sehingga udang akan naik ke permukaan air untuk
mendapatkan oksigen. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka
udang akan mati lemas.
Perlakuan yang harus kita lakukan dalam kejadian ini adalah diantaranya
dengan memasukkan air segar ke tambak, memaksimalkan operasional aerator
dan memberikan kapur agar proses respirasi selain udang menjadi terhambat.
Pengukuran oksigen terlarut ini dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi dan siang.
Suhu (Temperatur).
Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi udang terutama nafsu makannya.
Hal ini berkaitan dengan proses metabolisma tubuh udang. Semakin tinggi suhu
perairan, semakin tinggi pula proses metabolisma dalam tubuh udang.
Sebaliknya jika suhu perairan sangat rendah, maka proses metabolisma tersebut
akan terhambat sehingga udang tidak mau makan. Penggunaan aerator yang
optimal akan membantu menjadikan perairan mempunyai suhu yang homogen
antara lapisan atas perairan, tengah dan dasar, sehingga tidak akan terjadi
stratifikasi suhu. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah berkisar
antara 28 – 30 0C. Pengukuran suhu dilakukan tiap 5 hari sekali, pagi dan siang.
Pastikan keamanan bahan makanan dan kualitas udang yang dihasilkan sangat
baik. Disamping itu, dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya
akan menurunkan resiko terhadap kerusakan ekosistem dan gangguan
kesehatan konsumen.
Pengapuran/Lim ming
Pengisian Air
Penumbuhan Plankton
Manajemen Pakan
Persiapan Panen
Pelaksanaan Panen
Pengawasan Panen
2.1.PERSIAPAN TAMBAK
Kegiatan-kegiatan persiapan air terdiri dari: pengisian air, sterilisasi & Aging dan
penumbuhan plankton.
Pengisian air
Adalah kegiatan memasukkan air ke treatment pond, sub inlet canal dan culture
pond (tambak) melalui beberapa saringan (multiple screen) yang terpasang
pada setiap intake water.
Saringan yang digunakan mulai dari ukuran 150 sampai dengan 500 mikron
Aging adalah proses pemeraman air setelah dilakukan sterilisasi, agar Free Living
Virus (FLV) yang ada dalam tambak mati. FLV apabila dalam waktu 3 x 24 jam
tidak menemui inang/tempat hidupnya maka FLV akan mati.
Penumbuhan plankton
Jenis plankton yang dibutuhkan di dalam tambak adalah alga golongan
chlorophyta dan diatomae. Penumbuhan kedua golongan alga tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik serta
pengapuran.
3 4
1 5
2
6 7 8 9 10
11
10
9
12 13 14 15 16
17 18 19 20 21
22 23 24 25 26
Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna hijau muda
Keterangan :
1. Chlorella sp 11. Chlorella sp. 21. Oocystis
2. Chlorella sp. 12. Oocystis 22. Oscillatoria splendida
3. Gloeocapsa sp. 13. Chroococcus sp. 23. Scenedesmus sp.
4. Tetraselmis sp. 14. Chroococcus sp. 24. Scenedesmus sp.
5. Chlorella sp. 15. Chroococcus sp. 25. Scenedesmus longus
6. Scenedesmus 16. Oocystis 26. Cyclops
7. Oocystis 17. Oocystis
8. Chlorella sp. 18. Gloeocystis gigas
9. Gloeocapsa sp. 19. Gloeocystis beaver
10. Brachionus 20. Brachionus
1 2
6 3 4
5 7 8
5
9 10
12 13 14 15
11
16 17 18 19 20
Keterangan :
1. Chlorella sp. 9. Oscillatoria princeps 17. Brachionus
2. Oocystis 10. Oscillatoria sp. 18. Cyclops sp.
3. Oscillatoria sp. 11. Oscillatoria chlorina. 19. Gloeocystis jason
4. Oscillatoria sp. 12. Oscillatoria sp. 20. Gloeocystis gigas
5. Scenedesmus 13. Chroococcus sp.
6. Oscillatoria margaritifera 14. Oocystis
7. Tetraselmis 15. Gloeocystis gigas
8. Oscillatoria sp. 16. Brachionus
1 2 3 4
6 9
7 8 10
12
14
11
13
15
16
17 18 19 20
1
2 3 4
6
5
10
7 8 9
13
14 17
11 12
15 16
21
19 27
20
18
24
26
22
23 25 28
Keterangan :
1. Oscillatoria margaritifera 15. Chaetoceros debilis
2. Chlorella sp. 16. Gyrosigma
3. Triceratium 17. Skeletonema costatum
4. Oocystis 18. Cyclotella sp.
5. Coscinodiscus 19. Amphora sp.
6. Asterionella 20. Brachionus
7. Oscillatoria princeps 21. Nitzschia
8. Chlorella 22. Amphora ovalis
9. Pleurosigma 23. Brachionus
10. Skeletonema costatum 24. Amphora pellucida
11. Asterionella dan Synedra 25. Cyclops sp.
12. Synedra accus 26. Rhizosolenia
13. Aphanizomenon flos_aquae 27. Nitzschia
14. Thalassiothrix 28. Amphora ovalis
1 2 3 4
8
5
6 7
9 10 11
17 12
16
13 14
15
24
18
21 22 23
20 25 26
19 27
Keterangan :
1. Chlorella 15. Epistylis
2. Oocystis 16. Acineta foetida
3. Oscillatoria sp. 17. Favella ehrenbergii
4. Oscillatoria princeps 18. Vorticella
5. Oscillatoria sp 19. Biddulphia sp.
6. Scenedesmus sp. 20. Euglena
7. Chroococcus 21. Noctiluca
8. Oscillatoria margaritifera 22. Biddulphia sp.
9. Oscillatoria sp 23. Brachionus
10. Tintinopsis 24. Cyclops
11. Tetraselmis 25. Biddulphia sp.
12. Oscillatoria sp. 26. Biddulphia sp.
13. Zoothamnium 27. Biddulphia mobiliensis
14. Euplotes
2 3 4
1
5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
26
23
21 22 24 25
Keterangan :
1. Skeletonema costatum 14. Amphipleura
2. Skeletonema costatum 15. Asterionella
3. Pleurosigma 16. Thallassionema nitzschiodes
4. Asterionella dan Synedra 17. Brachionus
5. Chaetoceros debilis 18. Amphora ovalis
6. Brachionus sp. 19. Chaetoceros debilis
7. Tabellaria 20. Surirella
8. Coscinodiscus 21. Brachionus
9. Gyrosigma 22. Brachionus
10. Skeletonema costatum 23. Skeletonema costatum
11. Amphora pellucida 24. Skeletonema costatum
12. Amphora sp. 25. Cyclops sp.
13. Amphora ovalis 26. Bacteriastrum hyalinum
1 2 3 4 5 6
8 9
7 10
11 13 14 16
15
17 12 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna coklat tua.
Keterangan :
1. Skeletonema costatum 15. Coscinodiscus
2. Nitzschia 16. Gyrosigma
3. Diploneis 17. Chaetoceros contortus
4. Chaetoceros debilis 18. Chaetoceros curvisetus
5. Tabellaria dan Synedra 19. Chaetoceros pseudocurvisetum
6. Pleurosigma 20. Amphora ovalis
7. Ditylum brightwellii 21. Asterionella
8. Chaetoceros diadema 22. Chaetoceros affines
9. Chaetoceros brevis 23. Rhizosolenia
10. Amphora ovalis 24. Amphora
11. Chaetoceros debilis 25. Amphipleura
12. Bacteriastrum hyalinum 26. Chaetoceros didymum
13. Skeletonema costatum 27. Rhizosolenia setigera
14. Chaetoceros debilis
1 2 3 4 5 6 7
9 10 11 12 13 14
8
15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31 32
Plankton yang biasanya dijumpai pada air tambak berwarna coklat kemerahan.
Keterangan :
1. Skeletonema costatum 12. Chaetoceros debilis 23. Chaetoceros didymum
2. Nitzschia 13. Coscinodiscus 24. Tabellaria
3. Diploneis 14. Amphora ovalis 25. Amphora ovalis
4. Skeletonema costatum 15. Chaetoceros debilis 26. Asterionella
5. Tabellaria dan Synedra 16. Rhizosolenia 27. Chaetoceros curvisetus
6. Skeletonema costaum 17. Tabellaria 28. Protoperidinium depressum
7. Pleurosigma 18. Bacteriastrum hyalinum 29. Chaetoceros debilis
8. Thallassionema nitzschiodes 19. Gyrosigma 30. Rhizosolenia setigera
9. Ceratium tripos 20. Amphipleura 31. Ch. pseudocurvisetum
10. Dytilum brightwellii 21. Chaetoceros contortus 32. Chaetoceros affines
11. Chaetoceros diadema 22. Amphora sp.
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28
Keterangan :
1. Chaetoceros pseudocurvisetum 15. Zoothamnium gammari
2. Bacteriastrum hyalinum 16. Acineta foetida
3. Asterionella 17. Favella
4. Ceratium sp. 18. Epistylis
5. Zoothamnium 19. Tintinopsis campanula
6. Thalassiothrix 20. Synedra accus
7. Gyrosigma 21. Amphora ovalis
8. Vorticella 22. Amphora ovalis
9. Protoperidinium divergens 23. Chaetoceros debilis
10. Pronoctiluca pelagica 24. Chaetoceros didymum
11. Protoperidinium sp. 25. Surirella
12. Nitzschia 26. Biddulphia sp.
13. Amphora pellucida 27. Amphipleura
14. Tabellaria 28. Euplotes patella
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32
Keterangan :
1. Chlorella sp. 17. Bacteriastrum hyalinum
2. Scenedesmus sp. 18. Rhizosolenia
3. Scenedesmus sp. 19. Chaetoceros curvisetus
4. Diploneis 20. Chroococcus sp.
5. Tetraselmis 21. Chaetoceros didymum
6. Chaetoceros 22. Chaetoceros contortus
7. Pleurosigma 23. Gyrosigma
8. Ditylum brightwellii 24. Amphora
9. Nitzchia 25. Oocystis
10. Chaetoceros debilis 26. Amphora ovalis
11. Coscinodiscus 27. Asterionella
12. Skeletonema costatum 28. Rhizosolenia setigera
13. Amphipleura 29. Chaetoceros debilis
14. Chaetoceros pseudocurvisetum 30. Diploneis, Cymbella dan Amphora
15. Chaetoceros debilis 31. Tabellaria
16. Chaetoceros affines 32. Oscillatoria sp.
Grafik
Grafik. . Fase
Fase Pertumbuhan
Pertumbuhan Plankton,Waktu
Plankton, WaktuPemupukan
Pemukan dandan
Ganti air Air
Ganti
Ganti air
Fase Stasioner
Fase Lag
Waktu
2.3.PENEBARAN BENUR
Score (Nilai)
No. Umur Benur
15 8 0
(PL)
1 PL 8 ≥ 8,00 7,21 – 7,99 < 7,20
2 PL 9 ≥ 8,50 7,61 – 8,49 < 7,60
3 PL 10 ≥ 9,00 8,10 – 8,99 < 8,00
4 PL 11 ≥ 9,50 8,41 – 9,49 < 8,40
5 PL 12 ≥ 10,50 8,81 – 10,49 < 8,80
6 > PL 12 ≥ 11,00 9,21 – 10,99 < 9,20
Tabel 5. Deformities
Perhitungan benur
Jumlah benur dihitung berdasarkan hasil sampling di lapangan. Penghitungan
sampel benur diambil dari beberapa box untuk setiap kodenya. Jumlah benur
yang dihitung hanya pada benur-benur yang sehat, benur yang lemah dan mati
tidak diperhitungkan.
Jumlah benur yang ditebar di tambak disesuaikan dengan permintaan dari
lapangan yang ditetapkan dengan standar yang ada.
Pemasangan survival cage
Survival cage dipasang untuk mengetahui pengaruh proses tebar terhadap
survival rate benur, yang dijadikan dasar penentuan survival rate di awal
budidaya
Penebaran benur
Tahap penebaran benur meliputi penghitungan kantong benur, pengecekan
ulang kondisi kantong dan benur tiap kantong sebelum masuk ke tambak,
pengangkutan kantong ke tambak, aklimatisasi suhu dan salinitas serta
penglepasan benur ke tambak
2.4.PEMBESARAN UDANG
Manajemen pakan
Manajemen sampling
Sampling merupakan aktivitas rutin yang dilakukan mingguan untuk mengetahui
ABW, pertumbuhan (ADG), mengestimasi populasi, SR dan biomassa serta
mengamati kualitas udang selama budidaya.
Aktivitas sampling jika tidak dilakukan akan mengakibatkan kesulitan dalam
manajemen pakan, monitoring kesehatan, pertumbuhan dan kualitas udang
serta penentuan proyeksi panen.
Sampling untuk kontrol pertumbuhan dan kualitas udang dilakukan seminggu
sekali antara jam 07.00 sampai jam 09.00 dengan cara dijala.
Pada budidaya udang sistem intensif, akumulasi bahan organik yang akan
menjadi limbah di tambak semakin banyak sehingga pengelolaan limbah
tambak sangat diperlukan.
Bahan organik yang menjadi limbah harus dibuang melalui aktivitas sipon.
Pengaturan posisi kincir yang tepat diperlukan untuk mengumpulkan lumpur
disatu tempat sehingga sipon lebih efektif. Jumlah kincir yang diperlukan untuk
mendukung kapasitas tersebut 4 HP untuk tambak 2.500 m2 dan 8 – 12 HP untuk
tambak 5.000 m2.
Hal-hal yang timbul apabila manajemen dasar tambak kurang baik adalah :
1. Limbah dapat menciptakan kondisi anaerob di dasar tambak yang dapat
mengakibatkan meningkatnya jumlah gas-gas beracun seperti NH3, H2S dan
CH4, sehingga menyebabkan kematian massal udang.
2. Limbah di dasar tambak akan meningkatkan populasi bakteri pathogen
yang dapat menurunkan DO sehingga mengakibatkan kematian udang.
Bakteri pathogen dapat mengakibatkan tail rot, berlumut dan insang hitam.
Hal ini menyebabkan kualitas udang turun.
3. Limbah tambak dapat mengganggu proses panen sehingga udang banyak
tertinggal di dasar tambak, mutu udang turun dan udang berbau lumpur
(muddy smell).
Panen merupakan tahap akhir dari rangkaian proses budidaya udang di tambak
yaitu pengambilan udang dari tambak yang dijaga kesegarannya untuk
kemudian dikirimkan ke Cold Storage. Persiapan panen dimulai dari penentuan
kriteria tambak panen, yang dibedakan menjadi panen normal, panen
abnormal dan panen emergency
a. Panen Normal
Jika DOC ≥ 105 atau ABW di atas 20 gram untuk Penaeus monodon dan 18 gram
untuk Litopenaeus vannamei.
b. Panen Abnormal
c. Panen Emergency
Jika penentuan kriteria panen tidak tepat, akan terjadi kesalahan dalam
penanganan panen yang berakibat turunnya kualitas udang, berkurangnya
biomass, sehingga menyebabkan penurunan keuntungan.
1.Extensive :
• Padat tebar 4 – 10 ekor/m2
• Berada di daerah pasang surut
• Tidak ada pemompaan air dan aerasi
• Luasan 5 – 10 ha
• Kedalaman air 70 – 120 cm
• Mengandalkan pakan alami
• Penggantian air mengandalkan pasang surut
2.Semi intensive:
• Padat tebar 10 – 30 ekor/m2
• Berada di daerah pasang surut
• Luasan 1 – 5 ha
• Pemompaan dan beraerasi
• Kedalaman air 100 – 120 cm
• Menggunakan pakan alami dan buatan (2 kali)
3.Intensive:
• Padat tebar 60 – 300 ekor/m2
• Benur yang digunakan SPF – SPR
• Berada di daerah yang lebih tinggi dari pasang surut
• Luasan 0.1 – 1 ha (persegi atau bulat)
• Pemompaan beraerasi
• Kedalaman air 120 – 200 cm
• Saluran pemasukan & pembuangan terpisah
• Ada perlakuan persiapan lahan & air sebelum penebaran
• Banyak dilakukan di Asia dan Amerika Latin
• Menggunakan pakan buatan ( 4 – 5 kali)
4.Super intensive:
• Padat tebar 300 – 450 ekor/m2
• Benur yang digunakan SPF – SPR
• Menggunakan Race-way system
• Budidaya di dalam green-house
• Tidak ada penggantian dan pembuangan air
• Penambahan air hanya sebagai pengganti air yang hilang akibat
adanya evaporasi
1. Open system
Merupakan sistem budidaya yang menggunakan air laut sebagai media
secara langsung tanpa dilakukan perlakuan/treatment tertentu. Air yang
4. Culture method
Pada saat ini dikenal tiga metoda budidaya yang masing-masing memiliki
karakteristik tersendiri. Ketiga metoda tersebut adalah:
2. Two steps
Merupakan metoda budidaya yang menggunakan nursery pond (tambak
petokolan) selama waktu tertentu, selanjutnya dipindahkan ke growing
pond (kolam pembesaran).
3. Three steps
Merupakan metoda budidaya dengan menggunakan tiga tahapan
pemeliharaan. Pertama, tahapan nursery pond (tambak petokolan).
Kedua, intermediate pond (tambak pembesaran sementara) dan ketiga
growing pond (tambak pembesaran)
Kedua metoda terakhir (two step dan three step) bertujuan untuk
memperpendek siklus budidaya, sehingga produktivitas dapat meningkat.
5. Shrimp biology
5.1.TAKSONOMI
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Mandibulata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Seri : Eumalacostraca
Division : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Natantia
Section/infra order : Penaeidea
Nama ilmiah udang windu menjadi sebagai berikut : Genus (Sub genus) spesies
atau Penaeus (Penaeus) monodon Fabricius, 1798. Udang windu sendiri
mempunyai banyak nama sesuai dengan daerah atau negara masing-masing.
Di Indonesia, udang windu juga disebut udang pacet, udang bago, udang
lotong, udang liling, udang baratan, udang palaspas, udang tepus atau udang
user wedi. Di negara lain disebut juga Camaron tigre gigante (Spanyol), Crevette
geante tigree (Perancis) dan Giant tiger prawn (Inggris). Penggunaan kata
prawns dan shrimps dalam bahasa inggris ternyata mengacu pada obyek yang
berbeda. Holthuis (1980) menelusuri asal-muasal penggunaan kata shrimps dan
prawns di berbagai negara. Secara umum kata shrimps mengacu kepada
udang-udang yang lebih kecil dan kata prawns untuk yang lebih besar.
Sedangkan menurut konvensi FAO (Food and Agriculture Organization), kata
shrimps digunakan untuk udang-udang Penaeid yang berasal dari laut,
sedangkan prawns sebutan untuk udang Palaemonid (udang air tawar).
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Dendrobranchiata
Super family : Penaeoidea
Family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei.Boone (1931)
5.2.MORFOLOGI
1. Bagian Kepala
Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh
selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas
pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki
renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara
ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut
telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) yang bermuara
pada anus yang terletak pada ujung segmen keenam.
EPIGASTRIC SPINE
HEPATIC CARINA
ANTENNULAR ANT ENNAL SPINE
FLAGELLUM ABDOMINAL SEGMENT
ROSTRUM
ANTENNAL
SCALE
SIXTH ABDOMINAL
SEGMENT
THIRD MAXILLIPED
TELSON
PLEOPODA
PEREOPODA (SWIMMERET )
(WALKING LEG)
STERNAL
PYLORIC ARTERY MIDGUT
STOMACH SEGMENTAL INTESTINE
HEART ARTERY
OSTEUM DORSAL
SUPRAESOPHAGEAL
ABDOMINAL
GANGLION POSTERIOR
ARTERY
OVARIUM
LOBE
HIND GUT
CARDIAC
STOMACH
VENTRAL NERVE
ESOPHAGEAL
CORD ANUS
CONNECTIVE OVIDUCT MIDGUT GLAND
ANTENNAL
(HEPATOPANCREAS)
ARTERY
OVARY
VENTRAL
LATERAL
ANTERIOR THORACIC ARTERY
OVARIAN
OVARIAN
LOBE
LOBE
Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina bervariasi tergantung ukuran
tubuhnya. Untuk induk yang berukuran 30 sampai 45 gram bisa menghasilkan
100.000 sampai 250.000 butir telur (Elovaara, 2001). Diameter telurnya sekitar 0.22
mm. Telur menetas menjadi nauplii fase satu sekitar 14 jam setelah spawning.
Pada fase larva, vannamei melalui 6 fase nauplii, 3 fase protozoa dan 3 fase
mysis, setelah itu masuk ke fase post larva atau PL. Post larva kemudian
berkembang menjadi Juvenile, Subadult dan akhirnya menjadi udang dewasa
atau Adult. Habitat vannamei di alam bisa dijumpai mulai dari perairan dekat
garis pantai hingga kedalaman 72 meter, cenderung menyukai dasar perairan
yang berlumpur. Spesies ini bisa beradaptasi pada kisaran salinitas yang sangat
luas, bahkan bisa beradaptasi dengan baik pada salinitas yang sangat rendah
sehingga sangat populer dipelihara pada tambak-tambak salinitas rendah di
pedalaman Thailand.
ANATOMI
1. Anatomi Internal
a. Abdominal striated muscle
Berfungsi untuk melakukan gerakan melentik secara cepat ke belakang
untuk meloloskan diri dari predator.
b. Antennae
Sebagai alat sensor untuk mendeteksi keberadaan predator.
c. Antennal gland complex
Berfungsi untuk ekskresi dan keseimbangan osmotik.
d. Antennula
Berfungsi sebagai chemoreceptor.
e. Scaphocerite
Fungsi utamanya adalah sebagai sirip stabilitas samping, dengan adanya
scaphocerite ini memungkinkan udang bergerak ke samping ketika
menjentikkan tubuhnya ke belakang untuk menghindarkan diri dari
predator. Organ ini juga berfungsi dalam gerakan mengangkat
cephalothorax pada saat berenang.
f. Maxilliped
Maxilliped ketiga digunakan untuk membantu memasukkan makanan ke
dalam mulut.
g. Anterior dan posterior midgut cecae
Fungsinya belum dketahui.
h. Eksoskeleton
Untuk melindungi tubuh dan organ-organ yang ada di dalamnya.
i. Foregut (mulut, esophagus dan stomach)
Untk mengambil, mengunyah dan menyimpan makanan sementara.
j. Gills (insang)
Untuk respirasi, ekskresi, osmoregulasi, phagocytosis.
2. Anatomi Eksternal
Abdominal segment
Antenna Rostrum
Eyes
Carapace
Abdomen
Antennular flagellum
Telson
Sifat -sifat udang sangat erat kaitannya dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
selama masa pemeliharaan. Udang windu ini juga cenderung berada di dasar
perairan tambak. Beberapa sifat udang windu yang perlu diketahui antara lain :
Udang vannamei memiliki sifat yang berbeda dengan udang windu. Kalau
udang windu cenderung berada di dasar perairan tambak, sedangkan
vannamei berada di kolom air dan sangat aktif berenang kesana-kemari. Berikut
ini adalah sifat-sifat udang vannamei :
- Nocturnal : Udang vannamei aktif pada malam hari.
- Diurnal : Udang vannamei juga aktif pada siang hari.
- Omnivora : Udang vannamei memakan segala jenis
makanan.
- Forager : Udang vannamei sangat aktif kesana kemari
- mencari makanan.
- Detritivora : Udang vannamei juga makan detritus, yaitu
bahan organik yang dikerubuti oleh bakteri
Hampir semua jenis udang memiliki siklus hidup yang sama, termasuk di
dalamnya udang windu dan udang putih. Tahapan-tahapan kehidupannya antara
lain : telur/embrio, stadia nauplii, stadia zoea,stadia mysis dan stadia postlarva.
Telur udang windu berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan dan agak
transparan, berdiameter 0,27 - 0,31 mm. Pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel,
stadium morula dan stadium nauplius di dalam telur berlangsung selama 0,5; 1;
1,8 dan 11 jam setelah pemijahan. Sebelum menetas, embrio nauplius tampak
bergerak-gerak di dalam telur.
1.Nauplius
Ada 6 tingkatan pada stadium nauplius dan biasanya diberi kode N 1 sampai
dengan N 6. Pada stadium ini bentuknya seperti laba-laba, sudah tampak ada
bintik mata pada bagian depan tubuhnya. Pada stadium nauplius terakhir, yaitu
N 6 sudah tampak pembagian tubuh atas karapas dan abdomen.
2.Zoea
Pada stadium zoea melalui 3 tingkatan, yaitu zoea 1, 2 dan 3. Pada zoea 1
tubuh sudah tampak terbagi atas karapas yang berbentuk bulat dan abdomen
yang memanjang. Ada bintik mata pada ujung sebuah mata. Pada stadium
zoea 2, mata berkembang menjadi 2 buah yang terdapat pada ujung depan
karapas, juga rostrum dengan duri-durinya. Pada stadium zoea 3, abdomen
semakin panjang dan pada ujungnya terdapat ekor.
3.Mysis
Stadium mysis juga melalui 3 tingkatan, yaitu pada mysis 1(M 1) tampak
abdomen semakin panjang, kaki jalan (pereopoda) berkembang dan mulai
berfungsi sebagai alat berenang. Ekor dan telson sudah tumbuh dan bentuknya
pipih seperti kipas. Stadium mysis 2 (M 2) mulai muncul cikal-bakal kaki renang
(pleopoda) pada tiap-tiap segmen pada abdomen. Pada stadium mysis terakhir
(M3), kaki renang ini tumbuh semakin panjang dan sempurna.
4.Post larva
Pada stadium post larva, secara morfologi sudah mirip udang dewasa, kaki jalan
dan kaki renang sudah berkembang sempurna, hanya uropoda atau ekor
kipasnya pada stadium awal post larva masih belum berkembang sempurna.
Sejalan dengan usia post larva, ekor kipas akan membuka menjadi 4 daun dan
telson berada pada bagian tengahnya. Dengan perkembangan seluruh
anggota badannya ke arah kesempurnaan, maka post larva akan semakin
lincah bergerak memburu mangsanya.
Ukuran tubuh
Waktu
Proses yang rumit ini melibatkan kordinasi sistem hormonal dalam tubuh udang.
Siklus molting melalui beberapa tahapan. Pada beberapa spesies, masing-
1. Postmolt
Postmolt adalah tahapan beberapa saat setelah proses eksuviasi
(penanggalan eksoskeleton yang lama). Pada tahapan ini terjadi
pengembangan eksoskeleton yang disebabkan oleh meningkatnya
volume hemolymph akibat terserapnya air ke dalam tubuh. Air terserap
melalui epidermis, insang dan usus. Setelah beberapa jam atau hari
(tergantung pada panjangnya siklus molting), eksoskeleton yang baru
akan mengeras.
2. Intermolt
Pada tahapan ini, eksoskeleton menjadi semakin keras karena adanya
deposisi mineral dan protein. Eksoskeleton (cangkang) udang relatif lebih
tipis dan lunak dibandingkan dengan kepiting dan lobster.
3. Early premolt
Pada tahapan early premolt (premolt awal) mulai terbentuk epicuticle
baru di bawah lapisan endocuticle. Tahapan premolt dimulai dengan
suatu peningkatan konsentrasi hormon molting dalam hemolymph
(darah).
4. Late premolt
Pada tahapan premolt akhir terbentuk lagi lapisan exocuticle baru di
bawah lapisan epicuticle baru yang terbentuk pada tahapan early
premolt. Kemudian diikuti dengan pemisahan cangkang lama dengan
cangkang yang baru terbentuk. Eksoskeleton (cangkang) lama akan
terserap sebagian dan cadangan energi dimobilisasi dari
hepatopankreas. Ecdysis (pemisahan cangkang) sebagai suatu tahapan
hanya berlangsung beberapa menit saja, dimulai dengan membukanya
cangkang lama pada jaringan penghubung bagian dorsal antara thorax
dengan abdomen, dan selesai ketika udang melepaskan diri dari
cangkangnya yang lama. Siklus molting dikendalikan oleh hormon
molting yang dihasilkan oleh kelenjar molting yang terdapat di dalam
ruang anterior branchium, dan disebut Y - organ.
6.FRY (benur)
Kualitas benur
Benur merupakan akronim dari bahasa jawa Benih urang, yang berarti bibit
udang. Suksesnya suatu operasi budidaya sangat ditentukan oleh kualitas benur
yang digunakan, bila kualitas benurnya baik dan diikuti dengan managemen
budidaya yang baik pula, maka kemungkinan berhasil sangat besar. Demikian
pula sebaliknya bila kualitas benurnya tidak baik, maka hasil panennya tidak
seperti yang diharapkan. Secara umum, kualitas benur dapat diketahui dengan
melakukan pengamatan secara visual dengan mata telanjang dan secara
mikroskopis.
a.Pengamatan Visual
Keseragaman
Keseragaman ukuran dan pertumbuhan benur, baik panjang maupun besarnya
merupakan kriteria yang sangat penting, karena benur yang ukurannya seragam
menandakan bahwa benur tersebut sehat dan nutrisi yang diberikan memadai.
Demikian pula sebaliknya, benur yang tidak seragam mencerminkan bahwa
benur tersebut pernah mengalami gangguan penyakit selama pemeliharaan di
hatchery. Semakin seragam ukuran benur atau semakin rendah standar
deviasinya (di bawah 1), maka kualitas benur tersebut semakin baik.
Aktifitas
Aktifitas benur bisa diketahui dengan menempatkan sejumlah benur pada
baskom berisi air, kemudian airnya diaduk berputar menggunakan jari tangan.
Benur yang baik akan mencoba melawan arus dan menempel pada dinding
baskom dan bila diberi aksi atau disentuh akan segera bereaksi dengan
menjentikkan tubuhnya. Sebaliknya, benur yang lemah akan terbawa arus dan
terkumpul pada pusaran air.
Antenula
Antenula benur yang normal selalu tampak dalam keadaan menutup, bila
dijumpai benur dengan antenula membuka, maka benur tersebut tidak sehat.
Warna
Warna benur biasanya transparan sampai kecoklatan, tergantung konsentrasi
pigmen yang terdapat pada tubuhnya. Tubuh benur yang berwarna kemerahan
menunjukkan bahwa benur tersebut dalam keadaan stress, hal ini biasanya
terjadi pada transportasi benur di atas 8 jam dengan sistem pengepakan yang
kurang memadai.
Uji Salinitas
Pengujian terhadap daya tahan benur bisa dilakukan dengan melakukan uji
salinitas, yaitu dengan mengambil sejumlah sampel benur, kemudian salinitasnya
diturunkan sebesar 15 ppt. Dengan melihat angka kehidupannya setelah selesai
pengujian dapat diketahui tingkat kesehatan benur tersebut.
Uji Formalin
Uji formalin juga digunakan untuk melihat tingkat kesehatan benur. Dengan
mengambil sejumlah sampel benur dan dimasukkan ke dalam air yang telah
diberi formalin 100 ppm, akan diketahui tingkat kesehatan benur tersebut. Makin
tinggi angka kehidupannya, maka kualitas benur tersebut makin baik.
Uji Mikroskopik
- Bakteri Filamen, Ektoparasit dan Endoparasit
Bakteri filamen (berbentuk benang) seperti Leucotrix mucor sangat mengganggu
pertumbuhan dan kesehatan benur, bila benur terinfeksi bakteri ini maka
benur tersebut sebaiknya tidak ditebar ke dalam tambak pembesaran. Demikian
pula bila dijumpai ektoparasit (Zoothamnium dan golongan protozoa lainnya)
dan endoparasit (seperti Lagenidium sp.) dalam tubuh benur, hal ini
mencerminkan bahwa benur tersebut kualitasnya kurang baik.
-Perkembangan Otot
Benur yang sehat memiliki otot yang jernih dan transparan (halus). Bila ototnya
terlihat putih kusam dan kasar, maka benur tersebut tidak sehat.
Keberadaan virus MBV pada benur dapat diketahui dengan adanya occlusion
body pada sel-sel hepatopankreas. Sampel hepatopankreas diberi malachite
green 0,1 persen sebagai pewarna, kemudian diamati di bawah mikroskop.
Apabila dijumpai adanya occlusion body , yaitu sel-sel hepatopankreas yang
mempunyai inti sel membesar, maka benur tersebut sudah terinfeksi virus MBV.
Air adalah suatu lingkungan dimana organisme akuatik hidup. Tubuh dan insang
mereka secara konstan akan bersentuhan langsung dengan apa yang terlarut
dan tersuspensi dalam air.
Kualitas air secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan
pertumbuhan dari organisme yang dibudidayakan, sehingga kualitas air yang
jelek akan memicu stess dan penyakit, bahkan kematian dari hewan yang
dibudidayakan.
Kualitas air sangat dinamik, berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil dari
pengaruh faktor-faktor lingkungan, dan proses-proses biologis. Berdasar atas
komposisi kandungan mineralnya, sumber air mungkin sadah dan alkalis, atau
asam dan basa.
Setelah air masuk di dalam sistem budidaya, kualitasnya mungkin diubah oleh
proses-proses biologi seperti photosintesa, respirasi dan eksresi dari limbah
metabolik, begitu juga dipengaruhi oleh proses-proses fisika seperti suhu, dan
angin. Kualitas air mungkin juga diubah oleh adanya strategi-strategi
manajemen budidaya seperti kelebihan pakan, yang akan memicu adanya
padatan tersuspensi dan eutrophykasi dari sistem.
Untuk menjadi berhasil seorang akuakulturis harus memonitor secara reguler
variabel-variabel kualitas air yang kritis bagi kesehatan hewan yang dikulturkan
dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi variabel-variabel tersebut.
Water physical
Faktor fisika yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya
matahari dan suhu air. Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama
tergantung dari intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Cahaya
matahari dan suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat ini belum bisa
dikendalikan.
a. Cahaya Matahari
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan cahaya matari
adalah:
- Radiasi cahaya matari, pada saat cuaca cerah akan terus
meningkat hingga mencapai titik kulminasi, setelah itu perlahan akan
turun mencapai minimal pada saat matahari terbenam
- Penetrasi cahaya matahari ke dalam air terutama dipengaruhi oleh
sudut jatuh cahaya terhadap garis vertikal. Semakin besar sudut
jatuhnya, maka penetrasi cahaya akan semakin menurun
- Cahaya akan berubah kualitas spektrumnya dan turun intensitasnya
setelah menembus masa air disebabkan karena dispersi dan absorbsi
yang berbeda-beda oleh lapisan air
- Kekeruhan akan menurunkan kemampuan air untuk meneruskan
cahaya ke dalamnya. Di kolam, kekeruhan/turbiditas dan warna air
disebabkan oleh koloid dari partikel-partikel lumpur, organik terlarut
dan yang paling besar disebabkan oleh densitas plankton
b. Suhu Air
Dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi.
Radiasi cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya
suhu air. Suhu udara juga mempengaruhi suhu air. Demikian pula dengan
Water chemical
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan lainnya
mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan.
Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air.
Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas standar
dapat segera dikendalikan.
Di dalam ekosistem,banyak perameter kualitas air saling berinteraksi dan
berpengaruh satu sama lain, kadang-kadang terjadi sangat kompleks.
Parameter-parameter tersebut yang sangat kritis adalah oksigen terlarut (DO),
temperatur, pH, amonia, nitrit, total dissolved solids, alkalinitas, karbon dioksida
(CO2), dan total dissolved solid / total bahan padat terlarut (TDS). Banyak
parameter yang menyebabkan masalah dan diperlukan pengecekan secara
periodik/ berkala. Limit/ batas yang tepat untuk tiap-tiap parameter, tergantung
pada spesies/ jenis dan system yang dirancang untuk dipelihara.
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah parameter yang paling
berpengaruh terhadap kesehatan udang dan hewan lainnya dan secara prinsip
harus di cek secara terus menerus. DO pada batas bawah dapat menyebabkan
beberapa pengaruh fisiologis dan dapat menyebabkan kematian pada level
/batas sangat rendah.
Temperatur / suhu adalah parameter penting selain oksigen terlarut, yang dapat
membentuk kondisi lingkungan yang optimum untuk kehidupan udang dan
hewan air lainnya. Nafsu makan udang yang lebih baik, pertumbuhan yang lebih
cepat, reproduksi yang lebih cepat dan kondisi umum yang lebih menyehatkan
akan dapat dijangkau bila suhu yang tepat terjaga dengan baik. Apabila suhu
diluar ukuran optimal atau suhu terlalu rendah dan terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan masalah dalam budidaya bahkan dapat menyebabkan
kematian.
pH adalah kualitas air yang menunjukkan tingkat keasaman atau basa suatu
perairan. Secara kimia pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dari konsentrasi
ion hidrogen. Air dengan pH 7.0 dikatakan netral (tidak asam dan tidak basa)
pada suatu perairan. Jika pH dibawah 7.0 dikatakan asam dan pH diatas 7.0
dikatakan basa (bersifat alkali). pH optimum untuk kehidupan udang Penaeus
monodon adalah 7,5 – 8,5. Air laut yang memiliki kapasitas buffer yang lebih
besar biasanya pH selalu stabil. Namun di kolam budidaya (menggunakan air
laut) masih sering terjadi pH yang terlalu fluktuatif. Ini disebabkan oleh tingginya
Total dissolved solid (TDS atau bahan-bahan padat terlarut). Karena kebanyakan
bahan yang terlarut adalah garam (sodium chloride), TDS sering disebut
“salinitas,”. Berdasarkan garam ada tiga golongan air, yaitu air asin, air payau
dan air tawar. Setiap organisme air memiliki batasan salinitas optimum untuk
mencapai pertumbuhan yang paling baik. Pada udang salinitas yang optimum
yaitu salinitas 15 hingga 30 ppt.
Karbon dioksida (CO2 ) adalah suatu bagian dari system aquaculture yang
berasal dari respirasi dan dekomposisi bahan organik di dalam kolam. Sebagian
kecil CO2 berasal dari atmosfir. Kelebihan Karbon dioksida dapat mengurangi
kemampuan hewan air yang dipelihara dikolam (udang dan ikan) dalam
menggunakan oksigen dan selanjutnya system pernafasan akan terganggu.
Total suspended solid (TSS atau bahan padat tersuspensi). Adalah merupakan
bahan-bahan tersuspensi seperti kotoran udang, bakteria, alga dan sisa pakan
yang tidak termakan. Tingginya suspendid solid (TSS) dapat mempengaruhi
kesehatan udang dengan rusaknya insang udang. Besarnya TSS sebaiknya
secara rutin dijaga agar dibawah batas tertentu hingga tidak mengganggu
kesehatan udang.
8. Material utility
1. Perlakuan kapur
a. Dolomit CaMg(CO3): 10-20 kg / aplikasi
b. Ca(OH)2 : 40 kg/minggu
Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk menjaga kestabilan alkalinitas dan pH
perairan
Semua perlakuan diatas melihat kondisi kualitas air tambak.
2. Pemberian Probiotik
a. Pro # 14 : 32 liter/minggu
b. Super PS : 8 liter/minggu
c. Starbio plus : 0,4 kg / minggu
2 H2O2 → 2 H2O + O2
Senyawa Hydrogen peroksida dikenal sebagai oksidator kuat, bahkan lebih kuat
daripada chlorine dan potassium permanganate.
Meskipun sebagai oksidator kuat, namun H2O2 sangat aman digunakan, karena
H2O2 sesungguhnya adalah metabolite yang dihasilkan oleh banyak organisme
secara alami, yang pada akhirnya akan terurai menjadi oksigen dan air seperti
reaksi di atas. Hydrogen peroxide bisa digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti menghilangkan bau yang disebabkan oleh H2S, menurunkan
BOD/COD, oksidasi bahan organik dan anorganik, oksidasi unsur-unsur metal dan
mengendalikan algae atau epicomensal yang tidak dikehendaki dalam air
9. Biosecurity
Tujuan :
1. Mencegah masuknya bibit penyakit dari luar melalui air, hewan air
(crustacea kecil) dan darat (kambing, unggas), orang, dan peralatan.
2. Mencegah penyebaran penyakit yang ditemukan dari satu tambak ke
tambak yang lain di dalam lokasi perusahaan.
3. Mencegah penyebaran penyakit yang ditemukan di tambak perusahaan
ke lingkungan perairan sekitar.
4. Mencegah menularnya penyakit dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Kegagalan pelaksanaan program biosecurity beresiko terhadap penyebaran
penyakit di dalam perusahaan maupun di lingkungan perairan yang akibat
lanjutannya adalah gagal panen dan penurunan produksi serta terjadinya
wabah penyakit di kawasan sekitar.
Keterangan :
A : Autotrofik
H : Heterotrofik
D : Dekomposer
N : Nutrient
Fitoplankton
Mati/Kotoran
Zooplankton
Dimanfaatkan
Udang
N
Limbah
Bakteri
Ekosistem itu sendiri merupakan unit fungsional yang tersusun dari komponen-
komponen hidup dan komponen-komponen tidak hidup yang saling berinteraksi
Ada 17 element nutrient di dalam air yang dapat digolongkan menjadi dua
yakni makro nutrient dan mikro nutrient. Makro nutrient (Nitrogen, Phospat,
Kalium) dan mikro nutrient (B, C, Ca, Cl, Cu, Fe, H, Mg, Mn, Mo, Ni, O, Na, S dan
Zn). Kedua kelompok nutrient tersebut sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
phytoplankton.
Difusi O2 dari
udara Kinci
O2 O2
r
N N O2
Limbah Bahan
Organik Sisa Pakan,
dan pupuk
organik
(NH3,NO3-, Super PSB, dan
Ca2+, Mg2+ HPO4-, CO2) Bakteri Pro#14
HCO3- (D)
A : Autotrof
H : Heterotrof
Pupuk Anorganik (Urea, D : Dekomposer
TSP/SP-36) N : Nutrien
Pengapuran
(HCO3-) Sumber Dimanfaatkan
Dolomite/CaO dan Mati/Terdegradasi
aplikasi sodium alkalinitas/buffer
bicarbonat pH
1. SALINITAS
Sebagian besar udang laut yang dibudidayakan bersifat euryhaline dan bisa
beradaptasi dengan mudah terhadap fluktuasi salinitas yang disebabkan oleh
faktor-faktor klimatologi dan hidrologi lingkungan pantai. Salinitas yang
dibutuhkan udang vannamei yang berasal dari pantai barat Amerika berbeda-
beda sesuai dengan fase perkembangan dalam siklus hidupnya. Udang dewasa
dan induk yang akan bertelur memerlukan salinitas lebih tinggi, yaitu di atas 28
ppt. Sampai dengan fase larva masih membutuhkan salinitas tinggi, setelah
memasuki fase postlarva sudah mulai membutuhkan salinitas di bawah 28 ppt. Di
alam bebas, udang vannamei pada fase postlarva mulai migrasi ke daerah
Di Thailand terkenal dengan istilah Inland Culture, yaitu budidaya udang di suatu
daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Air laut dibawa menggunakan mobil
tangki dan dimasukkan ke dalam kolam kecil sebagai tempat aklimatisasi benur.
Secara perlahan-lahan sekat antara kolam kecil dengan salinitas sektar 28 ppt
dengan kolam besar yang berisi air tawar dibuka. Pada saat itu terjadi
aklimatisasi dari salinitas tinggi ke salinitas rendah, bahkan hampir mendekati air
tawar yaitu sekitar 0.5 ppt. Inland Culture ini ternyata cukup sukses, karena
letaknya terisolir di pedalaman sehingga aman dari pengaruh carrier dan imbas
saat merebaknya suatu penyakit. Komposisi ion-ion dalam air jauh lebih penting
daripada salinitas semata, meskipun dalam air laut yang paling berperan dalam
proses osmoregulasi adalah ion Na+ dan Cl-. Hasil riset menunjukkan bahwa ion
Ca++, K+ dan Mg++ berperanan penting dalam mempertahankan survival rate
udang (Davis et al, 2004).
Ada begitu banyak interaksi antara mineral satu dengan lainnya dalam air
dengan salinitas rendah. Salah satu dari ketiga ion tersebut di atas mungkin saja
kurang, tetapi kekurangan ion K+ sangat berpengaruh terhadap kehidupan
udang. Ratio ion Ca++ dengan K+ yang baik adalah 1 : 1. Pada Inland Culture
dengan salinitas rendah, salinitas minimal untuk budidaya udang adalah 0,5 ppt
dengan porsi kandungan Na+, Cl- dan K+ serupa dengan yang ada dalam air laut
yang diencerkan pada salinitas yang sama, konsentrasi Ca++ tinggi dan
alkalinitas di atas 75 mg/L. Sebagai contoh, air laut dengan salinitas 35 ppt
memiliki 0,38 ppt K+, oleh karena itu bila kita memiliki sumber air sumur bor
dengan salinitas 4 ppt, harus memiliki kandungan K+ sebesar 0,043 ppt atau 43
ppm dengan perhitungan sebagai berikut :
Cara lain untuk menghitung konsentrasi mineral mineral tersebut adalah dengan
mengalikan salinitas (dalam ppt) dengan sebagai berikut :
Sebagai contoh, bila salinitas air 4 ppt maka konsentrasi ion ekuivalen seperti
yang ada dalam air laut adalah Ca = 46,4 mg/L (4 ppt x 11,6), Mg = 156,4 mg/L,
K = 42,8 mg/L dan seterusnya. Bila kandungan K dan atau Mg nya rendah,
bahan-bahan kimia berikut di bawah ini bisa diberikan untuk memperbaiki profil
ion-ion yang terkandung dalam air tersebut. Untuk menghitung dosis garam
mineral yang diinginkan bisa menggunakan rumus sebagai berikut : Dosis
(gram/m3) = konsentrasi yang diinginkan (mg/L) : persentase dalam garam/100.
Sebagai contoh, bila kita ingin meningkatkan konsentrasi KCl 25 mg/L, maka
dosis KCl yang diberikan = 25 mg K/L : 50%K/100 = 50 mg/L.
Tabel 15. Konsentrasi beberapa ion utama dalam air laut, air payau dan air tawar.
Ion Air Laut Air Payau Air Tawar
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
Chloride (Cl-) 19.000 12.090 6
Sodium (Na+) 10.500 7.745 8
Sulfate (SO4=) 2.700 995 16
Magnesium (Mg+2) 1.350 125 11
Calcium (Ca+2) 400 308 42
Potassium (K+) 380 75 2
Bicarbonate (HCO3-) 142 156 174
Lain-lain 86 35 4
Total 34.558 21.529 263
Sumber : Boyd, 1991.
Proses ganti kulit (molting) yang terjadi pada kondisi salinitas terlalu tinggi
atau terlalu rendah bisa memerlukan lebih banyak waktu dan energi untuk
memulihkan kemampuan osmose hemolymph. Hal ini menyebabkan udang
sangat rentan terhadap predator dan kanibalisme serta memperlama ketidak-
mampuan udang untuk mencari makanan. Oleh karena itu sangatlah
menguntungkan untuk memberikan kondisi isosmotik dan isoionik bagi udang
untuk molting (Ferraris dkk, 1986). Perubahan salinitas yang sangat cepat
biasanya menimbulkan banyak kematian pada udang . Namun demikian, hal ini
biasa dilakukan oleh para petambak. Mereka secara rutin mengubah salinitas air
tambaknya antara 15 - 20 ppt untuk merangsang udang molting dan tentunya
diharapkan menaikkan pertumbuhannya. Tetapi pada situasi rawan penyakit,
hindari tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan udang stress, karena pada
kondisi stress udang sangat mudah terserang penyakit.
Salinitas perairan tambak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
banyaknya sungai yang bermuara ke pantai sekitar lokasi pertambakan, curah
Cara Titrasi
Cara titrasi biasanya digunakan untuk menentukan kadar garam di bawah 5
ppt, dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Menggunakan Refraktometer
H2O = H+ + OH-
Konsentrasi molar dari ion hidrogen dan hidroksil yang dihasilkan selalu 10-14,
sedangkan konsentrasi ion hidrogen dan hidroksil dalam air murni adalah sama,
sehingga bisa ditulis
Pada saat CO2 digunakan untuk fotosintesis, reaksi akan bergerak ke kanan dan
terjadi akumulasi ion karbonat (CO3=). Kemudian terjadi hidrolisis CO3= dengan
reaksi sebagai beikut :
CO3= + H+ = HCO3-
Kita tahu bahwa dua ion HCO3- menghasilkan satu molekul CO2 dan satu ion
CO3=. Hidrolisis satu ion CO3= hanya membebaskan satu ion HCO3-, padahal
menurut persamaan reaksi di atas, satu molekul CO2 dihasilkan dari disosiasi dua
ion HCO3-, oleh karena itu masih kekurangan satu ion hidrogen. Ion hidrogen ini
diperoleh dari disosiasi molekul air sebagai berikut :
H2O = H+ + OH-
Dalam hal ini bila ion hidrogen digunakan dalam reaksi hidrolisis karbonat, harus
ada lebih banyak molekul air yang berdisosiasi untuk menjaga konstanta
kesetimbangan reaksi. Akhirnya terjadi lebih banyak ion hidroksil dan sedikit ion
hidrogen, sehingga pH akan naik ketika plankton mengambil CO2 dari dalam air
atau pada saat terjadinya proses fotosintesis.
2 HCO3- = 2 CO3= + 2 H+
Pada pH tinggi, reaksi akan bergeser ke kanan, ion hidrogen akan terlepas dari
ion amonium untuk mengimbangi ion hidroksil agar konstanta kesetimbangan
reaksi tetap terjaga. Sebagai akibatnya akan terjadi penumpukan senyawa
amonia yang bersifat racun. Percobaan-percobaan yang dilakukan di hatchery
menunjukkan bahwa pengaruh penurunan pH yang tajam dari 8,2 ke 7,0 dalam
waktu 6 jam dapat menyebabkan kematian massal pada larva udang (Asian
Shrimp News, 1991). Pengaruh pH pada spesies yang dibudidayakan di tambak
adalah sebagai berikut :
a.Kelarutan Oksigen
Menurut hukum Dalton, tekanan gas total dari suatu campuran gas-gas adalah
jumlah dari tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran tersebut. Udara
di atmosfir umumnya terdiri dari 4 gas, yaitu Oksigen, Nitrogen, Argon dan Karbon
dioksida, oleh karena itu tekanan atmosfirnya adalah :
P A = P O2 + P N2 + P Ar + P CO2
Jika udara menyentuh permukaan air, maka oksigen akan masuk ke air dari
udara sampai tekanan oksigen di dalam air sama dengan tekanan oksigen di
udara. Kelarutan oksigen dalam air dinyatakan dalam miligram oksigen per liter
air (ppm). Kelarutan oksigen dalam air menurun bila suhu naik. Kelarutan oksigen
dalam air pada suhu yang berbeda-beda bisa dilihat pada tabel berikut.
Kelarutan gas-gas dalam air menurun sejalan dengan meningkatnya salinitas.
Pengaruh salinitas pada kelarutan oksigen dalam air dapat dilihat pada tabel
berikut ini. Air tawar mengandung kadar garam sangat rendah, tetapi untuk
praktisnya pengaruh ion-ion terlarut dalam air tawar terhadap kelarutan oksigen
Gas-gas tidak akan larut dalam air yang dikelilingi ion-ion melalui hidrasi. Oleh
karena itu sejalan dengan naiknya salinitas, proporsi molekul air yang dikelilingi
ion-ion akan meningkat pula. Pada suatu volume air tertentu, air bebas yang
tersedia untuk melarutnya gas-gas akan turun bila salinitas naik. Oleh karena itu
dalam kenyataannya salinitas tidak berpengaruh terhadap kelarutan suatu gas,
hanya menurunkan jumlah molekul air yang tersedia untuk melarutkan gas-gas.
Dalam air alami, konsentrasi oksigen terlarut selalu mengalami perubahan karena
adanya proses-proses biologi, fisika dan kimia. Udara di atas permukaan tambak
mungkin memiliki persentase oksigen tetap (konstan), meskipun tekanan parsial
oksigen dalam udara bisa sedikit berbeda pada suatu lokasi, yang disebabkan
oleh karena perbedaan tekanan atmosfir. Bila oksigen air berada pada kondisi
kesetimbangan dengan oksigen di udara, maka tidak ada transfer oksigen dari
air dan udara. Transfer oksigen dari udara ke air terjadi bila oksigen dalam air
berada pada kondisi tidak jenuh (under saturated). Dan oksigen akan terlepas
ke udara bila oksigen dalam air berada pada keadaan lewat jenuh (super
saturated). Transfer oksigen dipengaruhi oleh adanya pengadukan.
Meskipun secara fisika, oksigen bisa terdifusi dari udara ke air, proses biologi
ternyata jauh lebih penting daripada proses fisika dalam mengatur konsentrasi
oksigen terlarut dalam air. Fitoplankton yang tumbuh dalam air tambak
menghasilkan oksigen dengan reaksi sebagai berikut :
cahaya
6 CO2 + 6 H2O = C6H12O6 + 6 O2
d.Stratifikasi
Konsentrasi nutrisi dalam air tambak umumnya tinggi, densitas plankton juga
tinggi dan melimpah. Penetrasi cahaya ke dalam kolom air dipengaruhi oleh
keberadaan partikel koloid atau partikel yang tersuspensi, dan penyebab
kekeruhan pada air tambak pada umumnya adalah benda-benda yang bersifat
planktonik. Oleh karena itu kelimpahan plankton yang umumnya terdiri dari
fitoplankton, adalah faktor utama yang membatasi penetrasi cahaya dan laju
fotosintesis pada kedalaman air yang berbeda. Oksigen yang dihasilkan
fitoplankton lebih besar pada kolom air dekat permukaan, semakin dalam
semakin rendah karena adanya self shading.
Pada suatu kedalaman, di mana oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis
sama dengan oksigen yang digunakan untuk respirasi disebut titik kompensasi
(compensation point) dan berhubungan dengan kedalaman daerah euphotic
(euphotic zone). Zona euphotic didefinisikan sebagai lapisan kolom air yang
menerima setidaknya satu persen dari radiasi yang ditangkap permukaan air.
Pada air tambak yang mengalami pelapisan suhu, zona euphotic biasanya
serupa dengan lapisan epilimnion dan proses fotosintesis menjaga konsentrasi
oksigen tetap tinggi pada daerah epilimnion ini. Konsentrasi oksigen terlarut juga
tinggi pada awal stratifikasi di daerah hipolimnion.
Seperti yang dilaporkan oleh Liao dan Murai (1986) bahwa laju respirasi oksigen
udang windu tetap konstan pada konsentrasi oksigen terlarut di atas 3 - 4 ppm,
salinitas 4 - 45 ppt dan suhu 20 - 30oC. Pada saat konsentrasi oksigen terlarut
mencapai 1,5 - 2,1 ppm, udang windu mulai muncul di permukaan. Di bawah
konsentrasi tersebut, frekwensi muncul ke permukaan (surfacing response) lebih
sering sejalan dengan menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Laju
respirasi pada udang secara perlahan menurun sampai akhirnya sekarat pada
tingkat oksigen terlarut 0,4 - 0,7 ppm. Batas konsentrasi oksigen terlarut terendah
yang aman bagi udang adalah sekitar 4,0 - 4,3 ppm pada salinitas 25 ppt. Nilai
yang sama juga berlaku untuk postlarva (Liao and Huang, 1975). Menurut Law
(1988), semua post larva mati pada tingkat oksigen terlarut di bawah 0,5 ppm.
Sekitar 35 persen kematian dijumpai ketika oksigen terlarut turun ke tingkat 1
ppm dan dinaikkan kembali ke 6,3 ppm. Ia menyarankan agar konsentrasi
oksigen terlarut harus dijaga selalu di atas 2 ppm sepanjang waktu.
g.Oxygen Budgets
Menurut Boyd (1991), neraca oksigen dalam tambak udang bisa dijelaskan
sebagai berikut :
Oksigen terlarut
Kg/Ha. %
Input :
Fotosintesis 4.130 76,9
Air masuk 94 1,7
Aerasi 99 1,8
Difusi udara 1.050 19,6
5.373 100,0
Output :
Ganti air 32 0,6
Respirasi fitoplankton 3.090 57,5
Respirasi organisme dalam lumpur 1.040 19,4
Respirasi ikan 1.210 22,5
5.372 100,0
Meskipun karbon dioksida sangat larut dalam air, namun demikian karbon
dioksida hanyalah konstituen yang porsinya sangat kecil di atmosfir dan
konsentrasi kesetimbangan CO2 dalam air rendah. Karbon dioksida berperan
sebagai suatu asam bila bereaksi dalam air sebagai berikut :
H2CO3 = H+ + HCO3-
Air murni jenuh dengan karbon dioksida pada suhu 25oC dan tekanan atmosfir
standar 760 mmHg, memiliki konsentrasi CO2 total sebesar 0,46 mg per liter. Makin
tinggi salnitas dan suhu, maka kelarutan karbon dioksida makin kecil. Dan
menurut perhitungan, secara teoritis terjadi pada pH 5,68. Pada konsentrasi
karbon dioksida yang lebih besar, pH akan lebih rendah. Sebagai contoh, bila
konsentrasi karbon dioksida total 30 mg per liter pada suhu 25oC, maka pHnya
sekitar 4,8. Hal ini biasanya diasumsikan bahwa karbon dioksida tidak dapat
membuat pH air lebih rendah daripada 4,5.
H2CO3 = H+ + HCO3-
HCO3- = H+ + CO3=
Pada pH disaat konsentrasi CO2 turun pada suatu nilai yang tidak dapat dideteksi
secara analitik dan di atas dimana karbonat ada dalam konsentrasi yang terukur
adalah sangat penting bagi keperluan praktis dan analisis. Total karbon dioksida
dan karbonat akan mempunyai konsentrasi yang sangat rendah ketika
konsentrasi karbonat (CO3=) sama dengan total karbon dioksida. Seperti terlihat
pada gambar di bawah ini. Pada pH dimana konsentrasi CO3= sama dengan
konsentrasi CO2 total bisa dihitung melalui manipulasi perhitungan sebagai
berikut :
[ H+ ] [ CO3= ] x [ H+ ] [ CO3= ] = K 1 + K2
[ Total CO2 ] [ HCO3- ]
[ H+ ] 2 [ CO3= ] = 10 - 16,68
[ total CO2 ]
[ H+ ] = 10 -8,34 → pH = 8,34
Oleh karena itu, pH 8,34 sering dianggap sebagai pH dimana di atas itu tidak
ada CO2 dan di bawahnya tidak ada CO3=.
1.00
0.75
H2CO3
HCO3- CO3=
0.50 dan CO2 bebas
0.25
0.00
4 5 6 7 8 9 10 11
pH
Pengaruh pH pada proporsi relatif H2CO3,CO2 bebas, HCO3-dan CO3=
(Sumber : Boyd, 1996).
Suhu (˚C)
pH 5 10 15 20 25 30 35
6.0 2.915 2.539 2.315 2.112 1.970 1.882 1.839
6.2 1.839 1.602 1.460 1.333 1.244 1.187 1.160
6.4 1.160 1.010 0.921 0.841 0.784 0.749 0.732
6.6 0.732 0.637 0.582 0.531 0.495 0.473 0.462
6.8 0.462 0.402 0.367 0.335 0.313 0.298 0.291
7.0 0.291 0.254 0.232 0.211 0.197 0.188 0.184
7.2 0.184 0.160 0.146 0.133 0.124 0.119 0.116
7.4 0.116 0.101 0.092 0.084 0.078 0.075 0.073
7.6 0.073 0.064 0.058 0.053 0.050 0.047 0.046
7.8 0.046 0.040 0.037 0.034 0.031 0.030 0.030
8.0 0.029 0.025 0.023 0.021 0.020 0.019 0.018
8.2 0.018 0.016 0.015 0.013 0.012 0.012 0.011
8.4 0.012 0.010 0.009 0.008 0.008 0.008 0.007
Air di alam biasanya lebih banyak mengandung ion karbonat yang dihasilkan
dari ionisasi asam karbonat dalam air yang jenuh dengan karbon dioksida.
Karbon dioksida dalam air bereaksi dengan basa membentuk bikarbonat
sebagai berikut :
Calcite : CaCO3
Dolomite : CaMg(CO3)2
Dari persamaan yang tidak seimbang tersebut terlihat bahwa ion hidrogen yang
dihasilkan dari reaksi CO2 dan H2O dapat saling tukar dengan kalsium dalam
lumpur. Selama jumlah kalsium dalam lumpur cukup banyak untuk melakukan
pertukaran dengan ion H+ dalam air, reaksi akan bergeser ke kanan sehingga
akan terjadi akumulasi ion Ca++ dan HCO3- dalam air. Dekomposisi bahan organik
dan atmosfir merupakan sumber CO2 yang kontinyu. Senyawa amonia yang
dihasilkan oleh ikan, udang atau hewan lainnya, bila terbebaskan ke air akan
menghasilkan alkalinitas :
6. Alkalinitas
Konsentrasi total basa yang tertitrasi dalam air dianggap ekuivalen dengan
konsentrasi kalsium karbonat, disebut sebagai total alkalinitas. Senyawa-senyawa
bikarbonat, karbonat, amonia, hidroksida, posfat, silikat dan beberapa asam
7.Kesadahan
Seperti kita ketahui bahwa batu kapur merupakan sumber utama alkalinitas
perairan alam. Batu kapur merupakan senyawa karbonat dari kalsium dan
magnesium, oleh karena itu miliekuivalen per liter kalsium ditambah magnesium
hampir selalu sama dengan miliekuivalen per liter bikarbonat ditambah karbonat
dalam perairan alam. Karena senyawa alkali divalen dari tanah bereaksi dengan
sabun membentuk suatu endapan, maka air yang mengandung suatu senyawa
alkali tanah dalam konsentrasi tinggi disebut air sadah. Kalsium dan magnesium
merupakan unsur alkali yang konsentrasinya paling banyak terdapat dalam
perairan alam. Konsentrasinya yang ekuivalen dengan kalsium karbonat
biasanya digunakan untuk menentukan kesadahan total atau total hardness.
Untuk keperluan sanitasi industri, air digolongkan menurut tingkat kesadahannya
sebagai berikut :
8.AMONIA (NH3)
Sumber amonia dalam air tambak berasal dari pupuk yang mengandung
nitrogen, kotoran ikan dan udang serta hasil dekomposisi senyawa nitrogen oleh
aktifitas bakteri. Tumbuhan bisa menyerap amonia, bakteri Nitrosomonas sp.
mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan dilanjutkan menjadi nitrat oleh bakteri
Nitrobacter sp. Amonia juga bisa hilang melalui cara yang lainnya. Jumlah
amonia hasil ekskresi ikan dapat diestimasi dari NPU (net protein utilization, yaitu
berat protein yang terbentuk dalam tubuh ikan dikurangi berat protein dalam
pakan) dan persentase protein dalam pakan dengan perhitungan sebagai
berikut :
Nilai net protein utilization untuk pakan yang berkualitas baik adalah sekitar 0.4
(Boyd, 1996). Untuk pakan yang mengandung protein 40 persen, maka akan
dihasilkan amonia dengan perhitungan sebagai berikut :
Di dalam air, keberadaan amonia tergantung pada pH dan suhu, dan berada
pada reaksi kesetimbangan sebagai berikut :
Amonia yang tidak terionisasi (NH3) bersifat sangat beracun pada makhluk
perairan. Jumlah amonia yang tidak terionisasi dan amonium (NH4+) disebut total
amonia nitrogen (TAN). Proporsi NH3 dalam TAN meningkat dengan naiknya pH
dan suhu. Pengaruh pH terhadap konsentrasi NH3 jauh lebih besar dibandingkan
dengan suhu.
Colt dan Amstrong (1979) mengatakan bahwa, bila konsentrasi amonia di dalam
air meningkat, maka ekskresi amonia oleh ikan akan menurun sehingga tingkat
amonia dalam darah dan jaringan tubuh meningkat. Hal tersebut menyebabkan
pH darah meningkat dan mengganggu reaksi katalisis enzimatik serta stabilitas
membran sel. Konsentrasi amonia yang tinggi dalam air mempengaruhi sifat
permeabilitas sel-sel tubuh ikan dan menurunkan konsentrasi ion-ion di
dalamnya. Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak
insang dan menurunkan kemampuan darah dalam hal transportasi oksigen.
Perubahan histologis terjadi pada ginjal, limpa, sel-sel tiroid dan darah ikan yang
terkena amonia pada konsentrasi sublethal, juga meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit.
Chin dan Chen (1987) melaporkan bahwa LC 50 selama 24 jam pada postlarva
udang windu adalah 5,71 ppm dan LC 50, 96 jam sebesar 1,26 ppm. Dia
berpendapat bahwa konsentrasi amonia 0,13 ppm adalah tingkat aman untuk
kondisi budidaya. Amonia lebih toksik bila oksigen terlarut rendah. Lloyd dan
Herbert (1960) mengatakan bahwa toksisitas amonia menurun dengan naiknya
konsentrasi karbon dioksida, juga bila konsentrasi karbon tinggi dan pH rendah
akan menurunkan porsi amonia tak terionisasi dari TAN yang bersifat toksik.
Tabel 23. Persentase Un-ionized Ammonia dalam air pada pH dan suhu berbeda.
SUHU o C
pH 16 18 20 22 24 26 28 30 32
7.0 0.30 0.34 0.40 0.46 0.52 0.60 0.70 0.81 0.95
7.2 0.47 0.54 0.63 0.72 0.82 0.95 1.10 1.27 1.50
7.4 0.74 0.86 0.99 1.14 1.30 1.50 1.73 2.00 2.36
7.6 1.17 1.35 1.56 1.79 2.05 2.35 2.72 3.13 3.69
7.8 1.84 2.12 2.45 2.80 3.21 3.68 4.24 4.88 5.72
8.0 2.88 3.32 3.83 4.37 4.99 5.71 6.55 7.52 8.77
8.2 4.49 5.16 5.94 6.76 7.68 8.75 10.00 11.41 13.22
8.4 6.93 7.94 9.09 10.30 11.65 13.20 14.98 16.96 19.46
8.6 10.56 12.03 13.68 15.40 17.28 19.42 21.83 24.45 27.68
8.8 15.76 17.82 20.08 22.38 24.88 27.64 30.68 33.90 37.76
9.0 22.87 25.57 28.47 31.37 34.42 37.71 41.23 44.84 49.02
9.2 31.97 35.25 38.69 42.01 45.41 48.96 52.65 56.30 60.38
9.4 42.68 46.32 50.00 53.45 56.86 60.33 63.79 67.12 70.72
9.6 54.14 57.77 61.31 64.54 67.63 70.67 73.63 76.39 79.29
9.8 65.17 68.43 71.53 74.25 76.81 79.25 81.57 83.68 85.85
10.0 74.78 77.46 79.92 82.05 84.00 85.82 87.52 89.05 90.58
10.2 82.45 84.48 86.32 87.87 89.27 90.56 91.75 92.80 93.84
Sumber : Boyd, 1982.
9.NITRIT (NO2-)
Hb + NO2- = Met-Hb
Dalam reaksi tersebut, besi yang merupakan inti hemoglobin teroksidasi dari
Ferro(Fe++) menjadi Ferri (Fe+3). Akibatnya methemoglobin tidak mampu
mengikat oksigen. Keracunan nitrit menyebabkan turunnya aktifitas hemoglobin
yang disebut methemoglobinemia. Darah hewan golongan crustaceae
mengandung hemocyanin, suatu senyawa yang mempunyai inti tembaga (Cu).
Reaksi nitrit dengan hemocyanin belum banyak diketahui, tetapi nitrit bersifat
racun bagi crustaceae. Air payau mempunyai konsentrasi kalsium dan klorida
tinggi yang cenderung menurunkan toksisitas nitrit. Nilai LC 50 untuk nitrit pada 24
jam dan 96 jam bagi udang windu adalah 204 dan 45 ppm. Konsentrasi nitrit
yang aman bagi pertumbuhan postlarva adalah 4,5 ppm.
Mole fraksi
1.00
NO2-
0.50
HNO2
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH
H 2S = H+ + HS-
kondisi anaerobik
SO4= + H+ = H 2S
bakteri
12.LOGAM BERAT
Sifat racun logam berat terhadap spesies hewan air tawar dan air laut yang
sebagian besar adalah golongan ikan, diperoleh dari beberapa publikasi hasil
penelitian. Menurut Chen dkk. (1975), konsentrasi logam berat dianggap aman
bagi kehidupan perairan (Standar pemerintah Jepang) adalah besi (Fe) 0,3
ppm, mangan (Mn) 0,1 ppm, seng (Zn) 0,1 ppm, nikel (Ni) 0,1 ppm, kadmium (Cd)
0,01 ppm, chromium (Cr) 0,1 ppm, timah (Pb) 0,1 ppm.
Kelarutan senyawa besi dan mangan rendah dalam kondisi aerobik. Konsentrasi
besi dalam perairan alam berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/liter dan berada dalam
bentuk senyawa feri hidroksida ( Fe(OH)3 ) atau koloid senyawa kompleks Fe-
organik. Sedangkan unsur mangan (Mn) di alam biasanya lebih rendah daripada
senyawa besi. Ada dua jenis bakteri khemo outotrof yang dapat mengoksidasi
besi Ferro (Fe+2) untuk mendapatkan energi yang digunakan untuk mereduksi
CO2 menjadi karbon organik, yaitu Thiobacillus ferrooxidans dan Ferrobacillus
ferrooxidans dengan reaksi sebagai berikut :
Energi yang dihasilkan tidak digunakan secara efisien, deposisi senyawa Fe(CO)3
melebihi berat sel yang terbentuk sampai dengan 500 kalinya. Banyak bakteri
yang mampu mengkonversi ion Fe+3 menjadi ion Fe+2 . Ion Ferri berfungsi sebagai
akseptor elektron bila tidak ada oksigen. Transformasi besi bisa berlangsung
tanpa aktifitas mikroorganisme secara langsung, namun demikian degradasi
bahan organik secara mikrobiologis memerlukan oksigen dan manghasilkan ion
H+ dan elektron, yang mempunyai kemampuan mengkonversi Fe+3 menjadi Fe+2
dan mereduksi senyawa-senyawa lainnya.
Unsur mangan yang terlarut dalam air berbentuk ion Mn+2 , sedangkan
bentuk teroksidasinya Mn+4 tidak larut dalam air dan berada dalam bentuk
mangan oksida MnO2. Pada suasana lingkungan yang sangat asam (pH 5,5) dan
sangat basa (pH 8,0), reaksi mangan mengikuti fenomena kimia sebagai berikut :
asam
MnO2 + 4 H+ + 2 e- = Mn+2 + 2 H2O
basa
Transfornasi mangan pada kisaran pH antara 5,5 dan 8,0 dibantu oleh aktifitas
mikrobia. Ketika lingkungan dalam keadaan anaerobik, MnO2 berfungsi sebagai
akseptor elektron dan hidrogen untuk respirasi enzim (RH2).
Mangan hidroksida ( Mn(OH)2 ) larut dalam air, sehingga ion mangan akan
terakumulasi dalam lingkungan anaerobik pada suasana pH mendekati netral.
Tentunya bila lingkungan menjadi aerobik, maka ion Mn akan teroksidasi melalui
proses kimia dan mikrobiologis menjadi MnO2.
H2SiO3 = H+ + HSiO3-
HSiO3- = H+ + SiO3=
15.TEMBAGA (Cu)
Unsur tembaga sedikit larut dalam kondisi pH perairan alam. Stumm dan Morgan
(1970), menyatakan bahwa malachite (Cu2(OH)2CO3) merupakan bentuk
senyawa tembaga yang berada dalam fase solid dan stabil pada kondisi pH di
bawah 7. Sementara tenorite (CuO) berada pada fase solid dan stabil pada pH
yang lebih tinggi. Kelarutan dua senyawa tersebut adalah sebagai berikut :
dengan senyawa tenorite adalah lebih besar daripada konsentrasi ion Cu+2 ,
sebab ion tembaga ini membentuk kompleks anorganik dengan karbonat dan
hidroksida sebagai berikut :
Karena ion Cu+2 dalam keadaan setimbang dengan senyawa kompleks terlarut
seperti halnya dengan tenorite, maka tembaga anorganik total bisa dinyatakan
sebagai berikut :
Senyawa tembaga seperti Kupri Sulfat (Cu SO4) sering digunakan sebagai
algicida untuk mengendalikan pertumbuhan Blue-Green Algae. Penggunaan
CuSO4 sebagai algicida harus dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati,
mengingat sifat toksiknya terhadap udang. Menurut Hirono et al. (1991),
konsentrasi kupri sulfat 0,4 – 0,6 ppm bisa mengurangi kepadatan Blue-Green
Algae (BGA), dan tidak menimbulkan efek negatif pada udang vannamei
dengan berat 4 – 8 gram. Tetapi stres dan kematian meningkat pada dosis di
atas 0,6 ppm. Kupri Sulfat (Copper sulfate) sangat mudah larut dalam air
membentuk ion Cu++ dan ion SO4=. Ion kupri memiliki beberapa sifat, yang
mungkin muncul dalam situasi dan kondisi tertentu. Konsentrasi ion kupri dalam
kondisi kesetimbangan dengan tenorite, pada pH yang berbeda bisa dilihat
dalam tabel di bawah ini :
Kelarutan ion Cu+2 paling tinggi pada kondisi pH rendah dan kelarutannya
semakin menurun seiring dengan meningkatnya pH seperti terlihat pada tabel di
atas. Tumbuhan air, termasuk fitoplankton menyerap Cu (tembaga), ketika
tumbuhan tersebut mati, Cu mengendap di dasar tambak bersama bahan
organik. Ion Cu +2 mengendap ke dasar tambak dalam bentuk senyawa CuO
dan dapat diserap oleh koloid tanah dan bahan organik pada tanah dasar
tambak melalui proses pertukaran kation. Tembaga (Cu) dalam bentuk ion Cu+2
sangat beracun bagi tumbuhan, tetapi hanya sedikit beracun bagi hewan air.
3.Feed management
3.1.Pakan Udang
a.Pakan alami
Pada saat telur udang menetas menjadi Nauplius, kebutuhan nutrisi diperoleh
dari cadangan makanan pada kuning telurnya. Memasuki fase Zoea, udang
bersifat herbivora atau pemakan tumbuh-tumbuhan dan lebih menyukai
fitoplankton seperti Chaetoceros, Skeletonema, Chlorella, Navicula dan
Coscinodiscus. Sejalan dengan perkembangan anggota badannya seperti
uropoda (ekor kipas), kaki jalan (pereopoda) dan ruas-ruas kaki renang
(pleopoda) akan meningkatkan kemampuannya untuk mengejar mangsa-
mangsa bergerak. Hal ini mulai terjadi pada fase Mysis, yaitu sekitar 5 - 7 hari
setelah menetas. Di hatchery biasanya diberikan pakan alami berupa artemia.
Di tambak pembesaran yang menggunakan sistem heterotrop atau bioflocs,
vannamei juga mengkonsumsi bioflocs dan detritus. Oleh karena itu, udang
vannamei disebut bersifat omnivora yang memakan segala jenis makanan.
Selanjutnya memasuki fase post larva, udang juga makan makanan yang
tersedia di dasar perairan seperti moluska, polychaeta dan detritus. Bahkan
udang mencoba makan benda-benda yang dijumpai di dasar perairan.
Ketersediaan pakan alami dalam air tambak sangat membantu dalam memacu
pertumbuhan benur. Pertumbuhan benur jauh lebih baik dan relatif lebih
seragam bila dibandingkan dengan tambak-tambak yang airnya bening atau
densitas planktonnya sangat rendah. Ketersediaan pakan alami atau densitas
plankton dapat diketahui secara visual dengan melihat warna air tambak dan
mengukur kecerahan air menggunakan secci disk. Densitas plankton yang baik
adalah sekitar 104 - 106 sel per mililiter atau kecerahannya sekitar 30 - 40 cm.
Untuk udang vannamei akan lebih baik bila dipelihara pada air tambak dengan
kecerahan di bawah 30 cm, karena perkembangan chromatophore lebih pesat
pada suasana gelap.
-Jenis pakan
Jenis, bentuk dan ukuran pakan tergantung pada berat udang itu sendiri, makin
besar ukuran udang, makin besar pula ukuran pakannya. Masing-masing pabrik
pakan mengeluarkan bentuk dan ukuran sendiri, tetapi secara umum jenis,
bentuk dan ukuran pakan adalah sebagai berikut :
Tabel 26. Persentase kehilangan nutrisi setelah pakan terendam dalam air
selama satu jam.
Nutrisi Kandungan Setelah 1 jam Persentase
awal kehilangan
Bahan kering (%) 100 81 19
Protein kasar (%) 52 41 21
Karbohidrat (%) 16 8 50
Vitamin C (mg/Kg) 3.089 332 89
Thiamine (mg/Kg) 29,5 0,7 98
Riboflavin (mg/Kg) 55 7,5 86
Pyridoxine (mg/Kg) 14 1 93
Panthotenate (mg/Kg) 100 5,9 94
Niacin (mg/Kg) 120 17 86
Inositol (mg/Kg) 4.000 1.928 52
Choline (mg/Kg) 3.368 1.835 45
Sumber : Jory, 1995.
- Setelah panen
Pakan udang yang baik akan memberikan produktivitas tinggi, kualitas udang
baik dan rasio konversi pakan atau FCR (Feed Conversion Ratio) yang relatif
rendah.
PAKAN UDANG
100 %
BIOMASS UDANG
17 %
DIMAKAN
85 %
- Penyimpanan pakan
a.Udang kecil (DOC di bawah 30 hari atau MBW di bawah 2.00 gram)
Pakan yang digunakan adalah remukan halus (fine crumble) atau PL Feed.
Sebelum menebar pakan, sebaiknya dibasahi dahulu dengan air sekitar 100 ml
per kilogram pakan agar pakan cepat tenggelam. Penebaran pakan dilakukan
di bagian tepi areal pemberian pakan (feeding area) dengan jarak 2 – 3 meter
dari kemiringan tambak seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Pada usia ini
(MBW di bawah 2,00 gram), udang masih mengkonsumsi pakan alami di samping
pakan buatan.
2–3m
2–3m 2–3m
2–3m
b. Udang besar (DOC di atas 30 hari atau MBW di atas 2,00 gram).
6-7m
6-7m
c. Udang bervariasi.
Pada populasi udang yang bervariasi, komposisi udang besar, medium dan kecil
hampir sama persentasenya. Hal ini sangat menyulitkan dalam mengambil
keputusan untuk oplos pakan, yaitu berapa lama waktu yang diperlukan untuk
oplos pakan dan pakan nomor berapa yang harus diberikan serta persentase
masing-masing nomor pakan dalam pengoplosan. Kesulitan yang sering timbul
adalah pada saat sampling berat badan. Bila keliru dalam melakukan sampling,
misalnya sebelum atau setelah satu jam pemberian pakan, maka MBW yang
didapat akan sangat jauh berbeda. Itulah sebabnya hasil sampling bisa naik
tinggi sekali (ADG di atas 0,30 gram) atau bahkan MBWnya turun (ADG negatif).
Tidak konsistennya hasil sampling ini akan menyulitkan pengambilan keputusan
untuk pindah nomor pakan dan penyesuaian jam cek anco serta menentukan
jumlah pakan dalam anco.
Bila cuaca hujan pada saat jam pemberian pakan, maka sebaiknya pakan
pada jam tersebut tidak diberikan. Bila beberapa saat kemudian hujan berhenti
dan udang berenang ke pinggir dekat permukaan air dengan kaki jalan
meraba-raba seperti mencari sesuatu, maka pakan bisa diberikan pada saat itu
secara penuh atau setengahnya, tergantung kondisi udang dan cuaca saat itu.
Pada saat pemberian pakan, pertimbangkan untuk menghidupkan kincir yang
posisinya di luar areal feeding agar oksigen terlarut dalam air tidak rendah.
Bila ada perlakuan bahan kimia yang mengharuskan kincir untuk terus hidup,
maka sebaiknya pada jam pakan setelah perlakuan bahan kimia tersebut tidak
diberikan pakan sebanyak satu kali. Setelah itu diberikan pakan seperti biasa.
Tetapi untuk perlakuan bahan kimia yang mempunyai sifat reduktor kuat seperti
formalin yang menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut 10
sampai 20 jam setelah perlakuan, maka pada saat kondisi oksigen terlarutnya
rendah ( di bawah 4 ppm), tidak perlu diberi pakan dan kincir sebaiknya
dioperasikan semua.
Selama periode molting, udang makan lebih sedikit dibandingkan kondisi normal.
Pemahaman terhadap siklus molting udang pada berbagai usia atau berat
badan bertujuan untuk mengurangi kehilangan pakan dan menghindari
pemberian pakan yang berlebihan (over feeding).
Pada saat molting, nafsu makan udang menurun sekitar 2 hari, kemudian
meningkat lagi dan perlu waktu sekitar 2 hari untuk kembali ke komsumsi pakan
normal. Selanjutnya pakan akan naik terus sampai periode molting berikutnya.
Pada udang dengan berat 23 gram atau lebih, periode molting biasanya terjadi
pada saat pasang terendah atau awal dari pasang tinggi. Dengan mengetahui
periode molting, maka kita bisa memperkirakan waktu molting dan melakukan
pengurangan pakan pada saat molting. Pengurangan jumlah pakan bisa
mencapai 50 persen dari pakan per jam pakan, bila ternyata terjadi molting
massal.
Jumlah pakan per hari yang diberikan pada hari pertama setelah tebar bisa
dihitung berdasarkan jumlah tebar dikalikan dengan ABW, SR dan feeding rate.
Pemberian pakan sampai dengan umur 30 hari setelah tebar disebut blind
feeding karena jumlah pakan yang diberikan hanya berdasarkan hasil
perhitungan dari rumus tersebut di atas dan disajikan dalam tabel. Selama blind
feeding, jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan program seperti
yang tercantum dalam tabel 8 di bawah ini.
KODE
Umur ABW(g) SR (%) Populasi FR (%) F/day (kg) Fcum.(kg) FCR
PAKAI
1 0.01 99.00 185,625 101.00 2 2 1.01 1
2 0.11 98.80 185,256 13.03 3 4 0.22 1
3 0.21 98.61 184,887 8.78 3 8 0.21 1
4 0.31 98.41 184,518 7.27 4 12 0.21 1
5 0.40 98.21 184,150 6.50 5 17 0.23 1
6 0.50 98.02 183,781 6.03 6 22 0.24 1-2
7 0.60 97.82 183,412 5.72 6 29 0.26 1-2
8 0.70 97.62 183,043 5.49 7 36 0.28 1-2
9 0.80 97.43 182,674 5.32 8 43 0.30 1-2
10 0.90 97.23 182,305 5.19 8 52 0.32 1-2
11 0.99 97.03 181,936 5.09 9 61 0.34 2
12 1.09 96.84 181,568 5.00 10 71 0.36 2
13 1.19 96.64 181,199 4.93 11 82 0.38 2
14 1.29 96.44 180,830 4.87 11 93 0.40 2
15 1.39 96.25 180,461 4.82 12 105 0.42 2
16 1.49 96.05 180,092 4.78 13 118 0.44 2
17 1.58 95.85 179,723 4.74 13 131 0.46 2
18 1.68 95.66 179,355 4.71 14 146 0.48 2-3
19 1.78 95.46 178,986 4.68 15 160 0.50 2-3
20 1.88 95.26 178,617 4.65 16 176 0.52 2-3
21 1.98 95.07 178,248 4.63 16 192 0.55 2-3
22 2.08 94.87 177,879 4.61 17 209 0.57 2-3
23 2.17 94.67 177,510 4.59 18 227 0.59 2-3
24 2.27 94.48 177,141 4.58 18 245 0.61 2-3
25 2.37 94.28 176,773 4.56 19 265 0.63 3
26 2.47 94.08 176,404 4.55 20 284 0.65 3
27 2.57 93.89 176,035 4.53 20 305 0.67 3
28 2.67 93.69 175,666 4.52 21 326 0.70 3
29 2.76 93.49 175,297 4.51 22 348 0.72 3
30 2.96 93.30 174,928 4.49 23 371 0.72 3
Persentase feeding rate yang digunakan berkisar antara 30 sampai 200 persen,
tergantung pada tujuan masing-masing budidayawan udang dan kondisi
ketersediaan pakan alami pada air tambak yang akan ditebar benur.
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
D OC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
ABW (Gr) 0.01 0.11 0.21 0.31 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0.99 1.09 1.19 1.29 1.39 1.49 1.58 1.68 1.78 1.88 1.98 2.08 2.17 2.27 2.37 2.47 2.57 2.67 2.76 2.96
F/D (Kg) 2 3 3 4 5 6 6 7 8 8 9 10 11 11 12 13 13 14 15 16 16 17 18 18 19 20 20 21 22 23
Protein merupakan suatu senyawa organik yang besar dan kompleks yang
berperan penting dalam struktur fungsi makluk hidup. Protein menyusun 65 – 70
persen berat kering dari tubuh udang yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan. Tidak seperti golongan tumbuhan pada umumnya, udang dan
hewan-hewan lainnya tidak bisa mensintesis protein dari senyawa organik
sederhana dan harus mengandalkan pada sumber protein dari bahan
makanan. Bila dalam bahan makanan terjadi kekurangan lemak dan
karbohidrat, maka protein digunakan sebagai sumber energi dan sisanya untuk
pertumbuhan.
Tabel 29. Kandungan asam amino dalam pakan udang yang direkomendasi ASA
(American Soybean Association).
Asam amino % dalam Persentase protein pakan
protein 36 CP 38 CP 40 CP 45 CP
Arginin 5,8 2,09 2,20 2,32 2,61
Histidin 2,1 0,76 0,80 0,84 0,95
Isoleusin 3,5 1,26 1,33 1,40 1,50
Leusin 5,4 1,94 2,05 2,16 2,43
Lisin 5,3 1,91 2,01 2,12 2,39
Metionin 2,4 0,86 0,91 0,96 1,08
Metionin-Sistin 3,6 1,30 1,37 1,44 1,62
Fenilalanin 4,0 1,44 1,52 1,60 1,80
Fenilalanin-Tirosin 7,1 2,57 2,70 2,84 3,20
Treonin 3,6 1,30 1,37 1,44 1,62
Triptofan 0,8 0,29 0,30 0,32 0,36
Valin 4,0 1,44 1,52 1,60 1,80
Sumber : Lin, 1996.
Tabel 30. Kandungan protein yang direkomendasikan dalam pakan untuk ukuran
udang yang berbeda dalam budidaya intensif.
Lemak diperlukan oleh udang tidak hanya sebagai sumber energi saja, oleh
karena dalam lemak juga terdapat asam lemak essensial dan vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K maka lemak juga berfungsi
sebagai pembawa dan mempertinggi penyerapan vitamin yang larut dalam
lemak serta mempengaruhi aroma dan tekstur pakan.
Seperti halnya protein, bukan hanya kuantitas lemaknya saja yang harus cukup
tetapi kualitasnya juga harus baik yang bisa ditunjukkan dengan keberadaan
asam-asam lemak essensial dalam pakan tersebut. Kandungan lemak dalam
pakan udang yang dianjurkan sekitar 5 - 10 persen dan sekitar 5 persennya
berasal dari hewan laut serta sisanya bisa dipenuhi dari lemak tumbuhan atau
hewan lainnya.
c. Karbohidrat
Karbohidrat meliputi gula, pati, selulosa dan gum merupakan sumber energi
yang paling murah. Karbohidrat kebanyakan disimpan dalam bentuk cadangan
energi, yaitu pati dalam tumbuhan dan glikogen dalam hewan yang terdiri dari
banyak unit glukosa. Pati sebagai sumber utama karbohidrat dalam bahan
pakan merupakan sumber energi dan sangat berguna karena sifat-sifatnya yang
dapat mengikat, sehingga bisa digunakan sebagai binder.
Beberapa karbohidrat seperti selulosa, lignin dan kitin tidak dapat dicerna.
Kebanyakan udang Penaeid tidak mempunyai enzim selulase yang diperlukan
untuk mencerna selulosa. Bila kalori pakan atau suplai energi dari karbohidrat
tidak mencukupi dan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, maka udang
tidak akan tumbuh dengan baik karena protein dalam pakan lebih banyak
digunakan sebagai sumber energi daripada untuk pertumbuhan. Serat kasar
relatif tidak dapat dicerna oleh udang dan kandungannya dalam pakan tidak
boleh melebihi 4 persen.
Di samping protein, lemak dan karbohidrat juga dibutuhkan vitamin, yaitu suatu
senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal, reproduksi dan metabolisme. Vitamin dapat
digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air. Sebagian besar vitamin larut
dalam air, tetapi ada 4 vitamin yang larut dalam lemak. Kebanyakan vitamin
yang larut dalam air dibantu oleh enzim dalam peranannya sebagai katalisator
bilogis dan sering berhubungan dengan ko-enzim. Enzim yang kekurangan ko-
enzim memiliki aktivitas biologis yang rendah. Vitamin B (B1, B2, B6, B12)
diperlukan dalam metabolisme protein, lemak dan karbohidrat. Vitamin A dan C
sangat penting dalam membangun ketahanan terhadap suatu penyakit. Dalam
tambak dengan kecerahan yang baik atau densitas plankton yang memadai
cukup tersedia vitamin C, karena vitamin C terkandung dalam fitoplankton yang
merupakan pakan alami. Vitamin D bersama-sama dengan mineral seperti
Kalsium dan Posfor diperlukan untuk pembentukan eksoskeleton (cangkang).
e. Mineral
Mengamati sisa pakan di anco atau cek anco merupakan salah satu kegiatan
yang sangat penting dalam budidaya udang sistem intensif, karena dari cek
anco banyak hal yang bisa diketahui, yaitu :
a. Mengetahui populasi udang atau survival rate di dalam tambak pada awal
budidaya, terutama sampai dengan DOC (day of culture) 30 hari.
b. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan keseragaman udang.
c. Memantau kesehatan udang, seperti adanya gangguan protozoa, bakteri
atau virus.
d. Tingkat konsumsi pakan dan nafsu makan udang.
e. Daya tarik (attractability) dan kelezatan (palatability) suatu pakan udang.
f. Kondisi udang, apakah sedang molting (ganti kulit) atau tidak.
g. Kondisi dasar tambak, bisa diketahui dengan memperhatikan warna feces
dalam usus udang. Apakah warna fecesnya hitam, merah, kehijauan atau
coklat muda.
a. Ukuran anco
Anco yang digunakan umumnya berbentuk bujur sangkar berukuran 90 x 90 cm
dan tinggi 8 cm, terbuat dari kerangka stainless steel dan strimin.
• Pakan yang diberikan dalam anco harus ditakar dengan jumlah sesuai
dengan yang ada dalam tabel.
• Pakan dalam anco diberikan setelah selesai menebar pakan pada
daerah penebaran pakan (feeding area).
• Pakan dalam anco diberikan dari atas jembatan anco, agar posisi anco
pada saat diturunkan tidak miring. Jangan sekali-kali memberikan pakan
dalam anco dari atas sampan.
• Letakkan pakan tersebar merata pada seluruh bidang anco, sehingga
populasi udang tidak terkonsentrasi pada suatu bidang tertentu saja. Hal
ini dapat memberikan informasi yang tidak tepat pada saat cek anco,
karena bila pakan terkonsentrasi di satu bidang, maka jumlah populasi
udang yang bisa mengkonsumsi pakan per satuan luas lebih sedikit bila
dibandingkan dengan butiran pakan yang tersebar merata.
Pada saat mengamati sisa pakan dalam anco, ada 4 kriteria yang perlu dicatat
dalam blanko monitoring harian, yaitu :
• Bila pakan di anco habis : skor 0
• Bila pakan di anco sisa kurang dari 10 persen : skor 1
• Bila pakan di anco sisa 10 - 25 persen : skor 2
• Bila pakan di anco sisa 25 - 50 persen : skor 3
• Bila pakan di anco sisa lebih dari 50 persen : skor 4
Kriteria penambahan dan pengurangan pakan per jam pakan (per meal) atau
pakan perhari ditentukan berdasarkan skor pakan di anco dan kondisi udang
yang masuk dalam anco serta kondisi tingkah-laku udang sebelum cek anco,
pada saat cek anco dan beberapa saat setelah cek anco. Penambahan dan
pengurangan pakan per meal (per jam pakan) atau pakan per hari pada
udang vannamei jangan hanya berdasarkan kriteria pakan di anco saja, tetapi
sebaiknya lihat juga kondisi usus udang apakah berwarna coklat muda (seperti
warna pakan pellet) atau hitam. Bila usus udang berwarna hitam, berarti udang
mengkonsumsi detritus yang ada di dasar tambak. Hal ini terjadi karena udang
sudah tidak menemukan pakan pellet yang kita berikan.
Pada kondisi pakan di anco habis (skor 0) dan banyak dijumpai usus udang
berwarna hitam, berarti jumlah pakan yang diberikan masih kurang. Selanjutnya
bisa dilakukan penambahan sebanyak 10 persen dari jumlah pakan per meal
pada saat itu. Dalam pemberian pakan perlu diperhatikan bahwa lebih baik
memberikan pakan dalam jumlah kurang sedikit daripada kelebihan, meskipun
hanya sedikit. Pemberian pakan yang berlebihan akan memperburuk kualitas air
tambak, karena sisa pakan menyebabkan kenaikan konsentrasi amonia dalam
air. Mengingat udang vannamei bersifat forager dan detritivora sangat aktif
mencari makan, maka udang vannamei akan mengkonsumsi detritus yang ada
di dasar tambak bila tidak menemukan pakan pellet. Detritus merupakan bahan
organik yang diselaputi oleh bakteri, sehingga kandungan nutriennya juga baik
karena sel bakteri merupakan sumber single cell protein atau protein sel tunggal.
Kegemaran vannamei mengkonsumsi detritus sangat baik bagi program
penanganan limbah dasar tambak. Tambak-tambak yang digunakan untuk
budidaya vannamei relatif lebih bersih dibandingkan dengan tambak-tambak
untuk budidaya udang windu. Hal itu terlihat jelas ketika tambak-tambak
tersebut telah selesai di panen. Dampak lainnya adalah FCR vannamei lebih
rendah dibandingkan dengan udang windu, karena sebagian pakan dipenuhi
dari detritus.
Manajemen dasar tambak adalah suatu tahapan proses budidaya yang bertujuan
untuk membersihkan dasar tambak guna memperluas areal bersih bagi udang
dan mengurangi senyawa-senyawa kimia yang bersifat racun (misalnya H2S, NH3
dan CH4) yang berasal dari limbah tambak.
Hal-hal yang timbul apabila manajemen dasar tambak kurang baik adalah :
Manajemen dasar tambak meliputi kegiatan tata letak kincir, aktivitas sipon dan
perlakuan bakteri pengurai. Limbah tambak sebagian besar berupa bahan
organik yang mudah terdegradasi diantaranya berasal dari :
1. Akumulasi sisa pakan
2. Bahan-bahan fermentasi
3. Kotoran udang dan organisme mati seperti plankton, lumut, udang, kerang,
siput dan lain-lain.
Pada budidaya udang sistem intensif, akumulasi bahan organik yang akan
menjadi limbah di tambak semakin banyak sehingga pengelolaan limbah
tambak sangat diperlukan.
Bahan organik yang menjadi limbah harus dibuang melalui aktivitas sipon.
Pengaturan posisi kincir yang tepat diperlukan untuk mengumpulkan lumpur
disatu tempat sehingga sipon lebih efektif . Jumlah kincir yang diperlukan untuk
mendukung kapasitas tersebut 4 HP untuk tambak 2.500 m2 dan 8 – 12 HP untuk
tambak 5.000 m2.
b.Super PS
Dalam kolom air di tambak terdapat 2 daerah penting, yaitu daerah
reduksi dan daerah oksidasi. Daerah oksidasi adalah daerah kolom air
yang memiliki cukup oksigen. Sedangkan daerah reduksi merupakan
daerah yang minim (tidak ada) oksigen, yang biasanya merupakan
daerah di bawah (dasar) tempat terakumulasi (bertumpuknya) bahan
organik (organisme mati, sisa pakan, produk-produk ekskresi organisme)
yang mengalami dekomposisi anorganik. Dekomposisi anorganik
menghasilkan racun bagi udang (misal H2S), selain menimbulkan
mortalitas, udang menjadi stress, pertumbuhan terhambat, penurunan
mekanisme pertahanan tubuh (rentan) dan mengundang penyakit
(infeksi).
Pada kenyataannya kondisi anaerob selalu ada, karena pemberian
pakan yang rutin, kematian plankton dan sipon yang tidak sempurna.
Penggunaan PSB sedikit banyak dapat mengatasi kelebihan kandungan
H2S yang beracun secara mikrobiologi.
Penggunaan dengan menggunakan perantara zeolite, dolomite atau
pasir adalah pendekatan untuk meningkatkan efektifitas kerja PSB agar
mudah (cepat) berinteraksi dengan lumpur dalam zona anaerob,
aplikasi dengan mengalirkan langsung (menggunakan pipa/selang) ke
daerah-daerah lumpur juga dapat dianjurkan. Jumlah volume (dosis)
kultur yang sebaiknya digunakan adalah 10-20 liter setiap kali pemakaian,
diberikan 2-3 kali dalam seminggu, diberikan selama periode budidaya.
Konsentrasi bakteri minimal 108 CFU/ml.Pemberian PSB setelah melakukan
1. EPIDEMIOLOGI
HOST
D
ENVIRONMENT PATHOGEN
D = DISEASE (PENYAKIT)
b. Environment (Lingkungan)
c. Host (Inang)
Transportasi Masuknya
Introduced
Virus Nafsu makan pH
stock
turun
Penyaringan Air
Racun
Carrier Peningkatan
Dasar tambak
Disinfeksi atau Potensi Penularan kurang yang tidak baik
pengobatan aerasi
Predator
Gejala-gejala :
• Udang berenang tidak menentu arahnya.
• Gerakan kaki jalan dan kaki renang berhenti, kemudian udang
tenggelam ke dasar.
• Udang muncul ke permukaan, menjadi lemah dan kehilangan
nafsu makan.
• Udang melakukan gerakan muncul dan tenggelam ke dasar
tambak secaraberulang-ulang sampai akhirnya mati, biasanya
dalam waktu 4 - 12 jam.
• Pada udang yang masih hidup, tampak mengalami kelainan
bentuk tubuh (deformity).
Cara pencegahan :
• Menghindari masuknya benur (PL), juvenil atau udang dewasa
yang terinfeksi ke areal budidaya.
• Bila ada yang telah terinfeksi di antara udang atau tambak yang
ada di areal budidaya, lakukan disinfeksi (sterilisasi) dan dikuras.
• Melakukan karantina secara ketat.
• Menerapkan aturan biosecurity secara ketat.
Perlakuan pengobatan :
Belum ditemukan obat untuk udang yang terinfeksi virus ini.
Carrier :
Carrier dari udang terinfeksi pada fase kronis, kepiting, udang liar,
crustaceae kecil.
Carrier :
Kepiting, udang liar, crustaceae kecil, larva nyamuk.
Perlakuan pengobatan :
Belum ditemukan obat untuk mengatasi infeksi virus SEMBV ini.
a.Bakteri Luminescent
b.Penyakit kulit, Black spot (bintik hitam), Ekor gripis, Necrosis pada
anggota tubuh.
Larval Mycosis
b.Gregarine
Cara pencegahan :
Mengurangi populasi moluska sebagai intermediate host.
Perlakuan pengobatan :
Pergantian air sampai dengan 40 persen dan dilanjutkan dengan
formalin 40 ppm, ternyata bisa mengurangi populasi gregarine setelah 3
hari.
c.Gangguan Protozoa
Penyebab :
• Kekurangan nutrisi, kontaminasi pestisida dan kondisi air tambak serta
tanah yang tidak baik.
Cara pencegahannya :
• Memberi pakan secukupnya dan hanya menggunakan pakan yang
terbaik.
• Bilas tambak dengan seksama, terutama sekali bila menggunakan
bahan kimia pestisida.
• Menjaga air tambak dan tanah dalam kondisi yang baik.
• Ganti air tiap hari dalam jumlah yang mencukupi.
Perlakuan pengobatan :
• Melakukan managemen ganti air yang baik, dengan pergantian air
20 - 50 persen per hari.
• Memberikan suplemen pakan, atau memberikan pakan yang
mengandung perbandingan Ca : P = 1 : 1.
• Air harus diganti segera dan sesering mungkin, terutama sekali bila
dicurigai terkontaminasi pestisida.
Penyebab :
• Kontaminan kimia seperti Cd, Cu, Zn, KMnO4, Ozone, Minyak, NH3 dan
NO2- pada tambak pembesaran.
• Kekurangan asam askorbat.
• Air mengandung lumpur.
• Terdapat bahan organik tinggi oleh sisa pakan, partikel-partikel kecil
dan tanah hitam pada dasar tambak.
Penyebab :
Perlakuan pengobatan :
Belum ada cara pengobatan yang bisa ilakukan untuk mengatasi penyakit
ini.
d.Cramped tails, Bent tails, Body cramp (Kram pada tubuh udang).
NORMAL
MUSCLE Penyebab :
Sampai sekarang belum diketahui, tetapi penyakit ini ada hubungannya
dengan ketidak-seimbangan mineral dalam pakan atau naiknya suhu air
dan udara, misalnya selama penanganan udang (selama sampling atau cek
anco) di udara yang suhunya lebih tinggi daripada suhu air tempat hidupnya.
Spesies yang diserang : Penaeus monodon, Litopenaeus vannamei
Stadium yang diserang : Juvenil dan Udang dewasa.
Gejala-gejala :
Pada bagian ekor menjadi kaku, seluruhnya atau sebagian pada saat udang
ABNORMAL
masih hidup.
Pengaruhnya terhadap inang :
• Udang yang mengalami kram sebagian, berenang dalam keadaan
punggung yang bongkok, sedangkan udang yang mengalami kram
total akan tergeletak miring pada dasar tambak.
• Kondisi ini bisa menimbulkan kanibalisme, udang yang sehat akan
menyerang udang yang kram, dan akhirnya mati.
Cara pencegahan :
Hindari penyebab-penyebab yang bisa menimbulkan udang kram.
Keterangan :
• FR% dapat dilihat pada tabel program pakan berdasarkan ABW hasil
sampling.
• Pakan per hari didapat dari data satu hari sebelumnya
• Asumsi semua dalam kondisi normal
• Catat hasil sampling : ABW, ADG, dan hasil estimasi Biomass, Populasi dan SR
dalam form sampling report.
L. Vannamei
a. Warna
b. Black Mark
c. Bruise
d. Super Soft Shell
Mistar Salmofan
.
7.Harvest
Panen merupakan tahap akhir dari rangkaian proses budidaya udang di tambak
yaitu pengambilan udang dari tambak yang dijaga kesegarannya untuk
kemudian dikirimkan ke Cold Storage. Persiapan panen dimulai dari penentuan
kriteria tambak panen, yang dibedakan menjadi panen normal, panen
abnormal dan panen emergency.
b. Panen Abnormal
Panen dianggap abnormal jika :
• Mortalitas : terjadi kematian di atas 100 ekor/hari selama 3 hari berturut-turut
• SR rendah : SR udang < 50 % untuk Litopenaeus vannamei
• Pertumbuhan lambat : ABW < 13gram untuk Litopenaeus vannamei pada
DOC ≥ 105
c. Panen Emergency
Panen dianggap emergency jika :
- Udang terinfeksi WSSV,
- Jika terjadi kematian massal diatas 1000 ekor/hari
- Force Majeur, misalnya: tanggul longsor, listrik padam.
Jika penentuan kriteria panen tidak tepat, akan terjadi kesalahan dalam
penanganan panen yang berakibat turunnya kualitas udang, berkurangnya
biomass, sehingga menyebabkan penurunan keuntungan.
Untuk menjaga agar proses panen dapat berjalan cepat, semua prasarana
untuk keperluan panen seperti jembatan sub outlet, jembatan panen dan sub
road harus dalam kondisi baik. Panen yang berjalan lambat akan
mengakibatkan kualitas udang menurun.
Secara umum aktivitas yang dilakukan pada persiapan panen normal meliputi
penyiapan data tambak panen dan penyiapan tambak yang akan panen.
d. Konfirmasi Panen
Lakukan konfirmasi alamat tambak panen selama tiga hari berturut-turut kepada
FSD-Harvesting sebelum hari pelaksanaan panen. Alamat tambak yang diberikan
dapat berubah sesuai situasi di lapangan.
8.Traceability
Merupakan suatu kemampuan melacak, menelusuri dan menentukan secara
khusus suatu unit produk atau partai produk pada semua tahap produksi,
pengolahan maupun distribusi.
Tujuan :
Pelaksanaan traceability pada budidaya udang L. vannamei dan P. monodon
bertujuan untuk :
1. Mendeteksi permasalahan – permasalahan yang dapat mempengaruhi
produktifitas dan kualitas hasil panen, selama budidaya berlangsung.
2. Evaluasi hasil panen, untuk menentukan faktor kunci keberhasilan maupun
kegagalan.
3. Menelusuri permasalahan yang diinformasikan atau disampaikan oleh unit
pengolahan maupun konsumen, hingga dapat dicari penyebabnya dan
untuk selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan.
4. Memberikan jaminan mutu proses/metode dan mutu produk selama periode
budidaya kepada pembeli.
Data Input
Spv
Data approval
Mgr
Internal audit
External audit Data Collection
Auditor Aqua adm
Traceability Document
QAA adm
Data ouditing
Auditor
2. Verifikasi awal
Merupakan pemeriksaan awal atas data yang telah diisikan ke Form
Traceability, berupa pemeriksaan kelengkapan data yang dilakukan oleh
Section Head
3. Persetujuan data
Merupakan tahap konfirmasi akhir sebelum data/Form Traceability diserahkan ke
bagian Administrasi Divisi Aquaculture, sekaligus menjamin keabsahan data.
Pemeriksaan ulang atas data yang telah diisi, dengan penekanan pada
kelengkapan pengisian sekaligus kesesuaian prosedur/metode dengan SOP
yang dilakukan oleh Manager
4. Pengumpulan dan penyerahan data
Merupakan tahap dimana bagian Administrasi Aquaculture mengumpulkan
Form Traceability dari para Manager, selanjutnya menyerahkan data tersebut ke
Administrasi Quality Assurance for Aquaculture (QAA)
1.Biological aplication
a. Probiotik
Probiotik mempunyai arti sebagai satu atau kumpulan mikroorganisma hidup
yang biasa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia atau hewan,
cenderung bermanfaat bagi penggunanya dengan cara mengubah
komposisi mikroflora aslinya. Dalam pengertian Aquaculture, pengguna disini
berarti manusia dan hewan ternaknya. Disarankan pemakaiannya sebagai
tambahan untuk bakteri alami yang ada di tambak atau kolam dimana
hewan dipelihara. Karena bakteri ini dapat memodifikasi komposisi bakteri di
air dan sedimen.
Pada ekosistem akuatik alami, bakteri memiliki peran sebagai
reduser/dekomposer (pengurai) yang mengontrol proses komponen organik,
misalnya polimer protein atau karbohidrat menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Pada sistem budidaya air, khususnya budidaya udang, polimer
tersebut berupa sisa-sisa pakan, kotoran udang (feces), organisme (plankton)
yang telah mati dalam bentuk terlarut, tersuspensi maupun tersedimentasi
(lumpur).
Bakteri yang secara efesien berfungsi dan berkompetisi menghidrolisa/
memecah polimer-polimer organik di tambak adalah bakteri yang akan
mendominasi mikroekosistem tambak yang menciptakan kondisi
ketersediaan oksigen (DO), pH dan nutrient essential bukan merupakan
pembatas.
Dalam aplikasi probiotik. beberapa bakteri khususnya bakteri bacillus sp.,
dalam sistem pencernaan ekstraselulernya, merupakan bakteri yang paling
efesien dalam produksi/sekresi exoenzim, yang penting digunakan dalam
penguraian substrat polimer organik. Keberadaan bakteri bacillus sp. atau
bakteri dekomposer lainnya, tidak selalu dalam jumlah besar secara normal
di dalam kolom air (tambak). Sehingga penambahan bakteri probiotik.
diperlukan untuk meningkatkan pengelolaan polimer organik di tambak.
Untuk menjamin keberadaan probiotik. yang diaplikasikan di tambak, perlu
kiranya diperhatikan hal-hal berikut ini :
b.Super PS
Dalam kolom air di tambak terdapat 2 daerah penting, yaitu daerah reduksi dan
daerah oksidasi. Daerah oksidasi adalah daerah kolom air yang memiliki cukup
oksigen. Sedangkan daerah reduksi merupakan daerah yang minim (tidak ada)
oksigen, yang biasanya merupakan daerah di bawah (dasar) tempat
terakumulasi (bertumpuknya) bahan organik (organisme mati, sisa pakan,
produk-produk ekskresi organisme) yang mengalami dekomposisi anorganik.
Dekomposisi anorganik menghasilkan racun bagi udang (misal H2S), selain
menimbulkan mortalitas, udang menjadi stress, pertumbuhan terhambat,
penurunan mekanisme pertahanan tubuh (rentan) dan mengundang penyakit
(infeksi).
Pada kenyataannya kondisi anaerob selalu ada, karena pemberian pakan yang
rutin, kematian plankton dan sipon yang tidak sempurna. Penggunaan PSB sedikit
banyak dapat mengatasi kelebihan kandungan H2S yang beracun secara
mikrobiologi.
Penggunaan dengan menggunakan perantara zeolite, dolomite atau pasir
adalah pendekatan untuk meningkatkan efektifitas kerja PSB agar mudah
2.Chemical aplication
A.Penggunaan KMnO4
Senyawa Fe(OH)3 dan MnO2 akan mengendap. Yang perlu dicermati dari
reaksi di atas adalah turunnya alkalinitas untuk menetralkan asam yang
terbentuk, yaitu 1.49 mg/L alkalinitas (sebagai CaCO3) per mg/L Fe+2 dan 1.21
mg/L alkalinitas (sebagai CaCO3) per mg/L Mn+2 yang teroksidasi. Untuk
mengoksidasi 1 mg besi dan 1 mg mangan masing-masing diperlukan 0.94 mg
dan 1.92 mg KMnO4(Culp/Wesner/Culp, 1986).
4. Inaktivasi Bakteri
Untuk inaktivasi bakteri diperlukan dosis potassium permanganate yang lebih
tinggi, seperti bakteri Coliform memerlukan konsentrasi 2.5 mg/L. Sedangkan
untuk bakteri Vibrio cholerae, Salmonella thyphosa dan Bact. Flexner
memerlukan dosis 20 mg/L dengan lama kontak 24 jam.
5. Inaktivasi Virus
Potassium permanganate telah terbukti efektif untuk membasmi virus-virus
tertentu. Untuk inaktivasi virus polio diperlukan dosis 50 mg/L KMnO4 dengan
waktu kontak selama 2 jam.
2. Hidrogen Peroxide
2 H2O2 → 2 H2O + O2
Senyawa Hydrogen peroksida dikenal sebagai oksidator kuat, bahkan lebih kuat
daripada chlorine dan potassium permanganate.
Meskipun sebagai oksidator kuat, namun H2O2 sangat aman digunakan, karena
H2O2 sesungguhnya adalah metabolite yang dihasilkan oleh banyak organisme
secara alami, yang pada akhirnya akan terurai menjadi oksigen dan air seperti
reaksi di atas. Hydrogen peroxide bisa digunakan untuk berbagai macam
keperluan, seperti menghilangkan bau yang disebabkan oleh H2S, menurunkan
BOD/COD, oksidasi bahan organik dan anorganik, oksidasi unsur-unsur metal dan
mengendalikan algae atau epicomensal yang tidak dikehendaki dalam air
tambak. Untuk keperluan treatment epicomensal, ekor gripis dan protozoa
biasanya digunakan dosis 3 – 5 ppm.
3. Rotenone
Senyawa rotenone diisolasi dari tumbuhan Derris elliptica, Derris montana dan
Derris pubipetala, digunakan untuk membasmi predator yang masuk ke tambak
seperti ikan-ikan liar. Rotenone murni berbentuk kristal tidak berwarna sampai
berwarna agak kecoklatan atau putih sampai putih kecoklatan, sangat sensitif
terhadap cahaya dan udara (Ling, 2003). Dosis yang digunakan untuk
membunuh predator sangat tergantung pada tingkat kemurnian senyawa
rotenone itu sendiri, biasanya sekitar 1 – 2 mg/L.
4. Zeolite
Benzalkonium Chloride atau BKC berupa cairan bening sampai berwarna coklat
sangat muda, digunakan sebagai antiseptik untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan suatu mikroorganisme. Dalam budidaya udang, BKC
biasanya digunakan untuk membunuh atau mengurangi populasi bakteri
penyebab ekor geripis, membunuh protozoa atau partial dropping plankton.
Percobaan yang dilakukan di Central Lab PT Centralpertiwi Bahari terhadap
kerang Mytilus edulis, BKC bisa digunakan untuk membunuh kerang dewasa
pada dosis 1.5 sampai 2.0 ppm. Untuk perlakuan terhadap ekor geripis, protozoa,
dinoflagellata dan partial dropping, dosis yang digunakan berkisar antara 0.8
sampai 2.0 ppm, tergantung pada berat atau umur udang di tambak tersebut.
6. Chlorine
Senyawa chlorine biasa digunakan untuk disinfeksi air dan peralatan budidaya.
Ada beberapa senyawa chlorine yang bisa digunakan untuk disinfektan, yaitu :
gas chlorine (Cl2), sodium hypochlorite (NaOCl) dan calcium hypochlorite (
Ca(OCl)2 ). Reaksi ketiga senyawa chlorine tersebut dalam air adalah sebagai
berikut :
HOCl → OCl- + H+
Residu chlorine bebas dan yang terikat, semua beracun bagi ikan maupun
udang. Senyawa chlorine dalam bentuk HOCl (hydrochlorous acid) paling efektif
digunakan untuk disinfektan karena daya racunnya 100 kali lebih kuat daripada
ion hypochlorite (OCl-). Efektifitas chlorine juga dipengaruhi oleh adanya bahan
organik, senyawa tereduksi dan kekeruhan pada air yang akan diberi perlakuan.
Kekeruhan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air
tidak hanya menyerap disinfektan, tetapi juga berfungsi sebagai sarang
mikroorganisme yang menghalanginya dari kontak langsung dengan disinfektan.
Sebagai oksidator kuat, chlorine akan bereaksi dengan logam-logam atau
senyawa tereduksi seperti Fe++, Mn++, H2S dan NH3. Banyaknya chlorine yang
diserap oleh partikel tersuspensi, mengoksidasi bahan organik dan senyawa
tereduksi disebut chlorine demand. Chlorine demand pada air berbeda-beda
tergantung kandungan partikel tersuspensi, bahan organik dan senyawa-
senyawa tereduksi lainnya.
Oleh karena itu tidak ada standar aplikasi chlorine untuk air tambak. Dalam
prakteknya, upaya pengendapan partikel tersuspensi sebelum perlakuan
dengan chlorine akan meningkatkan efektifitas daya bunuh chlorine itu sendiri
dan dosis yang diperlukan akan lebih rendah. Dosis yang umum digunakan untuk
desinfeksi adalah 20 - 30 ppm aktif. Senyawa lain yang dihasilkan pada reaksi
chlorine dengan amonia dalam air adalah senyawa chloramine (NH2Cl, NHCl2,
NCl3), sebagai akibat dari reaksi antara chlorine dengan amonia. Senyawa
chloramine sangat toksik bagi udang. Reaksi pembentukan senyawa chloramine
adalah sebagai berikut :
Mole fraksi
1.00
HOCl OCl-
0.75
0.50
0.25
Cl2
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
pH
7. Formalin
Dalam budidaya udang, gypsum atau biasa disebut gips digunakan untuk
meningkatkan kesadahan (hardness) air tambak, terutama pada perairan yang
mempunyai kesadahan rendah. mempunyai rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum
juga merupakan sumber sulphur dan calcium yang sangat baik, karena
kelarutannya 100 kali lebih tinggi daripada kapur (liming materials) dan tidak
mempengaruhi pH.
Pemberian gypsum akan meningkatkan konsentrasi Ca++ dalam air dan dapat
digunakan sebagai suatu elektrolit untuk koagulasi koloid-koloid dalam tambak
air tawar. Untuk koagulasi dibutuhkan gypsum dengan konsentrasi 200 – 400 mg/l,
sehingga sangat jarang digunakan untuk keperluan ini (Boyd, 1995). Kelarutan
posfat akan menurun dengan meningkatnya konsentrasi Ca++ dalam air, karena
senyawa posfat akan terikat dan mengendap dengan reaksi sebagai berikut :
Copper sulfate (CuSO4. 5 H2O) atau sering disebut kupri sulfat merupakan bubuk
atau kristal berwarna biru, bersifat higroskopis dan beracun. Senyawa ini biasa
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan fitoplankton dan lumut sutera
(Enteromorpha) dalam tambak. Pada masa awal persiapan tambak sering kali
dijumpai lumut sutera, terutama pada tambak tambak yang kesulitan
menumbuhkan plankton. Lumut sutera tumbuh pesat pada tambak tambak
yang airnya bening dan salinitasnya rendah, di bawah 20 ppt. Untuk mencegah
tumbuhnya lumut sutera, sebagian praktisi budidaya lebih suka memberi
perlakuan copper sulfate pada saat persiapan tambak sebelum menumbuhkan
plankton. Menurut Boyd (1996), copper sulfate menghambat proses respirasi dan
fotosintesis pada algae, namun fotosintesis lebih sensitif daripada respirasi
terhadap toksisitas copper sulfate.
Ion Cu+2 yang dihasilkan dari CuSO4 memiliki afinitas tinggi terhadap ion karbonat
(CO3=) dan segera bereaksi membentuk senyawa CuCO3 yang mengendap.
Berdasarkan sifat-sifat ion kupri seperti tersebut di atas, maka dalam aplikasi
untuk membasmi lumut sutera (Enteromorpha) atau mengurangi densitas BGA
juga harus dipertimbangkan kondisi alkalinitas air tambak. Kita menganggap
ada sebagian ion Cu +2 yang akan bereaksi dengan ion karbonat dari alkalinitas.
Konsentrasi atau dosis kupri sulfat yang digunakan untuk mengendalikan populasi
fitoplankton berkisar antara 0.06 – 0.50 mg CuSO4 / L air. Efektifitas kupri sulfat
juga sangat dipengaruhi oleh pH. Kelarutan ion Cu+2 sangat tinggi pada pH
rendah, kelarutannya akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya pH.
Kondisi ini bisa menimbulkan masalah pada aplikasi kupri sulfat sebagai algisida
ditambak. Karena pada pH rendah, kelarutan ion Cu+2 sangat tinggi sehingga
sangat efektif untuk membunuh algae, tetapi juga sangat berbahaya bagi
udang atau ikan yang kita pelihara dalam tambak.
Malachite green biasa digunakan untuk membunuh bakteri dan jamur, terutama
pada tambak-tambak yang panen atau kuras karena penyakit. Namun
demikian, bahan kimia ini sekarang dilarang digunakan dalam kegiatan
budidaya udang.
No Nama Obat dan bahan kimia yang No Nama Obat dan bahan kimia
dilarang digunakan dalam dalam pengawasan Pemerintah
budidaya udang
1 Aristolochia 1 Acetic acid ≤ 80 % w/w
2 Chloramphenicol 2 Benzalkonium chloride
3 Chloroform 3 Calcium hypochlorite
4 Chlopromazine 4 Chlorine
5 Colchicine 5 Fentin acetate
6 Dapsone 6 Formaldehyde (Formalin)
7 Dimetridazole 7 Hydrochloric acid ≤ 15 % w/w
8 Metronidazole 8 Rotenone
9 Nitrofurans 9 Sodium hydroxide ≤ 20 % w/w
10 Ronidazole 10 Sodium hypochlorite
11 Diethylstilbestrol 11 Trichlorfon
12 Ipronidazole 12 Trifluralin
13 Sulfonamides
14 Fluorquinolones
15 Glycopeptides
16 Nitroimidazoles
3.Case study
Mengelola air tambak dimulai ketika kita memasukkan air untuk pertama kalinya
ke dalam infrastruktur budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet,
kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu
diperhatikan kualitas air yang akan kita gunakan untuk budidaya, baik secara
fisik, kimia maupun mikrobilogi. Mutu fisik air yang bisa kita amati adalah
suspended solid dalam air yang menyebabkan kekeruhan. Parameter kimia
yang di analisis adalah salinitas, alkalinitas dan ortho posfat, sedangkan
parameter mikrobilogi yang perlu diketahui adalah jenis plankton dan analisis
PCR terhadap udang dan crustaceae liar apakah mengandung virus white spot
atau tidak.
Suhu air tambak outdoor sangat tergantung pada kondisi cuaca, pada musim
hujan fluktuasi suhu pagi dan siang lebih rendah daripada musim kemarau. Suhu
air pagi berkisar 28 – 29oC dan siang 30 – 32oC pada pada musim hujan,
sedangkan pada musim kemarau suhu pagi berkisar 24 – 28oC dan 32 – 33oC
pada siang hari. Untuk meringankan dampak negatif fluktuasi suhu ekstrim
terhadap udang yang kita pelihara, maka perlu dipahami dinamika suhu siang
dan malam serta efek radiasi sinar matahari terhadap bumi. Pada siang hari,
matahari memanasi bumi, udara dan air. Udara lebih cepat panas daripada air
dan bumi (tanah). Sedangkan pada malam hari, udara lebih cepat dingin
daripada air dan tanah. Air tambak yang bening pada siang hari lebih cepat
panas daripada air tambak yang keruh karena fitoplankton, sedangkan pada
malam hari lebih cepat dingin. Hal ini mengakibatkan fluktuasi suhu pagi dan
siang hari sangat besar pada tambak yang airnya bening, suhu pagi turun
sampai 24oC dan suhu siang mencapai 32oC. Fluktuasi suhu yang terlalu besar
bisa menyebabkan stress pada udang sehingga rentan terhadap serangan
penyakit. Serangan WSSV sangat cepat pada suhu antara 23 – 28oC (Guan Y, et.
al., 2002). Dr Edward D. Scura dan Davis Currie menyatakan bahwa serangan
WSSV lebih ringan pada kondisi suhu di atas 30oC.
SIANG
AIR BENING LEBIH CEPAT PANAS AIR KERUH LEBIH LAMBAT PANAS
Air tambak yang bening lebih cepat panas daripada air keruh
karena Fitoplankton.
MALAM
AIR BENING LEBIH CEPAT DINGIN AIR KERUH LEBIH LAMBAT DINGIN
Air tambak yang bening lebih cepat dingin daripada air keruh
Karena Fitoplankton.
PUPUK FERMENTASI
PAKAN PELLET
PUPUK UREA
CO2 + H 2O Cn(H2O)n + O2
FOTOSINTESIS
FITOPLANKTON
Salinitas merupakan parameter kualitas air yang sulit dikendalikan bila kita
tidak memiliki sumber air tawar. Pada musim kemarau salinitas air akan
meningkat sampai ke level 33 – 34 ppt, sedangkan pada musim hujan akan turun
sampai di bawah 15 ppt. Ketika salinitas meningkat pada musim kemarau,
budidayawan udang sering mengeluh tentang pertumbuhan lambat dan nafsu
makan turun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena adanya gangguan
osmoregulasi, konsentrasi senyawa-senyawa terlarut di luar tubuh udang lebih
tinggi daripada cairan sel dalam tubuh udang. Untuk meringankan gangguan
pertumbuhan lambat dan nafsu makan turun, beberapa budidayawan udang
menganjurkan untuk membasahi pakan pellet dengan air tawar sesaat sebelum
diberikan.
Pada musim hujan salinitas air tambak menjadi rendah, turun sampai di bawah
15 ppt. Keluhan yang sering muncul adalah nafsu makan turun, air mudah drop
(plankton mati), alkalinitas turun sampai di bawah 80 ppm dan tubuh udang
lembek. Untuk menjaga agar salinitas air tambak tidak turun terlalu rendah,
sebaiknya dipasang pipa paralon di side drain atau central drain yang diberi
lubang-lubang tepat di atas level permukaan air tambak. Tujuannya adalah
membuang air permukaan yang berasal dari air hujan. Salinitas air hujan adalah
nol, alkalinitasnya juga nol sedangkan pHnya mendekati netral, yaitu sekitar 7.
Untuk menjaga agar alkalinitas air tambak selalu di atas 80 ppm, pastikan bahwa
sumber CO2 mencukupi untuk fotosintesis dan untuk membentuk ion bikarbonat
(HCO3-) yang merupakan komponen alkalinitas. Berikan pupuk fermentasi
berserta bakteri dekomposernya dengan dosis sesuai anjuran.
5. Mengendalikan Alkalinitas
Alkalinitas air tambak yang baik harus di atas 80 ppm agar fluktuasi pH air siang
dan malam tidak terlalu tinggi, yaitu pada kisaran 7.8 – 7.9 pagi hari dan 8.2 – 8.3
di siang hari. Pada air yang alkalinitasnya rendah mengandung sedikit ion
bikarbonat (HCO3-) dan ion karbonat (CO3=). Selama proses fotosintesis
diperlukan sejumlah ion bikarbonat untuk membentuk molekul karbon dioksida
(CO2) yang akan bereaksi dengan molekul air (H2O) menjadi senyawa
karbohidrat dan melepaskan sejumlah oksigen.
matahari
Molekul CO2 dibentuk dari 2 ion bikarbonat dengan reaksi sebagai berikut :
Pada saat fotosintesis reaksi akan bergerak ke kanan, sehingga konsentrasi ion
bikarbonat dalam air akan berkurang yang berakibat pada penurunan
alkalinitas air tambak. Untuk menjaga alkalinitas tetap tinggi perlu ditambahkan
ion bikarbonat ke dalam air tambak. Sumber ion bikarbonat bisa berasal dari
material kapur, dolomite atau hasil dekomposisi bahan organik oleh bakteri
pengurai.
6. Mengendalikan pH
Mengendalikan pH agar selalu berada pada kisaran 7.8 – 7.9 pagi hari dan 8.2 –
8.3 pada sore hari memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dinamika
yang terjadi di dalam ekosistem tambak. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+
yang ada dalam air tambak. Makin tinggi konsentrasi ion H+, maka pH air tambak
CH3COOH → CH3COO- + H+
Selama proses fotosintesis akan terjadi pengambilan ion H+ dari air tambak
yang berasal dari reaksi disosiasi molekul air, sehingga konsentrasi ion H+ dalam
air turun dan ion hidroksilnya meningkat. Ion hidrogen hasil disosiasi molekul air
digunakan untuk membentuk ion bikarbonat dari ion karbonat. Ion bikarbonat
inilah yang akan digunakan untuk membentuk molekul karbon dioksida yang
diperlukan dalam proses fotosintesis.
H2O ═ H+ + OH-
H+ + CO3= → HCO3-
7. Mengendalikan kecerahan
PUPUK UREA
PUPUK FERMENTASI
Ketika fitoplankton mulai tumbuh dan kecerahan air turun, pemupukan tetap
dilakukan sampai jumlah input bahan organik dari sisa pakan dan kotoran udang
bisa memenuhi kebutuhan nutrien fitoplankton. Karena semakin tinggi densitas
Banyak sekali jenis dan spesies plankton yang bisa hidup dalam air tambak,
namun demikian hanya jenis dan spesies tertentu saja yang kita inginkan paling
dominan keberadaannya. Fitoplankton hijau atau green algae terutama dari
golongan chlorophyceae seperti Chlorella sp., Oocystis, Gloeocystis,
Scenedesmus, Tetraselmis dan beberapa dari jenis Cyanophyceae (Blue green
Algae) seperti Oscillatoria sp. Golongan cyanophyceae yang tidak dikehendaki
tumbuh di tambak antara lain Anabaena dan Microcystis. Untuk mengarahkan
dominansi ke chlorophyceae, jaga N/P ratio nya di atas 20. Bila di bawah itu,
dominansi cenderung mengarah ke diatom dan air tambaknya berubah
menjadi kecoklatan. Blue Green Algae akan tumbuh saat N/P rationya semakin
rendah dan akumulasi bahan organik tinggi.
Keberadaan Blue Green Algae akan diikuti oleh protozoa dan dinoflagellata bila
akumulasi bahan organik dasar tambak semakin tinggi. Hal ini menyebabkan
tubuh dan insang udang menjadi kotor, konsentrasi NH3 dan H2S meningkat,
pertumbuhan terganggu dan bahkan bisa menimbulkan kematian. Untuk
menjaga air tambak tetap hijau yang didominansi oleh chlorophyceae, bisa
dilakukan hal-hal berikut ini :
1. Lakukan pemupukan menggunakan urea atau pupuk nitrogen lainnya.
2. Selalu melakukan analisis nitrogen total dan ortho posfat untuk mengethui
dosis dan jenis pupuk yang akan diberikan.
3. Melakukan siphon bahan organik dasar tambak agar protozoa dan
dinoflagellata tidak berkembang.
4. Mengoperasikan kincir secara terus menerus untuk memberikan
kesempatan kepada fitoplankton di semua kolom air untuk melakukan
fotosintesis.
Blue Green Algae bisa tumbuh pada air tambak dengan kandungan nitrogen
yang sangat rendah, karena BGA memiliki sel heterocyst untuk mengambil
nirogen dari udara. Pada kondisi seperti ini fitoplankton lainnya tidak bisa tumbuh
karena keterbatasan sumber nitrogen.
Pemantauan oksigen terlarut harus dilakukan pagi dan siang setiap hari. Kondisi
yang paling kritis adalah pagi hari sebelum matahari terbit, karena reaksi
fotosintesis yang menghasilkan oksigen belum mulai. Sedangkan pada malam
harinya sebagian besar oksigen terlarut digunakan untuk respirasi. Untuk
menjaga agar DO selalu berada pada kisaran yang aman, pagi di atas 4 ppm
dan siang di atas 7 ppm, perhatikan hal-hal berikut ini :
1. Menjaga kebersihan dasar tambak dengan melakukan sipon secara
berkala.
2. Menumbuhkan fitoplankton hijau (green algae), untuk memasok oksigen
terlarut melalui proses fotosintesis.
3. Mengoperasikan kincir secara terus menerus dengan jumlah minimal 10
unit (10 HP) per hektar pada padat tebar 90 – 100 ekor per m2.
4. Tidak menanam pepohonan di sekitar tambak atau menebang
pepohonan yang menghalangi sinar matahari masuk ke permukaan
tambak, agar fotosintesis berlangsung dengan baik.
Kalau kita perhatikan reaksi tersebut di atas, semakin tinggi pH air atau semakin
rendah konsentrasi ion hidrogen dalam air maka semakin banyak terbentuk
unionized ammonia (NH3). Kondisi seperti ini sangat berbahaya bagi udang yang
berada dalam tambak. Mengapa konsentrasi ion hidrogen dalam air bisa
menurun ?. Karena selama proses fotosintesis terjadi dissosiasi molekul air menjadi
ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Ion hidrogen ini kemudian bereaksi
dengan ion karbonat (CO3=) membentuk ion bikarbonat (HCO3-) yang
selanjutnya digunakan untuk membentuk molekul CO2 sebelum reaksi
fotosintesis. Oleh karena itu, selama proses fotosintesis selalu diikuti kenaikan pH
air.
Untuk menghindari lonjakan pH yang terlalu tinggi antara pagi dan siang hari,
sangat penting diperhatikan sumber CO2 yang masuk ke dalam tambak. Sumber
CO2 bisa berasal dari pupuk organik atau pupuk fermentasi, sisa pakan dan
kotoran udang. Untuk mencegah naiknya konsentrasi amonia dalam tambak,
perhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Jaga plankton tetap stabil, hindari kematian plankton secara massal.
2. Memberikan pupuk urea atau pupuk nitrogen hanya bila ada sinar
matahari saja, hindari pemberian pupuk urea pada saat mendung, hujan
atau sore hari menjelang malam.
3. Berikan pupuk fermentasi secara berkala sampai jumlah input yang
masuk (dari pakan) mencukupi sebagai sumber nutrien bagi plankton.
4. Lakukan sipon secara berkala untuk mencegah akumulasi bahan organik
di dasar tambak.
Bakteri anaerob juga bisa mengubah ion sulfat (SO4=) menjadi H2S dengan
mengambil unsur oksigen dan menukarnya dengan hidrogen.
SO4= H2S
H2 O2
Bakteri Anaerob
H+ + HS-
pH tinggi
H2S
pH rendah
beracun H+ + HS-
Bila kondisi dasar tambak kotor karena akumulasi bahan organik, pH dasar
tambak cenderung rendah dan oksigen terlarutnya juga rendah karena
digunakan untuk reaksi dekomposisi bahan organik tersebut. Pada situasi
demikian, H2S menjadi sangat toksik bagi udang atau hewan yang hidup dalam
tambak. Cara yang paling baik untuk mengatasi hal ini adalah dengan
menyipon bahan organik dasar tambak secara berkala dan memberikan bakteri
dekomposer untuk membantu menguraikan bahan organik tersebut.