1,2)
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti
3)
Mahasiswa Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti
Jl. Mr.Chr. Soplanit, Poka-Ambon
y_louhen@yahoo.com
Kata Kunci: kegiatan budidaya, keramba jaring apung, Teluk Ambon dalam, kualitas air
ABSTRACT: Aquaculture activities are an effort to manage fisheries and marine resources
in addition to catch. One of this kind activities is floating net cages aquaculture. It is highly
dependent on the quality of water and Inner Ambon Bay waters have potential to develop its
activity. The purpose of this study is to analyze the water quality of the physical, chemical
and biological, studying the sources of water pollution contained in Inner Ambon Bay, as
well as analyzing the status of water quality in the Inner Ambon Bay. Water quality
parameters were analyzed in situ and in the laboratory. Based on the analysis of several
parameters such as temperature, pH, salinity, brightness, ammonia, DO, COD and TSS, the
eligibility is still below the thresholds standard. But the value of BOD and Coliform has
exceeded the specified quality standard. Some sources of pollution affecting water quality
parameter values are identified from the household waste, industrial waste, sewage vessel,
reclamation, agricultural waste, and microorganism waste. Storet calculation results show
that the water quality in Inner Ambon Bay waters includes class D, in the bad category or
has been badly polluted.
Keywords: aquaculture, floating net cages, Inner Ambon Bay, water quality
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 43
akan langsung mengendap menuju dasar tingkat kedalaman 5 meter dan 20 meter. Lokasi
perairan, sedang bentuk lainnya berada di badan sampling yang dipilih adalah di perairan
air (Garno, 2004) sehingga dapat menyebabkan Waiheru-1 (bagian belakang Perikanan
penurunan kualitas perairan. Budidaya Laut BPBL), Poka, Galala, Halong,
Khusus untuk TAD (Teluk Ambon bagian Lateri, Passo, dan Waiheru-2.
Dalam), kebanyakan budidaya ikan dilakukan
masyarakat dengan metode KJA (Keramba Metode Pengambilan Data
Jaring Apung). Setiap organisme membutuhkan Data yang digunakan berasal dari data
makanan untuk hidup, tetapi organisme yang primer dan sekunder. Data primer diperoleh
berada dalam sistem tertutup tidak hanya melalui pengambilan data di lapangan dan
membutuhkan makanan tetapi juga kualitas air analisa laboratorium, sedangkan data sekunder
yang optimal untuk mendorong pertumbuhan. diperoleh melalui penelusuran pustaka
Ikan dalam KJA bukan hanya membutuhkan pendukung. Pengambilan sampel air di perairan
makanan namun juga kualitas air yang optimal TAD dilakukan dengan menggunakan botol
untuk mendorong pertumbuhan. Masalah yang Nansen. Sampel air diambil secara vertikal pada
selalu timbul dalam sistem budidaya karamba dua tingkat kedalaman yang telah ditetapkan
jaring apung adalah pencemaran lingkungan yaitu 5 meter dan 20 meter pada setiap stasiun
yang disebabkan oleh berbagai kegiatan pengamatan. Analisa dilakukan secara in situ
disekitar perairan maupun usaha budidaya itu dan di laboratorium. Parameter yang diukur
sendiri. Pencemaran ini dapat berupa yaitu suh, DO, pH, salinitas, BOD, COD,
pencemaran fisika–kimia dan biologi. Meskipun amonia, nitrit, nitrat, TSS, kecerahan dan
aspek fisika–kimia dan biologi ini pernah bakteri. Untuk data sumber pencemaran
diteliti, namun para pakar dan pengelola dilakukan dengan observasi lapangan.
perairan selalu menganjurkan bahwa penelitian Selanjutnya melakukan identifikasi terhadap
pencemaran perairan perlu dilaksanakan secara aktivitas-aktivitas di sekitar stasiun pengamatan
berkesinambungan mengingat setiap waktu yang berpotensi menimbulkan pencemaran.
dapat saja terjadi perubahan lingkungan (Dundu
dkk, 1993). Tujuan dari penelitian ini yaitu Analisis Data
menganalisis kualitas perairan secara fisik, Data yang telah diperoleh setelah analisa
kimia dan biologi di teluk Ambon bagian dalam, akan ditampilkan dalam bentuk diagram batang
serta mempelajari sumber-sumber pencemaran dan dipaparkan secara deskriptif. Untuk
perairan yang terdapat di teluk Ambon bagian penentuan status mutu air pada beberapa lokasi
dalam. yang akan diperuntukkan untuk bubidaya
Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ambon
Dalam, maka data parameter yang diperoleh
METODE PENELITIAN akan dibandingkan dengan nilai baku mutu
berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Penelitian dilakukan di Teluk Ambon
Lingkungan Hidup Tahun 2004 (Tabel 1)
bagian Dalam (TAD), tepatnya di lokasi
tentang Baku Mutu yang diperuntukkan pada
keramba jaring apung (KJA) dan perairan
biota laut.
sekitarnya, selama bulan April 2015. Sampling
dilakukan pada 7 (tujuh) lokasi terpilih pada dua
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 45
Tabel 1. Parameter kualitas air yang diperlukan untuk budidaya ikan dalam KJA
Penentuan Status Mutu Air dengan Metode (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 → cemar
Indeks Storet ringan
Secara prinsip metode STORET adalah (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 →
membandingkan antara data kualitas air dengan cemar sedang
baku mutu air yang disesuaikan dengan (4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 → cemar berat
peruntukkannya guna menentukan status mutu
air (Kepmen LH No.115 Tahun 2003). Untuk Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku
menentukan status mutu air adalah dengan mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka
menggunakan sistem nilai dari US-EPA diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak
(Environmental Protection Agency), dengan memenuhi nilai baku mutu air (hasil
mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, pengukuran > baku mutu), maka diberi skor
yaitu : tabel sesuai Tabel 2. Jumlah negatif dari seluruh
(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 → memenuhi parameter dihitung dan ditentukan status
baku mutu mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan
menggunakan sistem nilai.
31.5
31.0
30.5
SUHU (°C)
30.0
29.5
29.0 5 meter
28.5 20 meter
28.0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 30.3 30.1 29.3 30.4 31.0 31.2 30.1
20 meter 29.6 29.7 29.3 29.6 30.9 29.8 30.2
Titik Pengamatan
St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2
St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo
Gambar 1. Suhu air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 47
Gambar 2. Kecerahan air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
48 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …
Selain itu, perairan di TAD memang 5m, dan 7,1-7,6 (±7,4) pada kedalaman 20m
mengalami sedimentasi berat akibat pengaruh (Gambar 3).
antropogeni, sebagian besar dimaanfaatkan Perairan laut, baik lepas maupun pesisir
sebagai pelabuhan pangkalan TNI angkatan pada umumnya memiliki pH relative lebih stabil
Laut dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT (7,7-8,4) oleh adanya kapasitas penyangga
Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry (buffer capacity). Kapasitas penyangga tersebut
penyeberangan, dermaga tempat perbaikan disebabkan oleh kandungan garam-garam
kapal, tempat rekreasi dan olahraga, serta karbonat dan birakkarbonat (Syamsuddin,
tempat pendidikan dan penelitian (Miller, 1999 2014). Kapasitas buffer dari air melebihi input
dan Selanno dkk., 2009) dengan semakin buangan, pH air akan berubah (Selanno, 2009).
meningkatnya aktivitas masyarakat maka Seperti yang dikemukakan bahwa bahan
tekanan lingkungan semakin berat dengan TAD. buangan dapat mempengaruhi nilai dari pH,
bahan buangan sebagian besal berasal dari
Derajat Kemasaman limbah rumah tangga maupun bahan organik
Derajat kemasaman (pH) bukan variabel yang lainnya.
tunggal, tetapi dipengaruhi oleh variabel yang Nilai pH selama penelitian pada seluruh
lain. Suhu pada pH tertentu menentukan stasiun berkisar antara 7,1-7,9 di perairan TAD,
ketersediaan atau penyerapan unsur hara. Data dan masih berada dalam kisaran pH yang
hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH optimal 7-8,5 sesuai dengan Kepmen LH RI.
pada kedalaman 5m dan 20m tidak berbeda No.51 Tahun 2004, sehingga memungkinkan
jauh, kecuali di perairan Galala dan Waiheru-2 organisme hidup dengan kondisi lingkungan
pada kedalaman 5m sebesar 7,9 untuk kedua yang sesuai dengan menjamin ketersediaan
stasiun dan kedalaman 20m sebesar 7,1 untuk unsur hara di perairan. Hasil penelitian terhadap
stasiun 3 (Galala). Data hasil penelitian pH air laut ternyata masih pada kisaran yang
menunjukkan bahwa pH di ketujuh stasiun sesuai organisme akuatik.
berkisar antara 7,4-7,9 (±7,6) pada kedalaman
Gambar 3. Derajat kemasaman air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 49
33.5 3333 33 33
33
32.5 32 3232 3232 32
32
Salinitas (PSU)
31.5 31 31 31
31
30.5 30 5 meter
30
29.5 20 meter
29
28.5
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 33 31 32 32 31 31 30
20 meter 33 32 32 32 33 33 32
Titik Pengamatan
Gambar 4. Salinitas air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
50 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …
Oksigen Terlarut arus atau aliran air melalui air hujan serta
Semua organisme memerlukan oksigen aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
termasuk ikan, tetapi tidak semua perairan fitoplankton (Novonty and Olem, 1994).
menyediakan oksigen dalam jumlah optimal. Nilai DO rata-rata yang diperoleh sebesar
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) adalah 7,9 dan 6,9 mg/L menunjukkan bahwa nilai DO
salah satu parameter kimia yang dibutuhkan berada pada standar baku mutu yang ditetapkan
semua organisme aerob. Kadar DO pada yaitu >5 mg/L (Kepmen LH RI. No.51 Tahun
penelitian ini berkisar antara 5,7 – 8,7 mg/L 2004). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut
(Gambar 5). Kadar DO tertinggi tercatat pada tersebut, maka TAD sesuai untuk lokasi KJA.
kedalaman 5m di stasion-3 sebesar 8,7 mg/L Nilai DOD yang diperoleh pada kedalaman 5m
dan 7,6 mg/L pada kedalaman 20m di stasion-5. lebih tinggi dari pada kedalaman 20m. Hal ini
Tingginya kadar DO pada stasion-3 diduga dapat berhubungan dengan pada lapisan atas
berhubungan dengan pola arus, Wenno dan terjadinya fotosintesis sehingga kadar DO akan
Anderson (1983) mengatakan bahwa air dari lebih tinggi dibandingkan pada lapisan bawah.
kedalaman kurang lebih dari 100m di teluk Odum (1971) mengatakan pada lapisan
bagian luar dapat masuk dan menempati teluk permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
bagian dalam pada saat pasang. Berdasarkan karena adanya proses difusi antara air dengan
fenomena ini, air yang masuk ke TAD pada saat udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
pasang dapat menimbulkan pengadukan massa Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi
air sehingga kadar DO meningkat dan pada penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses
stasion-5 tingginya DO mungkin akibat adanya fotosintesis semakin berkurang dan kadar
aliran air melalu sungai yang terdapat pada oksigen yang ada banyak digunakan untuk
stasion-5 sehingga dapat meningkatkan kadar pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
DO. Sumber Oksigen terlarut dalam air berasal dan anorganik.
dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,
10
9
8
7
DO (mg/L)
6
5
4
5 meter
3
2 20 meter
1
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 8.3 8.1 8.7 8 7.3 7.7 7.1
20 meter 7.2 7.5 6.8 7.1 7.6 5.7 6.6
Titik Sampling
Gambar 5. DO air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 51
Gambar 6. Kebutuhan oksigen biologi pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
52 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …
250
200
COD (mg/L)
150
100
5 meter
50 20 meter
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 48 57 35 68 107 90 98
20 meter 90 86 128 88 91 192 135
Titik Pengamatan
Gambar 7. Kebutuhan oksigen kimia pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 53
Nilai COD pada perairan ini masih berada Kadar Nitrit dan Nitrat
dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, Berbeda dari senyawa nitrogen amoniak,
sehingga berdasarkan parameter kualitas air ini, hasil analisis nitrit dan nitrat berturut-turut
maka ketujuh perairan ini dapat layak adalah lebih kecil dari 0,0019 mg/L dan 0,009
diperuntukkan bagi lokasi KJA. mg/L, kenyataan dimana kadar nitrit pada
umumnya jauh lebih kecil dibandingkan kadar
nitrat pada titik-titik pengamatan yang sama
Amoniak
sejalan dengan teori bahwa nitrit adalah unsur
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-
hara yang bentuknya mudah berubah, yakni
rata amoniak pada kedalaman 5m dan 20m
merupakan bentuk peralihan antara amonia dan
sebesar berturut-turut sebesar 0,052 dan 0,082
nitrat dalam proses nitrifikasi (Ruttner 1965).
mg/L atau berada di bawah standar baku mutu
Hasil analisis menunjukkan nilai yang diperoleh
yang ditetapkan yaitu 0,3 mg/L (Gambar 8).
sangat kecil, dan tidak terdeteksi. Hutagalung
Walaupun demikian terdapat beberapa perairan
dan Rozak (1997) sebagaimana nitrat, distribusi
yang menunjukkan nilai tinggi diantaranya
vertikal nitrit di laut menunjukkan semakin
perairan yaitu perairan Halong, Lateri dan Passo
dalam titik pengamatan di dalam perairan maka
pada kedalaman 20m. Tingginya kadar amoniak
kadar nitrit semakin tinggi, dan secara
di perairan tersebut menunjukkan di ketiga
horizontal menunjukkan kadar nitrit bertambah
lokasi terjadi banyak masukan limbah yang
tinggi menuju ke arah pantai dan muara sungai.
berasal dari daerah pemukiman dan kegiatan
Sehingga dapat diduga titik pengukuran
bongkar muat kapal di laut yang berhubungan
yang agak jauh dari pesisir pantai
dengan pasokan sumber protein hewani yang
mengakibatkan kadar nitrat maupun nitrit tidak
berasal dari ikan. Kondisi ini menunjukkan
terdeteksi maupun diduga proses nitrifikasi
bahwa tingginya kandungan amoniak pada
tidak akan berjalan pada kondisi perairan yamg
perairan tersebut akibat tingginya bahan organik
bahan organik tinggi. Hal ini dikarenakan
yang masuk ke perairan. Tingginya konsentrasi
bahwa proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi
amonia dapat dijadikan indikasi adanya
membutuhkan kondisi perairan dengan oksigen
pencemaran bahan organik yang berasal dari
yang cukup untuk dalam proses
limbah domestik, industri, dan limpasan (run
metabolismenya.
off) pupuk pertanian (Effendi 2003).
0.2
0.18
0.16
NH3 (mg/L)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06 5 meter
0.04
0.02 20 meter
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 0.045 0.032 0.066 0.051 0.049 0.07 0.052
20 meter 0.047 0.036 0.042 0.12 0.174 0.115 0.042
Tititk Pengamatan
Nilai nitrit dan nitrat yang kecil diduga Total Suspended Solid
karena suhu di perairan berkisar antara 29,3oC – Sekalipun dasar TAD berwarna gelap
31,2oC, dimana menurut Effendi (2003) bahwa (agak hitam), tetapi perairan di wilayah ini
proses nitrifikasi berlangsung pada suhu relatif masih bersih. Kondisi ini berimbas pada
optimum 20oC – 25oC. Pada kondisi suhu persepsi sebagian orang yang memandang Teluk
kurang atau lebih maka kecepatan nitrifikasi Ambon, termasuk TAD sebagai timbunan
akan berkurang. Dalam keputusan MENLH sampah, akibat tingginya pemanfaatan teluk
No.51 Tahun 2004, disebutkan bahwa baku sebagai pusat lalu-lintas perdagangan ke dan
mutu konsentrasi nitrat air laut yang layak untuk dari luar kota Ambon yang sangat sibuk untuk
kehidupan biota laut adalah 0,008 mg N-NO3/L. ukuran sebuah kota kecil. Nilai TSS pada
Dibandingkan dengan baku mutu, konsentrasi ketujuh stasiun penelitian berkisar antara 1,9
nitrat dalam penelitian ini masih berada di mg/L – 4,116 mg/L. Nilai TSS rata-rata yang
bawah baku mutu. Namun pada penelitian diperoleh pada kedalaman 5m dan 20m sebesar
sebelumnya di TAD (Selanno, 2009) rata-rata berturut-turut 2,292 mg/L dan 3,228 mg/L
pada tiap musim, musim timur (Agustus 2006) (Gambar 9).
0,061 mg/L, pada musim pancaroba (Oktober Hasil analisis memperlihatkan TSS
2006) 0,065 mg/L, musim barat (Januari 2007) tertinggi terdapat pada kedalaman 20m, dan
0,096 mg/L, dan musim pancaroba (Maret menunjukkan bahwa TAD masih layak untuk
2007) 0,217 mg/L. Terlihat pada tiap musim dijadikan lokasi KJA. Menurut Effendi (2003),
mengalami peningkatan, perbedaan hasil yang TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
didapatkan pada penelitian ini dan penelitian jasad-jasad renik, yeng terutama disebabkan
yang dilakukan sebelumnya diduga oleh adanya oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa
curah hujan maupun aktivitas masyarkat dalam ke badan air.
memanfaatkan sungai dan pantai pada saat itu.
4.5
4
3.5
TSS (mg/L)
3
2.5
2
1.5 5 meter
1
0.5 20 meter
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 2.24 1.9 2.21 2.78 2.58 1.517 2.82
20 meter 2.28 2.436 3.28 4.116 3.835 3.209 3.437
Titik Pengamatan
Gambar 9. Total Suspended Solids (TSS) pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 55
7
6
5
4
3 5 meter
2 20 meter
1
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 3.6 3.6 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9
20 meter 2.9 2.9 3.6 3.6 3.6 9.2 2.9
Titik Pengamatan
Gambar 10. Bakteri coliform pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
56 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …
Sumber-sumber Pencemaran di Teluk berasal dari rumah tangga ini dilakukan setiap
Ambon Bagian Dalam (TAD) harinya, sehingga jika tidak dikelola dan
Dari ketujuh lokasi, Waiheru (BPBL), dikurangi maka akan mengganggu kestabilan
Poka (BP3), Galala (PLN), Halong, Lateri, ekologi di perairan. Berdasarkan hasil penelitian
Passo dan Waiheru-2 masing-masing memiliki diperoleh seluruh lokasi diperkirakan terindikasi
karakteristik yang berbeda jika dilihat dari limbah rumah tangga yang berasal dari
posisi geografis dan fungsi lokasi di wilayah pemukiman. Pemanfaatan perairan sebagai
TAD. Maupun kegiatan aktivitas masyarakat tempat pembuangan rumah tangga yang berupa
pada masing-masing lokasi tersebut juga limbah cair maupun padat. Hal ini ditandai
berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang dengan tingginya nilai BOD karena banyak
menyebabkan nilai kualitas air yang diperoleh aktivitas pada pemukiman yang berdampak
juga berbeda. Perkembangan pembangunan pada peningkatan volume limbah cair yang
secara intensif mengakibatkan terlampauinya mengandung bahan organik yang tinggi
daya dukung dari ekosistem pesisir, seperti sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.
pencemaran, degradasi fisik habitat dan abrasi Memang tidak semua rumah tangga membuang
pantai terutama pada kawasan pesisir yang limbahnya ke perairan secara langsung.
padat penduduknya dan tinggi tingkat Diasumsikan hanya rumah tangga yang letaknya
pembangunannya. Hal ini terkait dengan berada dekat tepi sungai yang bermuara di laut,
kelayakan wilayah TAD sebagai lokasi pinggir pantai dan aliran air hujan yang
penempatan KJA yang memberi rasa aman, dan diperhitungkan. Hasil penelitian (Sahubawa,
jaminan ‘kesehatan dan keamanan pangan’ 1997) di Teluk Ambon menyatakan bahwa
kepada konsumen. Menurut UU Pangan Nomor sumber utama penghasil limbah padat di darat
7 Tahun 1996, pangan merupakan kebutuhan yaitu: permukiman 137.160,00 m3/tahun, pasar
dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak 116.254,29 m3/tahun, pertokoan/ restoran/hotel
asasi setiap rakyat Indonesia dalam 47.545,71 m3/tahun, fasilitas umum 5.708,57
mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang m3/tahun, saluran air 3.008,57 m3/tahun, dan
berkualitas untuk melaksanakan pembangunan sapuan jalan 2.633,14 m3/tahun. Lembaga Ilmu
nasional, karena pangan yang dikonsumsi harus Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon
bebas dari bahaya fisik, kimia dan mikrobiologi. menyatakan sampah yang dibuang secara
Oleh karena itu usaha budidaya KJA di TAD sembarangan oleh warga masyarakat yang tidak
harus memperhatikan ketentuan ini. bertanggung jawab merusak seluruh ekosistem
Kualitas air dalam bentuk data hasil Teluk Ambon. Tumpukan sampah terutama
penelitian sangat dipengaruhi oleh sejumlah yang berbahan plastik bisa mematikan
faktor lingkungan. Pencemaran diperkirakan ekosistem di Teluk Ambon selain dapat
merupakan penyebab utama, dimana pada mematikan habitat padang lamun, terumbu
penelitian ini tidak diukur tetapi diperhitungkan karang dan koral, sampah plastik juga dapat
sebagai faktor-faktor penting yang telah membunuh tanaman mangrove yang baru
mempengaruhi kualitas air di teluk Ambon tumbuh. Rusaknya ekosistem laut tidak hanya
bagian Dalam. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan berpindahnya seluruh jenis
berasal dari berbagai sumber, berdasarkan ikan-ikan yang menghuni Teluk Ambon, tapi
berbagai bentuk kegiatan maka sumber-sumber juga menyebabkan kematian
pencemaran yang diperkirakan terjadi pada (http://www.antaranews.com/berita/208817/sam
lokasi.. pah-rusak-ekosistem-teluk-ambon).
Limbah Rumah tangga
Limbah rumah tangga merupakan salah Limbah Industri dan Limbah Kapal
Berdasarkan hasil pengamatan Poka,
satu sumber pencemaran yang berhubungan
Galala, Halong dan Lateri diperkirakan
dengan aktivitas rumah tangga. Peningkatan
terindikasi limbah industri dan limbah kapal
jumlah penduduk yang tinggi mengakibatkan
yang berasal dari akitivitas industri maupun
semakin tinggi pula limbah rumah tangga yang
aktivitas pelabuhan dan dok perbaikan kapal di
dihasilkan. Aktivitas pembuangan limbah yang
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 57
lokasi-lokasi tersebut. Setiap benda padat didapatkan pada penelitan ini masih dalam
maupun cair yang dibuang ke laut berpotensi kondisi yang cukup baik (1,517-4,116 mg/L).
menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya. Tidak hanya sedimen yang terbawa, tetapi juga
Tumpahan minyak umumnya ditemui di bahan-bahan beracun dan berbahaya (B3)
pelabuhan, dok perbaikan kapal dan lainnya, seperti limbah kimia, pestisida dan
berhubungan dengan fungsi pelabuhan sebagai pupuk karena adanya kegiatan pertanian juga
tempat berlabuh kapal untuk kegiatan bongkar terbawa masuk ke laut dan mempengaruhi
muat barang dan penumpang. Pada saat proses fotosintesis tumbuhan laut (Percival dan
bersamaan juga dilakukan pengisian bahan Baker, 1991). Pengujian Air laut yang dilakukan
bakar, sehingga kemungkinan besar terjadi Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan
kebocoran minyak yang masuk ke laut dan (KPDL) kota Ambon, kondisi Teluk Ambon
menimbulkan pencemaran (Duke dan Burns, tercemar logam berat kadmiun (Cd) yang dapat
2003; Burns dan Codi, 1998). Hal ini dapat mengakibatkan Kadmium lebih mudah
diketahui dari warna khas hitam pekat pada diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan
dasar perairan di pelabuhan. Tumpahan minyak ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam
menyebabkan organisme di sekitar sumber berat ini bergabung bersama timbal dan
pencemaran berupaya menghindar, tetapi untuk merkuri, yang memiliki tingkat bahaya tertinggi
organisme sesil (hidup menetap) yang terdapat pada kesehatan manusia (http://www.tribun-
di lokasi tersebut mengalami kematian atau maluku.com/2014/06/teluk-ambon-tercemar-
beradaptasi dengan lingkungan setempat. logam-kadmium.html). Sedimentasi parah yang
Kondisi yang sama juga terjadi di bagian pernah terjadi di TAD merupakan akibat dari
lain dari teluk Ambon, karena tingginya pembukaan wilayah pemukiman di sekitar desa
kegiatan pembangunan belakangan ini di pulau Lateri dan Passo dalam 10 tahun terakhir,
Ambon. Selain itu, tumpahan minyak khusus sementara belakangan ini sedang berlangsung di
premium mengandung logam berat Pb. sekitar perkantoran LIPI-Ambon.
Kehadiran unsur Pb merupakan pertanda adanya
kontaminasi logam berat lainnya, seperti Cd Limbah Mikroorganisme
(Cadmium), Hg (Air raksa), Zn (Zinc) dan Ni Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
(Nickel) (Tarigan dkk., 2003). Perairan yang seluruh perairan TAD yang diteliti mengandung
mengandung logam berat tidak dapat bakteri E-Coli dalam jumlah bervariasi,
dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, karena tergantung lokasi dan kedalaman (5m dan 20m)
bersifat menimbun permanen, karena tidak yang airnya dijadikan sampel. Total coliform
dapat dihilangkan dari tubuh organisme. bacteria, faecal coliform bacteria dan
Escherichia coli digunakan sebagai indikator
Reklamasi Sedimentasi dan Limbah dari kualitas air. Umumnya, bakteri E. coli
Pertanian dianggap sangat berbahaya karena kehadirannya
Pembukaan lahan baru untuk memperluas terkait langsung dengan kontaminasi faeses
daerah pemukiman atau menambah lahan (tinja) yang menyebabkan penyakit diarhea
pertanian dapat menimbulkan pendangkalan. (Rice dkk., 1991). Kondisi ini telah
Jika dilakukan di wilayah pesisir disebut diaplikasikan secara baik oleh masyarakat
reklamasi, dimana keduanya bersifat Maluku yang bermukim di sekitar TAD, dimana
mempengaruhi volume limbah. Sedimentasi perairan ini tidak dijadikan daerah rekreasi yang
terjadi karena sewaktu-waktu banyak sedimen dianjurkan, sehingga insiden wabah penyakit
(partikel pasir, tanah dan batu) yang terbawa air diarhea jarang ditemukan di kota Ambon,
hujan dari darat ke laut dan mengendap pada dimana masyarakat cenderung memilih lokasi
dasar perairan (Droppo dkk., 1997). Sedimentasi rekrasi yang aman dan nyaman. Hasil penelitian
di TAD cukup tinggi jika dilihat dari LIPI, kualitas air di Teluk Ambon buruk dengan
pembukaan lahan untuk menambah daerah jumlah kepadatan 3.300 sel bakteri Escherichia
pemukiman seperti yang terjadi di sekitar desa coli dan 27.100 sel bakteri Coliform total pada
Poka dan Lateri. Namun dari hasil TSS yang setiap 100 mililiter air yang menjadi sampel.
58 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …
Tabel 3. Status mutu kualitas air menurut system nilai Storet di perairan laut untuk biota laut
Kupchella, C.E. and M.C. Hyland. 1993: for drinking-water analysis. Applied and
Environmental Science: Living within the Environmental Microbiology 57, 592–593.
System of Nature. (3rd Edition). New Jersey, Ruttner, F. 1965. Fundamental of limnology.
University of Toronto Press. Canada.
Pretince-Hall.
Selanno, D.A.J. 2009. Analisis Hubungan Antara
LIPI. 2009. Laporan Akhir Monitoring Teluk
Beban Pencemaran dan Konsentrasi Libah
Ambon. Ambon: UPT. Balai Konservasi Biota
Laut Ambon. Sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Surat Lingkungan Perairan Teluk Ambon. Disertasi.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hlm.:399.
HidupNomor : 51 Tahun 2004 tentang Baku Selanno, D.A.J; Adiwilaga, E.M; Dahuri, R;
Mutu Air Laut untuk Biota Laut, Jakarta. Muchsin, I; Effendi, H, 2009, Sebaran Spasial
Menteri Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003
Luasan Area Tercemar Dan Analisis Beban
tentang Penetapan Status Mutu Air.
Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Pencemaran Bahan Organik Pada Perairan
Miller, A, 1999, Resource Management in The Teluk Ambon Dalam, Torani Vol. 19 (2).
Urban Sphere: Ambon’s Urban Environment, SNI. 2006. Cara uji mikrobiologi – Bagian 1:
Universityof Hawaii at Manoa, Cakalele Vol Penentuan Coliform dan Escherichia coli pada
10: 7-37. produk perikanan, Standar Nasional
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT Indonesia, SNI 01- 2332.1-2006, Badan
Pradnya Paramita. Jakarta. Standar Nasional
Mulyadi, H.A. 2011. Distribusi Dan Kelimpahan Syakti, A. D., N. V. Hidayati, A. S. Siregar. 2012.
Cladocera (Penilia avirostris DANA, 1852) Di Agen Pencemaran Laut. IPB Press. Bogor.
Perairan Pesisir Teluk Ambon, Maluku. Syamsuddin, R., 2014. Pengelolaan Kualitas Air.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 37(2). Teori dan Aplikasi di Sektor Perikanan. Pijar
Nagler RM, Salameh F, Reznick AZ, Livshits V, Press, Makassar, 340 hal.
Nahir AM. 2003. Salivary Gland Involvement Tarigan, Z., Edward dan Rozak, A., 2003.
in Rheumathoid Arthritis and Its Relationship Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan
to Induce Oxidative Stress. Rheumatology. Ni dalam air laut dan sedimen di muara sungai
42:1234-1241. Membramo Papua dalam kaitannya dengan
Nirahua, C. 2009. Analisa Pencemaran Limbah kepentingan budidaya Perikanan. Makara,
Organik Terhadap Penentuan Tata Ruang Sains, 7(3): 119-127.
Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung Di Termorshuizen LD, Whitfield AK and Paterson AW.
Perairan Teluk Ambon, Tesis, Institut 1996. Influence of freshwater flow regime on
Teknologi Surabaya, Surabaya.
fish assemblages in the Great Fish River and
Novonty, V. and Olem, H. 1994. Water Quality,
Prevention, Identification and estuary. South. Afr. J. Aquat. Sci. 22 52-61.
Management of Diffuse Pollution. New York: Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran
Van Nostrans Reinhold. Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Nurhayati. 2006. Distribusi Vertikal Suhu, Salinitas, Wenno, L.F dan J.J Anderson 1983. Evidence for
Arus Di Perairan Morotai, Maluku Utara. tidal upwelling across the Sill of Ambon Bay.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Marine Research In Indonesia 23 : 13-20.
40:29-41. Wilson P. C., 2013 Water quality notes: water clarity
Percival, M.P., and Baker, N.R., 1991. Herbicides (turbidity, suspended solids, and
and photosynthesis. In: Baker, N.R., Percival, color). Department of Soil and Water Science,
M.P. (Eds.), Herbicides. Elsevier Science Indian River Research and Education
Publishers, Amsterdam, pp. 1-26. Center, Fort Pierce, FL; UF/IFAS Extension,
Rice, E.W., Allen, M.J., Brenner, D.J., Edberg, S.C., Gainesville, FL 32611. Available at:
1991. Assay for b-glucuronidase in species of http://edis.ifas.ufl.edu/ss526. Accessed:
the genus Escherichia coli and its application August, 2015.