Anda di halaman 1dari 19

42 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

STATUS KUALITAS AIR PERIKANAN KERAMBA JARING APUNG DALAM


PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN
DI TELUK AMBON BAGIAN DALAM

(Water Quality Status of Floating Net Cages


in Fishery Resources Management at Inner Ambon Bay)

D. A. J. Selanno1), N. Chr. Tuhumury2) dan Fransisco M. Handoyo3)

1,2)
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti
3)
Mahasiswa Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti
Jl. Mr.Chr. Soplanit, Poka-Ambon
y_louhen@yahoo.com

ABSTRAK: Kegiatan budidaya perikanan merupakan upaya pengelolaan sumberdaya


perikanan dan kelautan selain penangkapan. Kegiatan budidaya keramba jaring apung sangat
bergantung pada kualitas perairan. Perairan Teluk Ambon berpotensi untuk mengembangkan
kegiatan budidaya keramba jaring apung. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis
kualitas perairan secara fisik, kimia dan biologi di Teluk Ambon Dalam, mempelajari
sumber-sumber pencemaran perairan yang terdapat di Teluk Ambon Dalam, serta
menganalisis status kualitas air perairan Teluk Ambon Dalam. Parameter kualias air
dianalisis secara in situ maupun di laboratorium. Kelayakan ini berdasarkan hasil analisa
terhadap beberapa parameter yaitu suhu, pH, salinitas, kecerahan, amoniak, DO, COD, dan
TSS masih berada di bawah ambang batas standar. Namun nilai BOD dan Coliform telah
melebihi batas baku mutu yang ditetapkan. Beberapa sumber pencemaran yang
mempengaruhi nilai parameter kualitas air teridentifikasi berasal dari limbah rumah tangga,
limbah industri, limbah kapal, reklamasi, limbah pertanian, dan limbah mikroorganisme.
Hasil perhitungan storet menunjukkan bahwa kualitas air di perairan TAD sudah termasuk
kelas D, dengan kategori buruk atau telah tercemar buruk.

Kata Kunci: kegiatan budidaya, keramba jaring apung, Teluk Ambon dalam, kualitas air

ABSTRACT: Aquaculture activities are an effort to manage fisheries and marine resources
in addition to catch. One of this kind activities is floating net cages aquaculture. It is highly
dependent on the quality of water and Inner Ambon Bay waters have potential to develop its
activity. The purpose of this study is to analyze the water quality of the physical, chemical
and biological, studying the sources of water pollution contained in Inner Ambon Bay, as
well as analyzing the status of water quality in the Inner Ambon Bay. Water quality
parameters were analyzed in situ and in the laboratory. Based on the analysis of several
parameters such as temperature, pH, salinity, brightness, ammonia, DO, COD and TSS, the
eligibility is still below the thresholds standard. But the value of BOD and Coliform has
exceeded the specified quality standard. Some sources of pollution affecting water quality
parameter values are identified from the household waste, industrial waste, sewage vessel,
reclamation, agricultural waste, and microorganism waste. Storet calculation results show
that the water quality in Inner Ambon Bay waters includes class D, in the bad category or
has been badly polluted.

Keywords: aquaculture, floating net cages, Inner Ambon Bay, water quality
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 43

PENDAHULUAN menyebutkan jenis-jenis ikan yang potensial


untuk dibudidayakan antara lain; kerapu bebek
Pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
(Cromileptes altivelis), kerapu sunu
perikanan sampai saat ini dianggap belum
(Plectropomus leopardus), kerapu lumpur
optimal. Hal ini berhubungan dengan tingkat
(Epinephelus tauvina), napoleon (Cheilinus
pemanfaatan laut dan perairan umum yang baru
undulatus) dan lobster (Panullirus spp).
mencapai 63 dan 55% (Dahuri, 2012).
Selanjutnya jika di lihat dari karakteritik
Pemanfaatan sumberdaya perikanan sebesar 4,1
perairan TAD yang tertutup, pertukaran air
juta ton (63%) sebenarnya telah mendekati titik
terjadi pada hanya terjadi di ambang galala yang
kritis berdasarkan tanggungjawab pemerintah
berbentuk leher botol/bottle neck, sehingga di
terhadap komitmen internasional yang
teluk bagian dalam arusnya cenderung lebih
ditetapkan FAO (Food & Agriculture
tenang (Selanno dkk., 2009; Cappenberg, 2011;
Organization) dan CCRF (Code of Conduct for
dan Mulyadi, 2011). Berdasarkan kondisi
Responsible Fisheries) sebesar 80% (Kordi,
tersebut maka dapat dikatakan bahwa Teluk
2007). Kondisi tersebut masih berlanjut dengan
Ambon bagian dalam potensial dikembangkan
produksi perikanan tangkap pada tahun 2012
sebagai kawasan pembesaran/budidaya.
sebesar 5,4 juta ton (FAO, 2014), yang
Menurut Nirahua (2009), ditinjau dari segi
menunjukkan bahwa tahap kritis produksi
hidrologi Teluk Ambon Bagian Dalam
perikanan tangkap telah tercapai. Itu berarti
memperlihatkan kondisi kualitas air tercatat
produksi perikanan tangkap harus disubstitusi
pada musim kemarau kisaran suhu 30,13°C,
oleh produksi perikanan budidaya secara
salinitas 17,1ppt, pH 7,62, Do 7,3 mg/l, BOD
signifikan untuk mengimbangi permintaan
2,7mg/l, COD 37,1mg/l dan pada musim
dunia yang terus meningkat setiap tahun.
penghujan suhu 28,65°C, salinitas 17,1ppt, pH
Namun, peningkatan perikanan budidaya juga
14,8 Do 7,72 mg/l BOD 2,33 mg/l, COD 37,23
dipengaruhi oleh kualitas perairan dengan
mg/l. Jika dikaitkan dengan Keputusan Menteri
penanganan khusus, supaya bermanfaat bagi
Negara Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004
organisme budidaya.
tentang parameter kualitas air yang
Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD)
diperuntukan untuk biota laut, kondisi hidrologi
merupakan daerah potensial untuk berbagai
TAD tersebut masih tergolong cukup baik.
usaha perikanan yang bila dikembangkan akan
TAD merupakan daerah yang sangat
memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Potensi
strategis bagi kehidupan dan pembangunan
perikanan dan budidaya laut, Dinas Perikanan
perekonomian di Kota Ambon. Kawasan pesisir
Maluku mencatat TAD memiliki luas kurang
perairan TAD dimanfaatkan sebagai sumber
lebih 11, 03 km2, sedangkan perairan yang
bahan pangan bergizi (perikanan tangkap dan
merupakan habitat sumberdaya ikan pelagis
budidaya), aktifitas dermaga, jalur transportasi
adalah seluas kurang lebih 9,387 km2. Jenis-
laut, tempat daerah konservasi maupun
jenis ikan pelagis yang umumnya dijumpai di
pemukiman penduduk. Kondisi ini akan terus
perairan ini adalah ikan-ikan yang tergolong
berlangsung dan dikhawatirkan pada suatu saat
dalam kelompok jenis sumberdaya ikan pelagis
akan membawa dampak penurunan kualitas
kecil seperti ikan puri putih (Stolephorus
perairan. Keberadaan teluk ini akan semakin
indicus), puri merah (Stolephorus heterolobus),
menurun dengan meningkatnya populasi
make (Sardinella spp.), lompa (Thrisina
penduduk yang mendiami wilayah pesisir,
baelama), buarao (Selaroides sp.) dan
sehingga kebutuhan akan lokasi pemukiman pun
lema/tatari (Rastrelliger kanagurta). Selain itu
akan meningkat yang mendorong terjadinya
Waas (1994) menyebutkan bahwa ikan pelagis
pembangunan dan pembukaan lahan baru yang
di Teluk Ambon memiliki potensi sebesar 4.861
tidak tertata baik, menyebabkan sedimentasi
ton/tahun pada lapisan permukaan dan 7.684
cukup tinggi di beberapa tempat di TAD saat
ton/tahun lapisan lebih dalam. Selanjutnya
musim hujan tiba. Banjir dapat membawa
dikatakan bahwa potensi permukaan merupakan
berbagai macam limbah rumah tangga dan
potensi ikan umpan. Khusus untuk
sedimen, pada umumnya berbentuk padatan
pengembangan budidaya laut, Yudhomo (1997)
44 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

akan langsung mengendap menuju dasar tingkat kedalaman 5 meter dan 20 meter. Lokasi
perairan, sedang bentuk lainnya berada di badan sampling yang dipilih adalah di perairan
air (Garno, 2004) sehingga dapat menyebabkan Waiheru-1 (bagian belakang Perikanan
penurunan kualitas perairan. Budidaya Laut BPBL), Poka, Galala, Halong,
Khusus untuk TAD (Teluk Ambon bagian Lateri, Passo, dan Waiheru-2.
Dalam), kebanyakan budidaya ikan dilakukan
masyarakat dengan metode KJA (Keramba Metode Pengambilan Data
Jaring Apung). Setiap organisme membutuhkan Data yang digunakan berasal dari data
makanan untuk hidup, tetapi organisme yang primer dan sekunder. Data primer diperoleh
berada dalam sistem tertutup tidak hanya melalui pengambilan data di lapangan dan
membutuhkan makanan tetapi juga kualitas air analisa laboratorium, sedangkan data sekunder
yang optimal untuk mendorong pertumbuhan. diperoleh melalui penelusuran pustaka
Ikan dalam KJA bukan hanya membutuhkan pendukung. Pengambilan sampel air di perairan
makanan namun juga kualitas air yang optimal TAD dilakukan dengan menggunakan botol
untuk mendorong pertumbuhan. Masalah yang Nansen. Sampel air diambil secara vertikal pada
selalu timbul dalam sistem budidaya karamba dua tingkat kedalaman yang telah ditetapkan
jaring apung adalah pencemaran lingkungan yaitu 5 meter dan 20 meter pada setiap stasiun
yang disebabkan oleh berbagai kegiatan pengamatan. Analisa dilakukan secara in situ
disekitar perairan maupun usaha budidaya itu dan di laboratorium. Parameter yang diukur
sendiri. Pencemaran ini dapat berupa yaitu suh, DO, pH, salinitas, BOD, COD,
pencemaran fisika–kimia dan biologi. Meskipun amonia, nitrit, nitrat, TSS, kecerahan dan
aspek fisika–kimia dan biologi ini pernah bakteri. Untuk data sumber pencemaran
diteliti, namun para pakar dan pengelola dilakukan dengan observasi lapangan.
perairan selalu menganjurkan bahwa penelitian Selanjutnya melakukan identifikasi terhadap
pencemaran perairan perlu dilaksanakan secara aktivitas-aktivitas di sekitar stasiun pengamatan
berkesinambungan mengingat setiap waktu yang berpotensi menimbulkan pencemaran.
dapat saja terjadi perubahan lingkungan (Dundu
dkk, 1993). Tujuan dari penelitian ini yaitu Analisis Data
menganalisis kualitas perairan secara fisik, Data yang telah diperoleh setelah analisa
kimia dan biologi di teluk Ambon bagian dalam, akan ditampilkan dalam bentuk diagram batang
serta mempelajari sumber-sumber pencemaran dan dipaparkan secara deskriptif. Untuk
perairan yang terdapat di teluk Ambon bagian penentuan status mutu air pada beberapa lokasi
dalam. yang akan diperuntukkan untuk bubidaya
Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ambon
Dalam, maka data parameter yang diperoleh
METODE PENELITIAN akan dibandingkan dengan nilai baku mutu
berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Penelitian dilakukan di Teluk Ambon
Lingkungan Hidup Tahun 2004 (Tabel 1)
bagian Dalam (TAD), tepatnya di lokasi
tentang Baku Mutu yang diperuntukkan pada
keramba jaring apung (KJA) dan perairan
biota laut.
sekitarnya, selama bulan April 2015. Sampling
dilakukan pada 7 (tujuh) lokasi terpilih pada dua
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 45

Tabel 1. Parameter kualitas air yang diperlukan untuk budidaya ikan dalam KJA

Parameter air Baku mutu air Satuan ukuran


) o
Suhu Alami* C
Kecerahan >5 meter
Arus 20 – 40 m/ menit
Kedalaman air 7 – 25 meter
Substrat dasar Pasir dan patahan karang -
Salinitas Alami*) ‰
Oksigen terlarut >5 mg/ L
pH 6,5 – 8,5 -
Amonia total (NH3-N) 0,3 mg/ L
Nitrit mg/ L
Nitrat 0,008 mg/ L
Fosfat (PO4-P) 0,015 mg/ L
BOD 20 mg/ L
Kekeruhan <5 NTU
Coliform (total) MPN/ 100 mL 1000
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2004
*) sangat bervariasi dan tidak dapat dikontrol

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 → cemar
Indeks Storet ringan
Secara prinsip metode STORET adalah (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 →
membandingkan antara data kualitas air dengan cemar sedang
baku mutu air yang disesuaikan dengan (4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 → cemar berat
peruntukkannya guna menentukan status mutu
air (Kepmen LH No.115 Tahun 2003). Untuk Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku
menentukan status mutu air adalah dengan mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka
menggunakan sistem nilai dari US-EPA diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak
(Environmental Protection Agency), dengan memenuhi nilai baku mutu air (hasil
mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, pengukuran > baku mutu), maka diberi skor
yaitu : tabel sesuai Tabel 2. Jumlah negatif dari seluruh
(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 → memenuhi parameter dihitung dan ditentukan status
baku mutu mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan
menggunakan sistem nilai.

Tabel 2. Penentuan nilai untuk menentukan status mutu air


Jumlah Nilai Parameter
parameter Fisika Kimia Biologi
< 10 Maksimum -1 -2 -3
Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
≥ 10 Maksimum -2 -4 -6
Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Sumber : Canter (1977)
46 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

HASIL DAN PEMBAHASAN kisaran suhu yang optimal untuk


pertumbuhanya, kisaran suhu optimal bagi
Suhu
kehidupan ikan di perairan tropis adalah 28 oC-
Suhu merupakan parameter fisik yang
32oC (Ghufran, 2007), dimana semakin tinggi
berperan mengendalikan kondisi ekologi
suhu semakin berkurang kandungan oksigen di
perairan. Perubahan suhu umumnya
dalam air di sebabkan oleh adanya proses difusi
mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi
antar air dengan udara bebas serta adanya proses
kolom air. Secara biologi, setiap organisme air
fotosintesis. Berdasarkan kriteria kualitas air
memiliki kisaran toleransi suhu tertentu bagi
untuk baku mutu air laut bagi biota laut
kebutuhan hidup, misalnya pertumbuhan. Selain
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
itu peningkatan suhu juga akan mempengaruhi
No 51 Tahun 2004) kisaran suhu di TAD masih
aktivitas metabolime, respirasi, reaksi kimia dan
tergolong cocok untuk kegiatan KJA.
lain-lain. Oleh karena itu respresentasi nilai
Suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor
suhu suatu perairan menjadi penting untuk
yaitu kondisi cuaca saat di lakukan pengukuran
dikaji sebagai informasi data penelitian kualitas
di lokasi. Maupun juga perbedaan kedalaman
lingkungan (Selanno, 2009).
pada lokasi pengukuran, kisaran suhu pada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu
kedalaman 5m lebih tinggi dari pada pada
di seluruh stasiun berkisar antara 29,3-31,2 oC
kedalaman 20m yang menunjukkan bahwa
(±30,9 oC) pada kedalaman 5m, dan 29,3-30,9
o intensitas cahaya matahari yang diterima pada
C (±29,9 oC) pada kedalaman 20m (Gambar 1).
kedalaman 5m dari lebih tinggi pada kedalaman
Beberapa penelitian mendapatkan kisaran
20m. Setiap stasiun memiliki suhu yang juga
variasi suhu yang tidak jauh berbeda yaitu
berbeda, suhu tertinggi tercatat di perairan Passo
26,26-30,74 oC, berdasarkan data tersebut
pada kedalaman 5m dan perairan Lateri-1 pada
diketahui bahwa variasi suhu yang terjadi di
kedalaman 20m. Kedua stasiun penelitian sering
perairan TAD cukup kecil. Ikan yang dipelihara
dijadikan lokasi penempatan KJA.
dalam KJA membutuhkan air jernih pada

31.5
31.0
30.5
SUHU (°C)

30.0
29.5
29.0 5 meter
28.5 20 meter
28.0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 30.3 30.1 29.3 30.4 31.0 31.2 30.1
20 meter 29.6 29.7 29.3 29.6 30.9 29.8 30.2
Titik Pengamatan
St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2
St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 1. Suhu air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 47

Penempatan KJA di kedua lokasi bukan Perbedaan kecerahan di setiap stasiun


berarti bahwa kedua perairan memenuhi kriteria dipengaruhi waktu sampling yang berbeda dan
yang diperlukan untuk budidaya ikan, tetapi kondisi cuaca, seperti penutupan awan pada
diduga berhubungan dengan alasan keamanan waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan
dan bukan jalur transportasi. Juga pada stasiun 3 bahwa kecerahan pada kedalaman 5m dan 20m
yang berlokasi di galala terjadi kesamaan suhu menunjukkan nilai antara 5m – 11m, dengan
pada kedalaman 5m dan 20m yaitu 29,3°C nilai rata-rata 8,6m (Gambar 2). Cara lain untuk
maupun stasiun 7 yang berlokasi di waiheru-2 mengetahui kecerahan adalah dengan
yang tercatat suhu pada kedalaman 20m dan 5m mengetahui kedalaman dasar laut pada lokasi
juga hampir sama yaitu pada kedalaman 20m pengukuran. Jika kedalaman rata-rata dasar laut
yaitu 30,2°C dan kedalaman 5m yaitu 30,1°C. 30m, maka kecerahan air sebesar 8,6/30 x 100%
Kemiripan pada stasiun 3 diduga terjadi karena = 28,7%. Data hasil penelitian menunjukkan
adanya pengadukan masa air pada ambang bahwa nilai kecerahan sekitar 8,6 m adalah
galala dimana masa air pada teluk ambon bagian cukup layak untuk dijadikan lokasi KJA, karena
luar yang masuk ke TAD maupun pada stasiun kedalaman air yang dibutuhkan untuk KJA
7 yang diduga juga ada perbedaan kondisi adalah sekitar 3-5m. Kecerahan air yang cukup
waktu saat di lakukan pengukuran maupun tinggi sangat penting untuk berkembangnya
pergerakan arus yang terjadi secara normal pada fitoplankton dan tumbuhan air lainnya yang
stasius pengamatan. diperlukan untuk fotosintesis sebagai sumber
oksigen untuk ikan yang dipelihara dalam KJA.
Kecerahan Kecerahan berhubungan erat dengan
Kecerahan (clarity) air laut pada kehadiran partikel sedimen dalam kolom air.
kedalaman yang berbeda di seluruh stasion Semakin tinggi jumlah partikel terlarut semakin
penelitian adalah sama, karena dipengaruhi oleh keruh perairan. Pada kondisi ini hanya jenis
penetrasi cahaya matahari yang berada ikan tertentu dengan daya toleransi tinggi yang
dibiaskan dalam kolom air yang sama (Wilson, dapat hidup seperti, belanak (Mugil cephalus)
2013). dan samandar (Siganus).

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 2. Kecerahan air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
48 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Selain itu, perairan di TAD memang 5m, dan 7,1-7,6 (±7,4) pada kedalaman 20m
mengalami sedimentasi berat akibat pengaruh (Gambar 3).
antropogeni, sebagian besar dimaanfaatkan Perairan laut, baik lepas maupun pesisir
sebagai pelabuhan pangkalan TNI angkatan pada umumnya memiliki pH relative lebih stabil
Laut dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT (7,7-8,4) oleh adanya kapasitas penyangga
Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry (buffer capacity). Kapasitas penyangga tersebut
penyeberangan, dermaga tempat perbaikan disebabkan oleh kandungan garam-garam
kapal, tempat rekreasi dan olahraga, serta karbonat dan birakkarbonat (Syamsuddin,
tempat pendidikan dan penelitian (Miller, 1999 2014). Kapasitas buffer dari air melebihi input
dan Selanno dkk., 2009) dengan semakin buangan, pH air akan berubah (Selanno, 2009).
meningkatnya aktivitas masyarakat maka Seperti yang dikemukakan bahwa bahan
tekanan lingkungan semakin berat dengan TAD. buangan dapat mempengaruhi nilai dari pH,
bahan buangan sebagian besal berasal dari
Derajat Kemasaman limbah rumah tangga maupun bahan organik
Derajat kemasaman (pH) bukan variabel yang lainnya.
tunggal, tetapi dipengaruhi oleh variabel yang Nilai pH selama penelitian pada seluruh
lain. Suhu pada pH tertentu menentukan stasiun berkisar antara 7,1-7,9 di perairan TAD,
ketersediaan atau penyerapan unsur hara. Data dan masih berada dalam kisaran pH yang
hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH optimal 7-8,5 sesuai dengan Kepmen LH RI.
pada kedalaman 5m dan 20m tidak berbeda No.51 Tahun 2004, sehingga memungkinkan
jauh, kecuali di perairan Galala dan Waiheru-2 organisme hidup dengan kondisi lingkungan
pada kedalaman 5m sebesar 7,9 untuk kedua yang sesuai dengan menjamin ketersediaan
stasiun dan kedalaman 20m sebesar 7,1 untuk unsur hara di perairan. Hasil penelitian terhadap
stasiun 3 (Galala). Data hasil penelitian pH air laut ternyata masih pada kisaran yang
menunjukkan bahwa pH di ketujuh stasiun sesuai organisme akuatik.
berkisar antara 7,4-7,9 (±7,6) pada kedalaman

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 3. Derajat kemasaman air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 49

Salinitas Secara lebih lanjut, Nurhayati (2006)


Data hasil penelitian menunjukkan menjabarkan bahwa distribusi salinitas di
salinitas pada kedalaman 5m dan 20m berkisar lapisan tercampur permukaan ”mixed layer”
antara 30-33psu (Gambar 4). Salinitas tertinggi menunjukkan nilai relatif lebih rendah dari pada
33 psu diperoleh pada perairan Waiheru-1, di lapisan dalam. Salinitas hampir sama pada
Lateri dan Passo pada kedalaman 20m, salinitas semua stasiun disebabkan oleh karakteristik
terendah ditemukan pada perairan Waiheru-2 mofologi perairan, yakni Teluk Ambon bagian
kedalaman 5m yaitu 30 psu. Salinitas rata-rata luar dan Teluk Ambon bagian dalam di
berkisar antara 30-33PSU (±31,4psu) pada pisahkan oleh suatu ambang (sill) yang
kedalaman 5m dan 20m 32-33psu (±32,4psu). berbentuk botol atau ‘bottle neck effect’
Berdasarkan KepMen LH RI No 51 tahun 2004, sehingga teluk bagian luar memiliki pola arus
nilai rata-rata pada setiap stasiun penelitian di yang dipengaruhi oleh laut Banda sehingga
setiap kedalaman berada pada ambang batas arusnya lebih deras (Selanno dkk., 2009;
yang ditetapkan sehingga perairan ini layak Cappenberg, 2011; dan Mulyadi, 2011), secara
layak dimanfaatkan sebagai lokasi KJA. Hal ini lebih lanjut Wenno dan Anderson (1983)
tidak jauh berbeda dengan kisaran yang di mengatakan bahwa air dari kedalaman kurang
temukan oleh Mulyadi (2011) dengan variasi lebih dari 100m di teluk bagian luar dapat
nilai salinitas berkisar antara 31,6-34,2 psu di masuk dan menempati teluk bagian dalam pada
TAD. Bowden dalam Nurhayati (2006) saat pasang. Berdasarkan fenomena ini, air yang
mengemukakan bahwa distribusi nilai salinitas masuk ke TAD pada saat pasang tidak akan
di suatu perairan dipengaruhi oleh penguapan, dikeluarkan terjadi surut, sehingga
jumlah air tawar yang masuk ke perairan menimbulkan salinitas yang relatif sama di
tersebut, ”run-off” atau aliran permukaan, TAD.
pasang surut air laut, curah hujan, dan musim.

33.5 3333 33 33
33
32.5 32 3232 3232 32
32
Salinitas (PSU)

31.5 31 31 31
31
30.5 30 5 meter
30
29.5 20 meter
29
28.5
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 33 31 32 32 31 31 30
20 meter 33 32 32 32 33 33 32
Titik Pengamatan

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 4. Salinitas air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
50 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Oksigen Terlarut arus atau aliran air melalui air hujan serta
Semua organisme memerlukan oksigen aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
termasuk ikan, tetapi tidak semua perairan fitoplankton (Novonty and Olem, 1994).
menyediakan oksigen dalam jumlah optimal. Nilai DO rata-rata yang diperoleh sebesar
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) adalah 7,9 dan 6,9 mg/L menunjukkan bahwa nilai DO
salah satu parameter kimia yang dibutuhkan berada pada standar baku mutu yang ditetapkan
semua organisme aerob. Kadar DO pada yaitu >5 mg/L (Kepmen LH RI. No.51 Tahun
penelitian ini berkisar antara 5,7 – 8,7 mg/L 2004). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut
(Gambar 5). Kadar DO tertinggi tercatat pada tersebut, maka TAD sesuai untuk lokasi KJA.
kedalaman 5m di stasion-3 sebesar 8,7 mg/L Nilai DOD yang diperoleh pada kedalaman 5m
dan 7,6 mg/L pada kedalaman 20m di stasion-5. lebih tinggi dari pada kedalaman 20m. Hal ini
Tingginya kadar DO pada stasion-3 diduga dapat berhubungan dengan pada lapisan atas
berhubungan dengan pola arus, Wenno dan terjadinya fotosintesis sehingga kadar DO akan
Anderson (1983) mengatakan bahwa air dari lebih tinggi dibandingkan pada lapisan bawah.
kedalaman kurang lebih dari 100m di teluk Odum (1971) mengatakan pada lapisan
bagian luar dapat masuk dan menempati teluk permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi,
bagian dalam pada saat pasang. Berdasarkan karena adanya proses difusi antara air dengan
fenomena ini, air yang masuk ke TAD pada saat udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
pasang dapat menimbulkan pengadukan massa Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi
air sehingga kadar DO meningkat dan pada penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses
stasion-5 tingginya DO mungkin akibat adanya fotosintesis semakin berkurang dan kadar
aliran air melalu sungai yang terdapat pada oksigen yang ada banyak digunakan untuk
stasion-5 sehingga dapat meningkatkan kadar pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
DO. Sumber Oksigen terlarut dalam air berasal dan anorganik.
dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,

10
9
8
7
DO (mg/L)

6
5
4
5 meter
3
2 20 meter
1
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 8.3 8.1 8.7 8 7.3 7.7 7.1
20 meter 7.2 7.5 6.8 7.1 7.6 5.7 6.6
Titik Sampling

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 5. DO air laut pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 51

Keperluan organisme terhadap oksigen Kadar BOD tinggi di perairan Passo


relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium menunjukkan telah terjadi penumpukan bahan
dan aktifitasnya. Kandungan DO yang diperoleh organik yang berasal dari wilayah mangrove
menunjukkan adanya keseimbangan antara dan daerah sekitarnya. Diduga tinggi kadar
oksigen hasil fotosintesis dan oksigen untuk BOD disebabkan adanya pemanfaatan jumlah
respirasi aerob, nitrifikasi dan reaksi kimia yang oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
lain (Connell dan Miller, 1984). Oksigen untuk mengoksidasi bahan organik yang berasal
terlarut yang tinggi menunjukkan fotosintesis dari dedaunan pada daerah sekitar mangrove
menghasilkan oksigen lebih tinggi daripada maupun sisa-sisa limbah rumah tangga yang
respirasi, dan sebaliknya untuk DO rendah. terbawa masuk ke dalam perairan sehingga
terjadi penurunan oksigen. Hal ini ditunjukkan
dengan rendahnya nilai DO pada stasiun Passo
Kebutuhan Oksigen Biologi
kedalaman 20m dibandingkan dengan stasiun
Data hasil penelitian menunjukkan nilai
dan kedalaman lainnya. Kadar BOD tinggi
BOD berkisar 9 – 45 mg/L. Nilai BOD tertinggi
disebabkan oleh sisa-sisa pakan yang tidak
terdapat di perairan Passo pada kedalaman 20m,
termanfaatkan dan terbawa air ke laut melalui
sedangkan terendah di perairan Galala (Gambar
hujan dan aliran sungai (Hindrum dkk., 1996).
6). BOD adalah oksigen yang dibutuhkan
Masukan air dari darat ke laut yang membawa
reaksi biokimia selama proses penguraian bahan
kelebihan bahan organik dapat meningkatkan
organik oleh bakteri (Connell dan Miller, 1984).
kadar BOD. Berbeda dari DO, kadar BOD
Kadar BOD tinggi berhubungan dengan
tinggi menyebabkan perairan bersifat toksik
masukan bahan organik sesuai dengan proses
yang berdampak negatif terhadap organisme
perombakan mikroorganisme yang lebih lambat,
aerob, seperti ikan dan fauna bentos lain yang
sebaliknya jika kadar BOD rendah maka terjadi
memanfaatkan substrat dasar sebagai habitat.
sedikit perombakan bahan organik oleh
mikroorganisme.

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 6. Kebutuhan oksigen biologi pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
52 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Nilai BOD rata-rata kedalaman 5m yaitu Penerapan COD digunakan untuk


16,1 mg/L, sedangkan untuk kedalaman 20m menentukan jumlah bahan organik penyebab
yaitu 29,4 mg/L. Sesuai dengan Kepmen LH RI. polusi dalam air, sehingga sangat penting untuk
No.51 Tahun 2004 bahwa nilai baku mutu BOD menentukan kualitas air dalam mg/L larutan
yaitu 20 mg/L, maka nilai rata-rata BOD untuk organik yang berhubungan dengan masukan
kedalaman 20m telah melebihi standar baku limbah ke TAD, dan mempengaruhi besarnya
mutu yang ditetapkan, sedangkan untuk konsumsi oksigen per liter air limbah .
kedalaman 5m masih dalam kategori normal. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
Berdasarkan parameter BOD menunjukkan COD berkisar antara 35 – 192 mg/L (Gambar
bahwa ketujuh stasiun penelitian belum layak 7). Nilai COD tertinggi terdapat pada perairan
untuk dijadikan sebagai lokasi KJA. Jika Passo pada kedalaman 20m, sedangkan yang
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan terendah terdapat pada perairan Galala pada
dengan semakin kecilnya oksigen terlarut, maka kedalaman 5m. Menurut
berarti kandungan bahan-bahan buangan yang UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi,
membutuhkan kandungan oksigen tinggi 2003 mengatakan bahwa perairan yang
(Fardiaz, 1992). Tingginya kadar BOD di TAD memiliki nilai COD < 20mg/L dikatakan tidak
disebabkan ada penimbunan bahan organik tercemar, sedangkan pada perairan yang
secara massif dalam jumlah sangat besar. tercemar dapat lebih dari 200 mg/L, sedangkan
pada limbah industri dapat mencapai 60.000
Kebutuhan Oksigen Kimia mg/L. Sehingga dapat dikatakan perairan yang <
Analisis kebutuhan oksigen kimia (COD) 200 mg/L masih masuk dalam kategori yang
digunakan untuk mengukur jumlah bahan belum tercemar.
organik dalam air.

250

200
COD (mg/L)

150

100
5 meter

50 20 meter

0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 48 57 35 68 107 90 98
20 meter 90 86 128 88 91 192 135
Titik Pengamatan

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 7. Kebutuhan oksigen kimia pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 53

Nilai COD pada perairan ini masih berada Kadar Nitrit dan Nitrat
dibawah baku mutu yang telah ditetapkan, Berbeda dari senyawa nitrogen amoniak,
sehingga berdasarkan parameter kualitas air ini, hasil analisis nitrit dan nitrat berturut-turut
maka ketujuh perairan ini dapat layak adalah lebih kecil dari 0,0019 mg/L dan 0,009
diperuntukkan bagi lokasi KJA. mg/L, kenyataan dimana kadar nitrit pada
umumnya jauh lebih kecil dibandingkan kadar
nitrat pada titik-titik pengamatan yang sama
Amoniak
sejalan dengan teori bahwa nitrit adalah unsur
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-
hara yang bentuknya mudah berubah, yakni
rata amoniak pada kedalaman 5m dan 20m
merupakan bentuk peralihan antara amonia dan
sebesar berturut-turut sebesar 0,052 dan 0,082
nitrat dalam proses nitrifikasi (Ruttner 1965).
mg/L atau berada di bawah standar baku mutu
Hasil analisis menunjukkan nilai yang diperoleh
yang ditetapkan yaitu 0,3 mg/L (Gambar 8).
sangat kecil, dan tidak terdeteksi. Hutagalung
Walaupun demikian terdapat beberapa perairan
dan Rozak (1997) sebagaimana nitrat, distribusi
yang menunjukkan nilai tinggi diantaranya
vertikal nitrit di laut menunjukkan semakin
perairan yaitu perairan Halong, Lateri dan Passo
dalam titik pengamatan di dalam perairan maka
pada kedalaman 20m. Tingginya kadar amoniak
kadar nitrit semakin tinggi, dan secara
di perairan tersebut menunjukkan di ketiga
horizontal menunjukkan kadar nitrit bertambah
lokasi terjadi banyak masukan limbah yang
tinggi menuju ke arah pantai dan muara sungai.
berasal dari daerah pemukiman dan kegiatan
Sehingga dapat diduga titik pengukuran
bongkar muat kapal di laut yang berhubungan
yang agak jauh dari pesisir pantai
dengan pasokan sumber protein hewani yang
mengakibatkan kadar nitrat maupun nitrit tidak
berasal dari ikan. Kondisi ini menunjukkan
terdeteksi maupun diduga proses nitrifikasi
bahwa tingginya kandungan amoniak pada
tidak akan berjalan pada kondisi perairan yamg
perairan tersebut akibat tingginya bahan organik
bahan organik tinggi. Hal ini dikarenakan
yang masuk ke perairan. Tingginya konsentrasi
bahwa proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi
amonia dapat dijadikan indikasi adanya
membutuhkan kondisi perairan dengan oksigen
pencemaran bahan organik yang berasal dari
yang cukup untuk dalam proses
limbah domestik, industri, dan limpasan (run
metabolismenya.
off) pupuk pertanian (Effendi 2003).

0.2
0.18
0.16
NH3 (mg/L)

0.14
0.12
0.1
0.08
0.06 5 meter
0.04
0.02 20 meter
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 0.045 0.032 0.066 0.051 0.049 0.07 0.052
20 meter 0.047 0.036 0.042 0.12 0.174 0.115 0.042
Tititk Pengamatan

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 8. Amoniak pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian


54 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Nilai nitrit dan nitrat yang kecil diduga Total Suspended Solid
karena suhu di perairan berkisar antara 29,3oC – Sekalipun dasar TAD berwarna gelap
31,2oC, dimana menurut Effendi (2003) bahwa (agak hitam), tetapi perairan di wilayah ini
proses nitrifikasi berlangsung pada suhu relatif masih bersih. Kondisi ini berimbas pada
optimum 20oC – 25oC. Pada kondisi suhu persepsi sebagian orang yang memandang Teluk
kurang atau lebih maka kecepatan nitrifikasi Ambon, termasuk TAD sebagai timbunan
akan berkurang. Dalam keputusan MENLH sampah, akibat tingginya pemanfaatan teluk
No.51 Tahun 2004, disebutkan bahwa baku sebagai pusat lalu-lintas perdagangan ke dan
mutu konsentrasi nitrat air laut yang layak untuk dari luar kota Ambon yang sangat sibuk untuk
kehidupan biota laut adalah 0,008 mg N-NO3/L. ukuran sebuah kota kecil. Nilai TSS pada
Dibandingkan dengan baku mutu, konsentrasi ketujuh stasiun penelitian berkisar antara 1,9
nitrat dalam penelitian ini masih berada di mg/L – 4,116 mg/L. Nilai TSS rata-rata yang
bawah baku mutu. Namun pada penelitian diperoleh pada kedalaman 5m dan 20m sebesar
sebelumnya di TAD (Selanno, 2009) rata-rata berturut-turut 2,292 mg/L dan 3,228 mg/L
pada tiap musim, musim timur (Agustus 2006) (Gambar 9).
0,061 mg/L, pada musim pancaroba (Oktober Hasil analisis memperlihatkan TSS
2006) 0,065 mg/L, musim barat (Januari 2007) tertinggi terdapat pada kedalaman 20m, dan
0,096 mg/L, dan musim pancaroba (Maret menunjukkan bahwa TAD masih layak untuk
2007) 0,217 mg/L. Terlihat pada tiap musim dijadikan lokasi KJA. Menurut Effendi (2003),
mengalami peningkatan, perbedaan hasil yang TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
didapatkan pada penelitian ini dan penelitian jasad-jasad renik, yeng terutama disebabkan
yang dilakukan sebelumnya diduga oleh adanya oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa
curah hujan maupun aktivitas masyarkat dalam ke badan air.
memanfaatkan sungai dan pantai pada saat itu.

4.5
4
3.5
TSS (mg/L)

3
2.5
2
1.5 5 meter
1
0.5 20 meter
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 2.24 1.9 2.21 2.78 2.58 1.517 2.82
20 meter 2.28 2.436 3.28 4.116 3.835 3.209 3.437
Titik Pengamatan

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 9. Total Suspended Solids (TSS) pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 55

Aktivitas pembukaan lahan atas untuk Berdasarkan Keputusan Menteri


pemukiman mengakibatkan pengikisan tanah Lingkungan Hidup RI. No.51 Tahun 2004, nilai
ketika hujan berlangsung. Hal ini terllihat nyata coliform yaitu sebesar 1000 MPN/100ml.
pada warna perairan di wilayah pantai yang Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 tahun
berubah kecoklatan akibat tingginya partikel 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
tanah yang masuk ke perairan. Berdasarkan Pengendalian Pencemaran Air, nilai fecal
KepMen LH RI Nomor 51 Tahun 2004, nilai coliform sebesar 2000 MPN/100 ml yang
TSS yang diperuntukkan bagi komunitas lamun diperuntukkan bagi kategori klasifikasi air kelas
dan terumbu karang yaitu 20 mg/L, sedangkan tiga yang peruntukkannya dapat digunakan
untuk mangrove yaitu sebesar 80 mg/L. Pada untuk pembudidayaan ikan air tawar. Seluruh
penelitian ini, nilai TSS masih di bawah baku nilai bakteri coli rata-rata lebih kecil daripada
mutu yang telah ditetapkan, sehingga dapat standar 5.000 MPN/100 ml, kecuali di perairan
dikatakan berdasarkan paramater kimia nitrit Passo sebesar 9.200 MPN/100 ml yang
dan nitrat maka ketujuh perairan ini dapat menunjukkan kontaminasi berat sebasar 9.200
diperuntukkan bagi perikanan KJA. MPN/ 100ml (Gambar 10). Penyebab
meningkatnya kadar coliform hingga melebihi
Bakteri Coli baku mutu diduga pada daerah tersebut karena
Coli adalah bakteri yang dijadikan terdapat pemukiman yang padat penduduk, dan
indikator alami, umumnya perairan. Kehadiran kandang babi yang secara tidak langsung segala
bakteri ini menunjukkan perairan sedang kotoran atau feses manusia dan hewan akan
terkontaminasi tinja dari hewan ternak maupun dibuang ke dalam sungai maupun aliran air.
manusia. Kehadiran bakteri coli menyebabkan Limbah kotoran yang dihasilkan dari hewan
perairan tidak higienis dan berbahaya jika tidak babi dan manusia tidak diolah terlebih dahulu
segera diperhatikan. Kehadiran bakteri coli sebelum dibuang ke lingkungan sehingga pada
dalam jumlah tertinggi di perairan Passo musim hujan limbah tersebut akan masuk ke
mengindikasikan kebenaran tersebut, yaitu perairan. Kadar Coliform di perairan akan
masuknya tinja dari hewan maupun manusia berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar
yang bermukim di wilayah tersebut. jika memakan biota yang telah terkontaminasi
bakteri tersebut
10
9
8
Coli (MPN/100)

7
6
5
4
3 5 meter
2 20 meter
1
0
St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7
5 meter 3.6 3.6 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9
20 meter 2.9 2.9 3.6 3.6 3.6 9.2 2.9
Titik Pengamatan

St-1: Waiheru-1 (BPBL) St-4: Halong St-7: Waiheru-2


St-2: Poka St-5: Lateri
St-3: Galala St-6: Passo

Gambar 10. Bakteri coliform pada kedalaman 5m dan 20m pada stasiun penelitian
56 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Sumber-sumber Pencemaran di Teluk berasal dari rumah tangga ini dilakukan setiap
Ambon Bagian Dalam (TAD) harinya, sehingga jika tidak dikelola dan
Dari ketujuh lokasi, Waiheru (BPBL), dikurangi maka akan mengganggu kestabilan
Poka (BP3), Galala (PLN), Halong, Lateri, ekologi di perairan. Berdasarkan hasil penelitian
Passo dan Waiheru-2 masing-masing memiliki diperoleh seluruh lokasi diperkirakan terindikasi
karakteristik yang berbeda jika dilihat dari limbah rumah tangga yang berasal dari
posisi geografis dan fungsi lokasi di wilayah pemukiman. Pemanfaatan perairan sebagai
TAD. Maupun kegiatan aktivitas masyarakat tempat pembuangan rumah tangga yang berupa
pada masing-masing lokasi tersebut juga limbah cair maupun padat. Hal ini ditandai
berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang dengan tingginya nilai BOD karena banyak
menyebabkan nilai kualitas air yang diperoleh aktivitas pada pemukiman yang berdampak
juga berbeda. Perkembangan pembangunan pada peningkatan volume limbah cair yang
secara intensif mengakibatkan terlampauinya mengandung bahan organik yang tinggi
daya dukung dari ekosistem pesisir, seperti sehingga dapat meningkatkan nilai BOD.
pencemaran, degradasi fisik habitat dan abrasi Memang tidak semua rumah tangga membuang
pantai terutama pada kawasan pesisir yang limbahnya ke perairan secara langsung.
padat penduduknya dan tinggi tingkat Diasumsikan hanya rumah tangga yang letaknya
pembangunannya. Hal ini terkait dengan berada dekat tepi sungai yang bermuara di laut,
kelayakan wilayah TAD sebagai lokasi pinggir pantai dan aliran air hujan yang
penempatan KJA yang memberi rasa aman, dan diperhitungkan. Hasil penelitian (Sahubawa,
jaminan ‘kesehatan dan keamanan pangan’ 1997) di Teluk Ambon menyatakan bahwa
kepada konsumen. Menurut UU Pangan Nomor sumber utama penghasil limbah padat di darat
7 Tahun 1996, pangan merupakan kebutuhan yaitu: permukiman 137.160,00 m3/tahun, pasar
dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak 116.254,29 m3/tahun, pertokoan/ restoran/hotel
asasi setiap rakyat Indonesia dalam 47.545,71 m3/tahun, fasilitas umum 5.708,57
mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang m3/tahun, saluran air 3.008,57 m3/tahun, dan
berkualitas untuk melaksanakan pembangunan sapuan jalan 2.633,14 m3/tahun. Lembaga Ilmu
nasional, karena pangan yang dikonsumsi harus Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon
bebas dari bahaya fisik, kimia dan mikrobiologi. menyatakan sampah yang dibuang secara
Oleh karena itu usaha budidaya KJA di TAD sembarangan oleh warga masyarakat yang tidak
harus memperhatikan ketentuan ini. bertanggung jawab merusak seluruh ekosistem
Kualitas air dalam bentuk data hasil Teluk Ambon. Tumpukan sampah terutama
penelitian sangat dipengaruhi oleh sejumlah yang berbahan plastik bisa mematikan
faktor lingkungan. Pencemaran diperkirakan ekosistem di Teluk Ambon selain dapat
merupakan penyebab utama, dimana pada mematikan habitat padang lamun, terumbu
penelitian ini tidak diukur tetapi diperhitungkan karang dan koral, sampah plastik juga dapat
sebagai faktor-faktor penting yang telah membunuh tanaman mangrove yang baru
mempengaruhi kualitas air di teluk Ambon tumbuh. Rusaknya ekosistem laut tidak hanya
bagian Dalam. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan berpindahnya seluruh jenis
berasal dari berbagai sumber, berdasarkan ikan-ikan yang menghuni Teluk Ambon, tapi
berbagai bentuk kegiatan maka sumber-sumber juga menyebabkan kematian
pencemaran yang diperkirakan terjadi pada (http://www.antaranews.com/berita/208817/sam
lokasi.. pah-rusak-ekosistem-teluk-ambon).
 Limbah Rumah tangga
Limbah rumah tangga merupakan salah  Limbah Industri dan Limbah Kapal
Berdasarkan hasil pengamatan Poka,
satu sumber pencemaran yang berhubungan
Galala, Halong dan Lateri diperkirakan
dengan aktivitas rumah tangga. Peningkatan
terindikasi limbah industri dan limbah kapal
jumlah penduduk yang tinggi mengakibatkan
yang berasal dari akitivitas industri maupun
semakin tinggi pula limbah rumah tangga yang
aktivitas pelabuhan dan dok perbaikan kapal di
dihasilkan. Aktivitas pembuangan limbah yang
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 57

lokasi-lokasi tersebut. Setiap benda padat didapatkan pada penelitan ini masih dalam
maupun cair yang dibuang ke laut berpotensi kondisi yang cukup baik (1,517-4,116 mg/L).
menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya. Tidak hanya sedimen yang terbawa, tetapi juga
Tumpahan minyak umumnya ditemui di bahan-bahan beracun dan berbahaya (B3)
pelabuhan, dok perbaikan kapal dan lainnya, seperti limbah kimia, pestisida dan
berhubungan dengan fungsi pelabuhan sebagai pupuk karena adanya kegiatan pertanian juga
tempat berlabuh kapal untuk kegiatan bongkar terbawa masuk ke laut dan mempengaruhi
muat barang dan penumpang. Pada saat proses fotosintesis tumbuhan laut (Percival dan
bersamaan juga dilakukan pengisian bahan Baker, 1991). Pengujian Air laut yang dilakukan
bakar, sehingga kemungkinan besar terjadi Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan
kebocoran minyak yang masuk ke laut dan (KPDL) kota Ambon, kondisi Teluk Ambon
menimbulkan pencemaran (Duke dan Burns, tercemar logam berat kadmiun (Cd) yang dapat
2003; Burns dan Codi, 1998). Hal ini dapat mengakibatkan Kadmium lebih mudah
diketahui dari warna khas hitam pekat pada diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan
dasar perairan di pelabuhan. Tumpahan minyak ion logam berat lainnya seperti timbal. Logam
menyebabkan organisme di sekitar sumber berat ini bergabung bersama timbal dan
pencemaran berupaya menghindar, tetapi untuk merkuri, yang memiliki tingkat bahaya tertinggi
organisme sesil (hidup menetap) yang terdapat pada kesehatan manusia (http://www.tribun-
di lokasi tersebut mengalami kematian atau maluku.com/2014/06/teluk-ambon-tercemar-
beradaptasi dengan lingkungan setempat. logam-kadmium.html). Sedimentasi parah yang
Kondisi yang sama juga terjadi di bagian pernah terjadi di TAD merupakan akibat dari
lain dari teluk Ambon, karena tingginya pembukaan wilayah pemukiman di sekitar desa
kegiatan pembangunan belakangan ini di pulau Lateri dan Passo dalam 10 tahun terakhir,
Ambon. Selain itu, tumpahan minyak khusus sementara belakangan ini sedang berlangsung di
premium mengandung logam berat Pb. sekitar perkantoran LIPI-Ambon.
Kehadiran unsur Pb merupakan pertanda adanya
kontaminasi logam berat lainnya, seperti Cd  Limbah Mikroorganisme
(Cadmium), Hg (Air raksa), Zn (Zinc) dan Ni Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
(Nickel) (Tarigan dkk., 2003). Perairan yang seluruh perairan TAD yang diteliti mengandung
mengandung logam berat tidak dapat bakteri E-Coli dalam jumlah bervariasi,
dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, karena tergantung lokasi dan kedalaman (5m dan 20m)
bersifat menimbun permanen, karena tidak yang airnya dijadikan sampel. Total coliform
dapat dihilangkan dari tubuh organisme. bacteria, faecal coliform bacteria dan
Escherichia coli digunakan sebagai indikator
 Reklamasi Sedimentasi dan Limbah dari kualitas air. Umumnya, bakteri E. coli
Pertanian dianggap sangat berbahaya karena kehadirannya
Pembukaan lahan baru untuk memperluas terkait langsung dengan kontaminasi faeses
daerah pemukiman atau menambah lahan (tinja) yang menyebabkan penyakit diarhea
pertanian dapat menimbulkan pendangkalan. (Rice dkk., 1991). Kondisi ini telah
Jika dilakukan di wilayah pesisir disebut diaplikasikan secara baik oleh masyarakat
reklamasi, dimana keduanya bersifat Maluku yang bermukim di sekitar TAD, dimana
mempengaruhi volume limbah. Sedimentasi perairan ini tidak dijadikan daerah rekreasi yang
terjadi karena sewaktu-waktu banyak sedimen dianjurkan, sehingga insiden wabah penyakit
(partikel pasir, tanah dan batu) yang terbawa air diarhea jarang ditemukan di kota Ambon,
hujan dari darat ke laut dan mengendap pada dimana masyarakat cenderung memilih lokasi
dasar perairan (Droppo dkk., 1997). Sedimentasi rekrasi yang aman dan nyaman. Hasil penelitian
di TAD cukup tinggi jika dilihat dari LIPI, kualitas air di Teluk Ambon buruk dengan
pembukaan lahan untuk menambah daerah jumlah kepadatan 3.300 sel bakteri Escherichia
pemukiman seperti yang terjadi di sekitar desa coli dan 27.100 sel bakteri Coliform total pada
Poka dan Lateri. Namun dari hasil TSS yang setiap 100 mililiter air yang menjadi sampel.
58 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Jika mengacu pada Keputusan Menteri Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan


Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 kualitas perairan TAD akan berdampak bagi
tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, kehidupan biota laut yang berada pada perairan
Wisata Bahari, dan Pelabuhan, ambang batas ini. Dengan kondisi yang demikian maka,
maksimal kepadatan kedua bakteri itu telah kegiatan perikanan dan budidaya yang sering
melebihi baku mutu yang ditetapkan. dilakukan pada perairan ini adalah sangat
beresiko. Tingginya intensitas pemanfaatan
ruang perairan teluk seperti sekarang ini, jelas
Penentuan Status Pencemaran dengan telah mengindikasikan adanya pencemaran di
Metode Indeks Storet TAD. Kenyataan kondisi seperti ini memacu
Selanjutnya hasil analisis terhadap semua pihak untuk berupaya melakukan
parameter air di perairan laut menunjukkan penanganan secara serius. Oleh karena itu
bahwa berdasarkan skor yang didapatkan instrumen penanganan masalah pencemaran ini
jumlah skor nilai adalah sebesar -46 (Tabel 3). harus diuraikan secara jelas. Salah satu langkah
Hal ini berarti kualitas air di perairan TAD penanganannya yaitu dengan penataan ruang
sudah termasuk kelas D, dengan kategori buruk laut yang komprehensif sehingga langkah-
atau telah tercemar buruk, karena skornya telah langkah kebijakan yang diusulkan akan sangat
lebih besar dari -31. membantu upaya memulihkan kondisi perairan.

Tabel 3. Status mutu kualitas air menurut system nilai Storet di perairan laut untuk biota laut

Hasil Pengukuran Rata- Total


rata Skor
No Parameter Satuan Bakumutu Maksimum Minimum
Fisika
1 Suhu (°C) 28-32 31.2 29.3 30.107 0
2 TSS mg/l 20-80 4.116 1.517 2.76 0
3 Kecerahan m >5 11 5 8.57 0
Kimia
0
4 Salinitas /00 30 - 34 33 30 31.92 0
5 pH mg/l 7-8.5 7.9 7.1 7.52 0
6 DO mg/l >5 8.7 5.7 7.407 0
7 BOD mg/l 20 45 9 22.75 -16
8 COD mg/l < 200 192 35 93.78 0
9 Amoniak mg/l 0,3 0.174 0.032 0.067 0
10 Nitrit mg/l 0.01 Tt 0.01 0
11 Nitrat mg/l 0.008 0.002 Tt 0.002 0
Biologi
12 Coliform MPN/100mL 1000 9.200 3.000 3.600 -30
Jumlah -46
Jurnal TRITON Volume 12, Nomor 1, April 2016, hal. 42 – 60 59

KESIMPULAN DAN SARAN Ambon. Oseanologi dan Limnologi di


Indonesia.37(2): 277-294.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
keseimpulan : Connell, D.W., and Miller, G.J. 1984. Chemistry and
Ecotoxicology of Pollution. John Wiley &
1. Hasil penelitian kelayakan kualitas air
Sons, N.Y.
untuk perikanan keramba jaring apung di Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan.
Teluk Ambon Dalam menunjukkan bahwa Penerbit Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
TAD cukup layak dijadikan lokasi budidaya hal : 66, 68.
ikan dalam keramba jaring apung. Droppo, I.G., Leppard, G.G., Flannigan, D.T., and
Kelayakan ini berdasarkan hasil analisa Liss, S.N. (1997) The freshwater floc: A
terhadap beberapa parameter yaitu suhu, functional relationship of water and organic
pH, salinitas, kecerahan, amoniak, DO, and inorganic floc constituents affecting
COD, dan TSS masih berada di bawah suspended sediment properties. Wat. Air Soil
ambang batas standar. Namun nilai BOD Pollut., 99: 43-53
dan Coliform telah melebihi batas baku Eddy, F.B., 2005. Review Paper. Ammonia in
estuaries and effects on fish. Journal of Fish
mutu yang ditetapkan. Beberapa sumber
Biology 67: 1495-1513.
pencemaran yang mempengaruhi nilai Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi
parameter kualitas air teridentifikasi berasal Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
dari limbah rumah tangga, limbah industri, Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
limbah kapal, reklamasi, limbah pertanian, Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit
dan limbah mikroorganisme. Kanisius, Yogyakarta. Hal : 21- 23, 185
2. Hasil perhitungan storet menunjukkan FAO. 2014. FAO Fisheries & Aquaculture
bahwa kualitas air di perairan TAD sudah Oreochromis niloticus. FAO Corporate
termasuk kelas D, dengan kategori buruk Document Respository. The State of World
atau telah tercemar buruk. Fisheries and Aquaculture 2014
Terlihat bahwa pemanfaatan Teluk Garno, Y. S. 2004. Biomanipulasi Paradigma baru
Ambon bagian dalam tidak hanya sebagai lahan dalam Pengendalian Limbah Organik
budidaya, tetapi juga telah digunakan secara Budidaya Perikanan Waduk dan Tambak,
masif untuk kepentingan lain seperti lalu-lintas Orasi Ilmiah Pengukuhan Ahli Peneliti Utama
kapal, lokasi penambatan dan perbaikan kapal, Bidang Managemen Kualitas Perairan Badan
dan berbagai aktifitas lainnya yang dikuatirkan Pengkajiann dan Penerapan BPPT, Jakarta.
mengganggu kegiatan budidaya. Berdasarkan Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran
dan Analisis Kualitas Air. Edisi Kesatu,
kekuatirkan tersebut, maka penelitian lebih
Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta
lanjut adalah dengan menambah frekuensi Hindrum, S. M., Cropp, M., O’Brien, D., Savva, N.,
sampling dan ulangan, serta analisis logam Maguire, G. B. and Johns, D. R. 1996.
berat. Hal ini penting karena ikan sebagai Performance of greenlip (Haliotis laevigata)
sumber protein dapat berfungsi sebagai media and blacklip*greenlip hybrid abalone in land-
sementara yang pada gilirannya memindahkan based or sea-based production systems. pp.
logam berat ke pihak konsumen. 15-38. In: P. W. Hone (Ed.). Proceedings of
the 3rd Annual Abalone Aquaculture
Workshop, August 1996, SARDI, Adelaide,
DAFTAR PUSTAKA South Australia. SARDI, Adelaide.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004.
BTKLPPM. 2008. Kualitas Laut Teluk Ambon
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
Parameter Logam Berat, Ambon. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota
Burns, K.A., and Codi, S., 1998. Contrasting Laut.
impacts of localised versus catastrophic oil Kordi, K.M.G.H., 2011. Buku Pintar Budidaya 32
spills in mangrove sediments. Mangroves and Ikan Laut Ekonomis. Lily Publisher,
Saltmarshes 2: 63-74. Yogyakarta. 422 hal.
Cappenberg, HAW. 2011. Kelimpahan Dan Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology.
Keragaman Megabentos Di Perairan Teluk Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi.
60 Status Kualitas Air Untuk Perikanan Keramba Jaring Apung …

Kupchella, C.E. and M.C. Hyland. 1993: for drinking-water analysis. Applied and
Environmental Science: Living within the Environmental Microbiology 57, 592–593.
System of Nature. (3rd Edition). New Jersey, Ruttner, F. 1965. Fundamental of limnology.
University of Toronto Press. Canada.
Pretince-Hall.
Selanno, D.A.J. 2009. Analisis Hubungan Antara
LIPI. 2009. Laporan Akhir Monitoring Teluk
Beban Pencemaran dan Konsentrasi Libah
Ambon. Ambon: UPT. Balai Konservasi Biota
Laut Ambon. Sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Surat Lingkungan Perairan Teluk Ambon. Disertasi.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hlm.:399.
HidupNomor : 51 Tahun 2004 tentang Baku Selanno, D.A.J; Adiwilaga, E.M; Dahuri, R;
Mutu Air Laut untuk Biota Laut, Jakarta. Muchsin, I; Effendi, H, 2009, Sebaran Spasial
Menteri Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003
Luasan Area Tercemar Dan Analisis Beban
tentang Penetapan Status Mutu Air.
Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Pencemaran Bahan Organik Pada Perairan
Miller, A, 1999, Resource Management in The Teluk Ambon Dalam, Torani Vol. 19 (2).
Urban Sphere: Ambon’s Urban Environment, SNI. 2006. Cara uji mikrobiologi – Bagian 1:
Universityof Hawaii at Manoa, Cakalele Vol Penentuan Coliform dan Escherichia coli pada
10: 7-37. produk perikanan, Standar Nasional
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT Indonesia, SNI 01- 2332.1-2006, Badan
Pradnya Paramita. Jakarta. Standar Nasional
Mulyadi, H.A. 2011. Distribusi Dan Kelimpahan Syakti, A. D., N. V. Hidayati, A. S. Siregar. 2012.
Cladocera (Penilia avirostris DANA, 1852) Di Agen Pencemaran Laut. IPB Press. Bogor.
Perairan Pesisir Teluk Ambon, Maluku. Syamsuddin, R., 2014. Pengelolaan Kualitas Air.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 37(2). Teori dan Aplikasi di Sektor Perikanan. Pijar
Nagler RM, Salameh F, Reznick AZ, Livshits V, Press, Makassar, 340 hal.
Nahir AM. 2003. Salivary Gland Involvement Tarigan, Z., Edward dan Rozak, A., 2003.
in Rheumathoid Arthritis and Its Relationship Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan
to Induce Oxidative Stress. Rheumatology. Ni dalam air laut dan sedimen di muara sungai
42:1234-1241. Membramo Papua dalam kaitannya dengan
Nirahua, C. 2009. Analisa Pencemaran Limbah kepentingan budidaya Perikanan. Makara,
Organik Terhadap Penentuan Tata Ruang Sains, 7(3): 119-127.
Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung Di Termorshuizen LD, Whitfield AK and Paterson AW.
Perairan Teluk Ambon, Tesis, Institut 1996. Influence of freshwater flow regime on
Teknologi Surabaya, Surabaya.
fish assemblages in the Great Fish River and
Novonty, V. and Olem, H. 1994. Water Quality,
Prevention, Identification and estuary. South. Afr. J. Aquat. Sci. 22 52-61.
Management of Diffuse Pollution. New York: Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran
Van Nostrans Reinhold. Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Nurhayati. 2006. Distribusi Vertikal Suhu, Salinitas, Wenno, L.F dan J.J Anderson 1983. Evidence for
Arus Di Perairan Morotai, Maluku Utara. tidal upwelling across the Sill of Ambon Bay.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Marine Research In Indonesia 23 : 13-20.
40:29-41. Wilson P. C., 2013 Water quality notes: water clarity
Percival, M.P., and Baker, N.R., 1991. Herbicides (turbidity, suspended solids, and
and photosynthesis. In: Baker, N.R., Percival, color). Department of Soil and Water Science,
M.P. (Eds.), Herbicides. Elsevier Science Indian River Research and Education
Publishers, Amsterdam, pp. 1-26. Center, Fort Pierce, FL; UF/IFAS Extension,
Rice, E.W., Allen, M.J., Brenner, D.J., Edberg, S.C., Gainesville, FL 32611. Available at:
1991. Assay for b-glucuronidase in species of http://edis.ifas.ufl.edu/ss526. Accessed:
the genus Escherichia coli and its application August, 2015.

Anda mungkin juga menyukai