Anda di halaman 1dari 72

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat di Indonesia yang

memiliki karakter berbeda dengan masyarakat di daratan, untuk memenuhi

keberlansungan hidup, umumnya nelayan memanfaatkan perairan laut dalam

mengeksploitasi sumberdaya alam, kebanyakan nelayan menempati wilayah

pesisir sebagai tempat tiggal, hal ini untuk memudahkan begi nelayan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari, salah satu kegiatan nelayan di daerah pesisir yaitu

dengan melakukan aktivitas penangkapan ikan.

Sebelah utata Kabupaten Kotabaru, di sekeliling teluk pamukan terdapat

empat desa dengan penduduk mayoritas berprofesi sebagai nelayan pesisir. Lokasi

penangkapan ikan (Fishing Ground) nelayan tersebut berada di teluk pamukan itu

sendiri, teluk pamukan merupakan daerah penangkapan ikan yang cukup startegis

bagi nelayan setempat, karena berjarak sangat dekat dengan tempat tinggal, hal ini

sesuai dengan pendapat (Mukhtar, 2010). Yang menyatakan bahwa kondisi yang

perlu dijadikan acuan dalam menentukan daerah penangkapan harus bertempat di

lokasi yang benilai ekonomis.

Daratan utama Kabupaten Kotabaru khususnya di wilayah utara, terdapat

beberapa aktivitas industri, seperti pertambangan batubara sampai denga

pengirimannya dan perkebunan Kelapa Sawit beserta pabrik pengolahannya.

Sebagai bagian dari aktivitas industri tersebut, kegiatan pelayaran masih menjadi

penopang utama dalam pengiriman dan mendistribusikan hasil pengolahannya.

Pengiriman batubara menggunakan kapal tongkang dan tugboat sebagai

penggeraknya, sedangkan pengiriman hasil pengolahan minyak mentah sawait


2

(CPO) menggunakan kapal tanker, kapal-kapal pengangkut tersebut melintas di

alur pelayaran dalam perairan teluk pamukan, aktivitas kapal industri lainnya

yang terus berlansung yaitu kegiatan bongkar muat barang seperti kernel dan

pupuk untuk perkebunan sawit yang dilakukan ditengah teluk pamukan, barang

tersebut dibongkarb dari kapal tangker ke kapal angkutan yang lebioh kecil

(imbal).

Pencemaran lingkungan disebabkan oleh masuknya bahan pencemar

berupa gas bahan-bahan terlarut dan baerbagai partikel lainnya. Pencemaran

masuk ke badan air dengan bermacam cara, dapat melalui atmosfer, tanah

limpasan (run off), limbah pertanian, limbah domestik serta pembuangan limbah

industri, (Effendi, 2003). Secara visual perairan teluk pamukan mengalami tingkat

kekeruhan yang cukup tinggi pada jam-jam tertentu, khususnya saat air telah

surut, biasanya dimuali dari jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, hal tersebut

diduga berhubungan dengan pengaruh pasang surut air laut serta kontribusi

beberapa aliran sungai yang bermuara di teluk pamukan, hal tersebut sesuai

dengan pendapat wardoyo, (1981) yang menyatakan tingkat kekeruhan yang

tinggi disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan

berupa bahan organik maupun anorganik, buangan industri dan berbagai penyebab

lainnhya, namun sejauh ini belum ada data akurat yang dapat menjawab ada atau

tidaknya pencemaran, besar dan kecilnya tingkat cemaran di perairan teluk

pamukan.

Persepsi adalah tindakan dalam menyusun, mengenali dan menafsirkan

informasi untuk memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan,

Daniel (2010). Adanya dua kegiatan berbeda dalam satu wilayah yang sama dapat
3

menimbulkan berbagai persepsi diantara dua kegiatan tersebut, dalam hal ini

nelayan dengan aktivitasnya melakukan penangkapan ikan dan industri pelayaran

dengan lalulintasnya, yang keduanya berada di perairan teluk pamukan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagi nelayan setempat, Teluk Pamukan merupakan daerah penangkapan

ikan fishing ground terdekat yang dimanfaatkan oleh nelayan khususnya empat

Desa terdekat di sepanjang pesisir teluk, aktivitas lain yang ada di area teluk

pamukan yaitu sebagai jalur pelayaran seperti lalulintas pengangkutan batubara

menggunakan Tongkang, pengangkutan CPO dan menjadi daerah bongkar muat

pupuk serta kernel kelapa sawit menggunakan kapal tanker, aktifitas tersebut

dapat menimbulkan dugaan gangguan ekositem perairan berupa penurunan

kualitas air khususnya di daerah penangkapann ikan, terjadinya penurunan

kualitas air tentu akan mempengaruhi status mutu air yang tidak lagi sesuai

dengan peruntukannya (biota perairan), hal tersebut menimbulkan permasalahan

sosial dimasyarakat.

Sejauh ini belum diketahui bagaimana karakteristik umum teluk pamukan,

belum diketahui pola persebaran dan status mutu air teluk pamukan, serta kondisi

sosial atau persepsi masyarakat dengan adanya kegiatan lain di teluk pamukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan sebagai

berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik umum teluk pamukan


4

2. Memetakan pola sebaran kualitas air dan skala mutu air teluk

pamukan.

3. Menganalisis persepsi nelayan terhadap penurunan kualitas air.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian:

1. Memahami karakteristik umum teluk Pamukan

2. Memahami permasalahan perairan teluk pamukan, dan mendapatkan

solusi dalam penyelesaian permasalahannya.

3. Memberikan Informasi permasalahan teluk pamukan dan solusi bagi

pengambil kebijakan, dalam pengelolaan daerah penangkapan ikan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Teluk

Teluk adalah perairan laut yang menjorok masuk ke dalam daratan atau

daratan yang melengkung oleh karena itu, perairan teluk relatif terlindung dari

ombak, badai, dan angin ribut. Karena itu, teluk merupakan salah satu lokasi yang

sangat ideal untuk kegiatan penangkapan ikan, budi daya ikan laut serta berbagai

aktivitas laut lainnya.

Teluk merupakan perairan estuati. Estuari berasal dari kata aetus yang

artinya pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai

yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Estuaria adalah

wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut

terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan atau perairan muara sungai

semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan

salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar.

2.2. Daerah Penangkapan (Fishing Ground)

Suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan

tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan serta

ekonomis.

Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan”

apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan. Hal

ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat

sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat
6

dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca,

maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan

demikian pula jika terjadi sebaliknya. (Mukhtar, 2010).

2.3. Karakteristik Daerah Penangkapan

Kondisi-kondisi yang perlu dijadikan acuan dalam menentukan daerah

penangkapan ikan adalah sebagai berikut :

- Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya

datang bersama-sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk dijadikan

habitat ikan tersebut. Kepadatan dari distribusi ikan tersebut berubah menurut

musim, khususnya pada ikan pelagis. Daerah yang sesuai untuk habitat ikan, oleh

karena itu, secara alamiah diketahui sebagai daerah penangkapan ikan. Kondisi

yang diperlukan sebagai daerah penangkapan ikan harus dimungkinkan dengan

lingkungan yang sesuai untuk kehidupan dan habitat ikan, dan juga melimpahnya

makanan untuk ikan. Tetapi ikan dapat dengan bebas memilih tempat tinggal

dengan kehendak mereka sendiri menurut keadaan dari waktu ke waktu dan dari

tempat ke tempat. Oleh karena itu, jika mereka tinggal untuk waktu yang agak

lebih panjang pada suatu tempat tertentu, tempat tersebut akan menjadi daerah

penangkapan ikan.

- Daerah tersebut harus merupakan tempat dimana mudah menggunakan

peralatan penangkapan ikan bagi nelayan. Umumnya perairan pantai yang bisa

menjadi daerah penagkapan ikan memiliki kaitan dengan kelimpahan makanan

untuk ikan. Tetapi terkadang pada perairan tersebut susah untuk dilakukan

pengoperasian alat tangkap, khususnya peralatan jaring karena keberadaan

kerumunan bebatuan dan karang koral walaupun itu sangat berpotensi menjadi
7

pelabuhan. Terkadang tempat tersebut memiliki arus yang menghanyutkan dan

perbedaan pasang surut yang besar. Pada tempat tersebut para nelayan sedemikian

perlu memperhatikan untuk menghiraukan mengoperasikan alat tangkap.

Terkadang mereka menggunakan trap nets, gill nets dan peralatan memancing

ikan sebagai ganti peralatan jaring seperti jaring trawl dan purse seine.

Sebaliknya, daerah penangkapan lepas pantai tidak mempunyai kondisi seperti itu,

tapi keadaan menyedihkan datang dari cuaca yang buruk dan ombak yang tinggi.

Para nelayan juga harus mengatasi kondisi buruk ini dengan efektif menggunakan

peralatan menangkap ikan.

- Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis. Ini

sangat alamiah di mana manajemen akan berdiri atau jatuh pada keseimbangan

antara jumlah investasi dan pemasukan. Anggaran dasar yang mencakup pada

investasi sebagian besar dibagi menjadi dua komponen, yakni modal tetap seperti

peralatan penangkapan ikan dan kapal perikanan, dan modal tidak tetap seperti

gaji pegawai, konsumsi bahan bakar dan biaya perbekalan. Para manajer

perikanan harus membuat keuntungan pada setiap operasi. Jika daerah

penagkapan tersebut terlalu jauh dari pelabuhan, itu akan memerlukan bahan

bakar yang banyak. Jika usaha perikanan tersebut benar-benar memiliki harapan

yang besar, usaha yang dijalankan mungkin boleh pergi ke tempat yang lebih

jauh. Nelayan yang dalam kasus demikian dapat memperoleh keuntungan dengan

manajemen usaha perikanan. Jika kita dapat membuat alat untuk meningkatkan

efisiensi usaha perikanan seperti menggunakan mesin perikanan yang lebih

efisien, kemudian kita dapat juga memperbesar kapasitas kita untuk menangkap

ikan ke tempat yang lebih jauh.


8

2.4. Pegaruh Perubahan Kualitas Air Terhadap Hasil Tangkapan

Pencemaran disebabkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang

dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan

air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah limpasan (run off)

pertanian, limbah tdomestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-

lain. (Effendi, 2003). Dalam Peraturan pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran laut Pasal 1 poin 2 menjelaskan pula bahwa

pencemaran laut akan terjadi ketika suatu komponen lai masuk ke dalam laut oleh

kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang

selanjutnya menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan fungsinya.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pasal 1 ayat (14) menyebutkan :

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkanya makhluk hidup,

zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Dengan terjadinya pencemaran di perairan maka akan merubah kondisi beberapa

parameter yang menjadi indikator kesuburan kesesuaian daerah perairan untuk

kehidupan biota air. Indikator Pencemaran perairan seperti:

2.4.1. Faktor Fisika

a. Suhu

Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi

secarahorizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan

kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam

mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan


9

yang vital yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi

dalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun

demikian beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai

85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di

perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun

perkembangbiakan dari organisme tersebut.

Suhu memegang peranan penting dalam berbagai aktivitas kimia

dan fisika perairan. Aktivitas kimia dan fisika seringkali mengalami

peningkatan dengan naiknya suhu. Mahida (1986) menyatakan bahwa

tingkat oksidasi senyawa organik jauh lebih besar pada suhu tinggi

dibanding pada suhu rendah. Effendi (2003) Suhu suatu badan air

dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut

(altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran

serta kedalaman badan air.

Berdasarkan perbedaan suhu kolom air dapat dibagi menjadi tiga

stratifikasi: lapisan bagian atas perairan merupakan lapisan yang hangat

atau pada lapisan Epilimnion, dengan penurunan suhu relatif kecil dari

32⁰C menjadi 28⁰C. Lapisan tengah disebut juga lapisan termoklin, yang

memiliki penurunan suhu cukup tajam dari 28⁰C sampai dengan 21⁰C.

Lapisan yang paling bawah adalah lapisan hipolimnion, yang memiliki

perbedaan suhu cukup kecil, bahkan hampir konstan. Ketebalan lapisan

epilimnion, termoklin dan hipolimnion sangat bervariasi, dipengaruhi oleh

banyak faktor.
10

b. Kecerahan

Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Kedua

parameter ini merupakan suatu ukuran bias cahaya dalam air yang

disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu polutan,

antara lain berupa bahan organik, anorganik buangan industri, rumah

tangga, budidaya perikanan dan lain sebagainya yang terkandung di dalam

perairan (Wardoyo, 1981).

Kekeruhan dan kecerahan merupakan salah satu faktor penting

untuk penentuan produktivitas suatu perairan alami. Meningkatnya

kekeruhan dapat menurunkan kecerahan perairan, serta mengurangi

penetrasi matahari ke dalam air sehingga dapat membatasi proses

fotosintesis dan produktivitas primer perairan. Odum (1988)

mengemukakan bahwa kekeruhan dapat berperan sebagai faktor pembatas

perairan oleh partikel-partikel tanah, sebaliknya kekeruhan dapat berperan

sebagai indikator bagi produktivitas hayati perairan jika kekeruhan itu

disebabkan oleh bahan-bahan organik dan organisme hidup.

c. Padatan Tersuspensi Total (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah

residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran

partikel maksimal 2 mikron (μm) atau lebih besar dari ukuran partikel

koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida,

sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan

flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan

(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan


11

visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke

nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk

menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya

partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat

optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan

ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung

1.000 mg / L dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang

berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung 1.000 mg / L coarsely

ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda

kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg/L ground

pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama.

2.4.2. Faktor Kimia

a. Derajat Keasaman pH

pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari larutan air. pH

dalam larutan kira-kira sama dengan negative logaritma dari konsentrasi

ion hidronium (H3O+). pH rendah menunjukkan tingginya konsentrasi ion

hidronium, sedangkan Ph tinggi menunjukkan konsentrasi yang rendah

(Ronald, 2004).

pH = - log10 (H+) = log +

Semakin rendah pHnya, makin besar konsentrasi ion hidrogennya. Larutan

netral memiliki pH 7, sedangkan keasaman maksimal dalam larutan

berpelarut air adalah pH 1. Nilai pH diatas 7 mengidentifikasikan larutan

basa sedangkan kebasaan maksimal dilambangkan dengan pH 14 (George,

2005).
12

Derajat keasaman menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan

tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada

suhu tertentu atau pH = -log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat

kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan

yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini

disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga, aktifitas pernapasan

tinggi dan selera makan berkurang (Kangkan, 2006).

b. Kadar Garam (Salinitas)

Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000

gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi

oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua

zat organik menga1ami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam

Sverdrup et al, 1942) dalam Ardiyana (2010).

Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas adalah:

1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah,

maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah

tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar

garamnya.

2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut

maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin

sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.

3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin

banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut


13

tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang

bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.

Distribusi salinitas permukaan juga cenderung zonal. Air laut

bersalinitas lebih tinggi terdapat di daerah lintang tengah dimana

evaporasi tinggi. Air laut lebih tawar terdapat di dekat ekuator dimana

air hujan mentawarkan air asin di permukaan laut, sedangkan pada

daerah lintang tinggi terdapat es yang mencair akan menawarkan

salinitas air permukaannya.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut atau Dissolved Oksygen sangat dibutuhkan oleh

semua mahluk hidup untuk pernafasan. Dalam Atmosfer bumi terkandung

oksigen sekitar 210 ml/liter. Selain pada udara bebas Oksigen juga dapat

terlarut dalam perairan. Di perairan alami jumlah kada orsigen yang terlarut

bervariasi tergantung pada beberapa parameter seperti; suhu, salinitas,

turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Menurut Jeffries dan Mills, 1996.

Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan

atmosfer maka kadar oksigen terlarut akan semakin kecil.

d. Biological Oxygen Demand BOD

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah suatu karakteristik

yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh

mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi

bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf &

Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik

yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap


14

terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996)

mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan

oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon

terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari

pengertianpengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD

menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan

sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable

organics) yang ada di perairan.

Salah satu unsur pembatas kualitas perairan adalah zat hara,

(Sastrawijaya, 2009). Zat hara yang umum menjadi fokus perhatian di

lingkungan perairan adalah fosfor dan nitrogen. Kedua unsur ini memiliki

peran penting pertumbuhan fitoplankton atau alga yang biasa digunakan

sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan

(Fachrul et al., 2005). Nitrogen dan fosfor merupakan dua parameter yang

sangat berpengaruh dalam kehidupan biota laut. Di dalam sistem perairan

ada dalam berbagai bentuk, namun hanya beberapa saja yang dapat

dimanfaatkan oleh alga dan tumbuhan air. Unsur nitrogen yang dapat

dimanfaatkan adalah nitrit dan nitrat, sementara untuk fosfor berupa

senyawa orto fosfat (Jones-Lee & Lee, 2005).

e. Amoniak Ttotal (NH3-N)

Sumber amoniak dalam perairan berasal dari uraian nitrogen dan

organik (protein dan urea) serta nitrogen anorganik yang ada dalam air

yang ter aminifikasi atau dari aktifitas dekomposisi bahan organik oleh

mikroba dan jamur.


15

f. Fosfat (PO4-P)

Salah satu indikator untuk mengevaluasi tingkat kesuburan

perairan yaitu zat hara berupa fosfat, fosfat sebagai zat penting bagi

pertumbuhan dan metabolisme fitoplangkton, sebagaimana diketahui

fitoplankton merupakan biota yang dapat diukur untuk mengetahui tingkat

kesuburan suaitu perairan, fitoplankton juga menjadi rantai makanan di

suatu ekosistem perairan, (Ferianita Fahrul et. al. 2005).

g. Nitrat.
Sebagaimana Fosfat, Nitra juga memiliki peranan penting bagi

pertumbuhan dan metabolisme fhitoplankton, di alam fosfat digunakan

oleh semua orgasime sebagai sumber energi untuk pertumbuhan.

(Ferianita Fahrul et. al. 2005).

Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami,

yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah

atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-

pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan

nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat,

maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air

bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Pencemaran oleh

pupuk nitrogen, termasuk ammonia anhidrat seperti juga sampah organik

hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar nitrat di dalam air.

Senyawa yang mengandung nitrat di dalam tanah biasanya larut dan

dengan mudah bermigrasi dengan air bawah tanah.


16

h. Minyak dan Lemak

Pencemaran perairan laut terjadi karena beberapa hal, seperti bahan

kimia, buangan sampah, dan salah satunya adalah minyak, pencemaran

laut oleh minyak umumnya disebabkan oleh tumpahan-tumpahan dari

kegiatan transportasi baik baik kapal-kapal besar pengangkut barang

maupun dari kapal-kapal Nelayat, buangan minyak tersebut mengapung di

laut dan menyebabkan penetrasi caha menjadi terhambat untuk masuk ke

dalam periran selanjutnya akan mengurangi jumlah oksigen diperairan, hal

tersebut yang dapat mengganggu habitat yang ada di badan air seperti

tumbuhan air, ikan dan sejenisnya. (Rahmayanti (2006).

2.4.3. Faktor Biologi

a. Plankton

Plankton adalah mahluk yang hidup mengapung, mengambang, atau

melayang di dalam air, plankton bisa berupa tumbuhan ataupun hewan,

kemampuan palankton dalam berenag sangat terbatas sehingga selalu

terbawa arus, (Nonji, 2008). Ukuran plankton yang sangat kecil sehingga

tidak tampak secara kasat mata, diperlukan alat seperti mikroskop untuk

dapat melihatnya wujudnya secara jelas.

Secara fungsional plankton dapat digolongkan menjadi dua golongan

utama, yakni fhitoplankton dan zooplankton.

- Fhytoplankton.

Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya

mengapung atau melayang dalam laut. Ukurannya sangat kecil sehingga

tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum
17

berkisar antara 2-200 µm (1 µm = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya

individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.

Fitoplankton mempunyai fungsi penting di laut, karena bersifat autotrofik,

yakni dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Fitoplankton

mengandung klorofil dan karenanya mempunyai kemampuan berfotosintetis

yakni menyarap energi surya untuk mengubah bahan inorganik nenjadi

bahan organik ini maka fitoplankton juga disebut sebagai produsen primer

(primary producer).

- Zooplankton

Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang

hidupnya mengapung atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya

sangat terbatas hingga keberadaann ya sangat ditentukan kemana arus

membawanya. Zooplankton heterotrofik, yang maksudnya tidak dapat

memproduksi sendiri bahan organik dari bahan inorganik. Oleh karena itu,

untuk kelansungan hidupnya ia sangat bergantung pada bahan organik dari

fhitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi Zooplankton lebih berfungsi

sebagai konsumen (consumer) bahan organik.

2.4.4. Faktor Lain Perubahan Kualitas Air

a. Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang secara

tofografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan

menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui

sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air

(DTA atau catchmen ara) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur
18

utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan

sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam. (Asdak 2007).

Aliran sungai yang bermuara di teluk akan menjadi salah satu faktor

terjadinya perubahan atau pencemaran di laut, hal ini sesuai dengan

pendapat Rahmawati (2006) menyembutkan bahwa sumber pencemaran

laut dapat berasal dari sungai yang membawa kotoran-kotoran dari daerah

hulu serta zat-zat kimia yang umum digunakan di persawahan seperti

pestisida yang larut terbawa aliran sungai hingga menuju muara, sehingga

menimbulkan bau busuk pada perairan pantai rusak dan berkurangnya

kehidupan hewan dan tumbuhan di laut serta warna air yang tidak normal.

b. Erosi

Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim

(terutama intensitas hujan), tofografi, karakteristik tanah vegetasi

penutupan lahan dan tataguna lahan. Dua penyebab utama terjadinya erosi

yaitu erosi kareana sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia,

(Asdak 2007). Erosi dan sedimentasi menjadi penyebab utama

berkurangnya produktifitas pertanian dan berkurangnya kpasitas saluran

atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi.

c. Arus

Arus laut merupakan pergerakan massa air secara vertikal dan

horizontal sehingga menuju keseimbangannya atau gerakan air yang

sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Pergerakan arus juga

disebabkan oleh beberapa hal seperti arah dan kecepatan tiupan angin,
19

perbedaan densitas air, perbedaan tekanan air, upwelling dan doen welling,

tofografi dasar laut, arus permukaan, serta gaya Coriolis dan arus ekman.

Arus sungai merupakan berbagai macam bentuk dan kecepatan aliran

sungai, baik dari permukaan hingga dasar sungai atau arah yang dituju

aliran air yang disebabkan perbedaan tinggi atau kemiringan tanah.

Biasanya arus tercepat adalah ketika mendekati permukaan. Kecepatan

aliran tergantung pada gradient dan ukuran sungai. Dengan volume yang

sama, ukuran sungai yang lebih sempit atau gradient yang lebih besar akan

mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sungai yang

memiliki ukuran yang lebih lebar atau gradient yang lebih kecil. Arus

sungai juga memiliki sifat atau jenis arus dipengaruhi oleh kondisi

bentukan yang dilewati oleh aliran air.

d. Gelombang

Gelombang laut adalah gerak naik turunnya air laut yang tidak

disertai dengan perpindahan massa airnya. Gelombang laut dapat terjadi

karena :

- Angin. Gelombang ini terjadi akibat adanya gerakan air laut di

permukaan sehingga arah gelombang sesuai dengan arah angin. Tinggi

rendah gelombang tergantung kecepatan angin dan kekuatan angin yang

mengenai permukaan air laut tersebut.

- Gempa bumi. Gelombang ini terjadi bila ada getaran kulit bumi di

dasar laut sehingga mengakibatkan dislokasi vertikal pada dasar laut. Bisa

juga terjadi karena meletusnya gunung api baik yang berada di bawah

permukaan laut atau gunung api yang berada di atas permukaan laut.
20

- Perbedaan Suhu Air Laut. Air bergerak dari suhu panas ke suhu

dingin, pergerakan air ini yang terjadi ke segala arah. Gerakan ini terjadi di

bawah permukaan air laut yang menyebabkan adanya perpindahan masa

yang mempengaruhi gerakan di permukaan air.

- Perubahan kedalaman dasar laut. Gelombang akan sangat terlihat

dan terasa ketika kita berada di pantai, hal ini dikarenakan volume antara

dasar laut dan permukaan air terjadi penyempitan, sehingga massa air yang

telah memiliki gaya gerak akan terdorong ke atas permukaan dan

menciptakan gelombang.

Tabel 1.1 Kriteria mutu Air Laut untuk habitat biota air

No Parameter Satuan Baku Mutu


Fisika
o
1 Suhu C Alami
2 Kecerahan M >3
3 Padatan Tersuspensi Total (TSS) mg/l >80
Kimia
4 pH - 6,5 – 8,5
5 Salinitas g/kg (‰) Alami
6 Oksigen Terlarut (DO) mg/l >5
7 BOD5 mg/l <20
8 Amoniak total (NH3-N) mg/l <0,3
9 Fosfat (PO4-P) mg/l <0,015
10 Nitrat (NO3-N) mg/l <0,008
11 Minyak Lemak mg/l <1
Biologi
12 Plankton Sel/100 ml Tidak bloom

Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun

2004 Lampiran III Tentang Baku Mutu Air Laut

2.5. Persepsi Masyarakat

Menurut Saptorini (2003), persepsi yaitu suatu proses mental yang rumit dan

melibatkan berbagai kegiatan untuk menggolongkan stimulus yang masuk


21

sehingga menghasilkan tanggapan untuk memahami stimulus tersebut. Persepsi

dapat terbentuk setelah melalui berbagai kegiatan, yakni proses fisik

(penginderaan), fisiologis (pengiriman hasil penginderaan ke otak melalui saraf

sensoris) dan psikologis (ingatan, perhatian, pemrosesan informasi di otak).

Menurut Rahardjo (1996) partisipasi diartikan sebagai upaya peran serta

masyarakat dalam suatu kegiatan baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan.
22

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Seperti layaknya daratan, wilayah perairan dihuni oleh berbagai jenis biota

seperti hewan, tumbuhan dan berbagai mikro organisme lainnya, biota laut

menghuni hampir semua bagian perairan, dari sungai, muara, teluk sampai laut

terdalam sekalipun, karena manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia

sehingga keberadaan biota laut ini menarik perhatian manusia, (Romimoharto,

2009).

Berdasarkan landasan teori pada bab sebelumnya maka dapat disusun

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

TELUK PAMUKAN

Aktivitas Bongkar Pelabuhan Daerah Penagkapan


Jalur Pelayaran Muat Barang Khusus (Fishing Groud)

Degradasi Lingkungan

Pengaruh Terhadap
Penurunan Persepsi Masyarakat
Hasil Tangkapan
Kualitas Air
Utama

Penetapan Menguji Kualitas Air


Identifikasi karakteristik
Lokasi Sampel Fisik, Kimia dan Biologi
umum teluk pamukan

Perbandingan dengan
Memetakan pola sebaran bakumutu kesesuaian
kualitas air dan skala mutu lingkungan
air teluk pamukan.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


23

Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengumpulkan data tentang

pemanfaatan ekositem teluk baik dari aktivitas industri maupun aktivitas

masyarakat, mengingat daerah teluk telah menjadi sentral aktivitas masyarakat,

khususnya masyarakat nelayan disekitarnya dengan adanya aktivitas lain diluar

dari kegiatan masyarakat seperti perlintasan kapal-kapal pengangkut batubara, dan

aktivitas bongkar muat sehingga memunculkan isu-isu negatif yang berkembang

di masyarakat.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan data tentang isu

degradasi lingkungan baik perubahan kualitas air secara visual, data penurunan

hasil tangkapan hingga pesepsi masyarakat tentang aktivitas lain selain aktivitas

masyarakat dan isu perubahan lingkungan pada ekosistem teluk pamukan.

Langka ketiga yang dilakukan yaitu melakukan identifikasi kualitas air

untuk mengetahui status kondisi Kualitas air di daerah teluk Pamukan.


24

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian berada dalam batas Kecamatan Pamukan Selatan dan

Kecamatan Sampanahan Desa Tanjung Samalantakan, Desa Rampa Cengal, dan

Desa Rampa Manunggul.

Titik pengambilan sampel ditentukan sebanyak 5 tempat, masing-masing

untuk mewakili, muara sungai, daerah penangkapan, sekitar permukiman, area

bongkar muat dan area keluar dan masuknya air laut, dari dan menuju teluk.

Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2019.

Gambar 3.2. Peta Lokasi Penelitian.


25

3.5. Metode Pengumpulan dan Analisis data

3.5.1. Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan beberapa tahapan kegiatan,

untuk mencapai tujuan. Tahapan yang dilakukan antara lain;

1.Perencanaan, 2.Persiapan Survey, 3.Survey Lapangan dan 4.Analisis

Data.

Perencanaan. Tahap perencanaan merupakan tahap awal dari kegiatan

penelitian, kegiatan dalam tahapan perencanaan ini yaitu, melakukan

pengumpulan data awal seperti laporan penelitian sebelumnya yang

pernah dilakukan di daerah tersebut, hasil interpretasi Citra Satelit dan

persiapan metode-metode yang akan digunakan.

Persiapan Survey. Sebelum melakukan kegiatan survey dilapangan,

hal yang penting untuk dilakukan yaitu memersiapkan peta sebagai

acuan. Sehingga sampai dilokasi penelitian, situasi sudah tergambar.

Peta dasar dapat dibuat dari peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh

Badan Informasi Geospasial.

Pelaksanaan Survey. Kegiatan survey lokasi dilakukan pengambilan

data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh

dengan melakukan pengamatan secara lansung di lokasi penelitian, dan

melalui wawancara atau diskusi dengan nelayan. Sedangkan

pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi terkait sebagai

sumber data informasi. Survey lokasi ini dibagi menjadi dua tahapan

kegiatan yaitu, melakukan pengambuilan data kondisi perairan dan data

sosial masyarakat.
26

a. Kualitas Air

Parameter kuaalitas air yang diambil terdiri dari, parameter Fisik,

Kimia, Biologi:

Fisika: 1.Suhu, 2.Kecerahan, 3. Padatan Tersuspensi Total. Kimia:

1.pH, 2.Salinitas, 3.Oksigen Terlarut, 4.BOD, 5.Amoniak, 6. Fosfat,

7.Nitrat, 8.Minyak Lemak. Biologi: Fhytoplankton

b. Persepsi Masyarakat

Data yang diperlukan untuk kajian Persepsi masyarakat nelayan

Adalah mendapatkan informasi respon dan pendapat masyarakat

nelayan dengan tujuan memahami persepsi terhadap kegiatan industri

yang berjalan di area teluk pamukan, tujuan lainnya yaitu mempelajari

karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar teluk pamukan.

pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara, semi

focus group discussion (SFGD). serta observasi secara lansung

terhadap perilaku dan konsisi Masyarakat Nelayan. Penentuan

responden dan informasi dipilih dengan cara purposive sampling

dengan pertimbangan kepadatan dan konsentrasi penduduk. Jumlah

sampel ditetapkan sebanyak 5-20% responden dari jumlah nelayan hal

tersebut sependapat dengan (Fandeli, 2004) yang disesuaikan dengan

kondisi dilapangan dan mempertimbangkan keterwakilan populasi.

Data sekunder dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan menafsirkan

hasil dari data yang diperoleh.


27

3.5.2. Analisis Data

a. Kualitas Air

Data hasil pengamatan dihimpun untuk dijadikan bahan

pembahasan, dari hasil analisa kualitas air dapat dilakukan penentuan

skala parameter, dan penentuan Skala mutu Air.

Penentuan Skala Parameter. Dalam pengambilan keputusan, untuk

menentukan status atau kriteria kualitas lingkungan di masing-masing

parameter kualitas air diperlukan skala sebagai pembatas. Banyaknya

parameter yang bersifat kualitatif yang sulit diukur dan tidak

memungkinkan adanya angka kuantitatif dalam perhitungan prediksi,

oleh karena itu perlu dibuatkan konfersi ke dalam bentuk angka-angka

skala. Untuk membuat skala tersebut diperlukan adanya tabel bantuan

yang memuat kriteria berbagai parameter kualitas air, (Fandeli, 2011).

Kriteria ini dibuat dari skala 1 yang menunjukkan bahwa kriteria

yang sangat buruk sampai dengan skala 5 dengan kriteria sangat baik.

Tabel 3.1. Skala kualitas lingkungan kondisi parameter kualitas air

Parameter / Kualitas Kriteria yang


Skala
Satuan Lingkungan Digunakan
Fisika
Sangat Baik 5 20-32
Baik 4 19-18 dan 33-34
Suhu (oC) Sedang 3 17-16 dan 35-36
Buruk 2 15-14 dan 37-38
Sangat Buruk 1 <14 dan >38
Sangat Baik 5 >3
Baik 4 2,3-3
Kecerahan (m) Sedang 3 1,5-2,2
Buruk 2 0,6-1,4
Sangat Buruk 1 <0,6
Padatan Sangat Baik 5 <80
28

Parameter / Kualitas Kriteria yang


Skala
Satuan Lingkungan Digunakan
Tersuspensi Total Baik 4 80-93
(TSS) Sedang 3 85-93
( Mg/l) Buruk 2 93-100
Sangat Buruk 1 >100
Kimia
Sangat Baik 5 6,5 – 8,5
Baik 4 4,5-6,4 dan 8,6-10,5
pH Sedang 3 2,5-4,5 dan 10,5 12,5
Buruk 2 0,5-2,5 dan 12,5-14,5
Sangat Buruk 1 <0,5 dan >14,5
Sangat Baik 5 25-30
Baik 4 10-24 dan 31-40
Salinitas (ppm) Sedang 3 00,5-0,9 dan 41-60
Buruk 2 0-0,5 dan - 61-80
Sangat Buruk 1 0 dan >80
Sangat Baik 5 >5
Oksigen Terlarut Baik 4 4-5
(DO) Sedang 3 3,1-4
( Mg/l) Buruk 2 2-3
Sangat Buruk 1 <2
Sangat Baik 5 <20
Baik 4 20-30
BOD5
Sedang 3 31-40
( Mg/l)
Buruk 2 41-50
Sangat Buruk 1 >50
Sangat Baik 5 <0,3
Amoniak total Baik 4 0,4-0,5
(NH3-N) Sedang 3 0,6-0,7
( Mg/l) Buruk 2 0,8-0,9
Sangat Buruk 1 >0,9
Sangat Baik 5 <0,015
Baik 4 0,015- 0,2
Fosfat (PO4-P)
Sedang 3 0,3-1
( Mg/l)
Buruk 2 1,1-2
Sangat Buruk 1 >2
Sangat Baik 5 < 0,008
Baik 4 10
Nitrat (NO3-N)
Sedang 3 15
( Mg/l)
Buruk 2 20
Sangat Buruk 1 >20
Sangat Baik 5 <1
Minyak Lemak Baik 4 2
( Mg/l) Sedang 3 3
Buruk 2 4
29

Parameter / Kualitas Kriteria yang


Skala
Satuan Lingkungan Digunakan
Sangat Buruk 1 ≥5
Biologi
Sangat Baik 5 >40.000
Kelimpahan Baik 4 19500-40.000
Plakton Sedang 3 1000-19500
( Sel/liter) Buruk 2 500-999
Sangat Buruk 1 <500

Penentuan Skala Mutu Air. Metode Indeks Pencemaran merupakan

salah satu metode untuk penentuan status mutu air yang umum

digunakan. Dengan metode Indeks Pencemaran ini dapat diketahui

parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu

air. Secara prinsip metode Indeks Pencemaran adalah membandingkan

antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan

peruntukan guna menentukan status mutu air. Sumitomo dan Nemerow

(1970), Universitas Texas, A.S., mengusulkan suatu indeks yang

berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu

peruntukan. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP)

ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat

menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan

tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas

akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok

parameter kualitas yang independent dan bermakna. Definisi dan

Prosedur Penggunaan indeks pencemar tercantum dalam Peraturan

menteri negara lingkungan hidup, No. 115 tahun 2003.


30

b. Analisis Persepsi Masyarakat

Pendekatan modifikasi wawancara standar digunakan untuk

memperoleh informasi tentang persepsi masyarakat terhadap aktivitas

di perairan teluk pamukan, (Kerlinger, 2006). Tujuan dari wawancara

adalah untuk mengidentifikasi isu-isu perikanan dan isu-isu sosial yang

berkaitan dengan perikanan. Isu-isu yang muncul akan berpotensi

menjadi koflik kepentingan, sehingga potensi konflik ini penting untuk

dinilai. (Sofia, 2016)

Penilaian terhadap potensi konflik sebagai berikut:

Berpotensi konflik tinggi =1

Berpotensi Konflik Sedang =2

Kurang berpotensi Konflik =3

3.5.3. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan Penelitian. Untuk menunjang kesempurnaan kegiatan

penelitian beberapa alat dan bahan yang diperlukan.

Tabel 3.2 . Alat dan bahan Penelitian

No. Nama Alat Kegunaan


1. Alat Tulis Pencatatan/perekaman data amatan
2. Kapal Alat transportasi laut survey
3. Global Positiioning System Untuk menentukan posisi objek amatan
(GPS) di permukaan bumi sehingga proses
analisis dapat berlangsung secara
geografis
4. Kompas Penentuan arah objek
5. Stopwatch Penghitungan rentang waktu amatan
6. Drague drifter/Current meter Untuk mengukur kecepatan arus
7. DO-Meter Untuk mengukur Kandungan Oksigen
secara langsung di lapangan
8. pH-Meter Untuk mengukur keasaman secara
langsung di lapangan
31

No. Nama Alat Kegunaan


9. Refrakto-Meter Untuk mengukur salinitas/kadar garam
lansung di lapangan
10. Botol Sampel: Botol Plastik Menyimpan Contoh air untuk dibawa
dan Botol Kaca ke Laboratorium
11. Meteran Untuk mengukur kedalaman air atau
dasar perairan
12. Planktonet Untuk mengambil contoh
phytoplankton
32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

4.1.1. Karakteristik Umum Lokasi Penelitian

a. Kondisi Geografis

Secara geografis Teluk Pamukan Terletak antara 2°30'53.16"S sampai

dengan 2°34'34.49"S dan 116°28'47.65"T sampai dengan 116°28'47.21"T

secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Pamukan Selatan,

Kabupaten Kotabaru, teluk Pamukan, dikelilingi beberapa Desa Pesisisr;

Desan Rampa Menunggul di sebelah Barat, Desa Sakadoyan di Sebelah

Utara, Desa Rampa Cengal di sebelah Timur Laut, Desa Sesulung di

Sebelah Timur dan Desa Tanjung Samalantakan di sebelah Selatan.

Berjarak kurang lebih ±83 km atau ±45 Mill Laut dari Ibu Kota Kabupaten

Kotabaru.

Gambar. 4.1. Peta Situasi Teluk pamukan


33

Transportasi menuju teluk pamukan dan Desa disekitarnya dari Ibu Kota

kabupaten melalui jalur laut, dengan menggunakan kapal penumpang

reguler. Wilayah teluk Pamukan berbatasan dengan Kecamatan

Sampanahan di sebelah Barat sampai dengan Barat Laut, dan Selat

Makassar di sebelah Selatan.

b. Keadaan Penduduk

Tiga desa disekitar teluk pamukan mayoritas penduduknya beraktivitas

sebagai nelayan di Tekluk Pamukan. Yaitu Desa Rampa Menunggul, Desa

Rampa Cengal dan Desa Tanjung Samalantakan.

Jumlah Penduduk Desa Rampa Cengal = 2.223 Jiwa, Jumlah Nelayan =

754 orang. Penduduk Desa Tanjung Samalantakan = 1.866 Jiwa terdiri

dari Laki-laki 970 jiwa dan Perempuan 896 jiwa. Jumlah nelayan

sebanyak 466 orang. Penduduk Desa Rampa manunggul, sebanyak 1.370

Jiwa, dan jumlah Nelayan sebanyak 411 Orang.

c. Kegiatan Perikanan

Desa-desa di sekeliling perairan teluk pamukan merupakan daerah

perikanan pantai di kabupaten kotabaru. Hal ini didukung dengan adanya

beberapa pengepul ikan di setiap desa. Nelayan di daerah tersebut masih

tergolong nelayan pesisir karena wilayah penangkapannya tidak lebih dari

4 mil laut dari garis pantai. Aktivitas nelayan di teluk pamukan tidak

mengenal musim, hanya alat tangkap yang berganti sesuai dengan musim

jenis tangkapan sehingga aktivitas nelayan berlansung sepanjang tahun.


34

Secara umum ada empat jenis tangkapan utama nelayan teluk pamukan

yaitu udang putih/manis (Penaeus merguiensis), Kerangdara (Anadara

granosa) Kepiting Bakau (Scylla) Rajungan (Portunidae), selain dari

empat jenis tangkapan utama, terdapat pula berbagai jenis ikan ekonomis

lainnya seperti bawal, kakap, kerapu, pari dan berbagai macam ekonomis

lainnya.

Gambar. 4.2. Peta lokasi penangkapan, Jalur Pelayaran dan Daerah Bongkar Muat

d. Sarana dan Prasaran

Sarana transportasi utama yang digunakan yaitu transportasi laut, sehingga

setiap masing-masing Desa pesisir memiliki satu pelabuhan/dermaga

utama, sebagai tempat bersandarnya kapal reguler, transportasi laut

sebagai penghubung antar Desa, Kecamatan dan menuju ibu kota

(Kotabaru). Jalur transportai darat setiap saat dapat digunakan dengan


35

kendaraan roda dua, namun dengan kendaraan roda empat hanya dapat

digunakan saat musim kemarau karena kondisi jalan yang tidak ber aspal.

Di Desa Rampa manunggul tidak terdapat akses transportasi darat menuju

desa lain atau ke ibu kota, karena letak desa yang dikelilingi oleh teluk dan

terusan, sehingga dengan transportasi yang menjadi satu-satunya akses

menuju Desa lain.

Fasilitas penerangan atau listrik disetiap desa adalah pembangkit listrik

tenaga disel (PLTD) milik PT. PLN, ini hanya terdapat di Ibukota

Kecamatan, seperti di Desa Tanjung samalantakan, sedangkan pada desa

desa lain hanya menggunakan PLTD Swadaya dengan kapasitas yang

terbatas.

Fasilitas pendidikan disetiap desa masing-masing 2 buah SD dan 1

SMP, fasilitas kesehatan setiap 1 puskesmas di Ibukota Kecamatan dan

Puskesmas pembantu di masing-masing desa.

e. Aktivitas

Sebagaimana perairan umum lainnya, teluk pamukan merupakan

ekosistem perairan yang lengkap yang menyimpan kekayaan perain, hal

tersebut mendasari kawasan ini menjadi tujuan ekploitasi bagi masyarakat

setempat. Perairan teluk pamukan telah dimanfaatkan sejak lama oleh

masyarakat setempat untuk melakukan aktivitas penangkapan hasil-hasil

laut, baik secara tradisional maupun secara modern.

Sejak belasan tahun terakhir, seiring dengan perkembangan industri,

pemanfaatan teluk turut bertambah, yang sebelumnya hanya terdapat

aktivitas nelayan dan lalulintas transportasi laut, kini dimanfaatkan sebagai


36

kawan pelabuhan, kawasan bongkar muat laut, dan lalulintas perkapalan

industri.

1). Aktivitas Masyarakat

Sebagai kawasan perairan yang dikelilingi desa pesisir atau dekat

dengan permukiman, teluk pamukan menjadi tujuan utama daerah

penangkapan bagi nelayan setempat, khususnya nelayan pinggir atau

nelayan yang menggunakan perahu kecil. Masyarakat beraktivitas di

perairan teluk pamukan sepanjang tahun, siang dan malam, sesuai dengan

musim tangkapan, baik di pinggiran atau di pantau maupun di tengah teluk

hingga menuju laut (selat makassar).

Aktivitas lain masyarakat yang terus berlansung di perairan teluk yaitu

aktivitas transportasi laut, antar desa dan menuju ibukota kabupaten.

2). Aktivitas Industri

Dalam kurun waktu belasan tahun terakhir, peningkatan pembangunan

pelabuhan khusus terus bertambah, secara lansung perairan teluk pamukan

menjadi satu satunya jalur yang dilewati untuk keluar dan masuk menuju

pelabuhan. Kapal-kapal yang melintas berupa kapal pengangkut batubara,

pengangkutan hasil minyak sawit (CPO). Aktivitas industri lainnya yang

terus berjalan yaitu, kegiatan bongkar muat barang, jenis barang berupa

kernel dan pupuk sawit, kegiatan ini berlansung di tengah teluk, rata-rata

sebanyak 2 hingga 3 buah kapal berjenis Tanker setiap bulannya yang

berlabuh di tengah teluk (hasil wawancara).


37

4.1.2. Pola Sebaran kualitas Air dan Skala Mutu Air Teluk Pamukan

Lokasi penelitian berada dalam batas Kecamatan Pamukan Selatan

termasuk dalam empat batas administrasi Desa yaitu Desa Tanjung

Samalantakan, Desa Rampa Cengal, Desa Sakadoyan dan Desa Sesulung.

Lokasi atau titik pengambilan sampel ditentukan sebanyak 5 (lima)

tempat, masing-masing untuk mewakili, muara sungai, daerah

penangkapan, sekitar permukiman, area bongkar muat dan area keluar dan

masuknya air laut, dari dan menuju teluk. Waktu Penelitian dilakukan

pada bulan Agustus 2019, terdiri dari pengambilan sampel air untuk

komponen fisik dan wawancara dengan Nelayan untuk komponen Sosial.

Tabel 4.1. Hasil Analisa Kualitas Air

Kode Lokasi
No. Parameter Satuan
ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5
A. Fisika
1. Suhu * 28,9 29,2 29,3 29,6 29,6
2. Kecerahan * M 0,35 0,41 0,18 0,70 0,72
3. TSS Mg/l 93 22 163 15 8
B. Kimia
4. pH * - 8,03 7,96 7,64 7,89 7,83
5. Salinitas * ppm 35 34 33 34 34
6. DO * Mg/l 5,3 6 4,8 6,2 6
7. BOD5 Mg/l 18,42 28,12 31,03 21,33 21,33
8. Ammoniak Mg/l
<0,01 <0,01 0,08 <0,01 <0,01
(NH3)
9. Fosfat Mg/l 0,52 0,2 1,37 0,26 0,09
10. Nitrat Mg/l 1,9 3,4 <0,1 3,2 2,1
11. Minyak Mg/l
<0,01 0,01 <0,02 0,01 <0,01
Lemak

Keterangan * Pengukuran Lansung di lapangan


38

a. Suhu

Hasil pengukuran suhu yang dilakukan secara lansung dilapangan,

masing-masing terukur: ST-1 = 28,9 oC ST-2 = 29,2 oC ST-3 = 29,3 oC

ST-4 = 29,6 oC dan ST-5 =29,6 oC. Kondisi persebaran tergambar suhu

paling tinggi berada ST -4 dan ST-5 peta sebaran suhu dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar. 4.3. Peta Sebaran Suhu

Perbandingan antara hasil pengukuran dengan skala kualitas lingkungan,

secara keseluruhan hasil pengukuran di semua stasiun pengukuran berada

pada skala 5 atau termasuk dalam skala kualitas lingkungan yang sangat

baik karena termasuk dalam kisaran antara 20⁰C-32⁰C.


39

b. Kecerahan

Pengukuran Kecerahan air lansung di lokasi penelitian dilakukan pada

siang hari dari jam 11.00 WITA sampai dengan 15.00 WITA. Hasil

pengukuran di 5 stasiun pengamatan diperoleh kecerahan masing-masing

ST-1 = 35cm ST-2 = 41cm, ST-3 = 18cm ST-4 = 70cm dan ST-5= 72.

Kecerahan tertinggi berada dilokasi tengah teluk atau pada perairan yang

dalam, kecerahan rendah berada pada muara sungai dan perairan dangkal.

Selengkapnya sebaran kecerahan dapat dilihat pada gembar berikut.

Gambar. 4.4. Peta Sebaran Kecerahan

Kriteria mutu air laut yang ideal untuk kehidupan biota air adalah antara

1,5 meter sampai dengan lebih dari 3 meter.

Skala Kualitas lingkungan untuk parameter kecerahan berada pada kisaran

1 sampai dengan 2 dengan kriteria lingkungan sangat buruk sampai

dengan buuruk.
40

c. Padatan Tersuspensi Total (TSS)

Pengukuran TSS dilakukan di laboratorium, penmgambilan contoh air

dilakukan bersamaan dengan pengukuran parameter insitu, dengan waktu

antara jam 11.00 WITA sampai dengan jam 13.00 WITA, untuk lima

stasiun, hasil analisa laboratorium menunjukkan nilai TSS tertinggi berada

pada muara sungai cengal dengan angka sebesar 163mg/l dan Nilai TSS

terendah padan stasiun 5 dengan angka 8mg/l. Berikut peta sebaran TSS.

Peta.4.5. Peta Pola Sebaran TSS

Dari hasil analisa laboratorium tersebut kemudian di bandingkan dengan

skala kualitas lingkungan, sehingga diperoleh skala 1, 2 dan skala Lima,

atau dengan kriteria Sangat Buruk sampai dengan sangat baik.


41

d. Derajat Keasaman (pH)

Hasil pengukuran pH secara lansung di lokasi penelitian atau in situ,

terukur cukup homogen kecuali pada stasiun satu yang terukur lebih tinggi

dibandingkan dengan empat stasiun lainnya berikut hasil pengukuran pH:

ST-1 = 8,03, ST-2 = 7,96, ST-3 = 7,64, ST-4 = 7,89, ST-5 = 7,83. Jika

diperhatikan pada gambar 4.6. semakin mendekati laut maka nilai pH

semakin meningkat. hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh salinitas

dari perairan laut.

Peta. 4.6. Pola Sebaran pH

Hasil pengukuran tersebut jika dibandingkan dengan skala kualitas

lingkungan maka secara keseluruhan termasuk dalam skala 5 atau dengan

kriteria Sangat baik.


42

e. Salinitas

Pengukuran kadar garam atau salinitas perairan teluk pamukan di lima

stasiun pengamatan terukur masing-masing: ST-1 = 35 ppt, ST-2 = 34 ppt,

ST-3 = 33 ppt, ST-4 = 34 ppt, ST-5 = 34 ppt. Hasil pengukuran memiliki

rentang yang sempit, namun demikian nilai salinitas yang terukur masih

menggambarkan kondisi yang sesuai dengan keadaan seharusnya atau

tidak terjadi anomali, dimana keadaan salinitas mengalami peningkatan

yang mengarah pada perairan laut, atau semakin menuju ke laut

kandungan garam air semakin meningkat.

Gambar 4.7. Peta Pola Sebaran Salinitas

Meski adanya perbedaan nilai salinitas pada daerah muara dengan perairan

laut namun secara keseluruhan nilai salinitas yang terukur di lokasi

penelitian termasuk dalam Skala 4, atau dengan Kriteria baik.


43

f. Oksigen Terlarut (DO)

Kandungan Oksigen terlalur dalam peraian di lokasi penelitian, yang

diukur secara lansung di lapangan terukur masing-masing sebesar: ST-1 =

5,3 mg/l, ST-2 = 6 mg/l, ST-3 = 4,8 mg/l, ST-4 = 6,2 mg/l, ST-5 = 6mg/l.

Meski memiliki rentang yang relatif sempit 4,8 sampai dengan 6,2 mg/l

Kandungan oksigen di perairan teluk menggambarkan kondisi yang

berpareatif, atau dengan pola zigzak, kandungan oksigen yang rendah di

perairan muara, selanjutnya meningkat di pertengahan teluk dan kembali

turun pada daerah pertemuan arus, seperti pada gambar 4.8.

Jika dibandingkan dengan Skala kualitas lingkungan maka secara

keseluruhan nilai DO yang terukur berada dalam skala 5 atau dengan

kriteria sangat baik.

Gambar. 4.8. Peta Pola Sebaran DO


44

g. Biological Oxigen demand (BOD)

Pengukuran BOD dilakukan di laboratorium, contoh air diambil

bersamaan dengan pengukuran in situ, parameter lainnya dilokasi

penelitian. Hasil analisa laboratorium, nilai BOD masing-masing: ST-1 =

18,42mg/l, ST-2 = 28,12mg/l, ST-3 = 31,03mg/l, ST-4 = 21,33mg/l, dan

ST-5 = 21,33mg/l. Pola persebaran nilai BOD menunjukkan keadaan

dimana pada setiap muara sungai terjadi peningkatan yang relatif tinggi

dibandingkan dengan daerah luar, gambar pola sebaran BOD dapat dilihat

pada peta berikut.

Gambar 4. 9. Peta sebaran BOD


45

Hasil pengukuran BOD tersebut termasuk dalam kriteria Kualitas

lingkungan sedang sampai dengan Sangat baik. Atau termasuk dalam

Skala 3 sampai dengan skala 5.

h. Ammoniak

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, secara keseluruhan kandungan

ammoniak di perairan teluk pamukan berada terdeteksi <0,001 mg/l, dan

kriteria mutu kualitas air untuk biota sebesar 0,3 mg/l.

Gambar 4.10. Peta Pola Sebaran Ammoniak

i. Fosfat (PO4-P)

Pengukuran Fosfat, sama halnya dengan pengukuran parameter lainnya

yang dilakukan di laboratorium, hasil analisis laboratorium menunjukkan

nilai masing-masing: ST-1 = 0,52mg/l, ST-2 = 0,2 mg/l, ST-3 = 1,37 mg/l

, ST-4 = 0,26 mg/l, ST-5 = 0,09 mg/l. Hasil pengukuran menggambarkan


46

perbedaan kandungan fosfa antara peraran teluk dengan muara sungai

cengal, dimana terjadi peningkatan cukup signifikan di daerah muara

sungai, meskipun demikian, secara keseluruhan nilai Fosfat yang terukur

masih berada pada Skala 4 atau dengan kriteria Baik.

Gambar 4.11 Peta Pola Sebaran Fospat

j. Minyak Lemak

Salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini yaitu minyak

dan lemak yang terkandung dalam perairan teluk pamukan. Berdasarkan

hasil analisa dilaboratorium, kandungan minyak lemak pada contoh air

yang diuji secara keseluruhan terukur sebesar 0,01 dan < 0,01 mg/l,

sedangkan kriteria mutu minyak lemak air laut untuk kehidupan biota air

sebesar 1 mg/l. Sehingga nilai skala lingkungan berada pada angka 5 atau

dengan kriteria sangat baik.


47

Gambaran persebaran minyak lemak di lokasi penelitian dapat dilihat pada

gambar 4.12.

Gambar. 4.12. Peta Pola Sebaran Minyak Lemak

k. Kelimpahan Phytoplaknton

Pengambilan contoh plankton dan pengamatannya dimaksudkan untuk

memperkuat data parameter kualitas air lainnya Sebagai salah satu

indikator kesuburan perairan. waktu pengambilan contoh plankton

dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh air untuk parameter

fisik dan kimia, pengambilan contoh plankton yaitu dengan menyaring air

lait sebanyak 20 liter kemudian disaring dengan menggunakan planktonet

kemudian di awetkan menggunakan formalin 4%. selanjutnya dilakukan

pengamatan di laboratorium. Hasil pengamatan phytoplankton dapat

dilihat pada tabel 4.3.


48

Hasil pengamatan fhytoplankton dilaboratorium ditemukan sebanyak 4

phyllum yaitu Cyanophyta, Cyanobacteria, Chloropyta dan Chrysophyta

dengan 27 genera.

Tabel 4.2. Hasil Analisa Fhytoplankton


Kode Sampel
No Phyllum Genera
ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5
Phytoplankton
1 Cyanophyta Aphanozomenon 450 20 70 120 160
Microcystis 240 - - 180 150
Oscillatoria - 100 - 90 -
2 Cyanobacteria Scytonema 60 - - - 10
Merismopedia - 40 - - -
3 Chloropyta Closterium 90 - - - -
Tetraedron - - - 170 -
Gonatozygon 50 110 100 - 60
Ankistrodesmus - 140 - - -
Pleodorina 880 400 260 1620 1160
Spirogyra - - 300 - -
Crucigenia - - 90 - -
Volvox aureus 700 250 1200 460 340
Pandorina 10 30 - - -
Ulotrix - - - 30 -
4 Chrysophyta Surirella - - 120 - -
Gyrosigma - - 20 50 110
Navicula - - 20 - 50
Fragillaria 150 190 - 1530 630
Podocystis - 20 - - -
Synedra 180 40 390 20 10
Diatoma vulgare 40 100 10 - 60
Eunotia 120 760 100 30 -
Thalassionema - - - - 640
Asterionella 550 150 60 170 70
Nitszhia 170 1100 60 340 10
Laundria 160 290 - 950 80
Kelimpahan (Sel/liter) 3850 3740 2800 5760 3540
Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 2,2689 2,1944 1,9288 1,9525 2,0002
Indeks eseragaman 0,8378 0,7915 0,7309 0,7399 0,7386
Indeks Dominasi 0,1327 0,1580 0,2303 0,1903 0,1875
Jumlah Taksa 15 16 14 14 15
49

Gambar. 4.13 Jumlah fhytoplankton


50

Tabel. 4.3. Perbandingan Skala Kualitas Lingkungan dengan hasil pengukuran

Parameter /
Kualitas Lingkungan Skala Kriteria yang Digunakan Hasil Analisa
Satuan
Fisika
Sangat Baik 5 20-32 28,9 29,2 29,3 29,6 29,6
Baik 4 19-18 dan 33-34
Suhu (oC) Sedang 3 17-16 dan 35-36
Buruk 2 15-14 dan 37-38
Sangat Buruk 1 <14 dan >38
Sangat Baik 5 >3
Baik 4 2,3-3
Kecerahan (m) Sedang 3 1,5-2,2
Buruk 2 0,6-1,4 0,70 0,72
Sangat Buruk 1 <0,6 0,35 0,41 0,18
Padatan Sangat Baik 5 <80 22 15 8
Tersuspensi Baik 4 80-93
Total (TSS) Sedang 3 85-93
( Mg/l) Buruk 2 93-100 93
Sangat Buruk 1 >100 163
Kimia
Sangat Baik 5 6,5 – 8,5 8,03 7,96 7,64 7,89 7,83
Baik 4 4,5-6,4 dan 8,6-10,5
pH Sedang 3 2,5-4,5 dan 10,5 12,5
Buruk 2 0,5-2,5 dan 12,5-14,5
Sangat Buruk 1 <0,5 dan >14,5
Salinitas (ppm) Sangat Baik 5 25-30
51

Lanjutan Tabel. 4....

Parameter /
Kualitas Lingkungan Skala Kriteria yang Digunakan Hasil Analisa
Satuan
Baik 4 10-24 dan 31-40 35 34 33 34 34
Sedang 3 00,5-0,9 dan 41-60
Buruk 2 0-0,5 dan - 61-80
Sangat Buruk 1 0 dan >80
Sangat Baik 5 >5 5,3 6 4,8 6,2 6
Oksigen Baik 4 4-5
Terlarut (DO) Sedang 3 3,1-4
( Mg/l) Buruk 2 2-3
Sangat Buruk 1 <2
Sangat Baik 5 <20 18,42
Baik 4 20-30 28,12 21,33 21,33
BOD5
Sedang 3 31-40 31,03
( Mg/l)
Buruk 2 41-50
Sangat Buruk 1 >50
Sangat Baik 5 <0,3 <0,01 <0,01 0,08 <0,01 <0,01
Amoniak total Baik 4 0,4-0,5
(NH3-N) Sedang 3 0,6-0,7
( Mg/l) Buruk 2 0,8-0,9
Sangat Buruk 1 >0,9
Sangat Baik 5 <0,015
Baik 4 0,015- 0,2 0,52 0,2 0,26 0,09
Fosfat (PO4-P)
Sedang 3 0,3-1
( Mg/l)
Buruk 2 1,1-2 1,37
Sangat Buruk 1 >2
Nitrat (NO3- Sangat Baik 5 < 0,008
52

Lanjutan Tabel. 4....

Parameter /
Kualitas Lingkungan Skala Kriteria yang Digunakan Hasil Analisa
Satuan
N) Baik 4 10 1,9 3,4 <0,1 3,2 2,1
( Mg/l) Sedang 3 15
Buruk 2 20
Sangat Buruk 1 >20
Sangat Baik 5 <1 <0,01 0,01 <0,02 0,01 <0,01
Baik 4 2
Minyak Lemak
Sedang 3 3
( Mg/l)
Buruk 2 4
Sangat Buruk 1 ≥5
Biologi
Sangat Baik 5 >40.000
Kelimpahan Baik 4 19500-40.000
Plakton Sedang 3 1000-19500 3850 3740 2800 5760 3540
( Sel/liter) Buruk 2 500-999
Sangat Buruk 1 <500
53

Tabel. 4.4. Perhitungan Indeks Pencemar

Parameter Satuan Ci Lij *) Ci/Lij Ci/Lij baru


ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5 ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5 ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5
Suhu °c 28,9 29,2 29,3 29,6 29,6 20-32 0,483333 0,533333 0,55 0,6 0,6 0,483333 0,533333 0,55 0,6 0,6
Kecerahan m 0,35 0,41 0,18 0,7 0,72 >3 0,092994 0,113954 0,035271 0,213164 0,220006 0,092994 0,113954 0,035271 0,213164 0,220006
TSS mg/l 93 22 163 15 8 80 1,1625 0,275 2,0375 0,1875 0,1 1,326965 0,275 2,545488 0,1875 0,1
pH 8,03 7,96 7,64 7,89 7,83 6,5-8,5 0,53 0,46 0,14 0,39 0,33 0,53 0,46 0,14 0,39 0,33
Salinitas ppm 35 34 33 34 34 25-30 3 2,6 2,2 2,6 2,6 3 2,6 2,2 2,6 2,6
DO mg/l 5,3 6 4,8 6,2 6 >5 0,893993 0,628253 1,074349 0,553903 0,628253 0,893993 0,628253 1,074349 0,553903 0,628253
BOD mg/l 18,42 28,12 31,03 21,33 21,33 20 0,921 1,406 1,5515 1,0665 1,0665 0,821298 1,739927 1,953759 1,139804 1,139804
Ammoniak mg/l <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Phosfat mg/l 0,52 0,2 1,37 0,26 0,09 0,015 34,66667 13,33333 91,33333 17,33333 6 8,69956 6,624694 10,80315 7,19441 4,890756
Nitrat mg/l 1,9 3,4 <0,1 3,2 2,1 0,008 237,5 425 0 400 262,5 12,87832 14,14194 0 14,0103 13,09565
Minyak/Lemak mg/l <0,01 0,01 0,01 0,01 <0,01 1 0 0,01 0,01 0,01 0 0 0,01 0,01 0,01 0

Keterangan ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5


Parameter (Ci/Lij)R 2,611497 2,4661 1,755638 2,445371 2,145861
Hasil Pengukuran Ci (Ci/Lij)M 12,87832 14,14194 10,80315 14,0103 13,09565
Bakumutu (Lij) PIj 6,570217 7,177678 5,472436 7,111054 6,635146
Hasil/Bakumutu Ci/LiJ Kriteria Cemar Sedang
Ci/Lij Baru
Pij (IP)
54

4.1.3. Persepsi Nelayan Terhada Penurunan Kualitas Air

a. Karakteristik Responden

Jumlah responden yang dapat diwawancarai atau diskusi sebanyak 43

orang dari 3 Desa masing-masing 18 Orang dari Desa Tanjung

Samalantaka, 10 Orang dari Desa Rampa Manunggul dan 15 Orang dari

Rampa Cengal, karakteristik responden yang ditemui berdasarkan Jenis

kelamin, Usia, Pendidikan, Pekerjaan sampingan dan berdasarkan Suku.

Kegiatan perikanan, khususnya perikanan tangngkap, yang di sebut dalam

bahasa lokal melaut hanya dilakukan oleh laki-laki, usia antara 15 tahun

sampai dengan 65 Tahun, pekerjaan sampingan nelayan di Desa sekitar

yaitu petani musiman, mayoritas suku yang beraktivitas di wilayah teluk

pamukan yaitu ber suku Bugi, kemudian Suku Bajau dan Banjar. Berikut

tabel karakteristik responden.

Tabel 4.5. Karakteristik Responden

No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)


A. Jenis Kelamin
1. Laki-laki 43 100
B. Umur (Tahun)
1. ≤ 20 3 6,97
2. 21-60 34 79,06
3. ≥ 60 6 13,95
4. Total 43 100
C. Pendidikan
1. SD 27 67,4
2. SPM 16 37,2
3. SMA - -
4. Total 43 100
D. Pekerjaan Sampingan
1. Petani Musiman (Menugal) 5 11,62
2. Buruh Kapal (TKBM) 38 88,37
3. Berkebun - -
55

Tabel Lanjutan
4. Pedagang - -
5. Total 43 100
E. Suku
1. Bugis 23 53,48
2. Bajau 16 37,20
3. Banjar 4 9,30
4. Total 43 100

Sumber: Data Primer 2019.

b. Isu Degradasi Lingkungan

Selain melakukan pengamatan, pengukuran serta pengambilan sampel

air, pada saat penelitian juga dilakukan diskusi dengan masyarakat pada

tiga Desa nelayan. Diskusi yang diangkat dalam pertemuan tersebut salah

satunya adalah isu Degradasi lingkungan, mengarah pada perubahan

kualitas air yang mengakibatkan penurunan hasil tangkapan dan berujung

pada persepsi masyarakat terhadap pelaku industri.

1). Isu Perubahan Kualitas Air

Aktivitas industri seperti perkebunan kelapa sawit, pertambangan

batubara, pelayaran atau pengangkutan hasil perkebunan dan hasil

pertambangan di Kabupaten Kotabaru khususnya di wilayah pamukan,

telah dimulai sejak pertengahan tahun 90an, namun masyarakat baru

merasakan adanya perubahan lingkungan sekitar tahun 2003an khususnya

perubahan pada kualitas air atau terjadi penurunan kualitas air ditandai

dengan perubahan warna air, perubahan warna tersebut dari sebelumnya

jernih menjadi kemerahan, pada titik titik tertentu. Selain dari perubahan

warna air terjadi peningkatan kekeruhan khususnya jika kapal-kapal


56

besar tengah melintas di perairan teluk. 90,7% responden menyatakan

pendapat bahwa terjadi perubahan kualitas air selama 20 tahun terakhir,

yang disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu, partikel sedimen dari daerah

hulu, lalulintas kapal dan Limbah dari industri.

2). Isu Penurunan Hasil Tangkapan

Aktivitas nelayan di teluk pamukan telah berlansung secara turun

temurun bahkan sebelum indonesia merdeka (Tokoh Masyarakat), di awal

aktivitas perikanan di teluk pamukan hanya untuk kebutuhan konsumsi

lansung atau kebutuhan keluarga dan jumlah nelayanpun terhitung sangat

sedikit, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka jumlah

nelayan pun semakin bertambah, diperkirakan sekitar tahun 1980an desa-

desa disekitar teluk banyak masyarakat yang beralih menjadi nelayan atau

sebagai pencaharian alternatif, namun pencaharian utama tetap sebagai

petani.

Dimulai dari adanya pengepul lokal hasil perikanan dan melimpahnya

sumberdaya perikanan sejak akhir tahun 1980 sampai dengan awal tahun

1990an peningkatan jumlah nelayan yang cukup signifikan, namun alat

tangkap yang digunakan masih mengandalkan alat tangkap tradisional.

Adanya isu penurun an hasil tangkapan nelayan dimulai sejak tahun

2000an sehingga terjadinya pergeseran lokasi penangkapan menuju ke laut

yang lebih jauh dari permukiman, khususnya bagi nelayan yang

menggunakan perahu mesin. Penurunan hasil tangkapan selama 20 tahun

terakhir disampaikan oleh 76,74% Responden, disebabkan oleh adanya


57

pencemaran perairan, bertambahnya jumlah nelayan serta terjadinya

perpindahan lokasi penangkapan menuju laut yang lebih jauh.

c. Pesepsi Nelayan

Nelayan beranggapan bahwa terjadi perubahan kualita air di lokasi

mereka melakukan penangkapan ikan penurunan kualitas air sejak 20

tahun terakhir, hal ini disampaikan oleh 90,70% responden, sumber

dampak dari partikel sedimen dari daerah hulu, aktivitas lalulintas kapal

dan adanya limbah industri, hal ini disampaikan oleh 41,19% responden,

Dengan adanya aktivitas lalulintas perkapalan dan aktivitas bongkar muat

barang di tengah teluk, 44,19% responden menyatakan sangat terganggu,

37,21% menyampaikan terganggu dan 18,60% menyatakan tidak

terganggu oleh lalulintas kapal.

Terjadinya penurunan hasil tangkapan selama 20 tahun terakhir dirasakan

oleh 76,74% responden, sedangkan 9,30% menyatakan tidak ada terjadi

perubahan dan 13,95% menyampaikan tidak tahu. Penurunan hasil

tangkapan ikan disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu adanya

pencemaran perairan, bertambahnya jumlah nelayan dan terjadinya

perpindahan lokasi penangkapan, hal ini disampaikan oleh 62%

responden, sedangkan 25,58% responden menyatakan tidak tahu dan

11,63% responden ragu-ragu. Pendapat terjadinya penurunan hasil

tangkapan yang disebabkan beberapa faktor tersebut diatas sampai dengan

dilakukannya penelitian ini belum temukan data yang mendukung, serta

belum ada kepastian zonasi perairan di area teluk pamukan.

Hasil wawancara dengan nelayan dirangkum dalam tabulasi data. Berikut

tabel persepsi responden terhadap gangguan lingkungan.


58

Tabel 4.6. Persepsi responden terhadap gangguan lingkungan

Skor Persentaase
No. Uraian
1 2 3 1 2 3
Terjadi perubahan kualitas air,
1. (Pencemaran lingkungan Perairan) 20 39 0 4 90,70 0 9,30
tahun terakhir
2. Sumber pencemar 18 15 10 41,86 34,88 23,26
3. Gangguan dari aktivitas industri & kapal 19 16 8 44,19 37,21 18,60
Terjadi penurunan hasil tangkapan 20
4. 33 4 6 76,74 9,30 13,95
tahun terakhir
5. Penyebab penurunan hasil tangkapan 27 11 5 62,79 25,58 11,63
Rata-Rata 63,26 21,80 15,95
Keterangan: Kuisioner pada Lampiran.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Umum Teluk Pamukan

Teluk Pamukan berada di utara Kabupaten Kotabaru dikelilingi beberapa

desa pesisir yang meupakan daerah perikanan pantai, pekerjaan utama masyarakat

desa pesisir adalah nelayan tangkap, termasik dalam golongan nelayan peisir

yang masih beroperasi di perairan teluk dan di selat makassar dengan jarak kurang

dari 4 mill laut.

perairan teluk pamukan berbatasan lansung dengan perairan selat

makassar, pergerakan arus dari teluk menuju arah tenggara dan lansung keluar ke

perairan selat makassar, sebaliknya air laut akan masuk menuju teluk pada saat air

pasang.

Kondisi Pasang Surut

Tipe pasangsurut yang terjadi di perairan Teluk Pamukan adalah tipe

pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), karena dalam satu hari terjadi dua

kali pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang hampir sama dalam peride

rata-rata 12 jam denagn periode yang teratur, (Pariwono 1989).


59

Dalam masa air pasang dan surut terjadi pergerakan yang sangat signifikan pada

jam tertentu, pada saat ini pergerakaan air yang dapat mempengaruhi konsisi

perairan sekitarnya.

Pada saat air surut, dari ± jam 10.00 pagi sampain dengan jam 13, Pergerakan arus

air dari tiga sungai utama yaitu sungai Cengal, Sungai Durian dan Sungai

Sampanahan, menuju ke teluk kemudian tercampur dan bergerak ke arah

tenggara, selanjutnya menuju laut. Pergerakan arus pada kondisi seperti ini

membawa material dari daerah hulu menuju ke perairan teluk. Sebaliknya pada

saat air pasanga sekitar jam ±13.30/14.00 sampai dengan jam 17.00 pergerakan air

laut dari selat makassar masuk menuju teluk pamukan dan tertahan hanya sampai

di muara-muara sungai akibat dorongan air sungai yang masih bergerak menuju

laut, pada ± jam 16.00 air laut baru mulai perlahan masuk ke parairan sungai

seiring dengan melemahnya dorongan air yang akan keluar.

Proses pergerakan arus air secara alami seperti ini menyebabkan percampuran air

laut dengan air sungai yang datang dari hulu beserta dengan berbagai material

bawaannya, percampuran air ini yang berpengaruh terhadap perubahan parameter

kualitas air, seperti suhu, kecerahan, salinitas, dan parameter kimia lainnya,

selanjutnya yang akan mempengaruhi fluktuasi produksui perikanan di dalamnya,

sesuai dengan pendapat Gonzalez ortegon et al. (2016) dan Contardo dan

Symonds (2015). Menyatakan bahwa fluktuasi produksi dipengaruhi adanya

perubahan suhu, salinitas, perilakuu arus lepas pantau dan gelombang pasang

surut. Pendapat yang sama disampaikan oleh (Romimoharto dan Sri Juwana

2009), bahwa pasang berpengaruh besar terhadap kehidupan biota laut, khususnya

di sekitar pantai. Seperti halnya disampaikan oleh (Nontji, 2008). Bahwa


60

pergerakan muka air laut akibat arus dari dalam sungai meningkatkan kekeruhan

atau menurunkan kecerahan yang dapat menggagu kehidupan biota laut.

Gambar . 4.14. Peta Situasi Perairan Teluk Pamukan saat Air Surut
61

Gambar . 4.15. Peta Situasi Perairan Teluk Pamukan Saat Air Pasang

4.2.2. Sebaran kualitas Air dan Skala Mutu Air Teluk Pamukan

Secara umum teluk pamukan seluas ± 90 Km2 area yang dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, dari luas tersebut di tentukan sebanyak

lima titik pengukuran dan pengambilan contoh air untuk mewakili daerah masing-

masing; Titik pengambilan contoh untuk mewakili daerah pertemuan antara air

laut dengan perairan teluk, diberi kode ST-1, untuk mewakili salah satu daerah

penangkapan yang aktivitas cukup tinggi yaitu ST-2, untuk mewakili Muaras

Sungai Cengal ST-3, untuk mewakili area labuh kapal, atau bongkar muat di ST-4

dan untuk mewakili lokasi pertemuan antara dua sungai, yaitu Sungai Durian dan

Sungai Sampanahan pada ST-5. Contoh air yang telah diambil selanjutnya

dibawa dan dianalisis di Laboratorium Kualitas Air Hidro Bioekologi Fakultas

Perikanan Universitas Lambung Mangkurat. Berikut hasil analis laboratorium.


62

Tabel 4.7. Hasil Analisa Kualitas Air perbandingan dengan kriteria mutu air laut

Kode Lokasi Baku


No. Parameter Satuan
ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5 Mutu
A. Fisika
1 Suhu °C 28,9 29,2 29,3 29,6 29,6 Alami
2 Kecerahan M 0,35 0,41 0,18 0,70 0,72 >3
3 TSS Mg/l 93 22 163 15 8 80
B. Kimia
4 pH - 8,03 7,96 7,64 7,89 7,83 6,5 – 8,5
5 Salinitas * ppm 35 34 33 34 34 Alami
6 DO * Mg/l 5,3 6 4,8 6,2 6 >5
7 BOD5 Mg/l 18,42 28,12 31,03 21,33 21,33 20
8 Ammoniak (NH3) Mg/l <0,01 <0,01 0,08 <0,01 <0,01 0,3
9 Fosfat Mg/l 0,52 0,2 1,37 0,26 0,09 0,015
10 Nitrat Mg/l 1,9 3,4 <0,1 3,2 2,1 0,008
11 Minyak Lemak Mg/l <0,01 0,01 <0,02 0,01 <0,01 1

Sumber: Hasil analisa laboratorium

a. Parameter Fisika

Tiga parameter fisika kualitas air yang di ambil yaitu; suhu, kecerahan dan TSS.

Suhu, Secara keseluruhan nilai pengukuran suhu yang dilakukan secara

lansung dilapangan berkisar antara 28,9°C sampai dengan 29,6°C dalam baku

mutu untuk habitat biota laut nilai suhu yang ideal untuk tumbuh dan

berkembangnya biota perairan dalam suhu alami (KepmenLH) No 51 Thn 2004).

Menurut Romimoharto dan Juwana, (2009) suhu alami air laut berkisar antara

0°C sampai dengan 33°C. untuk kehidupan biota perairan kisaran suhu alami

yang dimaksud dapat diterjemahkan dari pendapat Effendi, (2003) yang

menyatakan bahwa kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fhytoplakton antara

20°C sampai dengan 30°C.


63

Kecerahan, Pengukuran kecerahan secara lansung dilapangan dilakukan

mulai dari jam jam 11.00 WITA sampai dengan 15.00 WITA. Kondisi perairan

teluk pamukan pada saat pengukuran sedang surut, hasil pengukuran

menunjukkan nila antara 0,35m sampai dengan 0,72m, jika dibandingkan dengan

kriteria mutu air laut maka secara keseluruhan nilai kecerahan tidak memenuhi

kriteria mutu (3 meter). Serupa dengan pendapat Menurut Romimoharto dan

Juwana, (2009), yang menyatakan bahwan intensitas cahaya memegang peranan

penting dalam pertumbuhan fhitplankton. Kekeruhan yang tinggi dapat membatasi

proses fotosintetidan dan mempengaruhi produktifitas primer, Oddum (1971).

Kekeruhan yang tinggi dilokasi penelitian disebabkan oleh bahan tersuspensi yang

diakibatkan oleh pergerakan arus serta partikel-partikel bawaan dari hulu/sungai,

Effendi (2003).

Padatan tersuspensi, Hasil analisa dilaboratorium, nilai TSS yang terukur

berkisar antara 8 mg/l sampai dengan 163mg/l. Nilai tersebut jika dibandingkan

dengan kriteria mutu air laut pada maksimal 80mg/l, maka terdapat dua lokasi

yang tidak memenuhi kriteria yaitu pada ST-1 dan Pada ST-3. Lokasi pada ST-1

murupakan lokasi pertemuan antara air laut dengan perairan teluk, pengukuran

dilakukan pada jam 11.00Wita dan saat ini pada air surut dengan kedalaman 6

meter, jenis subtrat dasar perairan adalah lumpur berpasir. Stasiun pengukuran

lainnya yang memiliki nilai TSS yang diluar dari kriteria mutu yaitu pada ST-3

atau muara sungai cengal, kekeruhan di lokasi ini disebabkan oleh pertemuan arus

dari dalam sungai dengan perairan teluk, kedalaman 2,34m dengan subtrat dasar

peraian adalah lumpur halus oleh sebab itu nilai TSS di muara sungai cengal

memiliki TSS yang sangat tinggi.


64

b. Parameter Kimia

Parameter kimia air yang diuji sebanyak delapan parameter, empat

diantaranya berada diluar kriteria mutu dan empat parameter lainnya secara

keseluruhan masih berada pada kisaran syarat untuk kehidupan bita air.

Parameter kimia yang masih sesuai dengan kriteria mutu yaitu: a). pH, berkisar

antara7,64 sampai dengan 8,03, kriteria yang dipersyaratkan antara 6,5 sampai

dengan 8,5. b). Salinitas 33ppm sampai dengan 35ppm. c). Ammoniak, kriteria

air laut untuk ammoniak sebesar 0,3 Mg/l, sedangkan hasil uji laboratorium

berada pada nilai <0,01Mg/l kecuali pada ST-3 dengan nilai 0,08 Mg/l namun

masih berada pada kisaran yang dipersyaratkan untuk kehidupan biota. d).

Minyak Lemak, secara keseluruhan pada titik pangambilan contoh nilai minyak

lemak berada dibawah kriteria mutu, nilai hasil uji 0,01 Mg/l dan <0,01 Mg/l,

sedangkan kriteria mutu 1mg/l.

Parameter kimia yang berada di luasr kriteria mutu: a). DO, kandungan oxigen

terlarut yang cekup rendah hanya pada ST-3 atau pada muara sungai Cengal, yaitu

4,8Mg/l sedangkan kriteria mutu >5 Mg/l namun pada empat titik pengukuran

lainnya masih berada dalam kriteria mutu air laut untuk kehidupan biota air.

Rendahnya jumlah oksigen di muara sungai cengal sangat berkaitan dengan lokasi

yang berada pada pertemuan arus dari sungai, membawa partikel-partikel dari

hulu, meningkatkan kekeruhan adanya pergerakan massa air (turbulence) serta

berbagai limbah yang masuk ke badan air, Effendi (2003). b). BOD, salah satu

parameter yang tidak masuk dalam kriteria mutu adalah BOD hasil analisa

menunjukkan nilai antara 18,42mg/l sampai dengan 31,03mg/l, kriteria mutu air

laut yaitu 20mg/l sehingga hanya pada ST-1 yang masih memenuhi kriteria mutu,
65

tingginya nilai BOD di lokasi penelitian berhubungan dengan banyaknya jumlah

bahan organik yang terkandung didalam perairan, sehingga kebutuhan oksigen

untuk mengurai sangat tinggi, Sastrawijaya, (2009). c). Fosfat, kriteria mutu air

laut untuk parameter fosfat ditentukan sebesar 0,015, pada lokasi penelitian

terdapat satu lokasi yang tidak memenuhi kriteria mutu yaitu pada ST-3 atau pada

muara sungai Cengal, keberadaan kandungan fosfat yang relatif besar di lokasi

tersebut disebabkan dengan tingginya kekeruhan akibat berbagai partikel yang

larut dari daerah hulu, fosfor terbawa dan mengendap bersama dengan sedimen

duiperairan (Jeffries dan Mills, 1996). d). Nitrat. Kandungan nitrat pada perairan

lokasi penelitian berkisar antara <0,1mg/l sampai dengan 3,4mg/l. Nitrat terendah

pada ST-3 dan tertinggi pada ST-2, jika dibandingkan dengan kriteria mutu air

laut maka dari lima lokasi pengambilan contoh maka telah berada diluar kisaran

kriteria mutu, kecuali ST-3. Nitrat sangat mudah ditemukan diperairan dan

sumber utama nitrat berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk

secara intensif maupun dari kegiatan domestik (Effendi, 2003).

c. Parameter Biologi

Plankton, Penting dilakukan pengukuran atau pengujian fhytoplankton dalam

penelitian ini, karena erat keterkaitan antara pencemaran lingkunga, plankton dan

perikanan. Plankton menjadi salahsatu indikator kesuburan perairan, (Magurran

1988) fhytoplankton menjadi sumber pakan tingkat I, (Nonji 2008).

Kelimpahan fhitoplankton di lokasi penelitian berkisar antara 2.800 sel/liter

sampai dengan 5.760 sel / liter jumlah kelimpahan terendah pada stasiun 3 atau

pada muara sungai cengal, dan kesuburan tertingi pada Stasiun 1, atau pada

pertemuan antara air laut dengan air yang keluar dari teluk, di sebelah tenggara
66

Teluk pamukan. Jumlah kelimpahan ini jikan dibandingkan dengan pendapat

magurran, (1988) maka perairan di lokasi penelitian tergolong dalam tingkat

kesuburan sedang karena berada dalam kisaran kelimpahan antara 1.000 sampai

dengan 40.000 sel/liter. Perolehan hasil perhitungan kelimpahan phytoplankton ini

bersesuaian dengan tingkat kecerahan, dimana lokasi pada stasiun tiga memiliki

kecerahan lebih rendah dibandin gkan dengan empat lokasi lainnya, yaitu hanya

18 cm. Kondisi ini sangat sesuai dengan pendapat Nontji ( 2008) yang

menyatakan bahwa tingkat kekeruhan dapat berpengaruh terhadap aktivitas

produksi biota laut, pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Romimoharto

dan Juwana yang menyatakan bahwa, jumlah cahaya yang dapat menembus

permukaan laut memegang peranan penting bagi pertumbuhan fhytoplankton.

Indeks keanekaragaman dapat menggambarkan keadaan struktur komunitas

perairan, Magurran (1988).

Hasil perhitungan Keanekaragaman jika dihubungkan dengan keadaan struktur

komunitas maka secara keseluruhan, pada titik pengangambilan contoh, termasuk

dalam struktur komunitas yang stabil.

Indeks keseragaman dapat menggambarkan penyebaran individu antar spesies, hal

ini dikemukankan oleh (Krabs, 1989). Keadaan penyebaran jenis dalam

komunitas di lokasi penelitian terbagi menjadi dua kategori, yaitu pada Stasiun I,

dengan indeks sekeragaman 0,8378 termasuk dalam penyebaran yang sangat

merata dengan kategori sangat baik. Sedangkan pada empat stasiun lainnya

termasuk dalam penyebaran yang lebih merata dengan kategori baik, karena

termasuk dalam kisaran kisaran indeks keseragaman antara 0,6 -0,80. (Krabs,

1989).
67

Tabel. 4.8. Hasil Perhitungan Phytoplankton

Lokasi ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5


Kelimpahan (Sel/liter) 3850 3740 2800 5760 3540
Indeks Keanekaragaman
(Shannon-Wiener) 2,2689 2,1944 1,9288 1,9525 2,0002
Indeks Keseragaman 0,8378 0,7915 0,7309 0,7399 0,7386
Indeks Dominasi 0,1327 0,1580 0,2303 0,1903 0,1875
Jumlah Taksa 15 16 14 14 15

Sumber: Data diolah

d. Skala kualitas lingkungan

Penentuan skala kulitas lingkungan dibuat untuk menentukan

statuslingkungan setiap nilai masing-masing paramer kualitas air, (Fandeli, 2011).

Hasil pengukuran dan analisis dibandingkan dengan tabel kriteria dari pembagian

angka kriteria mutu air laut.

Berdasarkan hasil pengukuran secara lansung dilapangan dan hasil analisis di

laboratorium: a). Suhu, secara keseluruhan nilai skala parameter suhu berada di

angka 5 atau termasuk dalam kriteria lingkungan yang sangat baik. b). Kecerahan

pada ST-1, ST-2 dan ST-3 berada pada angka 1 (sangat buruk) sedangkan pada

ST-4 dan ST-5 berada pada angka 2 (buruk). c). TSS nilai skoring pada ST-1

berada pada angka 2, ST-2, ST-4 dan ST-5 berada pada angka 5 (sangat baik) dan

pada ST-3 berada pada angka 1 (sangat buruk). d). pH keseluruhan berada pada

angka 5 atau dengan kriteria sangat baik. e). Salinitas, keseluruhan berada pada

angka 4 atau dengan kriteria Baik. f). DO berada pada angka 5 dengan kriteria

sangat baik. g). BOD, berkisar antara 3 sampai dengan lima atau termasuk dalam

kriteria Sedang sampai dengan Sangat baik. h). Ammoniak, secara keseluruhan

pada angka 5 dengan kriteria sangat baik. i). Phosfat, pada ST-3 pada angka 2 atau
68

dengan kriteria buruk, dan pada empat Stasiun lainnya dengan angka 4 atau

dengan kriteria Baik. j). Nitrat, seluruhnya berada pada angka 4, dengan kriteria

baik. k). Minyak dan lemak seluruhnya pada angka 5 atau dengan kriteria sangat

baik.

Tabel 4.9. Skala Kualitas Lingkungan

Skala Kualitas Lingkungan Kriteria Kualitas


No. Parameter Satuan
ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5 Lingkungan
1. Suhu °C 5 5 5 5 5 Sangat Baik
CM Sangat Buruk sampaim
2. Kecerahan 1 1 1 2 2
dengan Buruk
Mg/l Sangat Buruk sampai
3. TSS 2 5 1 5 5
dengan Sangat baik
4. pH - 5 5 5 5 5 Sangat Baik
5. Salinitas PPM 4 4 4 4 4 Baik
6. DO Mg/l 5 5 5 5 5 Sangat Baik
Mg/l Sedang sampai dengan
7. BOD 5 4 3 4 4
Sangat baik
8. Ammoniak Mg/l 5 5 5 5 5 Sangat Baik
Mg/l Buruk sampai dengan
9. Phosfat 4 4 2 4 4
Baik
10. Nitrat Mg/l 4 4 4 4 4 Baik
11. Minyak/Lemak Mg/l 5 5 5 5 5 Sangat Baik

e. Indeks Pencemar

Metode indeks pencemar digunakan untuk mengukur tingkat cemaran

parameter yang masih memenuhi dan yang telah berada diluar kriteria mutu air

laut. Hasil pengukuran dan pengujian laboratorium, dibandingkan dengan kriteria

mutu air laut, selanjutnya diolah dengan metode indeks pencemar, Dengan

membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan

dengan peruntukan berdasarkan pedoman penentuan status mutu air dengan

persamaan matematis, sesuai dengan pendapat sumitomo dan Nemerow (1970),

maka diperoleh hasil perhitungan Indeks pencemar berkisar antara 5,47 sampai
69

dengan 7,17 atau dengan kriteria Tercemar sedang, berikut hasil perhitungan

Indeks Pencemar.

Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Indeks pencemar

Stasiun ST-1 ST-2 ST-3 ST-4 ST-5


Nilai Indeks
Pencemar 6,570217 7,177678 5,472436 7,111054 6,635146
Cemar Cemar Cemar Cemar Cemar
Kriteria
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Keterangan:

(0 ≤) - (≤ 1,0) : Memenuhi Kriteria Mutu (1,0≤) – (≤ 5,0 ) :Cemar Ringan

(5,0≤) – (≤ 10) : Cemar Sedang ( > 10) : Cemar Berat

4.2.3. Persepsi Nelayan Terhadap Penurunan Kualitas Air.

Perolehan data persepsi nelayan dihimpun dari hasil diskusi secara

lansung dengan nelayan di tiga desa, baik berkelompok maupun perorangan.

Hasil diskusi dan wawancara tersebut telah diperoleh data bawa kebanyakan

nelayan menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan perairan diteluk

pamukan, hal tersebut karena nelayan telah beraktivitas sejak puluhan tahun

sehingga dapat mengetahui setiap perubahan lingkungannya serta sumber

dampaknya, demikian pula pada perubahan jumlah tangkapan setiap tahunnya,

bahwa telahah terjadi penurunan selama 20 tahun terakhir.

Setiap desa memiliki persepsi berbeda terhadap perubahan kualitas air di perairan

teluk pamukian.

Desa Rampa Cengal, nelayan menyatakan bahwa sumber pencemar berasal dari

aliran sungai yang membawa material sedimen dari hulu serta dugaan buagan

limbah cair pada waktu-waktu tertentu.


70

Desa Rampa Manunggul, menyatakan bahwa sumber pencemar berasal dari

aktivitas lalulintas kapal-kapal pengangkut batubara, CPO dan kapal-kapal besar

lainnya.

Desa Tanjung Samalantakan, menyatakan bahwa hal yang paling serius yaitu

adanya keterbatasan hak akses berupa gangguan terhadap aktivitas nelayan,

disebabkan oleh aktivitas bongkar muat barang dan lalulintas kapal, sehingga

nelayan harus berpindah lokasi atau bergeser.

Beberapa uraian kasus diatas cenderung berpotensi konflik yang cukup

tinggi karena 63,26% responden memiliki persepsi yang sama bahwa terjadi

penurunan kualitas air perairan teluk pamukan.

Pendapat dari rensponden, jika dibandingkan dengan hasil analisis

kualitas air, dapat terbantahkan karena hasil perhitungan indeks pencemar, berada

pada kategori tercemar sedang, meskipun ada beberapa parameter yang tidak

termasuk dalam kisaran kriteria seperti kecerahan, hal ini belum dapat menjadi

dasar, karena pengaruh alam di perairan tersebut masih sangat tinggi, seperti; arah

dan kecepatan arus, pertemuan arus dari sungai dengan arus laut, kedalaman

perairan cenderung lebih dangkal dan jenis substrat dasar perairan berupa lumpur

berpasir.

Potensi konflik berupa keterbatasan hak akses saat ini dapat diredam

karena 38 dari 43 orang atau 88,37% responden merupakan Tenaga Kerja

Bongkar Muat (TKBM) di kapal-kapal pengangkut barang yang beroperasi di

teluk pamukan, meski sebagai pekerjaan sampingan hal tersebut dapat meredam

potensi konflik.
71

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa kualitas lingkunag perairan dan persepsi

masyarakat terhadap perubahan lingkungan perairan sebagai kawasan

penangkapan, hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Letak perairan teluk pamukan berbatasan lansung dengan perairan selat

makassar, pergerakan arus dari teluk menuju arah tenggara dan lansung keluar

ke perairan selat makassar, sebaliknya air laut akan masuk menuju teluk pada

saat air pasang. Tipe pasangsurut yang terjadi di perairan Teluk Pamukan

adalah tipe pasang surut harian ganda (semi diurnal tide).

Terdapat enam parameter fisika dan kimia kualitas air yang tidak memenuhi

kriteria mutu air laut untuk kehidupan biota. Di tinjau dari parameter biologi

(fhytoplankton) perairan di lokasi penelitian tergolong dalam tingkat

kesuburan sedang, keanekaragaman termasuk dalam struktur komunitas yang

stabil. Indeks keseragaman fhytoplankton termasuk dalam penyebaran yang

lebih merata sampai dengan sangat merata dengan kategori baik sampai

dengan sangat baik.

2. Skala kualitas lingkungan masing-masing parameter yang berfariasi, dari

sangat buruk hingga sangat baik. Namun hasil perhitungan indeks pencemar

pada semua stasiun termasuk dalam kategori Tercemar Sedang.

3. Persepsi nelayan terhadap perubahan kualitas air dapat terbantahkan karena

hasil perhitungan indeks pencemar, berada pada kategori tercemar sedang,

meskipun ada beberapa parameter yang tidak termasuk dalam kisaran kriteria
72

seperti kecerahan, hal ini belum dapat menjadi dasar, karena pengaruh alam

di perairan tersebut masih sangat tinggi.

5.2. SARAN

1. Perlu adanya Zonasi Kawasan dalam perairan teluk, sehingga tidak terjadi

tumpang tindih penggunaan kawasan dan kegiatan satu sama lain tidak saling

terganggu.

2. Perlu adanya pemantauan kulitas air secara berkala di maing-masing lokasi

yang diduga menjadi sumber pencemar dan pada darah penangkapan hal ini

untuk menjawab keresahan masyarakat tentang adanya penurunan kulitas air

dan akan memperkuat dugaan masyarakat jika memang sumber pencemar

berasal dari aktivitas industri.

3. Peran penyuluh perikanan perlu untuk ditingkatkan dari sisi pendampingan,

agar nelayan tidak ragu dalam mengadukan setiap masalah yang timbul, hal

ini dapat meredam setiap potensi konflik. Bagi pelaku industri, perlu adanya

pendekatan yang menyeluruh terhadap masyarakat khususnya nelayan yang

memanfaatkan kawasan teluk sebagai daerah penangkapan.

Anda mungkin juga menyukai