FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN BUDIDAYA PERAIRAN 2019 Latar Belakang
Hutan mangrove adalah komunitas tumbuhan pantai
yang mampu hidup dan berkembang pada kondisi perairan yang bersalinitas, kawasan pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai habitat bagi berbagai jenis organisma air yang mempunyai nilai eknomis penting dan merupakan bagian dasar rantai makanan sebab serasah mangrove yang jatuh akan diuraikan oleh mokroorganisme dengan cepat dan mencadi sumber makanan bagi organisma perairan. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu
untuk mengetahui analisis daya dukung rekayasa lingkungan mangrove serta mengetahui rekayasa lingkungan tambak Kondisi Lingkungan Mangrove Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Mangrove memiliki karakter utama sebagai ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp Strategi Rekayasa Lingkungan
Untuk mewujudkan ekosistem mangrove yang mampu beradaptasi
dan berkelanjutan di kawasan NSTP, diperlukan beberapa strategi rekayasa lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kawasan yang telah direncanakan.
Keberadaan infrastruktur dasar berupa perkerasan jalan sebagai
penunjang aksesibilitas di kawasan . selain dapat berakibat positif juga dapat berakibat negatif. Pada perspektif lain, penyelamatan lingkungan pada era global hendaknya mengadopsi konsep green infrastructure yang tidak hanya memberikan dampak positif terhadap lingkungan, tapi juga nilai tambah bagi lingkungan sosial. Pengertian Mangrove Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut, hutan mangrove atau sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas, dan memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Selain itu ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi menyediakan makanan berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut dan menyediakan tempat berkembang biak, memijah dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting dan udang. Secara tidak langsung kehidupan manusia tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove pada wilayah pesisir. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang. Analisi Situasi Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupa-kan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan/ atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abarasi, pencegahan intrusi air laut, serta sebagai sumber pakan habitat biota laut. Pemanfaatan Optimum Hutan Mangrove
Pemanfaatan Optimum bertujuan untuk
meningkatkan ekonomi dengan tetap mempertahan kan nilai ekologi dari ekosistem yang ada, oleh karena itu usaha pemanfaatan hutan mangrove seharusnya menghitung manfaat dan biaya dari kegiatan usaha termasuk didalamnya menghiyung nilai ekonomi dari sumber daya hutan mangrove dengan hasil yang optimum Daya Dukung Lingkungan
Nilai daya dukung merupakan faktor penting
dalam menjamin siklus produksi budidaya dalam jangka waktu yang lama Daya dukung lingkungan ini relatif mengalami penurunan, ini disebabkan pengoperasian lahan tambak dan kolam yang dilakukan terus-menerus tanpa istirahat, memacu produksi dengan padat penebaran dan pemberian pakan yang berlebihan serta penggunaan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan Analisa Daya Dukung Lingkungan Tambak
Hasil analisa daya dukung lingkungan tambak ikan
dengan metode pembobotan menunjukan tambak ikan memiliki daya dukung sedang sampai tinggi yaitu dengan kisaran nilai 29,532. Beberapa parameter yang memenuhi standar kelayakan daya dukung tambak antara lain oksigen terlarut, yang berada dalam kisaran 6,75-6,8 mg/l dimana untuk budidaya ikan kisaran ini masih dapat ditoleransi. Sedangkan untuk nilai pH air yang diperoleh adalah 6,9- 7,1. Beberapa parameter yang telah melampaui standar kelayakan daya dukung tambak yaitu kandungan amoniak serta salinitas . Dari hasil pengukuran yang diperoleh nilai salinitas berkisar 33-34‰. Rekayasa Lingkungan Tambak
Rekayasa tambak secara keseluruhan
termasuk perencanaan tata letak tambak pada suatu hamparan yang akan dibangun menjadi hamparan pertambakan. Hamparan lahan yang luas, mencapai beberapa ratus hektar, memerlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan tingkat teknologi yang akan diterapkan dan keadaan lingkungan sekitarnya. Tata letak tambak secara keseluruhan dapat dilaksanakan setelah lokasi tambak diketahui dan pengamatan langsung di lapangan telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar tata letak tambak betul betul memenuhi persyaratan yang diinginkan. Pengamatan langsung di lapangan sangat penting untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari lahan yang akan dibangun, misalnya keadaan topografi, kemiringan lereng, elevasi, adanya sungai sebagai sumber air, dan sebagainya. Dalam merencanakan tambak secara keseluruhan, yang harus ditentukan pertama kali adalah elevasi dasar tambak yang didasarkan pada kisaran pasang surut air laut di lokasi yang terpilih. Elevasi dasar tambak erat kaitannya dengan pengelolaan air dalam tambak yang sebagian besar dipengaruhi oleh pasang surut. Dengan memanfaatkan pasang surut semaksimum mungkin, maka biaya operasional akan berkurang. Pada prinsipnya tambak harus dapat dikeringkan tuntas secara gravitasi. Oleh karena itu, elevasi dasarnya harus lebih tinggi dari rata-rata surut rendah atau minimal lebih tinggi dari zero datum. Agar tambak mudah dikeringkan, paling tidak harus ada perbedaan tinggi sekitar 0,15 m antara dasar tambak dengan dasar pintu air dan antara dasar pintu air dengan dasar saluran. Penentuan elevasi dasar tambak sangat kritis pada tanah sulfat masam yang mengandung pirit sehubungan dengan kebutuhan remediasi tanah sulfat masam yang berkali-kali untuk mengurangi pengaruh asamnya. Bila tambak tidak dapat dikeringkan, maka proses remediasi tanah sulfat masam menjadi tidak sempurna. Akibatnya pertumbuhan ikan yang dipelihara menjadi lambat dan sintasannya menjadi rendah. Selain itu, lapisan pirit pada tambak tanah sulfat masam perlu pula diwaspadai, sebab bila lapisan pirit ini teroksidasi pada saat penggalian tambak akan menyebabkan penurunan pH tanah. Kriteria kelayakan lingkungan tambak
Kriteria kelayakan rekayasa lingkungan tambak
khususnya untuk tambak tradisional (ekstensif) hingga semiintensif mengikuti kriteria yang dipublikasikan oleh Cruz (1983); Bose et al. (1991); dan Lekang (2007). Perbaikan atau inovasi yang dilakukan dengan metode tersebut adalah dengan memanfaatkan data spasial untuk mengestimasi peubah pada setiap formula dan dalam hal visualisasi spasial hasil analisis. Dan kasus spesifik seperti dasar tambak dan saluran, analisis disesuaikan dengan kriteria teknis tambak silvofishery. Kelayakan atau efektivitas saluran utama dalam mengalirkan air ke dalam atau keluar sistem pertambakan dievaluasi berdasarkan orientasi mulut saluran terhadap sudut datang gelombang utama yang sampai ke garis pantai dan kapasistas saluran untuk memasok volume air yang dibutuhkan untuk suatu hamparan tambak. Sudut datang gelombang mendekati pantai ditentukan secara sederhana. Sementara itu, kelayakan elevasi dasar tambak (pond bed/pond bottom) dievaluasi dengan pertama-tama mereferensikan seluruh nilai data pengukuran elevasi lahan dan batimetri pantai (dari hasil pengukuran kemiringan pantai) terhadap datum vertikal pasang surut (MSL). Secara prinsip tunggang pasut lokal (local tidal range) seharusnya mampu secara gravitasi untuk menyediakan volume air yang dibutuhkan untuk pengelolaan tambak pada spesies yang dibudidayakan. Dengan dasar tersebut, elevasi dasar tambak yang ideal untuk tambak tradisional (ekstensif) hingga tambak semi- intensif dapat dianggap terletak kurang lebih 0,3 m dari MSL atau setidaknya 0,2 m dari zero datum lokal (MLLW) tergantung kondisi lingkungan terutama pasut
Namun demikian untuk tambak silvofishery karakteristik
dan desain dasar tambak sedikit berbeda karena dalam satu petakan terdapat dua tipe dasar (pelataran) yakni pelataran petakan budidaya yang identik dengan caren pada tambak tradisonal dan pelataran mangrove Karakteristik Tambak
Karakteristik Tambak Berdasarkan peta
geologi lembar Pamanukan (12096) yang dikeluarkan oleh Pusat Survai Geologi (Abidin & Sutrisno, 2011), kualitas tanah tambak yang berjarak sekitar 2-3 km dari garis pantai dicirikan dengan tekstur tanah liat yang utamanya merupakan endapan sedimen yang diangkut dari sungai air tawar yang mengalir sepanjang tahun. Green belt berupa mangrove di sepanjang pantai umumnya didominasi jenis api-api (Avicenia sp.) dan sebagian kecil bakau Kondisi Pasang Surut
Hasil analisis data pasut tersebut lebih lanjut
menunjukkan tunggang pasut (tidal range) yang relatif kecil. Tunggang pasut tertinggi hanya sekitar 0,6 m dengan rataan pasang tinggi sebesar ± 0,45 m pada saat purnama dan bulan mati (spring tide), dan tunggang pasut yang lebih rendah sekitar ± 0,10 m didapatkan pada saat pasang perbani (neap tide) Dengan tunggang pasut yang kecil (kurang dari 1 m) demikian tentunya akan menjadi faktor pembatas secara teknis Secara umum kisaran pasang surut yang ideal untuk tambak budidaya adalah antara 1,5 dan 2,5 m. Daerah pantai dengan kisaran pasut kurang dari 1 m sangat sulit untuk pengisian maupun pengeluaran air tambak secara gravitasi. Kualitas Tanah dan Air Tambak
Kualitas tanah di lokasi secara umum tergolong
cukup baik untuk mendukung kegiatan rekayasa dan pengelolaan tambak. Kelas tekstur tanah tambak dapat dikelompokkan dari yang paling dominan hingga paling kecil yaitu liat (45,0%), lempung berliat (29,7%), lempung (15,3%), lempung berpasir (3,6%), lempung liat berpasir (2,7%), liat berpasir (1,8%), debu (0,9%), dan lempung berdebu (0,9%). Kelayakan Rekayasa Tambak
Rekayasa tambak yang meliputi desain dan
konstruksi merupakan titik awal berhasil atau gagalnya kegiatan budidaya organisme akuatik di tambak. Kesalahan dalam mendesain konstruksi tambak adalah awal dari kegagalan usaha budidaya yang akan dilakukan. Desain dan konstruksi tambak meliputi: layout petakan, pematang, saluran, dan dasar tambak. Karena tambak tersebut dikelola dengan sistem silvofishery maka kelayakan layout tambak yang biasanya dievaluasi menurut orientasi dari arah angin utama/ dominan tidak dipertimbangkan. Keberadaan mangrove di tengah petakan tambak dapat menjadi pelindung bangunan fisik tambak dan merupakan sumber nutrien utama untuk kegiatan budidaya tambak. Hasil evaluasi kelayakan berdasarkan aspek rekayasa tambak berikut hanya difokuskan pada kesesuaian dasar tambak, ketinggian pematang, dan efektivitas saluran tambak. Kesimpulan 1. Untuk mewujudkan ekosistem mangrove yang mampu beradaptasi dan berkelanjutan di kawasan NSTP, diperlukan beberapa strategi rekayasa lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kawasan yang telah direncanakan. 2. Rekayasa tambak secara keseluruhan termasuk perencanaan tata letak tambak pada suatu hamparan yang akan dibangun menjadi hamparan pertambakan. TERIMAKASI