Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rafli Ismiadi Wicakosono

NIM : D24180075
Praktikum ke 9
Kelompok : P2
Asisten Praktikum : 1. Nursaadah Syahro Fitriyah
2. Bekti Astuti

ANALISIS FUNGI ANAEROB

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak ruminansia sepenuhnya tergantung pada peranan mikroba rumen dalam


mendegradasi komponen serat, hal ini disebabkan karena ternak ruminansia tidak mampu
memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis selulosa maupun hemiselulosa sehingga
mikroba rumen memiliki peranan penting dalam proses penyediaan energi bagi ruminansia.
Ruminansia mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi tinggi di dalam rumen
karena peran mikroba tersebut. Dalam rumen ternak ruminansia terdapat bakteri dan fungi
yang mampu memecah komponen serat. Populasi mikroba rumen tiap jenis ternak berbeda-
beda jenis dan jumlah mikrobanya. Hal ini disebabakan pola makan tiap jenis ternak berbeda,
jenis bakteri dan fungi yang berkembang di rumen dipengaruhi ketersediaan substrat yang
dibutuhkan mikroba untuk tumbuh.
Populasi fungi rumen (zoospora) di dalam rumen adalah 102 -105 per mldan terdapat
sebanyak 5 genus, sedangkan populasi bakteriofage (107 -109 partikelper ml). Widyastuti
(2004) menyatakan bahwa mikroba rumen mempunyai karakteristik : suhu lingkungan sesuai
dengan suhu saluran pencernaan 39-40o C, kondisi lingkungan anaerob dengan pH 5,5-7,0.
Mikroba rumen menghasilkan produk fermentasi berupa Volatil Fatty Acid(asam asetat, asam
propionat, asam butirat), CO2, CH4, dan NH3. Zat makanan yang didegradasi adalah
karbohidrat, lemak dan protein. Interaksi yang terjadi antar mikroba rumen adalah simbiosis
mutualisme.Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan ruminansia mampu
mencerna serat kasar tinggi

Tujuan

Praktikum analisis fungi anaerob bertujuan untuk mempelajari fungi rumen anaerob
berserta perannya dalam pencernaan.
TINJUAN PUSTAKA

Kantong Nylon

Kantong nilon merupakan kantong pada metode in sacco yang di gunakan sebagai
indikator dari nilai degradasi fungi rumen (Weekly et al 1983)

Lactophenol Cotton Blue

Lactophenol Cotton Blue (LPCB) adalah reagen yang digunakan sebagai pewarnaan
untuk jamur. Reagen Lactophenol Cotton Blue mengandung kristal fenol, cotton blue, asam
laktat, gliserol, dan air suling. Cotton blue berfungsi memberi warna pada jamur, gliserol
berfungsi menjaga fisiologi sel dan menjaga sel terhadap kekeringan, asam laktat
mempertahankan struktur jamur dan membersihkan jaringan sementara fenol berfungsi
sebagai desinfektan (Asali et al 2018)

Kapang

Kapang (mould/filamentous fungi) merupakan mikroorganisme anggota kingdom


fungi yang membentuk hifa. Reproduksi hifa dilakukan dengan perpanjangan hifa udara dan
ekspora, konidia atau ekspora dalam kantun.] Kapang bukan merupakan kelompok taksonomi
yang resmi, sehingga anggota-anggota dari kapang tersebar ke dalam
filum Glomeromycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. Jumlah spesies fungi yang telah
teridentifikasi hingga tahun 1994 mencapai 70.000 spesies, dengan perkiraan penambahan
600 spesies setiap tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 10.000 spesies merupakan kapang.
Sebagian besar spesies fungi terdapat di daerah tropis disebabkan karena kondisi iklim daerah
torpis yang hangat dan lembap yang mendukung pertumbuhannya. Habitat kapang sangat
beragam, tetapi pada umumnya kapang dapat tumbuh pada substrat yang mengandung
sumber karbon organik (Subandi 2010).

MATERI DAN METODE

Materi

Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat. Alat yang digunakan
yaitu laptop dan bahan ajar. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu koneksi
internet, artikel, dan jurnal. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum analisis fungi
anaerob yaitu tabung centrifuge, mikroskop, kaca objek, tutup kaca, kantong nylon, rumput,
formaldehyde, Lactophenol Cotton Blue, dan NaCl 0.9%.

Metode
Metode yang dilakukan pada pembuatan laporan ini disesuaikan dengan pembelajaran
yang dilakukan secara daring. Pembuatan laporan dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu
tahap pertama menonton video panduan praktikum dan selanjutnya membaca panduan
praktikum. Setelah itu, mencari infomasi mengenai analisis fungi anaerob melalui internet
untuk mendapatkan literatur yang berasal dari jurnal maupun buku pendukung. Tahapan
terakhir yaitu dari informasi yang telah didapatkan ditulis dalam bentuk laporan praktikum.
Tahap pertama yang dilakukan dalam praktikum analisis fungi anaerob yaitu
disiapkan tabung polyethylene 10 ml yang diberi lubang dengan diameter lubang 1 mm, tutup
karet, serta kantong nilon. Selanjutnya rumput dipotong hingga kecil-kecil. Kemudian rumput
dimasukkan kedalam tabung dan tutup dengan penutup karet. Setelah itu tabung dimasukkan
kedalam kantong nilon. Masukkan kedalam rumen sapi fistula dan didiamkan selama 24 jam.
Setelah 24 jam kantong nilon diambil. Kemudian rumput dikeluarkan dengan menggunakan
penjepit. Selanjutnya dicuci dengan cara direndam dan digoyangkan dalam larutan NaCl
0.9%. Masukkan kedalam larutan formaldehyde untuk disimpan. Langkah berikutnya yaitu
letakkan potongan rumput yeng telah dicuci pada kaca objek. Tetesi dengan lactophenol
cotton blue hingga tergenang. Setelah itu bilas dengan aquadest dan tutup dengan
menggunakan penutup kaca. Selanjutnya popuasi sporangia diamati dibawah mikroskop
dengan pembesaran objektif 10 kali. Hitung banyaknya sporangia (fungi sporangia) persatuan
luas (mm2) daun atau batang hijauan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Jamur anaerob ditemukan pada saluran pencernaan kambing, domba, dan sapi. Fungi
ditemukan pada tanaman yang memiliki partikel tanaman berserat. Berikut merupakan
gambar fungi rumen yang dilihat pada mikroskop.

Gambar 1 Fungi rumen (Gordon dan Phillips 1998)

Pembahasan
Fungi merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Organisme ini mendapatkan
nutrisi dengan menyerap zat-zat makanan dari medium disekitarnya. Fungi atau jamur
merupakan jenis mikroba rumen yang paling sedikit populasinya sekitar 8% dari total
biomassa mikroba dalam rumen (Dayyani et al 2013). Fungi tersebut dikelompokkan ke
dalam fungi fakultatif anaerob yang hidup tanpa atau sedikitnya membutuhkan oksigen dalam
rumen. Kemampuan fungi dalam mendegradasi polisakarida pada dinding sel tanaman lebih
baik bila dibandingkan dengan protozoa dan bakteri (Nagpal et al 2010).
Fungi memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas fibrolitik pada rumen.
Berkurangnya populasi fungi dapat menyebabkan penurunan degradasi serat pakan, akibatnya
pakan akan mengalami penurunan proses fermentatif, terutama ketika pakan memilki kualitas
yang kurang baik. Tingginya konsentrasi fungi dalam rumen akan disebarkan ke usus halus
melalui abomasum, seperti halnya akan meningkat juga pada usus besar. Fungi bekerja
memisahkan serat kasar pada tanaman menggunakan rhizoid yang nantinya akan
mempermudah mikroba lain untuk mencernanya.
Populasi fungi rumen (zoospora) di dalam rumen adalah 102 -105 per ml dan terdapat
sebanyak 5 genus, sedangkan populasi bakteriofage (107 -109 partikelper ml). Widyastuti
(2004) menyatakan bahwa mikroba rumen mempunyai karakteristik : suhu lingkungan sesuai
dengan suhu saluran pencernaan 39-40o C, kondisi lingkungan anaerob dengan pH 5,5-7,0.
Mikroba rumen menghasilkan produk fermentasi berupa Volatil Fatty Acid(asam asetat, asam
propionat, asam butirat), CO2, CH4, dan NH3. Zat makanan yang didegradasi adalah
karbohidrat, lemak dan protein. Interaksi yang terjadi antar mikroba rumen adalah simbiosis
mutualisme.Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan ruminansia mampu
mencerna serat kasar tinggi (McDonald et al 2002). Penelitian Purbowati et al (2014),
menunjukkan jumlah populasi fungi pada cairan rumen sapi jawa berkisar 9,3.104
CFU/gramdan populasi fungi pada sapi PO (Peranakan Ongole) berkisar 1,9.103 CFU/gram
lebih rendah bila dibandingkan dengan sapi bali dan sapi jawa. Kedua bangsa sapi ini
mempunyai latar belakang pemeliharaan yang relatif sama yakni pemeliharaan secara
tradisional dengan pakan berupa rumput lapangan, jerami padi, jerami jagung, dan tanpa
adanya pemberian konsentrat. Tingginya populasi fungi pada sapi Jawa dibandingkan dengan
sapi PO dikarenakan ternak diberi pakan ransum basal dengan kandungan serat kasar yang
tinggi dan secara langsung melibatkan banyaknya fungi untuk mencerna pakan tersebut.

SIMPULAN

Fungi memiliki peranan penting dalam rumen ternak terutama pada aktivitas fibrolitik
pada rumen. Berkurangnya populasi fungi dapat menyebabkan penurunan degradasi serat
pakan, akibatnya pakan akan mengalami penurunan proses fermentatif, terutama ketika pakan
memilki kualitas yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Asali T, Natalia D, Mahyarudin. 2018. Uji Resistensi Jamur Penyebab Tinea Pedis pada
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pontianak terhadap Griseofulvin. Jurnal Kesehatan
Khatulistiwa. 4(2): 657-666.
Dayyani, N, Karkudi K and Zakerian A. 2013. Special Rumen Microbiology. Qom, Iran.
Universitas Qom. International Journal of Advanced Biological and Biomedical
Research. 1 (11) : 1397-1402.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. London (US) : Prentice Hall
Nagpal, R, Puniya AK, Sehgal JP, Singh K. 2010. Influence of Bacteria and Protozoa from
The Rumen of Buffalo on In-Vitro Activities of Anaerobic Fungus Caecomyces
Sp.Isolated from The Feces of Elephant. Journal of Yeast and Fungal. Research 1 (8) :
152-156.
Purbowati E, Rianto E, Dilaga WS, Lestari CMS, Adiwinarti R. 2014. Karakteristik cairan
rumen, jenis, dan jumlah mikrobia dalam rumen Sapi Jawa dan Peranakan Ongole.
Buletin Peternakan. 38(1): 21-26
Subandi M (2010). Mikrobiologi. Bandung (ID) : PT Remaja Rosdakarya.
Widyastuti, A. 2004. Isolasi dan uji kemampuan enzim selulase dari simbion
rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Weakly, D.C., M. Srern, & L.D. Satter. 1983. Factors affecting disappearance of
feedstuff from bags suspended in the rumen. J. Anim. Sci. 56 (2) : 493- 507.

Anda mungkin juga menyukai