Oleh
Kingdom : Chromista
Super Divisi : Eukaryotes
Divisi : Heterokontophyta
Kelas : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Famili : Monodopsidaceae
Genus : Nannochloropsis
Spesies : Nannochloropsis sp.
Sel Nannochloropsis sp. bersifat non-motil, berbentuk bulat telur, berdiameter 2-4
μm, memiliki pyrenoid dalam kloroplas tunggal dan mengandung klorofil-a
(Biondi, 2011). Sedangkan Hoek et.al. (1998) menjelaskan bahwa
Nannochloropsis sp. merupakan fitoplankton berwarna hijau yang berukuran 2-4
μm dan tidak memiliki flagel. Nannochloropsis sp. dapat melakukan fotosintesis
karena memiliki klorofil-a yang terdapat di kloroplas. Tiap satu sel
Nannochloropsis sp. hanya memiliki satu kloroplas yang mengandung pyrenoid.
2.2 Habitat
Nannochloropsis sp. dapat hidup di banyak tempat (kecuali tempat yang kritis
bagi kehidupannya) sehingga bersifat kosmopolit dan dapat hidup pada salinitas
optimum sekitar 20 – 25 ‰. Nannochloropsis sp. Selain itu fitoplankton ini hidup
pada pH 8-9,5; intensitas cahaya 1.000 – 10.000 lux dan suhu 25o-30o C. Selain
itu Nannochloropsis sp. masih dapat bertahan hidup pada suhu 40o C namun
pertumbuhannya tidak normal (Balai Budidaya Laut, 2002). Genus
Nannochloropsis meliputi laut dan spesies air tawar, meskipun bioteknologi dari
alga ini pada saat ini terbatas pada spesies laut (Biondi, 2011).
Dihidupkan autoklaf
Dihitung jumlah fitoplankton yang ditemukan pada tiga titik bagian atas
haemocytometer atau nanocytometer cover glass pengamatan pertama, tiga
titik di bagian bawah haemocytometer atau nanocytometer cover glass dan
tiga titik bagian atas atau bawah haemocytometer atau nanocytometer cover
glass pegamatankedua
4.2 Pembahasan
Pada tabel di atas merupakan hasil dari pengamatan fitoplankton yang dilakukan
dari pengamatan ke satu sampai ke pengamatan ke tujuh. Pada pengamatan ke-1,
fitoplankton berwarna hijau, dengan jumlah yang diamati menggunakan
hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 1.431, dan jumlah
individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah
3.577.500 individu. Pengamatan ke-2, fitoplankton berwarna hijau, dengan jumlah
yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya
adalah 1.615, dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan
fitoplankton adalah 4.037.500 individu. Pengamatan ke-3, fitoplankton berwarna
hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4
bidang amatan hasilnya adalah 1.780, dan jumlah individu yang dihitung dengan
perhitungan kepadatan fitoplankton adalah 4.450.000 individu. Pengamatan ke-4,
fitoplankton berwarna hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan
hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 2.040, dan jumlah
individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah
5.100.000 individu. Pengamatan ke-5, fitoplankton berwarna hijau, dengam
jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan
hasilnya adalah 2.172 dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan
kepadatan fitoplankton adalah 5.430.000 individu. Pengamatan ke-6, fitoplankton
berwarna hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer
dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 2.275, dan jumlah individu yang dihitung
dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah 5.687.500 individu.
Pengamatan terakhir yaitu ke-7, fitoplankton berwarna hijau, dengam jumlah yang
diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah
2.458, dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan
fitoplankton adalah 6.145.000 individu.
Faktor kegagalan yang terjadi dalam praktikum yaitu alat dan bahan yang
digunakan tidak steril sehingga terjadi kontaminan. Sehingga saat kultur terdapat
lebih dari satu jenis fitoplankton. Alat dan bahan yang tidak steril juga dapat
menyebabkan kultur fitoplankton menjadi terkontaminasi sehingga memengaruhi
hasil akhir dari praktikum. Selain itu, ketidaktelitian dalam pengamatan harian
juga akan membuat kegagalan dalam praktikum sehingga hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan faktor keberhasilan dipengaruhi
oleh aerasi yang baik dan sterilnya alat-alat yang digunakan.
1. Fase Lag
Fase lag mengalami sedikit peningkatan densitas sel. Pada fase pertumbuhan lag
disebabkan fisiologis adaptasi metabolisme sel pertumbuhan, seperti meningkatnya
tingkat enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi karbon.
Pada saat beradaptasi, sel mengalami defisiensi enzim atau koenzim, sehingga harus
disintesis terlebih dahulu untuk keberlangsungan aktivitas biokimia sel selanjutnya.
4. Fase Stasioner
Pada fase keempat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang. Laju kematian
fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga kepadatan fitoplankton
pada fase ini relatif konstan.
5. Fase Kematian
Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrien habis hingga ke level tidak
sanggup menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun dengan cepat
karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhannya hingga
kultur berakhir.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kultur fitoplankton
menggunakan media pupuk conwy/walne, dengan cara kerja pertama
penghitungan kepadatan dan selanjutnya kultur fitoplankton dan diamati selama
seminggu menghasilkan peningkatan pertumbuhan Nannochloropsis sp.
5.2 Saran
Saran pada praktikum ini yaitu agar praktikum bisa berjalan lebih kondusif dan
diharapkan agar praktikan dapat mengikuti prosedur yang ada, selain itu praktikan
juga diharapkan dapat mengerti materi yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, D. 2014. Diktat Teknologi Pakan Ikan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah
Negeri Waheru Ambon. Ambon.
Bold, H.C. and M.J. Wynne. 2009. Introduction to the Algae: Structure and.
Reproduction. Prentice-Hall Inc. United States of America.
Christiani, A. 2016. Algae Culture and Phytoplankton Ecologi. 2nd Ed. Penerbit
University of Winconsin Press, Maddison.
Culture Collection of Algae and Protozoa (CCAP). 2012. Walne’s Medium for
Algal Cultures. Dunstaffnage Marine Laboratory, Oban, Argyll, PA371QA,
UK. pp. 1 -2.
Round, F.E. 2013. The Biology of Algae. By Edward Arnold Ltd., London.
Sidabutar, S., & Satari, H.I., 2010, Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada
Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, Jakarta,11,
6, 434.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
2.2 Habitat
2.3 Cara Kultur Fitoplankton Skala Laboratorium
2.4 Pupuk Conwy
III. METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat
3.2 Alat Dan Bahan
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Persiapan Media
3.3.2 Perhitungan Kepadatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
4.2. Pembahasan
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Dokumentasi - Pretest
- Format Laporan - Postest