Anda di halaman 1dari 23

KULTUR FITOPLANKTON

(Laporan Praktikum Teknologi Produksi Pakan Hidup)

Oleh

Tika Nyla Sari


1714111003
Kelompok 2

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Kultur Fitoplankton


Waktu Praktikum : Rabu, 16 April – 23 April 2019
Tempat Praktikum : Laboratorium Perikanan dan Kelautan
Nama : Tika Nyla Sari
NPM : 1714111003
Kelompok : 2 (Dua)
Program Studi : Budidaya Perairan
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
Universitas : Universitas Lampung

Bandar Lampung, 14 Mei 2019


Mengetahui,
Asisten Dosen

Dzaky Eko Satria Turnip


1614111024
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di perairan air tawar terdapat organisme yang berdasarkan cara
hidupnya dibedakan atas plankton, neuston, nekton dan bentos.
Tumbuh-tumbuhan yang mudah terlihat oleh mata disebut makrofita.
Keberadaan makrovita diperairan dapat digunakan sebagai naungan
dan tempat makan untuk berbagai jenis hewan, member ruang hidup
pada mikroorganisme dan menjaga keseimbangan proses dekomposisi
bahan organic dalam menyerap karbondioksida dan melepas oksigen.
Fitoplankton diperaiaran air tawar didominasi oleh alga hijau.
Fitoplankton dikonsumsi oleh zooplankton dan ikan.

Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter


ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan.
Fitoplankton menghuni hampir setiap ruang dalam massa air yang
dapat dicapai oleh sinar matahari (zone eufotik), dan merupakan
komponen flora yang paling besar peranannya sebagai produsen
primer di suatu perairan. Fitoplankton terdiri dari beberapa
kelas, dimana taksonomi fitoplankton telah mengalami berbagai
revisi dan wakil nama klas fitoplankton yang berlaku seat ini,
serta distribusinya masing-masing kelas.

Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton jika


di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka
populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh
zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju
pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus
reproduksi lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton. Ada
hubungan yang sangat erat antara fitoplankton dengan zooplankton,
pada musim panas jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton
sedangkan pada musim penghujan
jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari
sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton. Oleh karena itu
perairan dapat berubah-ubah kerana perubahan lingkungan dengan
demikian pengetahuan tentang fitoplankton perlu dikaji sebagai
salah satu organisme yang memiliki pengaruh penting terhadap
ekosistem perairan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara kultur fitoplankton
Nannochloropsis sp. serta menguasai dengan baik cara perhitungan
kepadatan fitoplankton.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tetraselmis sp.


Menurut Butcher (2009) Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang
biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil sehingga
dapat melakukan fotosintesis. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu
jenis mikroalga yang dapat melakukan fotosintesis. Klasifikasi Nannochloropsis
sp. menurut Hibberd (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Chromista
Super Divisi : Eukaryotes
Divisi : Heterokontophyta
Kelas : Eustigmatophyceae
Ordo : Eustigmatales
Famili : Monodopsidaceae
Genus : Nannochloropsis
Spesies : Nannochloropsis sp.

Divisi Eustigmatophyta merupakan kelompok mikroalga dengan 7 genus


dan 12 spesies. Mikroalga divisi Eustigmatophyta meliputi mikroalga laut, air
tawar dan spesies yang dapat hidup di tanah. Mikroalga divisi Eustigmatophyta
bersifat uniseluler, sel berbentuk coccoid dan dinding sel polisakarida.
Eustigmatophyta mengandung satu kloroplas berwarna hijau kekuninan yang
mengandung klorofil badan pigmen aksesori violaxanthin dan β-karoten dan
merupakan organisme autotrof (Hibberd, 1981). Salah satu spesies mikroalga dari
divisi Eustigmatophyta adalah Nannochloropsis sp.

Sel Nannochloropsis sp. bersifat non-motil, berbentuk bulat telur, berdiameter 2-4
μm, memiliki pyrenoid dalam kloroplas tunggal dan mengandung klorofil-a
(Biondi, 2011). Sedangkan Hoek et.al. (1998) menjelaskan bahwa
Nannochloropsis sp. merupakan fitoplankton berwarna hijau yang berukuran 2-4
μm dan tidak memiliki flagel. Nannochloropsis sp. dapat melakukan fotosintesis
karena memiliki klorofil-a yang terdapat di kloroplas. Tiap satu sel
Nannochloropsis sp. hanya memiliki satu kloroplas yang mengandung pyrenoid.

2.2 Habitat
Nannochloropsis sp. dapat hidup di banyak tempat (kecuali tempat yang kritis
bagi kehidupannya) sehingga bersifat kosmopolit dan dapat hidup pada salinitas
optimum sekitar 20 – 25 ‰. Nannochloropsis sp. Selain itu fitoplankton ini hidup
pada pH 8-9,5; intensitas cahaya 1.000 – 10.000 lux dan suhu 25o-30o C. Selain
itu Nannochloropsis sp. masih dapat bertahan hidup pada suhu 40o C namun
pertumbuhannya tidak normal (Balai Budidaya Laut, 2002). Genus
Nannochloropsis meliputi laut dan spesies air tawar, meskipun bioteknologi dari
alga ini pada saat ini terbatas pada spesies laut (Biondi, 2011).

Nannochloropsis sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang banyak


dimanfaatkan sebagai pakan alami, terutama untuk pakan larva ikan.
Nannochloropsis sp. memerlukan beberapa unsur hara makro dan mikro untuk
dapat hidup. Unsur makro yang diperlukan Nannochloropsis sp. seperti N, P, K
sedangkan unsur mikro yang dibutuhkan Nannochloropsis sp. diantaranya Mg,
Mn, S, Zn dan Cu. Unsur hara makro dapat digunakan dalam media kultur dengan
bentuk yang berbeda misalnya dalam bentuk NO3-, NO2-dan NH4 (Bold and
Wynne, 1985). Nitrogen (N) merupakan unsur makro yang paling dibutuhkan oleh
Nannochloropsis sp. dalam jumlah banyak dibandingkan unsur yang lain karena
nitrogen merupakan senyawa yang mudah larut di dalam air sehingga mudah
dimanfaatkan oleh Nannochloropsis sp. sebagai sumber nutrien (Purwitasari et.al,
2012).

2.3 Cara Kultur Fitoplankton Skala Laboratorium


Media untuk pertumbuhan mikroalga pada kultur skala laboratorium
antara lain Conway dan Miquel-Allen. Media-media tersebut
mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan. Pertumbuhan
mikroalga sangat berkaitan denganketersediaan hara makro dan
mikro. Hara makro : N, Po K S, Na Si, Ca. Hara mikro : Fe,Zn,Mn,
Crt Mg, Mo, Co, B.Selain itu kondisi lingkungan: cahay4 suhu,
tekanan osmose, pH air dapat memacu/ menghambat pertumbuhan,
disamping faktor genetic yaitu faktor internal (sifat- sifat
pertumbuhanl mikroalga (Christiani, 2016).

Kultur mikroalga skala laboratorium biasanya menggunakan media nutrient yang


mengandung bahan-bahan kimia yang digunakan untuk sintesis protoplasma pada
proses kulturnya. Setelah media kultur skala laboratorium disiapkan langkah
selanjutnya adalah melakukan penebaran bibit pakan alami. Kultur murni skala
laboratorium dapat dilakukan dengan cara sterilisasi, pengambilan sampel alga,
persiapan media kultur, isolasi alga, metode kait dan pipet, metode isolasi dan
cawan petri, metode subkultur berulang, inokulasi dan pemeliharaan alga murni,
pengamatan dan pemindahan alga bibit (Sidabutar, 2010).

Kultur fitoplankton secara laboratorium diawali dengan sterilisasi alat dan


pembuatan media agar yang sudah diberi pupuk PA (Pro Analis) kemudian
disterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah media agar membeku dilakukan
inokulasi menggunakan metode gores. Mikroalga yang ditanam biasanya akan
tumbuh setelah dua minggu tergantung spesies yang ditanam (Najmi, 2009).

2.4 Pupuk Conwy


Media Conwy merupakan media-media yang biasa digunakan dalam
kultur massal sel mikroalgae. Untuk alasan itulah perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan ketiga media tersebut
dalam kultur S. platensis untuk mengetahui jumlah peningkatan
produksi dan kandungan nutrisinya, serta untuk mendapatkan
komposisi jenis media kultur yang terbaik dari ketiga media
tersebut (Raoof. et al, 2009).

Pupuk Conwy dapat digunakan sebagai medium berbasis


pupuk komersial untuk kultur Nannochloropsis sp. yang mampu
menghasilkan berat biomassa kering tertinggi yaitu sebesar 6,78
gram dari kepadatan awal inokulum sebanyak 106 sel/ml (CCAP,
2012).

Kelebihan media Conwy ini adalah terdapatnya unsur Boron yang


berfungsi untuk mempertahankan pigmen. Hal ini terbukti dengan
lebih hijaunya sel Chlorella sp. yang dikultur pada media ini.
menurut, kekurangan Boron dapat menyebabkan sel alga kehilangan
pigmen. media Conwy mempunyai komposisi unsur hara yang lengkap
(Round, 2013).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 16 sampai dengan 23 April 2019 yang
bertempat di Laboratorium Perikanan dan kelautan Fakultas Pertanian Unviersitas
Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum adalah hamocytometer, aerator, selang
aerasi, pipet tetes, mikroskop, coversip, gunting, botol aqua, tissue dan botol
sampel. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air laut,
inokulan nannochloropsis dan media pupuk.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut ini:
3.3.1 Persiapan Alat

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Dibersihkan terlebih dahulu alat yang akan digunakan

Dikeringkan dengan menggunakan tissue, ditunggu hingga keesokan hari

3.3.2 Sterilisasi Alat dan Bahan

Disiapkan alat dan bahan yang akan disterilisasi

Dihidupkan autoklaf

Autoklaf diisi air hingga batas yang ditentukan


Diatur suhu yang digunakan untuk mensterilisasi yaitu 121oC Selama 3 jam

Setelah 3 jam ditunggu sampai 1 hari

3.3.2 Kultur Fitoplankton

Dimasukan 290 ml air laut kemudian diaerasi

Dimasukan inokulan fitoplankton sebanyak 110 ml

Dilakukan pengamatan sehari satu kali pengamatan selama satu minggu

3.3.3 Pengamatan dan Perhitungan

Diambil inokulum fitoplankton dalam botol pengamatan sebanyak 10 ml


diteteskan ke haemocytometer atau nanocytometer cover glass

Diamati di bawah mikroskop

Dihitung jumlah fitoplankton yang ditemukan pada tiga titik bagian atas
haemocytometer atau nanocytometer cover glass pengamatan pertama, tiga
titik di bagian bawah haemocytometer atau nanocytometer cover glass dan
tiga titik bagian atas atau bawah haemocytometer atau nanocytometer cover
glass pegamatankedua

Dicatat, dihitung kepadatan serta didokumentasikan


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Nannochloropsis sp.

Hari Hasil Pengamatan


No Gambar
ke- Jumlah Hasil
Warna
individu perhitungan

1. 1 Hijau 1.431 3.577.500

2. 2 Hijau 1.615 4.037.500

3. 3 Hijau 1.780 4.450.000

4. 4 Hijau 2.040 5.100.000


5. 5 Hijau 2.172 5.430.000

6. 6 Hijau 2.275 5.687.500

7. 7 Hijau 2.458 6.145.000

4.2 Pembahasan
Pada tabel di atas merupakan hasil dari pengamatan fitoplankton yang dilakukan
dari pengamatan ke satu sampai ke pengamatan ke tujuh. Pada pengamatan ke-1,
fitoplankton berwarna hijau, dengan jumlah yang diamati menggunakan
hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 1.431, dan jumlah
individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah
3.577.500 individu. Pengamatan ke-2, fitoplankton berwarna hijau, dengan jumlah
yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya
adalah 1.615, dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan
fitoplankton adalah 4.037.500 individu. Pengamatan ke-3, fitoplankton berwarna
hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4
bidang amatan hasilnya adalah 1.780, dan jumlah individu yang dihitung dengan
perhitungan kepadatan fitoplankton adalah 4.450.000 individu. Pengamatan ke-4,
fitoplankton berwarna hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan
hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 2.040, dan jumlah
individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah
5.100.000 individu. Pengamatan ke-5, fitoplankton berwarna hijau, dengam
jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan
hasilnya adalah 2.172 dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan
kepadatan fitoplankton adalah 5.430.000 individu. Pengamatan ke-6, fitoplankton
berwarna hijau, dengam jumlah yang diamati menggunakan hemoscitometer
dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah 2.275, dan jumlah individu yang dihitung
dengan perhitungan kepadatan fitoplankton adalah 5.687.500 individu.
Pengamatan terakhir yaitu ke-7, fitoplankton berwarna hijau, dengam jumlah yang
diamati menggunakan hemoscitometer dengan 4 bidang amatan hasilnya adalah
2.458, dan jumlah individu yang dihitung dengan perhitungan kepadatan
fitoplankton adalah 6.145.000 individu.

Faktor kegagalan yang terjadi dalam praktikum yaitu alat dan bahan yang
digunakan tidak steril sehingga terjadi kontaminan. Sehingga saat kultur terdapat
lebih dari satu jenis fitoplankton. Alat dan bahan yang tidak steril juga dapat
menyebabkan kultur fitoplankton menjadi terkontaminasi sehingga memengaruhi
hasil akhir dari praktikum. Selain itu, ketidaktelitian dalam pengamatan harian
juga akan membuat kegagalan dalam praktikum sehingga hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan faktor keberhasilan dipengaruhi
oleh aerasi yang baik dan sterilnya alat-alat yang digunakan.

Nannochloropsis sp. tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35


ppm. Nannochloropsis sp. masih dapat mentoleransi suhu antara 15-35oC,
sedangkan suhu optimal berkisar antara 23-25oC. Meski jumlah sel yang
dicapai pada setiap kadar garam berbeda, kadar garam nampaknya
bukan merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup
Nannochloropsis sp. Osmoregulasi yang terjadi pada Nannochloropsis sp.
berdasarkan pada kemampuan sel untuk mensintesa secara terus
menerus dan menurunkan kadar gliserol dalam merespon berbagai
kondisi salinitas lingkungan. Mutu air yang sesuai untuk menunjang
pertumbuhan Nannochloropsis sp. yaitu suhu 22o – 26o C, salinitas 30
– 38 °/oo, pH 6 – 6,5 (Redjeki dan Ismail, 2013).
Nannochloropsis sp. berkembang biak secara aseksual dengan cara membelah diri dan
membentuk autospora. Setiap sel yang sudah masak akan membelah diri dan
menghasilkan dua dan empat autospora. Autospora adalah spora non flagela yang
bentuknya menyerupai sel induknya, tetapi mempunyai ukuran tubuh lebih kecil.
Autospora yang telah dihasilkan dibebaskan dari sel induk melalui penghancuran dinding
sel dewasa dan berkembang hingga mencapai ukuran sel induknya. Penggandaan sel
Nannochloropsis sp. terjadi sangat cepat. Hal tersebut dikarenakan sumber nutrien yang
mencukupi. Adanya pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan
bertambahnya ukuran sel fitoplankton dan bertambah besarnya ukuran sel.

Pertumbuhan fitoplankton dibagi dalam beberapa fase yaitu:

1. Fase Lag
Fase lag mengalami sedikit peningkatan densitas sel. Pada fase pertumbuhan lag
disebabkan fisiologis adaptasi metabolisme sel pertumbuhan, seperti meningkatnya
tingkat enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi karbon.
Pada saat beradaptasi, sel mengalami defisiensi enzim atau koenzim, sehingga harus
disintesis terlebih dahulu untuk keberlangsungan aktivitas biokimia sel selanjutnya.

2. Fase Logaritmik atau Eksponensial


Pada fase eksponensial sel fitoplankton telah mengalami pembelahan dan laju
pertumbuhannya tetap. Pertumbuhan fitoplankton dapat maksimal tergantung pada
spesies alga, intensitas cahaya dan temperatur.

3. Fase berkurangnya pertumbuhan relatif


Pertumbuhan sel mulai melambat ketika nutrien, cahaya, pH, CO2 atau faktor kimia dan
fisika lain mulai membatasi pertumbuhan.

4. Fase Stasioner
Pada fase keempat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang. Laju kematian
fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga kepadatan fitoplankton
pada fase ini relatif konstan.
5. Fase Kematian
Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrien habis hingga ke level tidak
sanggup menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun dengan cepat
karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhannya hingga
kultur berakhir.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kultur fitoplankton
menggunakan media pupuk conwy/walne, dengan cara kerja pertama
penghitungan kepadatan dan selanjutnya kultur fitoplankton dan diamati selama
seminggu menghasilkan peningkatan pertumbuhan Nannochloropsis sp.

5.2 Saran
Saran pada praktikum ini yaitu agar praktikum bisa berjalan lebih kondusif dan
diharapkan agar praktikan dapat mengikuti prosedur yang ada, selain itu praktikan
juga diharapkan dapat mengerti materi yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, D. 2014. Diktat Teknologi Pakan Ikan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah
Negeri Waheru Ambon. Ambon.

Bold, H.C. and M.J. Wynne. 2009. Introduction to the Algae: Structure and.
Reproduction. Prentice-Hall Inc. United States of America.

Butcher, R. W. 2009. An Introductory Account of the Smaller Algae of British


CoastalWaters, Part 1 Introduction and Chlorophyceae, Fishery
Investigation Series IV. HMSO. London.

Christiani, A. 2016. Algae Culture and Phytoplankton Ecologi. 2nd Ed. Penerbit
University of Winconsin Press, Maddison.

Culture Collection of Algae and Protozoa (CCAP). 2012. Walne’s Medium for
Algal Cultures. Dunstaffnage Marine Laboratory, Oban, Argyll, PA371QA,
UK. pp. 1 -2.

Erlina, A. Hastuti, W. 2016. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.

Najmi Indah. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah (Schizophyta,


Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA IKIP
PGRI Jember.

Raoof, B. Kaushik, B.D. Prasanna, R. 2009. Formulation of a low-cost medium


production of Spirulina. Divison of Microbiology, Indian Agricultural ormass
Research Institute, New Delhi 110 012, India.
Redjeki, S. dan A. Ismail. 2013. Mikroalga Sebagai Langkah Awal Budidaya Ikan
Laut. Dalam Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Mikroalga. Pusat
Penilitia dan Pengembangan Bioteknologi LIPI.

Round, F.E. 2013. The Biology of Algae. By Edward Arnold Ltd., London.

Sidabutar, S., & Satari, H.I., 2010, Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada
Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, Jakarta,11,
6, 434.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

No. Gambar Keterangan

Inokulan Nannochloropsis sp. diukur


1. sebanyak 110 ml menggunakan gelas
ukur.

Air laut diukur sebanyak menggunakan


2.
gelas ukur.

Inokulan Nannochloropsis sp. sebanyak


3. 110 ml dimasukkan kedalam botol kaca
berukuran 1000 ml

Ditambahkan Air laut sebanyak


4.
kedalam botol kaca

5. Diteteskan pupuk Conwy sebanyak 1 ml

Botol kaca ditutup atasnya dengan


6. alumunium foil dan dirobek sedikit
sebagai tempat masuknya selang aerasi

Botol kaca diletakan di bawah lampu


7.
dan diaerasi selama 7 hari
FORMAT LAPORAN

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
2.2 Habitat
2.3 Cara Kultur Fitoplankton Skala Laboratorium
2.4 Pupuk Conwy
III. METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat
3.2 Alat Dan Bahan
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Persiapan Media
3.3.2 Perhitungan Kepadatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
4.2. Pembahasan
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
- Dokumentasi - Pretest
- Format Laporan - Postest

Anda mungkin juga menyukai