Anda di halaman 1dari 30

BAHAN AJAR

MATA KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI

“ SKRINING JAMUR “

PENYUSUN :

ARFA ISKHIA DILLA

17032004 / 2017

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSUTAS NEGERI PADANG

2020
” SKRIINING JAMUR “

A. Jamur

Jamur merupakan mikroorganisme yang memiliki inti, tidak


berklorofil, memiliki spora, umumnya berkembangbiak secara aseksual dan
seksual) terbentuk filament, struktur somatiknya bercabang-cabang, dinding
selnya terdiri dari selulosa, kitin atau kombinasi dari keduanya.

Ada 3 golongan jamur, yaitu :

1. Kapang (mold, jarum benang)


Merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler, serta memiliki ukuran
yang mikroskopis.
2. Khamir, ragi (yeast)
Merupakan fungi yang memiliki sel tunggal, pembelahannya melalui
pertunasan. Termasuk kedalam kelas Actinomycetes.
3. Cendawan (Mushroom)
Merupakan fungi yang terlihat menguntungkan karena untuk bahan
makanan. Memiliki ukuran yang tidak mikroskopis. Termasuk ke dalam
kelas Basidiomycetes (Dwijoseputro, 1998).

Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang


lebih lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya
mendominasi daerah asam, karena mikroba lain seperti bakteri dan
aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi
dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain masih aktif pada pH 9
atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil anti-biotik yang terkenal
yaitu : Penicilium (penisilin, griseofulvin), Cephalosporium (sefalosporin)
serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus (fumigasin); Chaetomium
(chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi
fungi sering menggunakan plate count.

Pada prinsipnya, suspensi contoh tanah dalam air steril,


diinokulasikan pada medium agar spesifik. Untuk menekan pertumbuhan
bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat dengan mengasamkan media
sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai pertumbuhan optimum
pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor. Selain itu
juga dapat menggunakan bakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan
sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan
bakteri dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasi fungi
dipengaruhi banyak faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH,
kelembaban, aerasi, temperatur, musim dan komposisi vegetasi. Komposisi
vegetasi sangat mempengaruhi populasi misalnya di daerah yang
ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol adalah aspergillus, sedangkan
penisilium paling banyak di daerah yang ditanami jagung (corn) (Waites,
dkk, 2008).

Upaya untuk memanfaatkan bahan alam harus seiring dengan


menjaga kelestariannya. Usaha tersebut dapat dicapai antara lain dengan
memanfaatkan mikroorganisme endofit yang hidup dalam jaringan bahan
alam tersebut. Bacon et al. (2001) melaporkan bahwa mikroorganisme endofit
adalah mikroorganisme yang sekurang-kurangnya selama periode tertentu
dari siklus hidupnya mengolonisasi jaringan tumbuhan tanpa menimbulkan
gejala penyakit atau kerusakan apa pun pada tumbuhan. Kapang endofit
merupakan salah satu mikroorganisme yang unik, karena tumbuh di
dalam jaringan yang berbeda antara tumbuhan yang satu dan tumbuhan
lainnya. Ren Xiang Tan & Wen Xin Zou (2001) menginformasikan bahwa
setiap tumbuhan tingkat tinggi mengandung beberapa mikroorganisme
endofit yang mampu menghasilkan metabolit sekunder yang diduga
sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik dari tumbuhan inangnya ke
dalam mikroorganisme endofit.

Mikroorganisme termasuk jamur dapat menjadi sumber produk


bahan alam dengan sifat yang bioaktif, termasuk sebagai antibakteri. Jamur
endofit telah banyak digunakan sebagai sumber baru dari produk bahan
alam yang menarik, sebab jamur endofit dapat menghasilkan komponen
yang berkontribusi pada tumbuhan inangnya yang kemungkinan potensial
digunakan untuk pengobatan modern, agrikultur, dan industri (Barnett HL,
1998). Produk bahan alam dari mikroba endofit mempunyai kemampuan
menghambat dan juga membunuh beragam mikroorganisme patogen tidak
terbatas pada phytopathogen, juga terhadap bakteri, jamur, virus dan
protozoa yang menginfeksi manusia dan hewan (Silverstein RM, 2005).

a. Fungi/Jamur

Fungi / Jamur merupakan organisme eukariotik yang memiliki dinding


sel dan pada umumnya tidak motil. Karakteristik ini menyerupai tumbuhan
namun fungi tidak memiliki klorofil. Dengan demikian fungi tidak dapat
melaakukan fotosintesis  menghasilkan bahan organik dari karbondioksida
dan air. Sehingga fungi disebut sebagai organisme heterotof dan sifat
heteretof menyerupai sel hewan.

Jamur yang memiliki peranan yang menguntungkan diantaranya sebagai


berikut :

1) Neurospora sitophila

(Jamur Neurospora sitophila)

Jamur ini berperan dalam pembuatan oncom. Oncom dapat dibuat


dari kacang tanah yang ditambahkan dengan bahan makanan lain
seperti bungkil tahu. Bahan-bahan tersebut dapat menjadi oncom
dengan bantuan jamur oncom. Proses yang terjadi dalam pembuatan
oncom hampir sama dengan pembuatan tempe. Jamur ini merupakan
sumber beta karoten pada fermentasi tradisional. Produk oncom yang
dikenal di Jawa Barat adalah hasil fermentasi yang dilakukan
Neurospora sitophila. Produksi spora untuk sumber beta karoten yang
dapat disubstitusikan pada makanan juga telah diteliti. Selain mampu
memberikan asupan, beta karoten juga merupakan sumber warna yang
cukup menarik

2) Aspergillus niger

(Jamur Aspergillus niger)

Jamur ini digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat


merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan dalam
bidang industri pangan  misalnya pada pembuatan permen dan
minuman kemasan. Jamur ini sering mengontaminasi makanan
misalnya roti tawar.

3) Rhizopus oryzae

(Jamur Rhizopus oryzae)

Jamur ini penting pada pembuatan tempe. Aktivitas jamur


Rhizopus oryzae menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi
manusia. Aktivitas enzim yang dihasilkan menjadikan protein terlarut
meningkat. Produk tempe kini juga telah dikembngkan menjadi
isoflavon yang penting bagi kesehatan.
4) Monascus purpureus

(Jamur Monascus purpureus)

Jamur ini dikalangan mikrobiolog jarang dikenal karena produk


yang dihasilkan. Mula pertama jamur ini ditemukan di Jawa namun
menjadi produk utama Cina dengan nama angkak. Angkak adalah
fermentasi pada beras. Jamur ini menghasilkan pewarna alami yang umumnya
digunakan pada masakan Cina. Saat ini telah ditemukan adanya zat
aktif yang dapat membantu kesehatan dan telah dikemas dalam
bentuk kapsul.

5) Penicillium sp.

(Jamur Penicillium sp.)

Jamur ini paling terkenal karena kemampuannya menghasilkan


antibiotika yang disebut pensilin. Sejak pertama kali dikenal terus
digunakan sampai sekarang. Jamur pengasil antibiotika saat ini telah
banyak diketahui sehingga ragam antibiotik pun semakin banyak. Selain
itu pembuatan antibiotika, spesies yang lain juga digunakan dalam
pembuatan keju khusus.
b. Actinomycetes

(Actinomycetes)

Actinomycetes merupakan suatu kelompok mikroorganisme yang


morfologinya merupakan bentuk peralihan antara bakteri dan jamur.
Actinomycetes termasuk mikroorganisme tanah yang umum dijumpai
pada berbagai jenis tanah. Populasinya berada pada urutan kedua setelah
bakteri bahkan kadang kadang hamper sama. Actinomycetes hidup
sebagai saprofit dan aktif mendekomposisi bahan organik sehingga
dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pada umumnya Actinomycetes
tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada keadaan
lingkungan dengan pH dibawah 5.0. Rentang pH yang paling cocok untuk
Actinomycetes adalah antara 6,5-8.0. Temperatur yang cocok untuk
pertumbuhan Actinomycetes adalah 25-30oC, tetapi pada suhu 55-65oC
Actinomycetes masih dapat hidup dalam jumlah cukup besar khususnya
genus Thermoactinomycetes dan Streptomyces.

Actinomycetes merupakan salah satu prokariot yang mirip fungi.


Beberapa yang membedakan antara fungi dan prokariot (bakteri) yaitu :

1. Actinomycetes tidak mempunyai nukleus, sehingga dimasukkan ke


dalam prokariot.

2. Bentuk hifa Actinomycetes dengan diameter 0,5 – 1,0 µm, sehingga


lebih kecil dari hifa jamur (3-8 µm).
Salah satu anggota Actinomycetes terutama genus Streptomyces memiliki
rantai spora pada hifa aerial dan memiliki miselium yang lengkap. Kelimpahan
miselium yang tinggi dan rantai sporanya panjang. Spora tersusun dalam
bentuk kumparan yang menggulung atau berpilin. Ada juga yang berbentuk
untaian panjang melengkung. Rantai spora Streptomyces sangat jelas
terlihat pada pengamatan mikroskopik, karena memiliki bentuk yang
khas. Hifa vegetatif memproduksi miselium bercabang sangat banyak
dan jarang yang berfragmen dengan diameter 0,5–2 µm serta memiliki
spora nonmotil (Waluyo, 2015).

Sifat dan Ciri Atinomycetes :

1) Actinomycetes kelihatan dari luar seperti jamur dan dalam banyak


buku dibicarakan sama dengan fungi eukariot
2) Actinomycetes dapat bersifat anaerob fakulatif (mampu tumbuh baik
jika terdapat O2 bebas atau tidak ada O2) sehingga dapat hidup di
lingkungan akuatik dan air.
3) Actinomycetes tumbuh seperti filamen-filamen yang tipis seperti
kapang dari pada sel tunggal sehingga Actinomycetes dianggap sebagai
fungi atau cendawan. Meskipun ada persamaan dalam hal pola
pertumbuhannya, yang membedakan adalah fungi itu eukariota
sedangkan Actinomycetes adalah prokariota.
4) Actinomycetes adalah bakteri gram positif aerobik yang membentuk
filament bercabang atau hifa (biasanya 0,5-1,0 mili mikron) dan
spora aseksual dan tumbuh sebagai filamen sel yang bercabang panjang
atau pendek.

B. Screening

Screening adalah sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi


adanya antibodi spesifik atau mikroorganisme dalam sejumlah besar
spesimen. Tes skrining relatif mudah dan tidak mahal (peralatan yang
dibutuhkan tidak terlalu rumit). Beberapa tes skrining masih dapat
dilanjutkan dengan tes lain yang lebih spesifik(Singleton, 2001).
tahap skrining, yang bertujuan untuk mendapatkan mikroba dengan
aktivitas yang di inginkan. Skrining dapat dilakukan dengan cara
menggunakan komponen tertentu atau bakteri indikator pada medium
pertumbuhan sebagai agen penyeleksi. Misal nya untuk skrining mikroba
penghasil enzim kitinase digunakan medium pertumbuhan yang
mengandung kitin, sedangkan untuk mendapatkan mikroba penghasil
protease digunakan medium pertumbuhan yang mengandung protein.

Skrining isolat potensial dilakukan dengan melihat zona bening yang


terbentuk pada media M9 yang mengandung kitin koloidal 2%. Skrining
dapat didefinisikan sebagai prosedur awal dalam menganalisis ada atau
tidak adanya suatu analit pada sampel yang dianalisis. Metode skrining
untuk deteksi aktivitas antimikroba pada produk alam terbagi menjadi tiga,
yaitu metode difusi, metode dilusi, dan bioautografi. Pada dasarnya
metode skrining ini merupakan pengukuran sederhana yang memberikan
respon “ada/tidak”, cukup sering digunakan, memberikan sensitivitas yang
lebih tinggi daripada metode lainnya. Selain itu metode-metode tersebut
sederhana, murah, hemat waktu, dan tidak memerlukan peralatan yang
canggih. Metode deteksi ini dapat dikombinasikan dengan kromatogafi lapis
cair, seperti kromatografi lapis tipis, kromatografi lapis tipis kinerja tinggi, dan
kromatografi elektro planar.

a. Metode Difusi

Metode Difusi sering digunakan untuk uji antimikroba pada senyawa


murni, terutama untuk senyawa polar. Metode cakram secara resmi
telah digunakan untuk deteksi kuantitatif zat inhibitor pada susu di
Amerika Serikat. Dalam prosedur ini, cakram kertas saring (dengan
diameter ± 6 mm), mengandung senyawa uji, ditempatkan pada permukaan
agar yang sebelumnya diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Agen anti
mikroba berdifusi ke dalam agar-agar dan menghambat pertumbuhan
mikroba uji tersebut. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi diukur.
Prosedur yang sama dilakukan dalam E-test, di mana garis-garis yang
digunakan sebagai pengganti cakram. Dalam metode silinder, stainless steel atau
porselen silinder dengan ukuran seragam (biasanya 8 mm x 6 mm × 10 mm)
ditempatkan pada permukaan agar yang diinokulasi dalam cawan petri, dan
diisi dengan sampel dan standar. Setelah inkubasi, silinder diambil dan
zona inhibisi diukur. Metode silinder adalah metode yang sering digunakan
untuk deteksi kuantitatif pada residu laktam. Untuk uji plat lubang, lubang
berdiameter beberapa milimeter dipotong di permukaan agar kemudian
diinokulasi dan diisi dengan sampel. Larutan senyawa uji yang berdifusi
kedalam media agar akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Kemudian, zona inhibisi diukur.

b. Metode dilusi
Keuntungan utama dari metode dilusi adalah dapat memperkirakan
konsentrasi senyawa uji dalam medium agar atau suspensi kaldu, hal ini
biasanya digunakan untuk penentuan nilai KHM dilusi ini dapat diaplikasikan
pada ekstrak yang kompleks, zat murni, sampel polar dan non polar.
Dalam prosedur dilusi agar, berbagai konsentrasi senyawa uji dicampur
dengan agar nutrien. Plat agar diinokulasi kemudian diinkubasi. Konsentrasi
terendah dari senyawa antimikroba yang menunjukkan nilai KHM yaitu
pada saat tidak terdeteksinya pertumbuhan mikroorganisme. Dalam uji
tabung, berbagai konsentrasi senyawa uji dicampur dengan suspensi bakteri
dalam serangkaian tabung, konsentrasi terendah menyebabkan penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme sesuai dengan nilai MIC. Dalam uji
mikrodilusi, mikroorganisme tumbuh dalam sumuran plat, dengan
penambahan berbagai konsentrasi senyawa uji. Pertumbuhan mikroorganisme
ditunjukkan oleh adanya kekeruhan dalam sumuran plat

c. Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan teknik laboratorium yang digunakan untuk
mendeteksi zat yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji
dalam campuran dan matriks yang kompleks. Metode ini menggabungkan
penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon dari
mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit
yang dapat berupa antibakteri, antijamur, antitumor, antriprotozoa.

Aplikasi dari metode bioautografi ini, diantaranya :

1. Mencari zat antibiotik, antijamur, antitumor, dan antiprotozoa baru


dengan mempelajari aktivitas biologis zat yang berasal dari tanaman,
mikroorganisme, atau kombinasi secara kimia.

2. Penelitian antibiotik dan senyawa biologis aktif lainnya dalam air limbah,
air minum, cairan tubuh, pakan, dan makanan.

3. Kontrol kualitas obat-obatan antibiotik.

4. Mencari senyawa antimikroba yang efektif melawan bakteri dan jamur


patogen pada tanaman.

5. Deteksi dan penentuan senyawa toksin (misalnya, aflatoksin) atau


fototoksik (misalnya, furokumarin).

Metode bioautografi dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Bioautografi kontak
Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil
elusi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi
dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya
daerah bening yang tidak ditumbuhi mikroba.

2. Bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay


Pada bioautografi agar overlay, plat KLT hasil elusi senyawa yang
akan diuji dilapisi dengan agar yang masih cair yang sudah diinokulasi
dengan mikroba uji. Setelah agar mengeras, plat KLT diinkubasi dan
diwarnai dengan reagen warna tetrazolium. Penghambatan dapat dideteksi
dengan terbentuknya pita (band).
3. Bioautografi langsung
Bioautografi langsung dilakukan dengan menyemprotkan mikroba uji
pada plat KLT hasil elusi senyawa yang akan diuji atau dengan mencelupkan
plat KLT pada suspensi mikroba uji yang telah ditumbuhkan pada medium
kaldu yang cocok dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk
divisualisasikan dengan menyemprot plat KLT dengan reagen warna
tetrazolium.
Keuntungan metode bioautografi ini diantaranya, sifatnya yang efisien
untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak
dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks
sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut(Istianah,
dkk, 2018).

Mikroba berperan penting dalam proses biodegradasi berbagai jenis limbah


di lingkungan.

Jenis-jenis limbah di lingkungan dapat dibagi berdasarkan berbagai


kategori antara lain :

1. Bentuk : padat, cair, lumpur, gas


2. Jenis komposisi senyawa : organik dan anorganik
3. Sumber : pemukiman, pertanian, industri, pertambangan

Penggunaan mikroba untuk berbagai kepentingan misalnya : upaya


bioremediasi limbah membutuhkan upaya eksplorasi mikroba yang
berpotensi mendegradasi senyawa penyusun limbah.

Jenis-jenis mikroba yang telah diketahui mempunyai peranan besar


dalam proses bioremediasi lingkungan dari pencemaran utamanya dari
golongan bakteri, khamir dan kapang. Tingkat keanekaragaman jenis
mikroba yang mampu mendegradasi limbah pencemar adalah sangat tinggi,
dan bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain bergantung pada
jenis, karakteristik, dan kelimpahan kandungan substrat bahan pencemar.
Perbedaan kemampuan degradasi pada masing-masing jenis mikroba
bergantung pada variasi jenis mikroba dan enzim yang dimilikinya.

Limbah Pencemaran Lingkungan


Berdasarkan kandungan bahan organik yang ada dalam limbah
cair rumah tangga, maka proses transformasi dari bahan organik yang
akan terjadi adalah proses penguraian antara lain meliputi hidrolisis :
1. Terjadinya proses transformasi dalam air limbah tersebut adalah
akibat terjadinya reaksi enzimatis yang diproduksi oleh mikroba
pengurai secara hidrolisis
2. Reaksi enzim secara umum dinyatakan dalam
enzim + substrat ↔ kompleks enzim-substrat ↔ produk + enzim

Tingkat keanekaragaman jenis mikroba yang mampu mendegradasi


limbah pencemar adalah sangat tinggi, dan bervariasi dari suatu tempat ke
tempat yang lain bergantung pada jenis, karakteristik, dan kelimpahan
kandungan substrat bahan pencemar.

Tingkat keanekaragaman jenis mikroba yang mampu mendegradasi


limbah pencemar adalah sangat tinggi, dan bervariasi dari suatu tempat ke
tempat yang lain bergantung pada jenis, karakteristik, dan kelimpahan
kandungan substrat bahan pencemar. Perbedaan kemampuan degradasi
pada masing-masing jenis mikroba bergantung pada variasi jenis mikroba
dan enzim yang dimilikinya.
Contoh bakteri potensial :

1. Bakteri pengurai proteolitik:

Staphylococcus aureus

Pseudomonas spp
Proteus spp

Bacillus subtilis

Bacillus cereus
Clostridium botulinum

2.Bakteri pengurai karbohidrat:

B.polymixa

B.macerans
B. licheniformis

C. Diastaticus

3. Bakteri pengurai detergen:

Pseudomonas facilis
4. Bakteri pengurai minyak/lemak

Pseudomonas spp., Alcaligenes, Micrococcus, Flavobacterium,


Acinetobacter, Alcaligenes, Streptococcus, Achromobacter, Serratia, Bacillus,
Staphylococcus, Clostridium sp.

Metode Skrining Bakteri Pengurai Amilum, Protein, Lemak(Minyak),


dan Detergen :

1. Sampel (air /tanah) ditumbuhkan pada media selektif cair yang


berisi mineral dan substrat (amilum, susu skim, minyak, olive dan
detergent)
2. Setelah beberapa hari inkubasi (4 hari) kultur ditumbuhkan kembali
pada media padat selektif .
3. Bakteri yang tumbuh merupakan bakteri potensial hasil skrining.
4. Isolat bakteri dimurnikan sampai didapatkan isolat tunggal.
5. Bakteri disimpan untuk uji lanjut dalam tabung reaksi di tabung
reaksi.
Pada salah satu artikel penelitian yang berjudul Skrining dan uji
antagonis jamur Trichoderma harzianum yang mampu bertahan di filosfer
tanaman jagung.

Pada artikel dijelaskan Alternatif pengendalian terhadap penyakit


bulai yang lebih efektif dan ramah lingkungan. Salah satu strategi yang saat
ini sedang diteliti dan dikembangkan adalah penggunaan agensia hayati,
diantaranya adalah Trichoderma spp. Jamur Trichoderma spp. Telah
banyak dilaporkan sebagai antagonis yang efektif untuk pengendalian
patogen tumbuhan pada berbagai patosistem.

Metode yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

1. Perbanyakan jamur T. harzianum.


2. Persiapan tanaman jagung sebagai inang.
3. Inokulasi ke daun tanaman jagung.
4. Re-isolasi jamur T. harzianum dari daun tanaman jagung.
5. Pengamatan dan pengumpulan data.
6. Pengamatan terhadap jamur T. harzianum.
7. Uji kepastian isolat hasil re-isolasi.
8. Pemilihan 3 isolat terbaik jamur T. harzianum.

Dari hasil screening pada bagian titik tumbuh didapatkan isolat 5 yang
dapat pada 20 hari setelah aplikasi penyemprotan, pada bagian daun
ke-2 didapatkan isolat 4 dan 5 yang dapat bertahan pada 17 hari setelah
aplikasi penyemprotan dan pada daun terakhir didapatkan isolat 1, 2, 3 dan 5
yang dapat bertahan pada 22 hari setelah aplikasi penyemprotan.

Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Jamur Trichoderma harzianum mampu bertahan di filosfer tanaman jagung.


T. harzianum mampu bertahan selama 17 hari setelah aplikasi ke tanaman
jagung (HSA) hingga 22 HSA.

2. Isolat-isolat T. harzianum yang diaplikasikan pada tanaman jagung


masih memiliki kemampuan antagonisme yang baik.
3. Tiga isolat T. harzianum yang mampu bertahan hidup selama 17 sampai
22 hari di filosfer tanaman jagung dengan kemampuan antagonisme
terbaik berturutturut adalah ThR.I1, ThT.I5, dan ThD.I4.

Pada artikel kedua yang berjudul “ Skrining beberapa jamur


endofit tumbuhan dari pulau enggano, bengkulu sebagai antibakteri dan
antioksidan” Menjelaskan Penelitian mengenai endofit umumnya ditujukan
untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bahan bioaktif yang dihasilkan
oleh jamur endofit (Strobel, 2003; Strobel dan Daisy, 2003). Lebih lanjut
penelitian tersebut dilakukan untuk penapisan isolat potensial yang
mampu menghasilkan senyawa antibiotik, antivirus, antikanker,
immunomodulator, dan antioksidan (Tan dan Zou, 2001). Isolasi dan
identifikasi jamur endofit dilakukan sebagai langkah awal untuk menyeleksi
isolat endofit unggulan yang mampu menghasilkan senyawa metabolit
dan bahan bioaktif. Pada studi ini telah dilakukan skrining awal potensi
dari jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan-tumbuhan di Pulau
Enggano, Bengkulu sebagai antibakteri dan antioksidan. Informasi
tentang aktivitas sebagai antibakteri berpotensi untuk menjadi informasi
awal untuk pengembangan antibiotik baru.

Cara kerja :

1. Tumbuhan : Sampel tumbuhan tersebut terdiri dari sembilan jenis yaitu


Dioscorea bulbifera, Cryptocarya sp., Calophyllum soulattri, Fibraurea
chloroleuca, Knema cinerea, Piper sp., Smilax macrophylla, Smilax
odoratissima, dan Smilax zeylanica. Identifikasi tumbuhan dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor.
2. Isolasi jamur endofit
3. Identifikasi isolat jamur endofit
4. Kultivasi kultur jamur endofit dan ekstraksi
5. Uji aktivitas antibakteri
6. Uji aktivitas antioksidan
7. Kromatografi lapis tipis
8. Penentuan nilai konsentrasi hambat minimum
9. Penentuan nilai IC50 untuk peredaman radikal DPPH

Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Ekstrak beberapa jamur endofit yang berasosiasi dengan tumbuhan dari


Pulau Enggano memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan dengan tingkat
yang berbeda-beda. Beberapa ekstrak memiliki aktivitas yang lebih
unggul dibanding yang lainnya, diantaranya ekstrak jamur endofit AK3018-1
dari umbi Dioscorea bulbifera dan FC-1 dari ranting Fibraurea chloroleuca
yang menunjukkan aktivitas antiradikal DPPH yang cukup kuat dengan
nilai IC50 masing-masing sebesar 85 dan 84 μg/ml. Sementara itu, ekstrak
SM -2 dari batang Smilaxmacrophylla menunjukkan aktivitas antibakteri
paling kuat dengan nilai KHM sebesar 64 μg/ml terhadap S. aureus.
Sebagian besar hasil yang diperoleh merupakan informasi baru dan menarik
untuk diteliti lebih lanjut tentang senyawa kimia yang dihasilkan dan
identifikasi jenis jamurnya, terutama untuk ekstrak yang memperlihatkan
aktivitas lebih kuat dibandingkan yang lainnya.

Pada artikel ketiga yang berjudul “ Isolasi skrining dan identifikasi jamur
xilanolitik lokal yang berpotensi sebagai agensi pemutih pulp yang marah
lingkungan (Isolation, Screening and Identification Xylanolytic Local Fungi that
Potentially as Pulp Bleaching Agents) “.

Menjelaskan bahwa xilanase merupakan enzim yang dapat digunakan


dalam proses pemutihan (biobleaching) pulp. Xilanase dapat mendegradasi
kandungan xilan dalam pulp yang terikat secara kovalen dengan lignin
dan selulosa sehingga senyawa kimia lebih mudah masuk dan mereduksi
kandungan lignin dalam pulp (Guimaraes dkk, 2013). Proses pemutihan
(bleaching) kertas bubur kertas (pulp) selama ini selama ini masih
didominasi bahan kimia (senyawa hipoklorit) yang memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan perairan (sungai, danau, lahan pertanian).

Keuntungan menggunakan xilanase adalah mengurangi penggunaan


senyawa kimia terutama senyawa hipoklorit yang berpotensi mencemari
lingkungan sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Hasil penelitian
Savitha dkk (2007) menunjukkan terjadinya penurunan penggunaan
senyawa kimia dalam proses pemutihan pulp akibat perlakuan awal
menggunakan xilanase. Xilanase yang digunakan dalam industri pulp dan
kertas harus memenuhi syarat sesuai kondisi pulp yaitu tahan pada suhu
tinggi, bebas dari aktivitas selulase dan aktif pada pH alkali (Raghukumar
dkk, 2004). Variasi struktur xilan pada tumbuhan mengakibatkan
adanya perbedaan karakteristik enzim yang bertanggungjawab terhadap
hidrolisis xilan. Xilanase dengan karakteristik tertentu diproduksi oleh
species jamur yang berlainan pada substrat berbeda. Oleh karena itu usaha
untuk terus mencari enzim xilanolitik dari strain jamur indigenous unggul
yang sesuai dengan struktur xilan tumbuhan yang digunakan dalam industri
pulp dan kertas di Indonesia menjadi sangat penting.
Metode penelitian :
1. Koleksi sampel
2. Isolasi jamur tanah
3. Skrining
4. Aktivitas xilanase
5. Kemampuan isolat unggul terhadap selulosa dan lignin
6. Identifikasi jamur terpilih

Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Jamur yang menunjukkan kemampuan xilanolitik tinggi pada media agar


basal diuji kembali pada media cair. Skrining pada media cair yang
juga mengandung 1% birchwood xylan menunjukkan adanya kemampuan
isolat jamur yang bervariasi dalam menghasilkan xilanase. Berdasarkan
pengujian aktivitas xilanolitik pada media cair diketahui bahwa C. Globosum
mempunyai aktivitas spesifik tertinggi (470,7844 U/mg protein) di antara
isolat jamur yang lain. Selain itu P. simplissimum (286,6156 U/mg protein),
A. tamarii (163,0258 U/mg protein) dan Monocillium sp. (127,4046)
juga memiliki aktivitas cukup tinggi dibandingkan isolat jamur lain.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 111 isolat fungi dan empat di


antaranya merupakan penghasil xilanase tertinggi. Keempat fungi tersebut
diidentifikasi sebagai Chaetomium globosum, Penicillium simplicisimum,
Aspergillus tamari dan Monocillium sp. Berdasarkan kemampuan xilanolitik
dan lignolitiknya, keempat jamur tersebut berpotensi dikembangkan dan
dimanfaatkan dalam industri pulp dan kertas berdasarkan sifat xilanolitik
dan lignolitiknya.
Pada artikel keempat yang berjudul “ Skrining jamur antagonis
terhadap jamur Xylaria sp. Penyebab penyakit lapuk akar dan pangkal
batang tebu.

Menjelaskan bahwa Akhir-akhir ini pada budidaya tebu di


Lampung terdapat penyakit lapuk akar dan pangkal batang tebu
(LAPB). Penyakit tersebut pertama kali dilaporkan di pertanaman tebu
Gunung Madu Plantations pada tahun 1993. LAPB pada tanaman tebu
disebabkan oleh Xylaria sp.

Tunggul dan akar tebu yang terinfeksi merupakan tempat bertahan


Xylaria sp. dari satumusim tanam ke musim tanam berikutnya (Hersanti
dan Sitepu, 2005). Pengendalian LAPB menggunakan fungisida heksakonazol
secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan Xylariasp. (Winarno, 2015).
Namun pengendalian LAPB secara kimia terus menerus memerlukan tambahan
beaya serta menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Atas dasar hal
itu maka alternatif pengendalian ramah lingkungan terhadap LAPB dilakukan
melalui eksplorasi agen antagonis. Mikroorganisme yang terdapat di tanah
dieksplor untuk .menjadi antagonis terhadap Xylaria sp. penyebab
LAPB.

Penelitian pada tahap pertama, seleksi isolat jamur yang


berpotensi sebagai antagonis berdasarkan daya hambat, penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian tahap dua, seleksi
isolat jamur berpotensi sebagai antagonis berdasarkan kemampuan
pertumbuhan, kerapatan spora dan viabilitas spora menggunakan rancangan
acak kelompok (RAK) yang dikelompokkan berdasarkan ulangan sebanyak
tiga kali. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan
dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5%.

Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Seleksi Isolat Jamur yang Berpotensi Sebagai Antagonis Berdasarkan


Daya Hambat. Menunjukkan bahwa jamur yang berpotensi sebagai jamur
antagonis berbeda nyata dengan kontrol yang berupa pertumbuhan tunggal jamur
Xylariasp. Jamur yang terpilih yaitu 17 isolat. Seleksi Isolat Jamur yang
Berpotensi Sebagai Antagonis Berdasarkan Diameter Pertumbuhan, Kerapatan
Spora dan Viabilitas Spora.

Diameter pertumbuhan. menunjukkan bahwa pertumbuhan cepat


koloni adalah isolat 3, isolat 7, isolat 9, isolat 10, isolat 11, isolat 22, dan isolat 32,
sedangkan isolat lainnya dalam 4 hari inkubasi belum mencapai diameter koloni 9
cm.

Kerapatan Spora. Menunjukkan bahwaisolat 22 mempunyai


kerapatan spora 7,50X 109spora/ml. Isolat 3, isolat 7, isolat 8, dan isolat
32 mempunyai kemampuan sama dengan isolat 22 akan tetapi berbeda
nyata dengan isolat 1, isolat 15, isolat 16, isolat 17, isolat26, isolat 27, isolat 29,
isolat 33 dan 34 memiliki kerapatan spora relatif rendah. Viabilitas Spora.
Viabilitas spora diamati setelah dilakukan 12 jam inkubasi pada media PDA
bahwa setiap isolat memiliki kemampuan berkecambah berbeda-beda.
Menunjukkan bahwa isolat 7 memiliki persentase viabilitas spora yang sama
baiknya denganisolat1, isolat 3, isolat 9, isolat 10, isolat 15, isolat 22, isolat 26,
isolat 29, dan isolat 34, akantetapi berbeda nyata dengan isolat 8, isolat 11, isolat
16, isolat 17, isolat 27, isolat 32 danisolat 33 yang mempunyai persentase
viabilitas spora relatif rendah.

Seleksi Isolat Jamur Unggulan Sebagai Antagonis. Menunjukkan


bahwa jamur yang unggul sebagai antagonis. Isolat yang memiliki
keunggulan dari setiap parameter pengamatan yaitu isolat 3, 7, dan 22.
Ketiga isolat tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi secara makroskopis
dan mikroskopis.

Identifikasi Jamur. Ketiga isolat unggul di identifikasi secara


makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan hasil identifikasi ketiga isolat tersebut
adalah Trichoderma sp. Trichoderma sp. memiliki ciri-ciri makroskopis yaitu
koloni awal pertumbuhan berwarna putih selanjutnya berubah menjadi warna
hijau tua. Secara mikroskopis jamur Trichoderma sp. Memiliki konidiofor
bercabang banyak, fialid berbentuk seperti botol, kondia berwarna hijau,
berbentuk bulat dan agak lonjong. terdapat 17 isolat jamur yang
berpotensi sebagai antagonis terhadap Xylariasp dan 3 isolat terpilih
memiliki keunggulan dalam daya hambat, diameter pertumbuhan koloni,
kerapatan spora dan viabilitas spora dari genus Trichoderma sp.

Pada artikel kelima yang berjudul “ Skrinning aktivitas antibiotik


jamur simbion pada spons di perairan malalayang “

Menjelaskan bahwa Resistensi bakteri terhadap antibiotik bukan


merupakan sesuatu yang baru . Penggunaan antibiotik yang berlebihan
merupakan penyebab utama dari besarnya jumlah bakteri patogen dan komensal
yang resisten terhadap antibiotik. Peningkatan resistensi bakteri terhadap
antibiotik merupakan ancaman serius terhadap bidang kesehatan, karena itu
diperlukan penemuan dan pengembangan jenis antibiotik baru yang dapat
melawan mekanisme resistensi. Kebutuhan antibiotik baru masih sangat
diperlukan, terutama yang efektif melawan bakteri resisten.

Resistensi mikroorganisme terhadap obat-obat yang beredar


menyebabkan banyak peneliti yang berusaha mencari bahan-bahan
antibiotik baru.. Informasi mengenai kandungan antibiotik dari jamur
simbion spons masih kurang sehingga penelitian tentang mikroorganisme
yang bersimbiosis dengan spons dari perairan Sulawesi Utara, khususnya
perairan Malalayang perlu dilakukan.

Metode penelitian :
1. Pengambilan sampel
2. Isolasi jamur
3. Skrining Aktivitas Antibiotik dari Jamur Endosimbion
4. Kultivasi dan Ekstraksi Jamur Pada Media Nasi
5. Partisi
6. Uji Aktivitas Antibiotik
7. Pengujian Antibiotik Dari Ekstrak Jamur
Dari artikel tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Identifikasi Spons

Identifikasi morfologi didasarkan pada panduan yang digunakan, diperoleh


empat jenis spons yaitu: Placosponsgia melobesioides, Plakortis sp., Agelas
mauritiana., dan Acervo chalina confuse

Jamur Simbion pada Spons

Isolasi jamur dari empat jenis spons di diperoleh 11 jenis isolat jamur
dengan karakteristik umum miselia berwarna hitam, bening, putih,dan coklat.

Aktivitas Antibiotik dari Isolat Jamur

Pengujian aktivitas antibiotik dari 11 isolat jamur simbion memperlihatkan


bahwa tiga isolat jamur mampu memberikan aktivitas antibiotik terhadap bakteri
S. aureus yaitu isolat 1.1, 1.2, dan 2.1 yang ditandai dengan terbentuknya zona
hambat di sekitar kertas cakram. Ke-11 isolat tidak menunjukkan aktivitas
antibiotik terhadap bakteri E. coli. Isolat jamur yang telah diisolasi dari spons
memiliki spektrum yang sempit yang hanya mampu bekerja pada bakteri Gram
positif.

Aktivitas Antibiotik dari Ekstrak Isolat Jamur Simbion

Diameter zona hambat dari keempat ekstrak jamur simbion terhadap


bakteri S. Aureus

Diperoleh 11 isolat jamur dari spons P. melobesioides, Plakortis sp.,


A. confusa dan spons spesies A.mauritiana. Aktivitas antibiotik dari isolat
jamur hanya mempengaruhi bakteri S. aureus yang merupakan gram positif,
isolat tersebut adalah isolate dengan kode 1.1 dari spons P. melobesioides dan
2.1 dari spons Plakortis sp. Induksi bakteri S. aureus pada media nasi
yang digabungkan dengan isolat jamur simbion tidak memberikan
pengaruh terhadap aktivitas antibakteri jamur tersebut dan fraksi metanol
mampu menghambat aktivitas bakteri S. aureus . Hal ini menandakan
bahwa senyawa antibiotik dari isolat jamur 1.1 adalah senyawa dengan sifat
semi polar.
DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R. M. 1984. Microbiology. New York : Macmillan Publishing Company.

Barnett H. L. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi 4th ed. USA : Inc.

Dewi W, Aldho P.P, Muhammad I, Praptiwi. 2016. Skrining Beberapa jamur


Endofit Tumbuhan Dari Pulau Enggano, Bengkulu Sebagai Antibakteri
dan Antioksidan. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. Volume 15 Nomor 3.

Dwijoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Efri1, Joko Prasetyo, dan Radix Suharjo. 2009. Skrining Dan Uji Antagonis
Jamur Trichoderma Harzianum Yang Mampu Bertahan Di Filosfer
Tanaman Jagung. Jurnal HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Vol. 9, No. 2:
121 – 129.

Elisa Nurnawati1, Sebastian Margino, Erni Martani dan Sarto. 2014. Isolasi
Skrining Dan Identifikasi Jamur Xilanolitik Lokal Yang Berpotensi
Sebagai Agensi Pemutih pulp yang marah lingkungan (Isolation,
Screening and Identification Xylanolytic Local Fungi that
Potentially as Pulp Bleaching Agents). Jurnal Manusia Dan Lingkungan. Vol.
21 No. 3.

Frengky Sihombing, Robert A. Bara, Losung Fitje. 2017. Skrining Aktivitas


Antibiotik Jamur Simbion Pada Spons Di Perairan Malalayang.
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. Vol 1 Nomor 1.
Hidayat, Nur, Masdiana dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Yogyakarta: Andi Publisher

Istianah, Nur, dkk, 2018. Teknologi Bioproses. Malang : UB Press.

Ren Xiang Tan & Wen Xin Zou, 2001. Endophytes. Natural Product
Reports. 18

Silverstein R. M, 2005. Plant Pathology. USA : John Wiley & Son.

Suskandini R. D, Efri, Cipta G, Annisa R. 2016. Skrining Jamur Antagonis


Terhadap Jamur Xylaria sp. Penyebab Penyakit Lapuk Akar Dan Pangkal
Batang Tebu. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Waites, M.J., Neil. M, John,S.R.,dan Gary,H. 2008. Industrial Microbiology.


London : Blacwell Science.

Waluyo, Lud, 2015. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang


Malang : Prees.

Anda mungkin juga menyukai