PENDAHULUAN
1
lainnya dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan pada tanaman
inang dengan cara membantu tanaman dengan menyerapunsur hara terutama P.
Sebagian besar jamur dapat ditemukan hidup pada tanah-tanah yang
mengandung, serasah, dahan-dahan pohon besar yang telah lapuk dan sebagian
terdapat pada pohon yang masih hidup, atau rumput-rumputan yang terdapat pada
beberapa wilayah di bukit selama musim penghujan saja, dan rumput-rumputan
akan segera mengering jika musim kemarau. Fungi mikoriza dapat ditemukan
hampir pada semua ekosistem darat termasuk daerah beragam atau salin balik
hutan pantai maupun mangrove. Ekosistem hutan mangrove termasuk tipe
ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkngan yang
sangat dominan dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu
faktor lingkungan lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan
mangrove adalah salinitas atau kadar garam (Kusmana, 1995).
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Faktor substrat
Substrat merupakan sumber utama bagi kehidupan Jamur (Fungi). Hal
ini dikarenakan jamur (Fungi) memperoleh nutrien dari substrat yang
ditinggalinya. Nutrient yang didapat dari substrat baru dimanfaatkan oleh
jamur setelah jamur (Fungi) mengekresikan enzim-enzim ekstraseluler yang
dapat mengurai senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa
yang lebih sederhana.
3
Mempelajari pertumbuhan jamur merupakan hal yang sangat penting,
hal ini dikarenakan jamur (Fungi) memiliki penanan yang sangat penting di
alam. Jamur (Fungi) bersifat heterotrof atau memperoleh zat organik dari hasil
sintesis organisme lain. Zat organik dapat berasal dari sisa-sisa organisme
mati dan bahan tak hidup atau dari organisme hidup. Berdasarkan cara
memperoleh makanannya jamur (Fungi) dapat hidup sebagai saprofit, parasit
maupun mutual.
- Saprofit
Jamur (Fungi) yang bersifat sebagai saprofit memperoleh makanannya
dari sisa-sisa organisme mati dan tak hidup. Misalnya serasah di tanah
(ranting-ranting dan daun yang telah gugur atau melapuk). Jamur ini berperan
sebagai dekomposer (pengurai) utama yang menyebabkan pelapukan dan
pembusukan.
- Parasit
Jamur (Fungi) sebagai parasit ini tumbuh menumpang pada organisme
hidup lain. Jamur ini bersifat merugikan organisme inangnya karena dapat
menyebabkan penyakit.
- Mutual
Apabila jamur (Fungi) sebagai mutual, maka jamur dapat
mempengaruhi kehidupan tanaman tertentu. Jamur dengan sifat mutual hidup
saling menguntungkan dengan organisme inangnya. Contohnya jamur yang
bersimbiosis dengan ganggang hijau biru atau ganggang hijau membentuk
lumut kerak (lichen). Jamur membantu ganggang menyerap air dan mineral,
sedangkan ganggang menyediakan bahan organik hasil fotosintesisnya bagi
akar tanaman tingkat tinggi membentuk mikoriza.
2. Kelembaban
Untuk jamur (Fungi) jenis Rhizopus atau Mucor serta jamur (Fungi)
tingkat rendah lainnya biasanya memerlukan lingkungan dengan kelembaban
90%, sedangkan untuk jenis kapang seperti Aspergillus, Penicillum serta
kapang lainnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban sekitar 80%.
Untuk jamur (Fungi )yang tergolong seperti Aspergillus flavus dapat hidup
dengan kelembaban lingkungan 70%.
3. Suhu
Suhu menjadi faktor penting bagi pertumbuhan jamur (Fungi). Suhu
ekstrem, yaitu suhu minimum dan maksimum merupakan faktor yang
4
menentukan pertumbuhan jamur (Fungi), sebab dibawah batas suhu minimum
dan di atas suhu maksimum jamur (Fungi) tidak akan hidup. Berdasarkan
pada kisaran suhu, jamur (Fungi) dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
jamur (Fungi) termofil, mesofil, dan psikrofil.
a. Jamur (Fungi) Termofil
Termofil yaitu jamur (Fungi) yang mempunyai suhu minimum diatas
20 derajat celcius, suhu maksimum 50 derajat celcius atau lebih, dan suhu
optimum sekitar 35 derajat celcius atau lebih.
b. Jamur (Fungi) Mesofil
Jamur mesofil memiliki suhu minimum diatas 0 derajat celcius, suhu
maksimum dibawah 50 derajat celcius, dan suhu optimal antara 15-40
derajat celcius.
c. Jamur (Fungi) Psikrofil
Kelompok psikrofil merupakan jamur yang mempunyai suhu
minimum dibawah 0 derajat celcius, suhu optimum antara 1-17 derajat
celcius, dan pada suhu diatas 20 derajat celcius jamur ini sudah tidak
dapat hidup.
Kisaran suhu untuk mertumbuhan miselium pada umumnya lebih luas
dibandingkan untuk pembentukan tubuh buah jamur (Fungi). Suhu optimum
yang diperlukan untuk pembentukan tubuh buah umumnya lebih rendah dari
pada untuk pertumbuhan miselium.
5. Senyawa kimia
5
Keberadaan senyawa kimia merupakan hal yang juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan jamur (Fungi), keberadaan senyawa kimia sering
kali mencegah pertumbuhan jamur (Fungi). Misalnya penggunaan natrium
benzoat untuk bahan makanan sebagai pengawet dengan tujuan mencegah
pertumbuhan jamur (Fungi).
- Fungi Pirofil. Ada pula fungi yang selalu ditemukan setelah suatu
kebakaran di alam. Fungi demikian disebut fungi pirofil, misalnya spesies
dari genus Pyronema ( artinya “fire worms”) (Alexopoulos et al., 1996)
dari genus Neurospora yang menghasilkan massa konidia berwarna jingga
(Gandjar, 1970,tidak dipublkasi)
6
- Fungi Entomofil. Fungi yang selalu dapat diisolasi dari serangga,
terutama serangga yang sudah mati dikenal sebagai fungi entomofil,
misalnya Beauveria bassiana, Aspergillus fumigatus, Cordiceps militaris,
dan Cordiceps capitata. Fungi entomofil tersebut mampu menghasilkan
keratinase yang mendegradasi kitin yang terdapat pada tubuh serangga.
- Fungi Kayu atau Jamur Kayu (wood fungi). Sejumlah besar fungi dapat
ditemukan pada kayu dan menyebabkan kerusakan berupa pelapukan
kayu. Fungi tersebut mempunyai aktivitas selulolitik yang sangat kuat.
Hidupnya bisa pada kayu dari pohon yang masih hidup, maupun pada
kayu yang sudah mati. Sebagian besar diantaranya tergolong kedalam
Basidiomycota, antara lain : Volvariella volvaceae, Pleuotus sajor-caju,
Lentinus edodus, Aagaricus sp dan Auricularia sp. (Alexopoulos et
al.,1996; Djarwanto, 1997, Chang & Quimio, 1982; Moore-Landecker,
1996 Charlile & Watkinson, 1994), ada Ascomycetes yang hanya bisa
tumbuh pada kayu untuk mendapatkan nutrien. Fungi kayu terutama
mendegradasi lignin dan selulosa. Kayu terbentuk oleh lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Jamur pelapuk kayu terdiri dari 3 macam yaitu Jamur
pelapuk lunak mampu mendegradasi selulosa dari komponen penyusun
dinding sel kayu sehingga menjadi lunak. Jamur pelapuk putih mampu
mendegradasi komponen lignin (Isroi, 2011). Jamur pelapuk cokelat
berfungsi mendegradasi selulosa dan hemiselulosa daripada lignin
(Prasetya, 2005). Jamur pelapuk kayu tidak memproduksi makanannya
sendiri, oleh karena itu jamur ini memerlukan kayu (inang) untuk
memperoleh zat organik (lignin, hemiselulosa dan selulosa) sebagai
sumber energi (Riah, 2014). Jamur pelapuk kayu mempertahankan
hidupnya akan mengambil energi serta bahan-bahan organik baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati yang dihasilkan oleh kayu.
7
- Fungi Hutan Mangrove. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas
dan terdapat di daerah pantai tempat pertemuan muara sungai dan lautan.
Daerah tersebut selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Di
ligkungan demikian terdapat ekosistem yang khas pula karena
berlangsung keterkaitan ekosistem laut dan ekosistem darat. Dengan
demikian mangrove merupakan ekosistem penghubung dua ekosistem
tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove
terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat
dekomposisi serasah daun (Fell dkk., 1975). Dari hasil penelitian Ito dan
Nakagiri (1997) diketahui bahwa pada Rizosfer Sonneratia alba terdapat 9
jenis fungi yang terdiri atas: Acremonium sp., Alternaria alternata,
Cylindrocarpon. destractans, Fusarium moniliforme, Pestalotiopsis sp.1
Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2 jenis tidak teridentifikasi.
Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis fungi, yaitu :
Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum,
Pencillium sp. 2, Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma
aureoviride, Trichoderma harzianum, Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak
teridentifikasi.
B. Fungi Akuatik. Fungi yang memiliki habitat perairan tawar, seperti danau,
sungai,kolam dan genangan air dikelompokkan ke dalam fungi akuatik.
Banyak diantara fungi tersebut masuk dalam Phylum ‘Oomycota’, Phylum
‘Hyphochytriomycota’ dan Phylum Chytridiomycota. Selain fungi dari
Phylum tersebut, fungi dari Phylum Zygomycota, Ascomycota, dan
Basidiomycota juga dapat ditemukan di perairan. (Alexopoulos et al.,1996;
Lachance et al., 1998), Sebagian besar fungi akuatik adalah saprofit yang
hidup pada serasah atau pada algae dan bagian-bagian tumbuhan yang sudah
mati dan juga pada bangkai hewan yang ada di dalam perairan. Fungi akuatik
berperan penting dalam mendegradasi bahan organik dan daur ulang nutrien-
nutrien dalam ekosistem perairan. Dalam genangan air ditemukan pula
spesies-spesies yang bersifat anaerob fakultatif ( Carlille dan Watkinson,
1994).
C. Fungsi Laut. Fungi yang tumbuh pada kosentrasi air laut. Akan tetapi, fungi
laut tidak dapat di definisikan berdasarkan sifat fisiologinya saja. Fungi laut
dapat didefinisikan secara ekologi yaitu Fungi laut yang Obligat, yaitu
fungi yang tumbuh dan bersporulasi hanya di habitat laut atau estuarin
8
( samudra, perairan, yang mengandung garam atau air payau, muara sungai,
dan lain sebagainya. Fungi laut yang Fakultatif, yaitu fungi yang berasal
dari lingkungan air tawar atau lingkungan darat yang mampu tumbuh dan
bersporulasi di lingkungan laut (Kohlmeyer dan Kohlmeyer, 1979).
Kohlmeyer dan Kohlmeyer, (1979) melaporkan bahwa jumlah genus
fungi laut darikelompok fungi tingkat tinggi ( Ascomycota, Basidiomycota,
dan autrotrof) yang telah ditemukan berjumlah 55 genera kapang.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungi merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Fungi mendapatkan
nutrisi dengan menyerap zat-zat makanan dari medium di sekitarnya, baik
di daerah tropik, subtropik, di kutub utara, maupun antartika. Fungi juga
ditemukan di darat (terestrial), di perairan tawar, di laut, di mangrove, di
bawah pemukaaan tanah, di kedalaman laut, di pengunungan, maupun di
udara. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Fungi adalah :1) Faktor
Substrat, 2) Kelembaban, 3) Suhu, 4) Senyawa Kimia, 5) pH
3.2 Saran
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan masih bisa dilengkap
dengan referensi yang berkaitan Fungi dan Lingkungan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Champbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L,,
Rahayu, E.I.M Adil, N Anita, Andri, W.F Wibowo, W. Manalu. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Gandjar I.R, Indrawati & Wellyzar Sjamsuridzal. 2014. Mikologi Dasar dam
Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Herliyana, Elis Nina.2005. jamur yang dapat dimakan sebagai komponen ekosistem
Hutan, dan petunjuk memburu jamur untuk pemula. Prosiding Pelatihan
Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus sp). Bogor Pekan Ilmiah Kehutanan
Nasional III.
Isroi, Millati, R., Syamsiah, S., Niklasson, C., Cahyanto, M.N., Lundquist, K., and
Taherzadeh, M.J. (2011). Biological Treatment of Lignocelulloses With
White-Rot Fungi and Its Applications : A Review. Bioresources.com.
Ito, T., dan A. Nakagiri. 1997. Mycoflora of the Rhizospheres of Mangrove Trees.
IFO Res. Commun. 18 : 40-44.
Kusmana, dan Istomo, 1995. Ekologi Hutan: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
11
Riah. 2014. Keaweatan Alami Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula) Hutan Alam
dan Hutan Tanaman dari Serangan Jamur Pelapuk Kayu. Jurnal Hutan
Lestari, 2(1).
Seswati, R., Nurmiati, & Periadnadi. 2013. Pengaruh Pengaturan Keasaman Media
Serbuk Gergaji terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Coklat
(Pleurotus cystediosus O.K. Miller). Jurnal Biologi Universitas Andalas,
2(1): 31-36.
Sinaga, M.S. 2009. Jamur Merang dan Budidayanya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wiardani, I. 2010. Budi Daya Jamur Konsumsi Menangguk Untung dari Budi Daya
Jamur Tiram dan Kuping. Yogyakarta: Lili Publisher.
Yunasfi, Dwi Suryanto. 2008. Jenis-Jenis Fungi Yang Terlibat Dalam Proses
Dekomposisi Serasah Daun Avicennia Marina Pada Berbagai Tingkat
Salinitas. Jurnal Penelitian Mipa Volume 2, Nomor 1 Juni.
12