Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungi merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Fungi mendapatkan
nutrisi dengan memyerap zat-zat makanan dari medium di sekitarnya (Campbell,
2003). Jamur atau makrofungi merupakan salah satu potensi biodiversitas yang
telah dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Bagi kehidupan manusia jamur
memiliki berbagai peran. Sebagaimana dalam hubungannya dengan cara
memperoleh nutrisinya, bagi manusia, maka jamur dapat bersifat menguntungkan,
merugikan atau yang belum diketahui manfaatnya. Diantara berbagai keuntungan
yang diperoleh manusia dari jamur adalah sebagai penghasil antibiotik, berperan
dalam berbagai industri (makanan, alkohol, ragi dan sebaginya), dalam industri
kertas, sebagai bahan makanan yang bergizi, sebagai pembantu pembusukan
bahan organic, sebagai penghasil bahan organik, sebagai penghasil enzim dan
penambah rasa, sebagai bahan baku obat, sebagai organisme pengendali perusak
tanaman, sebagai penyubur lahan dan lain-lain (dalam jurnal Elis Nina 2005).
Informasi mengenai keanekaragaman jenis jamur masih sangat terbatas
khususnya di Indonesia. Sementara itu keragaman fungi di dunia diperkirakan
mencapai 1.500.000 jenis dan 200.000 jenis diperkirakan terdapat di Indonesia
(Gandjar et al., 2006). Jumlah fungi tersebut mencakup mikrofungi dan
makrofungi, sedangkan untuk khusus biodiversitas mikrofungi di Indonesia
belum terdapat informasi yang lengkap baik dari aspek jumlah, jenis, maupun
sebaran ekologis .
Beberapa kelompok jamur makroskopis secara nyata telah mempengaruhi
jaring-jaring makanan dihutan, kelangsungan hidup atau perkecambahan anakan-
anakan pohon, dan keseluruhan kesehatan hutan. Jamur berperan sebagai
dekomposer bersama-sama dengan bakteri dan beberapa jenis protozoa yang
sangat banyak membantu dalam proses dekompoisi bahan organik untuk
mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Oleh karena itu, jamur turut
membantu menyuburkan tanah yang menyediakan nutrisi bagi tumbuhan
sehingga hutan tumbuh dengan subur dn menjadi lebat. Jadi, keberadan jamur
makroskopis adalah indikator penting komunitas hutan yang dinamis (Molina et
al., 2001). Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
fungsi tertentu dan perakaran tumbuhan tingkat tinggig. Simbiosis ini terjadi
saling menguntungkan, fungi memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan
lainnya dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan pada tanaman
inang dengan cara membantu tanaman dengan menyerapunsur hara terutama P.
Sebagian besar jamur dapat ditemukan hidup pada tanah-tanah yang
mengandung, serasah, dahan-dahan pohon besar yang telah lapuk dan sebagian
terdapat pada pohon yang masih hidup, atau rumput-rumputan yang terdapat pada
beberapa wilayah di bukit selama musim penghujan saja, dan rumput-rumputan
akan segera mengering jika musim kemarau. Fungi mikoriza dapat ditemukan
hampir pada semua ekosistem darat termasuk daerah beragam atau salin balik
hutan pantai maupun mangrove. Ekosistem hutan mangrove termasuk tipe
ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkngan yang
sangat dominan dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu
faktor lingkungan lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan
mangrove adalah salinitas atau kadar garam (Kusmana, 1995).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Fungi
2. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Fungi ?
3. Dimana habitat yang banyak ditumbuhi oleh Fungi ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Fungi
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Fungi
3. Untuk mengetahui Habitat Fungi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fungi


Ilmu pengetahuan tentang jamur dimulai dari Pier Antonio Micheli,
yang kemudian ilmu yang mempelajari jamur disebut dengan mikologi.
Mikologi berasal dari bahasa Yunani dimana mykes = jamur, logos = ilmu.
Jamur atau disebut juga dengan cendawan sudah dikenal sejak lama dan
beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai bahan pangan, obat dan minuman
fermentasi. Jamur sendiri merupakan organisme yang tumbuh pada waktu dan
keadaan tertentu. Pada umumnya jamur dapat ditemukan di tempat-tempat
dengan kondisi lembab, misalnya subsrat serasah, batang pohon yang
membusuk dan di atas tanah (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006:1).
Menurut Sinaga (2011:5), jamur merupakan golongan fungi yang
membentuk tubuh buah berdaging yang umumnya berbentuk payung dan
memiliki akar semu, tangkai, tudung dan terkadang disertai dengan cincin
atau cawan volva. Jamur dapat tumbuh secara alami pada musim tertentu
dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini terjadi karena faktor kelembaban dan
temperatur tempat hidupnya.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi


Fungi adalah organisme yang terdapat dimana-mana di bumi, baik di
daerah tropik, subtropik, di kutub utara, maupun antartika. Fungi juga
ditemukan di darat (terestrial), di perairan tawar, di laut, di mangrove, di
bawah pemukaaan tanah, di kedalaman laut, di pengunungan, maupun di
udara.
Gandjar dan Sjamsuridzal, (2006:44) menyebutkan bahwa dalam
pertumbuhan fungi terdapat faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah:
1. Faktor substrat
Substrat merupakan sumber utama bagi kehidupan Jamur (Fungi). Hal
ini dikarenakan jamur (Fungi) memperoleh nutrien dari substrat yang
ditinggalinya. Nutrient yang didapat dari substrat baru dimanfaatkan oleh
jamur setelah jamur (Fungi) mengekresikan enzim-enzim ekstraseluler yang
dapat mengurai senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa
yang lebih sederhana.
Mempelajari pertumbuhan jamur merupakan hal yang sangat penting,
hal ini dikarenakan jamur (Fungi) memiliki penanan yang sangat penting di
alam. Jamur (Fungi) bersifat heterotrof atau memperoleh zat organik dari hasil
sintesis organisme lain. Zat organik dapat berasal dari sisa-sisa organisme
mati dan bahan tak hidup atau dari organisme hidup. Berdasarkan cara
memperoleh makanannya jamur (Fungi) dapat hidup sebagai saprofit, parasit
maupun mutual.
- Saprofit
Jamur (Fungi) yang bersifat sebagai saprofit memperoleh makanannya
dari sisa-sisa organisme mati dan tak hidup. Misalnya serasah di tanah
(ranting-ranting dan daun yang telah gugur atau melapuk). Jamur ini berperan
sebagai dekomposer (pengurai) utama yang menyebabkan pelapukan dan
pembusukan.
- Parasit
Jamur (Fungi) sebagai parasit ini tumbuh menumpang pada organisme
hidup lain. Jamur ini bersifat merugikan organisme inangnya karena dapat
menyebabkan penyakit.
- Mutual
Apabila jamur (Fungi) sebagai mutual, maka jamur dapat
mempengaruhi kehidupan tanaman tertentu. Jamur dengan sifat mutual hidup
saling menguntungkan dengan organisme inangnya. Contohnya jamur yang
bersimbiosis dengan ganggang hijau biru atau ganggang hijau membentuk
lumut kerak (lichen). Jamur membantu ganggang menyerap air dan mineral,
sedangkan ganggang menyediakan bahan organik hasil fotosintesisnya bagi
akar tanaman tingkat tinggi membentuk mikoriza.

2. Kelembaban
Untuk jamur (Fungi) jenis Rhizopus atau Mucor serta jamur (Fungi)
tingkat rendah lainnya biasanya memerlukan lingkungan dengan kelembaban
90%, sedangkan untuk jenis kapang seperti Aspergillus, Penicillum serta
kapang lainnya memerlukan lingkungan dengan kelembaban sekitar 80%.
Untuk jamur (Fungi )yang tergolong seperti Aspergillus flavus dapat hidup
dengan kelembaban lingkungan 70%.

3. Suhu
Suhu menjadi faktor penting bagi pertumbuhan jamur (Fungi). Suhu
ekstrem, yaitu suhu minimum dan maksimum merupakan faktor yang
menentukan pertumbuhan jamur (Fungi), sebab dibawah batas suhu minimum
dan di atas suhu maksimum jamur (Fungi) tidak akan hidup. Berdasarkan
pada kisaran suhu, jamur (Fungi) dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
jamur (Fungi) termofil, mesofil, dan psikrofil.
a. Jamur (Fungi) Termofil
Termofil yaitu jamur (Fungi) yang mempunyai suhu minimum diatas
20 derajat celcius, suhu maksimum 50 derajat celcius atau lebih, dan suhu
optimum sekitar 35 derajat celcius atau lebih.
b. Jamur (Fungi) Mesofil
Jamur mesofil memiliki suhu minimum diatas 0 derajat celcius, suhu
maksimum dibawah 50 derajat celcius, dan suhu optimal antara 15-40
derajat celcius.
c. Jamur (Fungi) Psikrofil
Kelompok psikrofil merupakan jamur yang mempunyai suhu
minimum dibawah 0 derajat celcius, suhu optimum antara 1-17 derajat
celcius, dan pada suhu diatas 20 derajat celcius jamur ini sudah tidak
dapat hidup.
Kisaran suhu untuk mertumbuhan miselium pada umumnya lebih luas
dibandingkan untuk pembentukan tubuh buah jamur (Fungi). Suhu optimum
yang diperlukan untuk pembentukan tubuh buah umumnya lebih rendah dari
pada untuk pertumbuhan miselium.

4. Derajat keasaman substrat (pH)


Derajat keasaman menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
jamur dikarenakan jamur (Fungi) memproduksi enzim untuk dapat
menguraikan makanannya. Enzim sendiri hanya bisa menguraikan substrat
apabila memiliki derajat keasaman yang sesuai, derajat keasaman yang
ditumbuhi jamur (Fungi) biasanya 7.0 kebawah. Sedangkan pada jenis khamir
tertentu ada pula yang tumbuh dengan derajat keasaman yang cukup rendah
yaitu 4.5 sampai 5.5. Wiardani (2010) menjelaskan bahwa tingkat keasaman
media yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menjadikan waktu pertumbuhan
miselium menjadi semakin lama dan produktivitas jamur menurun. Jamur
(Fungi) tumbuh optimum pada pH media 6 sampai 8, dengan pH optimum
pertumbuhan miselium adalah pH 8 (Seswati, dkk., 2013).

5. Senyawa kimia
Keberadaan senyawa kimia merupakan hal yang juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan jamur (Fungi), keberadaan senyawa kimia sering
kali mencegah pertumbuhan jamur (Fungi). Misalnya penggunaan natrium
benzoat untuk bahan makanan sebagai pengawet dengan tujuan mencegah
pertumbuhan jamur (Fungi).

2.3 Habitat Fungi


Berdasarkan substrat di alam yang menjadi habitat utama, fungi dapat
dibedakan dalam beberapa kelompok fungi sebagai berikut:
A. Fungi terestrial
- Fungi Koprofil, yaitu fungi yang selalu dtemukan pada kotoran hewan.
Sebagian besar diantaranya bersifat termofil, antara lain Aspergillus
fumigatus, Chaetomium thermophile, Humicola grisea, Humicola
fuscoatra, Thermomyces lanuginosus, Mucor miehei, Pilobolus crytalli,
Pailaira sp, Sordaria sp, Phycomyces sp, Coprinus heptemerus (Onions et
al., 1981 ; Domsch et al.,1993). Jika kotoran ternak diletakkan di suatu
tempat yang lembab dan agak tertutup, maka setelah 1-3 hari akan tumbuh
fungi dari kelompok Zygomycotina. Fungi tersebut mengurai komponen-
komponen dalam substrat seperti selulosa, protein, keratin, dan lain
sebagainya. Penguraian substrat tersebut menyebabkan pH menurun dan
suhu meningkat akibat metabolisme fungi. fungi tersebut sebagian besar
bersifat termofilik, sedangkan fungi yang tumbuh pada awal akan mati
sehubungan dengan kenaikan suhu dalam substrat. Ada fungi dari
kelompok Phycomycetes ( misalnya Mucor miehei) yang masih hidup
pada suhu 55℃ . Aneka sersah dan kotoran hewan yang sudah mengalami
penguraian demikian disebut humus dan dipakai untuk pupuk tanaman,
karena senyawa-senyawa hasil penguraian tersebut dapat diserap oleh
tumbuhan (Onions et al., 1981; Chang & Quimio, 1982; Alexopoulos et
al.,1996; Charlile & Watkinson, 1994)
- Fungi Pirofil. Ada pula fungi yang selalu ditemukan setelah suatu
kebakaran di alam. Fungi demikian disebut fungi pirofil, misalnya spesies
dari genus Pyronema ( artinya “fire worms”) (Alexopoulos et al., 1996)
dari genus Neurospora yang menghasilkan massa konidia berwarna jingga
(Gandjar, 1970,tidak dipublkasi)

- Fungi Entomofil. Fungi yang selalu dapat diisolasi dari serangga,


terutama serangga yang sudah mati dikenal sebagai fungi entomofil,
misalnya Beauveria bassiana, Aspergillus fumigatus, Cordiceps militaris,
dan Cordiceps capitata. Fungi entomofil tersebut mampu menghasilkan
keratinase yang mendegradasi kitin yang terdapat pada tubuh serangga.

- Fungi Kayu atau Jamur Kayu (wood fungi). Sejumlah besar fungi dapat
ditemukan pada kayu dan menyebabkan kerusakan berupa pelapukan
kayu. Fungi tersebut mempunyai aktivitas selulolitik yang sangat kuat.
Hidupnya bisa pada kayu dari pohon yang masih hidup, maupun pada
kayu yang sudah mati. Sebagian besar diantaranya tergolong kedalam
Basidiomycota, antara lain : Volvariella volvaceae, Pleuotus sajor-caju,
Lentinus edodus, Aagaricus sp dan Auricularia sp. (Alexopoulos et
al.,1996; Djarwanto, 1997, Chang & Quimio, 1982; Moore-Landecker,
1996 Charlile & Watkinson, 1994), ada Ascomycetes yang hanya bisa
tumbuh pada kayu untuk mendapatkan nutrien. Fungi kayu terutama
mendegradasi lignin dan selulosa. Kayu terbentuk oleh lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Jamur pelapuk kayu terdiri dari 3 macam yaitu Jamur
pelapuk lunak mampu mendegradasi selulosa dari komponen penyusun
dinding sel kayu sehingga menjadi lunak. Jamur pelapuk putih mampu
mendegradasi komponen lignin (Isroi, 2011). Jamur pelapuk cokelat
berfungsi mendegradasi selulosa dan hemiselulosa daripada lignin
(Prasetya, 2005). Jamur pelapuk kayu tidak memproduksi makanannya
sendiri, oleh karena itu jamur ini memerlukan kayu (inang) untuk
memperoleh zat organik (lignin, hemiselulosa dan selulosa) sebagai
sumber energi (Riah, 2014). Jamur pelapuk kayu mempertahankan
hidupnya akan mengambil energi serta bahan-bahan organik baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati yang dihasilkan oleh kayu.

- Fungi Predator. Di alam ditemukan pula fungi yang menyerang dan


membunuh amoeba, rotifer, nematoda yang ada di tanah, anatara lain
Arhrobotrys oliogospora dan A.dactyloides. Fungi tersebut membentuk
hifa berbentuk cincin (lingkaran) yang mengelilingi tubuh insekta,
kemudian hifa lain masuk ke dalam tubuh hewan tersebut dan
mencernanya.

- Fungi Hutan Mangrove. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas
dan terdapat di daerah pantai tempat pertemuan muara sungai dan lautan.
Daerah tersebut selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Di
ligkungan demikian terdapat ekosistem yang khas pula karena
berlangsung keterkaitan ekosistem laut dan ekosistem darat. Dengan
demikian mangrove merupakan ekosistem penghubung dua ekosistem
tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove
terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat
dekomposisi serasah daun (Fell dkk., 1975). Dari hasil penelitian Ito dan
Nakagiri (1997) diketahui bahwa pada Rizosfer Sonneratia alba terdapat 9
jenis fungi yang terdiri atas: Acremonium sp., Alternaria alternata,
Cylindrocarpon. destractans, Fusarium moniliforme, Pestalotiopsis sp.1
Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2 jenis tidak teridentifikasi.
Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis fungi, yaitu :
Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum,
Pencillium sp. 2, Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma
aureoviride, Trichoderma harzianum, Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak
teridentifikasi.

- Fungi Akuatik. Fungi yang memiliki habitat perairan tawar, seperti


danau, sungai,kolam dan genangan air dikelompokkan ke dalam fungi
akuatik. Banyak diantara fungi tersebut masuk dalam Phylum ‘Oomycota’,
Phylum ‘Hyphochytriomycota’ dan Phylum Chytridiomycota. Selain fungi
dari Phylum tersebut, fungi dari Phylum Zygomycota, Ascomycota, dan
Basidiomycota juga dapat ditemukan di perairan. (Alexopoulos et
al.,1996; Lachance et al., 1998), Sebagian besar fungi akuatik adalah
saprofit yang hidup pada serasah atau pada algae dan bagian-bagian
tumbuhan yang sudah mati dan juga pada bangkai hewan yang ada di
dalam perairan. Fungi akuatik berperan penting dalam mendegradasi
bahan organik dan daur ulang nutrien-nutrien dalam ekosistem perairan.
Dalam genangan air ditemukan pula spesies-spesies yang bersifat anaerob
fakultatif ( Carlille dan Watkinson, 1994).

Anda mungkin juga menyukai