Anda di halaman 1dari 19

OTENTISITAS AL-QUR’AN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur


Pada Mata Kuliah Tarikh Al-Qur’an

Dosen Pengampu: Usep Nur Akasah, Lc.,M.Hum.

Disusun Oleh:
Feby Rizqi Awaludin
Hanifah Nurul Falah

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS - JAWA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur dari
mata kuliah Tarikh Al-Qur’an dengan judul “Otentisitas Al-Qur’an”
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Darussalam,16 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
A. Kodifikasi Al-Qur’an ................................................................................6
B. Otensititas Al-Qur’an.................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Simpulan.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al- Quran merupakan wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW lewat malaikat Jibril a. s. yang ialah mukjizat
untuk Nabi Muhammad SAW yang dinukilkan secara mutawatir, membacanya
bernilai ibadah, tertulis di dalam mushaf dimulai dengan Al- Fatihah serta diakhiri
dengan An- Nas. Al- Qur’ an merupakan kitab yang istimewa, suatu mukjizat
yang berbeda serta tidak bertabiat supranatural di luar ide manusia. Alquran jadi
satu– satunya kitab yang orsinil, terpelihara dari penyusutan wahyu sampai saat
ini. Kitab umat islam ini pula jadi teks yang sangat banyak dibaca, dihafal, serta
dipelajari selama masa. Penerjemahan Al-quran meliputi 40 bahasa( walaupun
maknanya tidak dapat dialihkan ke bahasa apapun). Bermacam elemen Al- quran
juga sudah dihitung secara teliti, meliputi jumlah kata, ayat, serta huruf Sikap
penghormatan paling tinggi terhadap suatu kitab suci juga cuma terdapat terhadap
kitab Al- quran.

Al- qur’ an yang kita tahu saat ini sesungguhnya merupakan inovasi yang
umurnya tidak lebih dari 79 tahun. Umur ini didasarkan pada upaya awal kali
kitab suci ini dicetak dengan percetakan modern serta memakai standar Edisi
Mesir pada tahun 1924. Saat sebelum itu, Al- Qur’ an ditulis dalam bermacam-
macam wujud tulisan tangan(rasm) dengan metode penandaan
teks( diacriticalmarks) serta autograf yang bermacam- macam. Di dalamnya
tercantum bermacam ilmu, hikmah serta pengajaran yang tersurat ataupun tersirat.

Kodifikasi ataupun pengumpulan Al- Qur’ an sudah diawali semenjak


turunnya Al- Qur’ an. Sebagaimana daketahui, Al- Qur’ an diwahyukan secara
berangsur- angsur. Tiap Nabi menerima wahyu, Nabi SAW kemudian
membacakan dihadapan para teman sebab dia memanglah diperintahkan buat
mengarahkan Al- Qur; an kepada mereka( Q. S. 16: 44). Di samping menyuruh
teman menghafalkan ayat- ayat yang diajarkannya, Nabi pula memerintahkan

4
teman yang pandai menulis buat menuliskannya diatas pelepah- pelepah kurma,
lempengan batu serta kepingan tulang. Teman yang pandai menulis pula sangat
berjaga- jaga dalam menuliskan ayat- ayat.

Hal ini didorong oleh keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an adalah firman
Allah yang harus dijadikan pedoman hidup,sehingga perlu dajaga dangan
baik.Setelah ayat-ayat yang di turunkan cukup satu surat, Nabi memberi nama
surat tersebut untuk membedakannya dari surat yang lain. Nabi juga memberi
petunjuk tentang urutan panempatan suratnya. Penyusunan ayat-ayat dan
penempatannya juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi.Untuk menjaga
kemurnian Al Qur’an, setiap tahun malaikat Jibril datang kepada Nabi untuk
memeriksa bacaannya. Kemudian juga Nabi juga melakukan hal yang sama
kepada sahabat-sahabatnya, sehingga dengan demikian terpeliharalah Al Qur’an
dari kesalahan dan kekeliruan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam


makalah ini antara lain:
1. Bagaimana proses kodifikasi Al-Qur’an?
2. apa saja alasan Otentisitas Al-Qur’an ?
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini


antara lain:
1. Untuk memahami proses kodifikasi Al-Qur’an.
2. Untuk memahami saja alasan Otentisitas Al-Qur’an.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kodifikasi Al-Qur’an

Kodifikasi Al-Qur’an adalah pengumpulan Al-Qur’an, yang mana


pengumpulan ini dimulai sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW hingga
wafatnya.

1.Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah dilakukan oleh dua cara:

a. Al Jam’u fi sudur

Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali


Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka
dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga
Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau
cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan
daya hafalannya.
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Saw. yang ummi(tidak pandai
membaca dan menulis). Demikian itu, memang diakui karena beliau
memang tidak pernah belajar membaca dan menulis kepada seoarang
gurupun. Oleh karena itu, perhatian Nabi hanyalah tertumpu pada cara
yang lazim dilakukan oleh orang-orang yang ummi, yaitu dengan cara
menghafal dan menghayatinya, sehingga dengan cara demikian beliau
dapat menguasai Al-Quran persis sebagaimana halnya diturunkan.
Kemudian setelah itu, ia lalu membacakannya kepada sejumlah
shahabatnya, agar mereka dapat pula menghafal dan memantapkannya
di dalam lubuk hati mereka.
Artinya : “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka

6
kitab dan hikmah (al-Sunnah). Dan mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”.(Al-Jumu’ah:2)
b. Al Jam’u fi suthur
Setiap kali Nabi Muhammad mendapatkan wahyu, beliau selalu
membacakannya di depan para sahabat dan menyuruh mereka untuk
menulisnya. Para sahabat menulisnya di atas riqa (kulit binatang), al-likhaf
(lempengan batu), al-aktaf (tulang binatang), al-‘usbu (pelepah kurma).
Pernyataan ini dikuatkan dengan hadist yang dikeluarkan oleh Hakim
dengan sanad yang bersambung pada Anas r.a, ia berkata: “Suatu saat kita
bersama Rasulullah dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada
kulit binatang.

Terdapat dua jenis tulisan Arab, lazimnya disebut khat Hijazi.


Pertama adalah khat Kufi, dinamakan seperti itu karena mengikuti kota
Kufah yang mana sebagai tempat berkembang dan disempurnakannya
kaidah-kaidah penulisan aksara. Khat Kufi digunakan untuk menyalin al-
Qur’an, karena bentuk tulisannya mirip dengan tulisan orang-orang
Hirah. Bentuk tulisan kedua adalah Khat Naskhi, yang bersumber dari
bentuk tulisan nabthi dan biasa digunakan dalam surat-menyurat.

Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyak


naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis
wahyu, diantaranya yang terkenal adalah : Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin
Mas’ud, Muadz bin Jabal, Zayd bin Tsabit dan Salim bin Ma’qal.
Kitab Al-qur’an mencakup surah-surah panjang dan yang
terpendek terdiri atas 3 ayat, sedangkan yang paling panjang 286 ayat.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberikan
instruksi kepada penulis tentang letak ayat pada setiap surah. Menurut
Utsman bin Abi Al-Ash, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad
memberi perintah akan penempatan ayat tertentu.
Setelah Rasulullah wafat dan Abu bakar dipilih menjadi kholifah.
Tulisan-tulisan Al Qur’an yang berserakan pada pelepah-pelepah

7
kurma,tulang dan batu-batuan tetap disimpan dirumah Rasulullah sampai
terjadinya perang yamamah yang meranggut korban kurang lebih tujuh
puluh sahabat penghafal Al-Qur’an, kemudian timbul kekhatiran
dikalangan sohabat akan terjadimya perang lagi, yang akhirnya
menyababkan hilangnya Al Qur’an. Umar bin Khattab lalu menyarankan
kepada khalifah Abu Bakar agar menghimpun surat-surat dan ayat-ayat
yang masih berserakan itu kedalam satu mushaf.

2. Mushaf pada masa Khulafaurasyidin

a. Mushaf Abu Bakar

Pada masa pemerintahan Abu Bakar beliau memperioritaskan penulisan kembali


mushaf yang telah disalin dengan jelas dari mushaf yang telah ditulis pada masa
Rasulullah SAW sehingga tidak menyalin dari mushaf-mushaf lain dan
menjadikannya sebagai refrensi yang kuat dalam menulis Al-Qur’an.

Dan Abu Bakar menyuruh Zaid bin Tsabit. Kemudian mushaf tersebut
disimpan oleh Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian disimpan oleh Umar
hingga wafat, lalu di simpan oleh Sayyidina Hafsah Isti Rasul.

b. Mushaf pada masa Khalifah Umar bin Khottohob RA

Pada masa Khalifah Umar bin Khotthob RA mushaf telah menyebar dan
beliau juga mencermatinya. Ketika beliau melihat mushaf yang hurufnya besar-
besar beliau merasa senang. Dan ketika melihat mushaf yang kecil-kecil hurufnya
beliau tidak suka.

c. Mushaf Utsmani

Selama pemerintahan Utsman terjadi penyebarluasan wilayah Islam yang


membawa Islam ke utara sampai ke Azerbeijan dan Armenia. Yang brengkat
untuk berjihad berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragam. Sejak awal
para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan, dan Nabi Muammad SAW
telah mengajarkan mereka membaca Al-Qur’an dalam dialek masing-masing.

8
Dikarenakan sulit meningalkan dialek tersebut. Maka terjadilah kerancuan dalam
dalam menyebutkan huruf Al-Qur’an.

1) Sikap Ustman terhadap perselisihan bacaan


Adanya perbedaan dalam bacaan sebenarnya bukan merupakan bahan baru
karena Umar telah mengantisipasi tentang masalah ini yang telah terjadi di
zaman pemerintahannya.
Pada tahun 25H Utsman menyelesaikan masalah perbedaan ini hingga
tuntas. Beliau mengumpulkan umat islam dan menerangkan masalah
perbedaan dalam membaca Al-Qur’an sekaligus meminta pendapat mereka
tentang bacaan dalam beberapa dialek, wlaupun beliau sadar bahwa
beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul
sesuai dengan afiliasi kesukuan. Ketika ditanya tentang pendapatnya
sendiri beliau menjawab (sebagaimana yang diceritakan Ali bin Abi
Thalib):

.‫نري أن نجمع الناس على مصحف واحدا فال تكن فرقة وال يكن اختالف‬

.‫قلنا فنعم ما رأيت‬

“Saya tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia(umat Islam) pada satu
mushaf(dengan satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan
perselisiha. Dan kami menyatakan usulan yang sangat baik.”
Terdapa dua riwayat yang menjelaskan bagaimana Utsman menyelesaikan
tugas ini. Satu diantaranya yang lebih masyhur beliau membuat naskah
mushaf semata-mata berdasarkan suhuf yang berada di bawah penjagaan
Hafsah. Riwayat kedua yang tidak begitu masyhur mengatakan, Ustaman
terlebih dahulu memberi wewenang pengumpulan mushaf dengan
menggunakan sumber utama, sebelum membandingkannya dengan suhuf
yang sudah ada.
2) Ustman menyiapkan mushaf langsung dari suhuf
Utsman mengirimkan surat kepada Hafsah untuk mengirimkan suhuf yang
ada padanya untuk penulisan naskah dan kemudian akan dikembalikan

9
setelah selesai. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin az
Zubair, Sa’id bin al-As, dan Abdurrahman bin al Harist bin Hisham untuk
memperbanyak salinan naskah.
3) Ustman membuat naskah mushaf tersendiri
a) Pelantikan sebuah panitia yang terdiri dari dua belas orang untuk
mengawal tugas ini.
Ibn Sirin meriwayatkan:
‫ أبي بن‬: ‫ فيهم‬،‫ار‬ttt‫ريش واألنص‬ttt‫ر رجال من ق‬ttt‫ني عش‬ttt‫ع اث‬ttt‫ان جم‬ttt‫ أن عثم‬: ‫يرين‬ttt‫د بن س‬ttt‫عن محم‬
.‫ في جمع القرآن‬،‫وزيد بن ثابت‬،‫كعب‬

Ketika Ustman memutuskan menyatukan Al-Qur’an, dia


mengumpulkan panitia yang dari dua belas orang dari kedua-dua suku
Quraish dan Anshar. Di antara mereka adalah Ubayy bin Ka’b dan Zaid
bin Tsabit.

Dua belas orang tersebut adalah: Sa’id bin Al-As bin Sa’id bin al-As,
Nafi’ bin Zubair bin ‘Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubayy bin Ka’b,
Abdullah bin az Zubair, Abrur Rahman bin Hisham, Katsir bin Aflah,
Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, al-Baqillani,
Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr bin al-As.

b) Penyusuan sebuah naskah sendiri (otonom)


Ustman mempercayakan pada dua orng tersebut untuk mengurusi
tugas ini dengan mengumpulkan dan menabulasikan Al-Qur’an yang
ditulis diatas kertas kulit pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dikatan
oleh Ibn Asakir (w. 571 H)di dalam bukunya History of Damascus:
Dalam ceramahya Ustman mengatakan”Orang –orang telah
berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa
saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi
Muhammad SAW hendaklah diserahkan kepadaku.” Maka orang-
orang pun menyerahkan ayat-ayatnya yang ditulis di atas kertas kulit
dan tulang seta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang

10
memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh
Utsman,”Apakah kamu belajar ayat-ayat ini (seperti langsung dari
Nabi SAW sendiri? Semua penyumbang menjawaab disertai sumpah,
semua bahan yang dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu
persatu yang kemudian diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
c) Ustman mengambil mushaf dari Aisyah sebagai perbandingan
Ada beberapa riwayat yang meriwayatkan bahwasannya Utsman
mengambil mushaf dari Aisyah untuk melakukan tashih. Salah satu
riwayat tersebut adalah riwayat Harun bi Umar yang mengaitkan
bahwa:
Ketika Ustman hendak membuat salinan (naskah) resmi dia
meminta Aisyah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (suhuf)
yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW yang disimpan di
rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Tsabit utuk
membetulkanny sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa
sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan
membuat ketentuan hukum sesama mereka.
d) Ustman mengambil suhuf dari Hafsah untuk melakukan verifikasi
Ibnu Shabba melaporkan:
Zaid bin Tsabit berkata, “Ketika saya melakukan revisi Mushaf
Ustmani (mushaf yang dibuat sendiri) saya temukan kekurangan
satu ayat :
).‫(من المؤمنين رجال صدقوا ما عهدوا هللا عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهنم من ينتظر وما بدلوا تبديال‬
kemudian saya mencarinya di kalangan Muhajirin dan Anshar
(karena mereka itu yang menulis pada zaman Nabi Muhammad
SAW) sehingga saya mendapatkannya dari khuzaimah bin Tsabit
Al-Ansari. Kemudian saya menuliskannya.....lalu saya merevisi
sekali lagi dan tidak menemukan sesuatu (yang meragukan)
Ustman kemudian mengutus menemui Hafsah meminta agar
meminjamkan suhuf yang dipercayakan pada dirinya, Hafsah lalu
memberikan setelah Ustman berjanji pasti atau bernazar hendak

11
mengembalikan. Dalam perbandingan kedua ayat ini saya tidak
melihat adanya perbedaan. Kemudian saya kembalikan kepada
Ustman dan penuh kegembiraan, dia menyuruh orang-orang
membuat naskah dari mushaf itu.
4) Penentuan dan pendistribusian Mushaf Utsmani
a) Naskah terakhir dibacakan di depan para sahabat
Setelah melakukan verifikasi kemudian suhuf tersebut dibacakan
kepada sahabat di depan Ustman. Setelah selesai pembacaan Ustman
mengirimkan duplikasi naskah mushaf untuk disebarluaskan ke seluruh
wilayah negara Islam.
b) Jumlah naskah mushaf yang telah disahkan
Ada delapan naskah yang dibagi-bagikan yaitu ke Kufah,
Basra,Suriah, Madinah, Mekah, Mesir, Bahrain, Yaman.
c) Ustman membakar seluruh manuskrip yang lain
Dengan selesainya tugas ini, tinta di atas naskah terakhir telah kering
dan duplikat naskah pun telah dikirimkan, maka tidak dirasa perlu lagi
adanya fragmentasi tulisan Al-Qur’an bergulir di tangan orang-orang.
d) Utsman mengirim pembaca Al-Qur’an dilengkapi dengan mushaf.
Abdul Fatah Al-Qadi berkata:

“Setiap ilmuan ini membacakan kepada masyarakat kota


masing-masing menurut tata-cara seperti apa yang mereka
pelajari secara autentik, bermacam-macam riwayat sampai
ke Nabi Muhammad SAW, sehingga riwayat-riwayat yang
ada satu dengan yang lainnya sama dan sesusuai dengan
kerangka konsonan mushaf. Cara bacaan yang sampai
hanya melalui satu jalur (atau mencakup ayat-ayat yang
telah di-mansukh sewaktu Nabi Muhammad SAW masih
hidup) kesemuanya dihilangkan atau dikesampingkan.
Pengiriman para pembaca dilengkapi dengan mushaf berarti
membatasi kemungkinan-kemungkinan bahwa yang sesuai

12
dengan skrip konsonan (yang diakui) hanya terbatas pada
hal-hal yang dinyatakan autentik dan mendapatkan
pengukuhan dan pengakuan.

Pegiriman seorang ulama dengan sebuah mushaf


oleh karenanya, menerangkan bahwa baaan yang betul
adalah berdasarkan sistem belajar secara angsung dengan
guru yang jalur transmisinya sampai ke Nabi Muhammad
SAW, yang tidak hanya tergantung kepada skrip atau ejaan
yang umum dipakai.

e) Perintah Ustman dengan Mushaf yang Dikirimkan


1) Ustman memerintahkan agar semua Mushaf milik pribadi yang berbeda
dengan Mushaf miliknya harus dibakar.
2) Tidak membaca sesuatu yang bertentangan dengan Mushaf Uthmani.
Karena, Mushaf Uthmani merupakan standar baru dan sejak saat itu setiap
muslim yang belajar Al-Qur’an harus dengan sesuai dengan teks mushaf
Ustmani.

d. Mushaf Ali RA

Banyak riwayat mengenai pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan oleh


Sayyidina Ali berupa penulisan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Diriwayatkan oleh
Ibnu Dloris dalam fhadoilnya, beliau berkata: Bisr bin Musa telah menceritakan
sebuah hadist kepadaku dari Haudzah bin Kholifah dari Auf dari Muhammad bin
Sirin dari Ikrimah beliau berkata: “Setelah pembaiatan Abu Bakar, Ali bin Abi
Thalib duduk di dalam rumahnya lalu dikatakan kepada Abu Bakar: “Ali tidak
suka membaiatmu.” Kemudian Abu Bakar mengirim utusan memanggil Ali dan
berkata:” Apakah anda tidak suka membaiatku?” Sayyidina Ali menjawab:”Tidak,
Wallahi.” Lalu Abu Bakar berkata: “Apa sebab engkau tidak membaiatku?”
Sayyidina Ali menjawab: “Aku melihat kitab Allah ada penambahan di dalamnya
maka aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengenakan
selendangkku untuk shalat hingga aku mengumpulkannya sendiri.” Kemudian

13
Abu Bakar berkata kepadanya: “ Maka sesungguhnya itu adalah sabaik-baiknya
apa yang anda pikirkan.”

B. Otensititas Al-Qur’an

1. Al-Qur’an diturunkan dengan Sab’atu Ahruf

Rasulullah SAW bersabda:

‫أنزل القرآن على سبعة أحرف‬

"Al-Qur’an diturunkan dengan sab’atu ahruf.”

Sab’atu ahruf maksudnya wajah bacaan yang ada tujuh. Dalam arti bahwa
sebagian lafadz dalam Al-Qur’an memiliki cara membaca, lahjah ataupun tulisan
yang berbeda tetapi tetap memiliki makna yang sama. Ada sebagian yang
mengatakan bahwa kebanyakan orang Arab menggunakan bahasa-bahasa suku
Arab yang digunakan ketika itu, yaitu: Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin,
Kinanah, Tamim dan Yaman. Dan inilah bahasa yang paling fasih. Rasulullah
SAW juga menguatkan para sahabat yang membaca dengan ketujuh huruf
tersbut. Allah berfirman:

Maka Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan


bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada
orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya
kepada kaum yang membangkang. (Q.S. Maryam:97).

2. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan riwayat mutawatir dan juga melalui
tulisan

Pertama, sabda Rasulullah SAW:

“Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat dan bercerita hadsitlah
oleh kalian tentang Bani Isra’il dan tidak ada dosa. Barang siapa berdusta atasku
dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati neraka.” (H.R. Bukhori, Ahmad
dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).

14
Dalam kata “ walau satu ayat” merupakan dorongan kuat bagi para sahabat
untuk menyampaikan dan meyebarluaskan Al-Qur’an kepada kaum muslimin dan
juga yang lainnya ketika berdakwah.

Kedua,sabda Rasulullah SAW:

“ Janganlah kalian menulis dariku apapun, maka barang siapa menulis


dariku sesuatu selain Al-Qur’an maka harus menghapusnya.” (H.R. Muslim).

Dalam hadist ini mendorong para sahabat Rasulullah untuk menulis Al-
Qur’an. Dalam hadist juga menunjukkan larangan mencampur aduk tulisan Al-
Qur’an dengan yang lainnya. Kemudian setelah dirasa aman bahwa Al-Qur’an
tidak bercampur dengan lainnya karena sudah disatukan di dalam mushaf, maka
Rasulullah memperbolehkan menulisnya.

3. Penemuan Tanda Diakritikal

Diakritikal dalam bahasa arab disebut dengan taskhil, yang dibuat oleh
Abu al-Aswad ad-Du’ali (w.69 H/688 M). Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan
titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah,
Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika
suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan
huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti
"adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai
Idgham seperti "ghafurrur rahim". Pada zaman pemerintahan Mu’awiyah (w.
60H /679 M), dia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik
kedalam naskah Mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H /
670 M.

Skim (kerangka ) ini kemudian diturunkan kepada generasi penerusnya


melalui usaha Yahya bin Ya’mar (w. 90 H/ 708 M), Nasr bin ‘Asim al-Laiti
(w.100 H/ 718 M), Maimun al-Aqran, kemudian sampai kepada Khalil bin Ahmad
al-Fraheedi (w.170 H/ 186 M) dan ialah yang mengenalkan pada kita sekarang
tanda fathah, sukun, kasrah, dammah, dan tasydid.

15
Skim diakrtitikal Khalil bin Ahmad al-Fraheedi menyebar dengan cepat
dalam pengenalannya bukan saja pada teks Al-Qur’an, jadi untuk tujuan
membedakan skrip dan tanda diakritikal yang digunakan untuk naskah Al-Qur’an
selalu dijaga sehingga skrip dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang
digunakan di buku lain.

Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya


berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al
Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca
tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat
tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat,
tanda-tanda waqaf (berhenti membaca),ibtida (memulai membaca), menerangkan
identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah
ayat, dan jumlah 'ain.

Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari


mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad
ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-
pisahkan) dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada
tahun 1694 M.

Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin


cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran.
Mushaf Al-Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri
adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan
di St. Pitersburg Rusia.

Mulai Abad ke-20, pencetakan Al -Quran dilakukan umat islam sendiri.


Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari
timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al Quran yang banyak dipergunakan di dunia
islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad
karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim
riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.

16
Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan
tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah.
Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang
terkemuka Said Nursi.

4. Kritikan Orientalis Terhadap Kompilasi Al-qur’an

Para Orientalis menanyakan mengapa, jika Al-Quran sudah di tulis sejak


zaman Nabi Muhammad SAW, Umar merasa khawatir dengan kematian para
huffaz pada peperangan Yamamah ?

Jawabannya adalah karena dengan adanya ribuan para huffaz memperoleh


ilmu pengetahuan Al-Qur’an melalui satu-satunya otoritas yang saling beruntun di
muka bumi ini yang akhirnya sampai pada Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau
wafat para sahabat menjadi sumber otoritas yang saling beruntun, kematian
mereka hampir-hampir mengancam terputusnya kesaksian yang berakhir pada
zaman Nabi Muhammad SAW, yang memungkinkan untuk mendapatkan ilmu
yang diberi otoritas kurang memungkinkan. Demikian juga apabila mereka
mencatat dengan menggunakan tulisan tangan akan kehilangan nilai sama sekali.,
karena pemiliknya sudah masuk keliang lahat dan tidak dapat melakukan
pengesahan sama sekali tentang kebenarannya. Kendati terdapat tulisan yang tidak
sengaja sama dengan Al-Qur’an seperti yang dihafal oleh yang lain, selama masih
ada saksi utama yang sesuai, ia akan menjadi paling tinggi, menempati urutan
ketiga dari dokumen yang sah. Itulah sebabnya Abu Bakar bertahan pada
pendiriannya bahwa setiap orang bukan saja membawa ayat, melainkan juga saksi
untuk membuktikan bahwa penyampain bacaan itu datang dari Nabi Muhammad
SAW

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kodifikasi Al-qur’an telah terjadi semenjak zaman Nabi Muhammad SAW


hidup dan terus berlangsung hingga wafatnya beliau. Para sahabat terus
memelihara keaslian Al-Qur’an dan berusaha untuk melindunginya dari
kerusakan-kerusakan. Ini terlihat dari usaha mereka dalam mengumpulkan Al-
Qur’an setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur’an yang kita kenal
sekarang sudah memenuhi standar dari segi tulisan dan bacaan, dan tidak
diragukan lagi keasliannya. Tapi berbeda dengan kaum orientalis yang
mempertanyakan keaslian Al-Qur’an dan mereka ingin menghancurkan Al-
Qur’an.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ali Akbar,Makalah: Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al-


Qur’an

Makalah Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an

Asy-Shatiri, Muhammad bin Ahmad, 2011 Otensititas Al-Qur’an Argumen dan


Fakta Sejarah, (Jawa Tengah: T.B. Al-Anwar).

Al-Azmi, .M.M., 2005 Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai


Kompilasi, (Jakarta: Gema Insani ).

Rahmawati, Zeni Makalah Sejarah Teks Al-Qur’an, Suara Muslim

19

Anda mungkin juga menyukai