Disusun Oleh:
Feby Rizqi Awaludin
Hanifah Nurul Falah
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur dari
mata kuliah Tarikh Al-Qur’an dengan judul “Otentisitas Al-Qur’an”
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................6
A. Kodifikasi Al-Qur’an ................................................................................6
B. Otensititas Al-Qur’an.................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
A. Simpulan.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Al- Quran merupakan wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW lewat malaikat Jibril a. s. yang ialah mukjizat
untuk Nabi Muhammad SAW yang dinukilkan secara mutawatir, membacanya
bernilai ibadah, tertulis di dalam mushaf dimulai dengan Al- Fatihah serta diakhiri
dengan An- Nas. Al- Qur’ an merupakan kitab yang istimewa, suatu mukjizat
yang berbeda serta tidak bertabiat supranatural di luar ide manusia. Alquran jadi
satu– satunya kitab yang orsinil, terpelihara dari penyusutan wahyu sampai saat
ini. Kitab umat islam ini pula jadi teks yang sangat banyak dibaca, dihafal, serta
dipelajari selama masa. Penerjemahan Al-quran meliputi 40 bahasa( walaupun
maknanya tidak dapat dialihkan ke bahasa apapun). Bermacam elemen Al- quran
juga sudah dihitung secara teliti, meliputi jumlah kata, ayat, serta huruf Sikap
penghormatan paling tinggi terhadap suatu kitab suci juga cuma terdapat terhadap
kitab Al- quran.
Al- qur’ an yang kita tahu saat ini sesungguhnya merupakan inovasi yang
umurnya tidak lebih dari 79 tahun. Umur ini didasarkan pada upaya awal kali
kitab suci ini dicetak dengan percetakan modern serta memakai standar Edisi
Mesir pada tahun 1924. Saat sebelum itu, Al- Qur’ an ditulis dalam bermacam-
macam wujud tulisan tangan(rasm) dengan metode penandaan
teks( diacriticalmarks) serta autograf yang bermacam- macam. Di dalamnya
tercantum bermacam ilmu, hikmah serta pengajaran yang tersurat ataupun tersirat.
4
teman yang pandai menulis buat menuliskannya diatas pelepah- pelepah kurma,
lempengan batu serta kepingan tulang. Teman yang pandai menulis pula sangat
berjaga- jaga dalam menuliskan ayat- ayat.
Hal ini didorong oleh keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an adalah firman
Allah yang harus dijadikan pedoman hidup,sehingga perlu dajaga dangan
baik.Setelah ayat-ayat yang di turunkan cukup satu surat, Nabi memberi nama
surat tersebut untuk membedakannya dari surat yang lain. Nabi juga memberi
petunjuk tentang urutan panempatan suratnya. Penyusunan ayat-ayat dan
penempatannya juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi.Untuk menjaga
kemurnian Al Qur’an, setiap tahun malaikat Jibril datang kepada Nabi untuk
memeriksa bacaannya. Kemudian juga Nabi juga melakukan hal yang sama
kepada sahabat-sahabatnya, sehingga dengan demikian terpeliharalah Al Qur’an
dari kesalahan dan kekeliruan.
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kodifikasi Al-Qur’an
a. Al Jam’u fi sudur
6
kitab dan hikmah (al-Sunnah). Dan mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”.(Al-Jumu’ah:2)
b. Al Jam’u fi suthur
Setiap kali Nabi Muhammad mendapatkan wahyu, beliau selalu
membacakannya di depan para sahabat dan menyuruh mereka untuk
menulisnya. Para sahabat menulisnya di atas riqa (kulit binatang), al-likhaf
(lempengan batu), al-aktaf (tulang binatang), al-‘usbu (pelepah kurma).
Pernyataan ini dikuatkan dengan hadist yang dikeluarkan oleh Hakim
dengan sanad yang bersambung pada Anas r.a, ia berkata: “Suatu saat kita
bersama Rasulullah dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada
kulit binatang.
7
kurma,tulang dan batu-batuan tetap disimpan dirumah Rasulullah sampai
terjadinya perang yamamah yang meranggut korban kurang lebih tujuh
puluh sahabat penghafal Al-Qur’an, kemudian timbul kekhatiran
dikalangan sohabat akan terjadimya perang lagi, yang akhirnya
menyababkan hilangnya Al Qur’an. Umar bin Khattab lalu menyarankan
kepada khalifah Abu Bakar agar menghimpun surat-surat dan ayat-ayat
yang masih berserakan itu kedalam satu mushaf.
Dan Abu Bakar menyuruh Zaid bin Tsabit. Kemudian mushaf tersebut
disimpan oleh Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian disimpan oleh Umar
hingga wafat, lalu di simpan oleh Sayyidina Hafsah Isti Rasul.
Pada masa Khalifah Umar bin Khotthob RA mushaf telah menyebar dan
beliau juga mencermatinya. Ketika beliau melihat mushaf yang hurufnya besar-
besar beliau merasa senang. Dan ketika melihat mushaf yang kecil-kecil hurufnya
beliau tidak suka.
c. Mushaf Utsmani
8
Dikarenakan sulit meningalkan dialek tersebut. Maka terjadilah kerancuan dalam
dalam menyebutkan huruf Al-Qur’an.
.نري أن نجمع الناس على مصحف واحدا فال تكن فرقة وال يكن اختالف
“Saya tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia(umat Islam) pada satu
mushaf(dengan satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan
perselisiha. Dan kami menyatakan usulan yang sangat baik.”
Terdapa dua riwayat yang menjelaskan bagaimana Utsman menyelesaikan
tugas ini. Satu diantaranya yang lebih masyhur beliau membuat naskah
mushaf semata-mata berdasarkan suhuf yang berada di bawah penjagaan
Hafsah. Riwayat kedua yang tidak begitu masyhur mengatakan, Ustaman
terlebih dahulu memberi wewenang pengumpulan mushaf dengan
menggunakan sumber utama, sebelum membandingkannya dengan suhuf
yang sudah ada.
2) Ustman menyiapkan mushaf langsung dari suhuf
Utsman mengirimkan surat kepada Hafsah untuk mengirimkan suhuf yang
ada padanya untuk penulisan naskah dan kemudian akan dikembalikan
9
setelah selesai. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin az
Zubair, Sa’id bin al-As, dan Abdurrahman bin al Harist bin Hisham untuk
memperbanyak salinan naskah.
3) Ustman membuat naskah mushaf tersendiri
a) Pelantikan sebuah panitia yang terdiri dari dua belas orang untuk
mengawal tugas ini.
Ibn Sirin meriwayatkan:
أبي بن: فيهم،ارtttريش واألنصtttر رجال من قtttني عشtttع اثtttان جمttt أن عثم: يرينtttد بن سtttعن محم
. في جمع القرآن،وزيد بن ثابت،كعب
Dua belas orang tersebut adalah: Sa’id bin Al-As bin Sa’id bin al-As,
Nafi’ bin Zubair bin ‘Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubayy bin Ka’b,
Abdullah bin az Zubair, Abrur Rahman bin Hisham, Katsir bin Aflah,
Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, al-Baqillani,
Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr bin al-As.
10
memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh
Utsman,”Apakah kamu belajar ayat-ayat ini (seperti langsung dari
Nabi SAW sendiri? Semua penyumbang menjawaab disertai sumpah,
semua bahan yang dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu
persatu yang kemudian diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
c) Ustman mengambil mushaf dari Aisyah sebagai perbandingan
Ada beberapa riwayat yang meriwayatkan bahwasannya Utsman
mengambil mushaf dari Aisyah untuk melakukan tashih. Salah satu
riwayat tersebut adalah riwayat Harun bi Umar yang mengaitkan
bahwa:
Ketika Ustman hendak membuat salinan (naskah) resmi dia
meminta Aisyah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (suhuf)
yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW yang disimpan di
rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Tsabit utuk
membetulkanny sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa
sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan
membuat ketentuan hukum sesama mereka.
d) Ustman mengambil suhuf dari Hafsah untuk melakukan verifikasi
Ibnu Shabba melaporkan:
Zaid bin Tsabit berkata, “Ketika saya melakukan revisi Mushaf
Ustmani (mushaf yang dibuat sendiri) saya temukan kekurangan
satu ayat :
).(من المؤمنين رجال صدقوا ما عهدوا هللا عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهنم من ينتظر وما بدلوا تبديال
kemudian saya mencarinya di kalangan Muhajirin dan Anshar
(karena mereka itu yang menulis pada zaman Nabi Muhammad
SAW) sehingga saya mendapatkannya dari khuzaimah bin Tsabit
Al-Ansari. Kemudian saya menuliskannya.....lalu saya merevisi
sekali lagi dan tidak menemukan sesuatu (yang meragukan)
Ustman kemudian mengutus menemui Hafsah meminta agar
meminjamkan suhuf yang dipercayakan pada dirinya, Hafsah lalu
memberikan setelah Ustman berjanji pasti atau bernazar hendak
11
mengembalikan. Dalam perbandingan kedua ayat ini saya tidak
melihat adanya perbedaan. Kemudian saya kembalikan kepada
Ustman dan penuh kegembiraan, dia menyuruh orang-orang
membuat naskah dari mushaf itu.
4) Penentuan dan pendistribusian Mushaf Utsmani
a) Naskah terakhir dibacakan di depan para sahabat
Setelah melakukan verifikasi kemudian suhuf tersebut dibacakan
kepada sahabat di depan Ustman. Setelah selesai pembacaan Ustman
mengirimkan duplikasi naskah mushaf untuk disebarluaskan ke seluruh
wilayah negara Islam.
b) Jumlah naskah mushaf yang telah disahkan
Ada delapan naskah yang dibagi-bagikan yaitu ke Kufah,
Basra,Suriah, Madinah, Mekah, Mesir, Bahrain, Yaman.
c) Ustman membakar seluruh manuskrip yang lain
Dengan selesainya tugas ini, tinta di atas naskah terakhir telah kering
dan duplikat naskah pun telah dikirimkan, maka tidak dirasa perlu lagi
adanya fragmentasi tulisan Al-Qur’an bergulir di tangan orang-orang.
d) Utsman mengirim pembaca Al-Qur’an dilengkapi dengan mushaf.
Abdul Fatah Al-Qadi berkata:
12
dengan skrip konsonan (yang diakui) hanya terbatas pada
hal-hal yang dinyatakan autentik dan mendapatkan
pengukuhan dan pengakuan.
d. Mushaf Ali RA
13
Abu Bakar berkata kepadanya: “ Maka sesungguhnya itu adalah sabaik-baiknya
apa yang anda pikirkan.”
B. Otensititas Al-Qur’an
Sab’atu ahruf maksudnya wajah bacaan yang ada tujuh. Dalam arti bahwa
sebagian lafadz dalam Al-Qur’an memiliki cara membaca, lahjah ataupun tulisan
yang berbeda tetapi tetap memiliki makna yang sama. Ada sebagian yang
mengatakan bahwa kebanyakan orang Arab menggunakan bahasa-bahasa suku
Arab yang digunakan ketika itu, yaitu: Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin,
Kinanah, Tamim dan Yaman. Dan inilah bahasa yang paling fasih. Rasulullah
SAW juga menguatkan para sahabat yang membaca dengan ketujuh huruf
tersbut. Allah berfirman:
2. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan riwayat mutawatir dan juga melalui
tulisan
“Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat dan bercerita hadsitlah
oleh kalian tentang Bani Isra’il dan tidak ada dosa. Barang siapa berdusta atasku
dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati neraka.” (H.R. Bukhori, Ahmad
dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).
14
Dalam kata “ walau satu ayat” merupakan dorongan kuat bagi para sahabat
untuk menyampaikan dan meyebarluaskan Al-Qur’an kepada kaum muslimin dan
juga yang lainnya ketika berdakwah.
Dalam hadist ini mendorong para sahabat Rasulullah untuk menulis Al-
Qur’an. Dalam hadist juga menunjukkan larangan mencampur aduk tulisan Al-
Qur’an dengan yang lainnya. Kemudian setelah dirasa aman bahwa Al-Qur’an
tidak bercampur dengan lainnya karena sudah disatukan di dalam mushaf, maka
Rasulullah memperbolehkan menulisnya.
Diakritikal dalam bahasa arab disebut dengan taskhil, yang dibuat oleh
Abu al-Aswad ad-Du’ali (w.69 H/688 M). Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan
titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah,
Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika
suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan
huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti
"adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai
Idgham seperti "ghafurrur rahim". Pada zaman pemerintahan Mu’awiyah (w.
60H /679 M), dia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik
kedalam naskah Mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H /
670 M.
15
Skim diakrtitikal Khalil bin Ahmad al-Fraheedi menyebar dengan cepat
dalam pengenalannya bukan saja pada teks Al-Qur’an, jadi untuk tujuan
membedakan skrip dan tanda diakritikal yang digunakan untuk naskah Al-Qur’an
selalu dijaga sehingga skrip dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang
digunakan di buku lain.
16
Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan
tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah.
Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang
terkemuka Said Nursi.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19