Disusun Oleh :
NIM : 12140322358
1443 H / 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami
karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini,
dan terus dapat menimba ilmu di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Studi
Aqur’an yaitu Pak Anggi Dharma,M.Pd. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang
dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa
dan negara.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi
saya sendiri selaku penyusun makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan........................................................................................................ 1
A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Saran .......................................................................................................... 8
ii
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Sejarah telah mencatat, bahwa sarana yang di gunakan oleh para sahabat
untuk menulis ayat-ayat Al - Qur’an itu dengan menggunakan sarana: ujung
pelepah kurma (al-usb), batu-batu tipis (al-lakhaf), kulit binatang atau pohon (ar-
riqa’), pangkal pelepah kurma yang tebal (alkaranif), tulang belikat yang telah
kering (al-akhtaf), kayu tempat duduk pada unta (al-akhtab), tulang rusuk
binatang (al-adhla’). Beberapa bagian Al - Qur’an telah dikodifikasikan pada
benda yang bermacam-macam yang mudah didapat di pada waktu itu.1
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1
BAB II
Pada umumnya masyarakat muslim pada masa Nabi belum ada yang bisa menulis
dan membaca. Tapi, tidak menutup kemungkinan tidak adanya yang bisa
membaca serta menulis diantara mereka. Ada beberapa diantara mereka yang
sudah bisa membaca dan menulis terutama suku Quraisy sebelum Nabi diutus
menjadi Rasul, seperti Zaid bin Tsabit dari orang-orang yang berada di Madinah.
Setelah datangnya Islam, orang-orang yang mampu baca tulis memperoleh
perhatian khusus dari Nabi SAW. Ini dari pemanfaatan tawanan perang yang
2
diharuskan oleh Nabi memberikan pengajaran menulis kepada para sahabat.
Kemudian ketika sudah banyak sahabat yang bisa membaca dan menulis. Nabi
Muhammad SAW merasa Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan dihafal melainkan
juga harus ditulis. Dengan demikian akan lebih terjaga karena ada dua cara dalam
memelihara serta menjaga keutuhan Al-Qur’an yaini dalam dada (Hafalan) dan
tulisan. Sejak saat itu sahabat beramai-ramai menulis Al-Qur’an dengan
disaksikan Rasulullah sendiri.
2. Likhaf, atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang
terbelah secara horizontal lantaran panas;
3. ‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang
tipis;
4. Aktaf, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta;
2Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I, (Yogyakarta; Penerbit Forum Kajian Budaya
dan Agama), 2001, 151
3
5. Adlla’ atau tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta;
6. Adim, atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan
bahan utama untuk menulis ketika itu.
Para penulis wahyu itu diperintahkan oleh Rasulullah untuk menulis wahyu
yang diterimanya dan peletakan urutan-urutannya sesuai dengan petunjuk Nabi
Muhammad SAW berdasarkan petunjuk Allah SWT melalui Jibril. Kemudian
semua ayat-ayat Al-Qur’an yang telah ditulis di hadapan Nabi SAW di atas benda
yang bermacam-macam itu disimpan di rumah Nabi dalam keadaan masih
terpencar-pencar, ayat-ayat belum dihimpun dalam suatu mushaf atau shuhuf Al-
Qur’an. Di samping itu para penulis wahyu secara pribadi membuat naskah dari
tulisan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut untuk mereka simpan masing-masing. Shuhuf
Al-Qur’an yang disimpan di rumah Nabi Saw dan diperkuat dengan naskah-
naskah Al-Qur’an yang dibuat oleh para penulis wahyu untuk pribadi mereka
sendiri serta ditopang dengan hafalan para sahabat yang tidak sedikit jumlahnya.
Maka semuanya dapat menjamin Al-Qur’an agar tetap terpelihara secara lengkap
dan murni.
4
B. SEJARAH PENULISAN AL – QUR’AN PADA MASA SAHABAT
1. Masa Abu Bakar
Pada dasarnya, Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi Muhammad masih
hidup. Akan tetapi kondisi ayat-ayatnya ditulis masih terpencar-pencar. Ketika
Nabi wafat, kaum uslimin mengangkat Abu Bakar menggantikan Rasulullah
menjadi khalifah pertama ketika masa permulaan.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar timbullah keinginan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Usaha pengumpulan Al-Qur’an
ini timbul ketika terjadi perang Yamamah pada tahun 12 H yang menyebabkan
sebagian orang- orang yang hafal Al-Qur’an mati Syahid. Hal inilah yang menjadi
pemikiran Umar bin Khattab, betapa besar kerugiannya bila huffazhul Qur’an itu
banyak yang meninggal di medan pertempuran.
Umar bin Khattab mengingatkan Khalifah akan bahaya yang mengancam
Al-Qur’an. Kemudian beliau berpendapat agar khalifah mengambil langkah-
langkah untuk mengumpulkan Al-Qur’an menjadi suatu mushaf. Umar kemudian
bermusyawarah dengan Abu Bakar akan pendapatnya untuk mengumpulkan Al-
Qur’an. Pada Mulanya Khalifah menolak pendapat itu, karena tidak pernah
dilakukan Rasulullah semasa hidupnya. Namun Umar menyakinkan bahwa usaha
itu amat baik dan sangat diperlukan.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator
pelaksaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya Zaid kriteria yang ketat
untuk setiap ayat yang dikumpulkna. Ia tidak akan menerima ayat yang hanya
berdasarkan hafalan tanpa didukung dengan tulisan. Sikap kehati-hatian Zaid
dalam mengumpulkan Al-Qur’an ini didasarkan atas pesan Abu Bakar: ”
Duduklah kalian di pintu masjid. Siapa yang datang kepada kalian membawa
catatan Al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.4
4 http://runasa.blogspot.com/2012/11/sejarah-turunnya-al-quran.html
5
mengirimkannya ke kota-kota dalam wilayah negara Islam. Akan tetapi,
tumbullah perbedaan dalam menbaca Al-Qur’an karena perbedaan bahasa bangsa-
bangsa Islam. Perselisihan dalam membaca Al-Qur’an sudah cukup serius
sehingga Khudzaifah melaporkan kepada khalifah Utsman dan mendesaknya agar
mengambil langkah guna mengakhii perbedaan yang terjadi.
5
H. Nasaruddin Umar.2008. Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an, (Jakarta,
Al-Gazali Centre). 152
6
berdasarkan kronologis turunnya ayat. Pendapat yang kedua ini juga diperkuat
oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya Al-Qur’an
dengan tujuh huruf. Rasulullah saw. Bersabda. “Jibril membacaka kepadaku
dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku meminta agar huruf itu ditambah,
iapun menambahkannya kepadaku hingga tujuh huruf”.6
Pada mulanya penulisan huruf-huruf Al-Qur’an tidak diberi tanda titik dan
garis, tetapi tidak mengelirukan dalam membacanya. Namun setelah
perkembangan Islam meluas keluar tanah Arab, maka bagi orang-orang yang
bukan bangsa Arab akan susah dalam membacanya dan mungkin mengelirukan.
Yang pertama membuat baris itu dan pembubuhan tanda syakal berupa fathah,
dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta
yang dipakai pada mushaf, yakni Abu Aswad Dauli di masa Khalifah Muawiyah.
Pada masa Daulah Abbasiyah, yang memulai memberi titik untuk membedakan
huruf-huruf yang sama bentuknya dan tanda syakal diganti. Tanda dhamah
ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil
di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf.
6
Syaikh Manna’ Al-Qathnhan.2007. Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar).195
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
http://runasa.blogspot.com/2012/11/sejarah-turunnya-al-quran.html