ULUMUL QUR’AN
Dosen pembimbing:
Rahamat Rudianto
Penulis:
1
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur di limpahkan ke hadirat Allah Swt. Yang pemberikan rasa
syukur nikmat dan pembelajaran dengan lancar. Dan taat kepada peraturan larangan
larangannya dengan semangat belajar yang giat. Semua kodtrat dan iradat dari Allah Swt
apabila kita yakin dan waspada dengan semua keputusan atau ketetapan. Kita dapat
menyakini bahwa kesuksesan di raih oleh yang berusaha dalam belajar tersebut. Dalam
kesempatan ini, kita hendak giat dan rajin beribadah. Sesuai perkata nabi maupun sahabat,
hormat menuju jalan yang di ridhoi Allah Swt. Memperdalam menguatkan iman, islam,
taklid(Tuhan yang maha esa).
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………... i
Daftar isi………………………………………………………….. ii
Bab 1
Pendahuluan……………………………………………………… Ii
Latar Belakang………………………………………………………...
Pemateri Penelitian………………………………………………..
Subjek penelitian…………………………………………………….
Bab 2
Pembahasan
Bab 3
Penutup
Kesimpulan………………………………………………………...
Daftar Pustaka…………………………………………………….
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Istilah ulum al-Qur’an , secara etimologi, merupakan gabungan dari dua kata bahasa
Arab: Ulum dan al-Qur’an . kata ulum adalah bentuk jamak dari kata ilm yang merupakan
bentuk masdar dari kata alima, ya’lamu yang berarti : mengetahui (Mahmud Yunus: 1990).
Dalam kamus al-Muhit kata alima disinonimkan dengan kata arafa (mengetahui, mengenal).
Dengan demikian, kata ilm semakna dengan ma’rifah yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan
ulum berarti: sejumlah pengetahuan.
Selain itu, Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hukum yang paling utama
bagi kita umat Islam. Adapun kata Qur’an, dari segi isytiqaqnya, terdapat beberapa perbedaan
pandangan dari para ulama. Anatara lain, sebagaimana yang diungkapkan oleh muhammad
bin Muhammad Abu Syaibah (1992) dalam kitab Al-Madkhal li Dirasahal-Qur’an al-Karim,
sebagai berikut:
1. Qur’an adalah bentuk masdar dari qara’a , dengan demikian, kata Qur’an berarti
“bacaan”. Kemudian kata ini selanjutnya, sebagaimana bagi kitab suci yang
diturunkan oleh Allh swt. Kepada nabi Muhammad saw, pendapat ini didasarkan pada
firman Allah: Artinya “apabila kami telah seesai membacanya
2. Adapun penurunan Al-Qur’an dan pemeliharaannya telah merupakan urusan Allah
SWT, dimana Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur’an dan Allah SWT pulalah
yang menjaga keautentikannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
II. Pemateri penelitian berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, yaitu
1
Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahan, Yayasan Penyelenggaran
Penterjemah/Pentafsiran Al-Qur’an, 1971, (Qs. Al-Hasyr:21) hal. 919.
4
Dia Allah lah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantaraan malaikan Jibril, dan dia Allah juga lah yang senantiasa menjaga
keasliannya sepanjang waktu. Al-Qur’an yang kita gunakan pada saat ini ternyata memiliki
proses sejarah yang sangat panjang dalam upaya penulisan dan pembukuannya, pada masa
Nabi Muhammad SAW Al Qur’an baru ditulis pada patahan-patahan/kepingan tulang-
belulang, batu-batu, kulit hewan, pelepah kurma.
A. Pemeliharaan pada masa nabi Muhammad saw dilakukan dengan dua cara utama,
yaitu:
Semula Abu Bakar keberatan dengan usul Umar, dengan alasan belum pernah
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi akhirnya Umar Berhasil meyakinkannya
sehingga dibentuklah sebuah tim yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dalam rangka
merealisasikan Zaman dahulu dan tugas suci tersebut.Abu Bakar memilih Zaid mengingat
kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman, dan kecerdasannya serta dia juga hadir
pada saat Al-Qur’an dibacakan oleh Rasulullah terakhir kalinya.
B. bani Qani'. Nama lengkap beliau adalah Abdul Baqi bin Qani' bin Marzuq bin Watsiq
(arab: W بن واثقWرزوقWW)عبد الباقي بن قانع بن م, seorang akademisi sejarah muslim yang lahir
pada tahun 265 Hijriyah di Baghdad, Iraq. Watsiq sendiri sebagai kakek buyutnya adalah
seorang pengabdi Dinasti Umayyah pada zamannya. Nama panggilan atau kunyah Ibnu Qani'
adalah Abu Husain. Beliau dikenal sebagai seorang akademisi sejarah yang juga menekuni
ilmu Hadist ia juga dikenal sebagai tokoh yang sering berjalan di muka bumi sebagai
pembelajar dan mencatat berbagai peristiwa.Ibnu Qani' sendiri dikenal sebagai ulama sejarah
yang diberikan umur panjang.
5
Biografi tersebut diberi judul Mu'jam as-Shahabah. Di dalam buku tersebut dimuat
sekitar 2700-an biografi sahabat Nabi yang ditulis bersama dengan periwayatan hadist dari
sahabat terkait. Dalam beberapa terbitannya, kitab ini dituliskan tidak sesuai dengan catatan
pertama karena menyesuaikan halaman yang akan dicetak. Kitab Mu'jam as-Shahabah ini
merupakan pelopor dan dianggap sebagai salah satu kitab sejarah Sahabat Nabi yang paling
penting yang ada dan pernah ditulis oleh para ulama.
Perlu dicatat, kitab ini sebenarnya tidak memuat seluruh Sahabat Nabi secara
lengkap. Sahabat Nabi yang termuat di dalamnya adalah mereka yang tercatat memiliki
derajat hubungan shuhbah oleh para ulama berdasarkan periwayatan hadits. Di samping
keutamaan yang dimiliki kitab ini, tentu saja ada kekurangan yang masih ditemukan. Ibnu
Fathun (w.520 H) menuliskan kitab yang memuat perbaikan dari lewat riwayat hadits yang
dianggap salah dalam kitab Mu'jam Shahabah ini yang diberi judul " Islah Auham Mu'jam".
Tujuan Masalah Dapat memahami cara pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi,
khalifah Abu Bakar as Siddiq, Khalifah Utsman bin affan dan pemeliharaan Al-Qur’an
setelah khulafaurrasyidin. Para huffadz Pada masa sahabat hufadzul qur’an yakni: ubbay bin
ka’ab (w. 642 M)3. Mu‘adz bin Jabal (w. 639 M), Zaid bin Tsabit, dan Abu Zaid al-Anshari
(w. 15H) Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Ubaid (w.637 M), Abu al-Darda (w.652 M), dan
Ubaid bin Mu’awiya. Utsman bin Affan, Tamim al-Dari (w. 660 M), Abdullah bin Mas’ud
(w. 625 M), Salim bin Ma‘qil (w. 633 M), Ubadah bin Shamit, Abu Ayyub (w. 672 M), dan
Mujammi‘bin Jariyah.
BAB 2
2
Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur‟an, Bandung, Pustaka Setia, 2008. hal. 32.
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Jakarta: PT. Pustaka
Alvabet, Oktober, 2013 hal.1.
6
PEMBAHASAN
Upaya pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi SAW mulai dilakukan baik secara
hafalan seperti yang dilakukan oleh nabi sendiri dan diikuti juga para sahabatnya, maupun
secara penulisan yang dilakukan oleh para sahabat pilihan atas perintah Nabi SAW. Dalam
hal ini, setiap kali Nabi menerima ayat-ayat Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya, Nabi
lalu memerintahhkan kepada para sahabat tertentu untuk menuliskannya di samping juga
menghafalnya.4 Kaidah kaidah Memahami Firman Tuhan
Selain itu, perlu diakui pula bahwa bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur’an
berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya
cepat serta daya pikirannya begitu terbuka. Ketika Al-Qur’an datang kepada mereka, mereka
terkagum kagum karena struktur bahasa Al-Qur’an yang sangat indah dan luhur, serta
mengandung ajaran yang suci, karenanya mereka mencurahkan kekuatan untuk menghafal
ayat-ayat Al Qur’an. Mereka saling berlomba dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an,
segala kemampuan dicurahkan untuk menguasai dan menghafal Al-Qur’an. Juga tak lupa
mengajarkan Al-Qur’an kepada keluarga dan kerabat-kerabat mereka.5
Disamping itu Al-Qur’an juga telah dijadikan Allah SWT sebagai bacaan yang
mudah untuk diingat dan dihafal, disebutkan dalam Al-Qamar:1
4
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 82.
Dikutip dari , Tarikh al-Mushhaf al-Syarif (Cairo: Maktabah wa Mathba’ah al-Masyhad al-Husaini,
1955), hlm. 41.
5
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 82. Ulum
al-Qur’an (Bairut: Dar Al-Irsyad, 1970), hlm. 56.
7
١٧ ْٱلقُرْ َءانَ لِل ِّذ ْك ِر فَهَلْ ِمن ُّم َّد ِك ۢ ٍرWَولَقَ ْد يَسَّرْ نَا
Artinya: Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka
adakah orang yang mengambil pelajaran? (Al-Qamar:17).
Adapun sahabat orang yang terkemuka yang ditunjuk Rasul dari kalangan terbaik dan
indah tulisannya seperti empat orang yang kemudian menjadi Khalifah rasyidin yaitu: Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali, kemudian juga Mu’awiyah. Ubai bin Ka’ab, Zaid bin
Tsabit.Selain sahabat-sahabat Nabi yang tersebut diatas, masih banyak lagi para pencatat
wahyu dari kalangan sahabat, yang menulisakan Al-Qur’an dengan kemauan sendiri tanpa
diperintah oleh Nabi. Mengingat pada zaman itu belum di kenal zaman pembukuan, maka
tidaklah mengherankan jika pencatatan Al-Qur’an bukan dilakukan diatas kertas apalagi
dalam bentuk file-file komputer atau laptop seperti yang dikenal zaman sekarang,
Dengan hal ini, para ulama sepakat cara penyusunan yang demikian adalah tauqifi,
artinya susunan surah-surah dan ayat-ayat Al Qur’an seperti yang kita saksikan di berbagai
mushaf sekarang adalah berdasar kepada ketentuan dan petunjuk yang diberi Rasulullah
SAW, sesuai perintah dan wahyu Allah Swt.
6
Anshori. Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers,
2014),hlm. 27.
8
II. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar as Siddiq
Penghimpunan Al-Quran ke dalam satu mushaf baru dilakukan setelah Nabi SAW
wafat, setelah Nabi wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah (11-13 H/632-634M),
terjadilah pembangkangan terhadap Khalifah yaitu kelompoK pengekang zakat, kaum murtad
dan kelompok pengaku menjadi Nabi (Al-Munatanabbiun) di antaranya Musailamah al
Kadzdzab. Tiga kelompok pembangkang ini kemudian ditumpas Khalifah dengan
mengirimkan pasukan tentara di bawah pimpinan Khalid bin Walid, pada tahun 12 hijriah di
Yamamah yang menimbulkan pengorbanan besar-besaran di kalangan para sahabat
penghafal, Al-Qur’an (Huffaz) yang mencapai kurang lebih 70 orang.7
Berdasarkan hal tersebut Umar mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar ayat-
ayat Al-Qur’an segera dihimpun dan dibukukan ke dalam sebuah buku atau kitab, karena
khawatir hilangnya sebagian Al-Qur’an dengan wafatnya sebagian para penghafal tersebut.
Kemudian Allah membukakan pintu hati Abu Bakar sehingga ia menerima usul dari Umar
tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit agar segera menghimpunnya ke dalam sebuah
mushaf. Zaid sangat berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, ia segera mengumpulkan
seluruh ayat-ayat yang tertulis di daun-daun, pelepah kurma, batu-batu, tulang belulang dan
lain-lain.
Sekalipun ia hafal seluruh ayat secara berurutan sesuai ajaran Rasulullah SAW, ia
tetap merasa perlu adanya saksi dalam pelaksanaan tugas suci dan berat tersebut. Ia
mencocokkan hafalannya dengan sahabat-sahabat kepercayaannya yang baik hafalannya.
Zaid sangat berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, ia segera mengumpulkan seluruh ayat-
ayat yang tertulis di daun-daun, pelepah kurma, batu-batu, tulang belulang dan lain-lain.
Setelah itu dengan sangat hati-hati dan teliti disaksikan 2 orang saksi ia menyalin
ulang kumpulan ayat-ayat tersebut dan mengikatnya menjadi sebuah mushaf. Tugas
penulisan dilakukan oleh Zaid selama satu tahun, yaitu sejak selesai perang Yamamah sampai
sebelum Abu Bakar wafat. Mushaf masa ini disimpan abu bakar sampai beliau wafat dan
kemudian disimpan oleh Umar bin Khattab, lagi oleh Hafshah binti Umar sebagai pesan
7
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 89.
Dikutip dari Muhammad al-Shadiq Qamhawi, al-Ijaz wa al-Bayan Fi Ulum al-Qur’an (Bairut: ‘Alam
al-Kutub,2006), hlm.173.
9
Umar dengan pertimbangan bahwa Hafshah adalah seorang istri Nabi yang hafizhah Al-
Qur’an dan pandai baca tulis.8
Hafshah pernah diminta oleh seorang Khalifah dinasti Umayyah (Marwan bin Al-
Hakam) untuk membakar lembaran-lembaran Mushaf (Shuhuf) itu, akan tetapi Hafshah
menolaknya, setelah Hafshah wafat shuhuf itu berhasil diambil dan dibakar oleh Marwan,
tujuan dari tindakan Marwan itu untuk menjaga keseragaman Mushaf yang telah disepakati
pada masa Utsman bin Affan dan menghindari keraguan di masa yang akan datang. 9
III. Pemeliharaan Al- Qur’an pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa ini umat Islam telah tersebar ke berbagai penjuru dari Armenia dan
Azerbaijan di sebelah timur hingga Tripoli di barat, dan yaman di sebelah selatan hingga
perbatasan sungai yarmuk di syiria. Umat Islam di manapun berada selalu tergantung pada
ayat-ayat Al- Qur’an, mereka harus terus menghafalnya dan banyak yang menyimpan naskah
yang masih tertulis di atas daun-daunan dan sebagainya. Cara membaca mereka pun beragam,
sesuai daerah dan dialek masing-masing. Di sisi lain, perbedaan itu juga disebabkan karena
pada masa itu penulisan Al-Qur’an
tanpa titik-titik atau syakal (tanda bunyi, seperti kasrah fathah dhammah, sakinah dan
lain-lain), dan juga karena cara orang membaca Al-Qur’an tidak sama tergantung cara
pencatatan Al-Qur’an pada masing-masing orang. Sebagian bacaan itu bercapur dengan
kesalahan, tetapi masing-masing tetap mempertahankan dan berpegang pada bacaannya.
Mereka khawatir bila keadaan seperti itu terus dibiarkan akan mengakibatkan perselisihan
dan perdebatan yang berkepanjangan hingga dapat merusak persatuan umat,
orang pertama yang memperhatikan ini adalah Hudzaifah bin Al-Yaman. Ketika
beliau ikut dalam pertarungan menaklukkan Armenia di Azerbaijan, dalam perjalanan dia
pernah mendengar pertikaian kaum muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur’an,
pasukan dari Iraq mereka membaca Al-Qur’an dengan qira’at Abdullah bin Mas’ud dan
8
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 91.
Dikutip dari Abdul.
Fattah al-Qadhi, Tarikh al-Mushhaf al-Syarif (Cairo: Maktabah wa Mathba’ah al-Masyhad al-
Husaini, 1965),
hlm. 50.
9
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 91.
Dikutip dari Ibid., hlm.50..
10
pasukan Syam membaca Al-Qur’an dengan qira’at Abu Darda’ r.a9dan pernah mendengar
perkataan seorang Muslim kepada temannya: “Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu.10
Keadaan ini mengagetkannya, maka setelah kembali ke Madinah, dia segera menemui
Utsman bin Affan seraya menceritakan apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum
muslimin tentang bacaan Al-Qur’an itu, lalu dia berkata kepada Utsman: “Susullah umat
Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-Kitab (Al-Qur’an).Maka Khalifah Utsman
meminta kepada Hafshah binti Umar lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ditulis pada masa
Khalifah Abu Bakar yang disimpan olehnya untuk disalin, lalu
d. Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, anggota (dari Kaum Muhajirin Quraisy,
Makkah).
a. Berpedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an dengan baik dan benar.
b. Bila ada perbedaan pendapat antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka
haruslah
dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur‟an itu diturunkan menurut
dialek mereka.
10
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm.36. Dikutip
dari Muhammad Ibn Abdillah as-Subhi, Fitnah Maktal Usman Ibn Affan (Al-Madinah al-
Munawwarah: Maktabah Al-Madinah ar-Raqmiyah, 2003), Cet. Ke-2, hlm.91.
11
mengerjakannya, lembaran-lembaran Al-Qur‟an yang dipinjam dari Hafshah dikembalikan
kembali kepadanya. Al-Qur‟an yang telah dibukukan dinmnamain dengan “Al-Musyhaf”,
dan oleh panitia ditulis lima buah Al-Musyhaf, empat diantaranya dikirim ke Makkah, Syria,
Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing mushaf itu, dan
satu buah ditinggalkan di Madinah untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan
“Mushaf Al-Imam”.
Model dan metode tulisan yang ada di dalam mushaf yang ditulis pada masa Utsman
ini kemudian dikenal dengan sebutan Rasm Utsmani. Dengan demikian ada beberapa faedah
penulisan Al-Qur’an di masa Utsman, diantaranya:
a. Menyatukan kaum muslimin pada satu macah mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
b. Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak
dibolehkan lagi.
c. Menyatukan tertib susunan surah-surah, menurut uratan seperti yang terlihat pada
mushaf-mushaf sekarang.
KESIMPULAN
Sebagai umat islam, sebagai umat Nabi Muhammad SAW, sebagai orang-orang yang
beriman kepada Allah SWT, wajib bagi kita untuk senantiasa ikut serta untuk memelihara
dan menghormati kitab suci kita Al-Qur’an dengan banyak cara yang dapat kita
11
Anshori, Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 94.
Dikutip dari Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan Fi Ulum al-Qur’an (Bairut: Dar Al-Irsyad, 1970),
hlm. 67-68.
12
lakukan,diantaranya; mempelajari Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-
Qur’an, menghafal Al-Qur’an dan lain-lain.
Sebagaimana kita telah ketahui, upaya untuk memelihara Al-Qur’an ini telah ada
sejak masa Rasulullah SAW hidup dipermukaan bumi, kemudian dilanjutkan perjuangan
beliau oleh para sahabat, terutama oleh Abu-Bakar dan Utsman.
Pada saat khalifah Abu Bakar, ayat-ayat Al-Qur`an dihimpun dan dibukukan kedalam
sebuah buku atau kitab, karena khawatir hilangnya sebagian Al-Qur`an dengan wafatnya
sebagian para penghafal karena perang melawan pemberontak. Ketika masa pemerintahan
Ustman, beliau meminta kepada Hafshah binti Umar lembaran-lembaran Al-Qur`an yang
ditulis dimasa khalifah Abu Bakar yang disimpan olehnya untuk disalin. Lalu Utsman
membentuk satu panitia yang diketuai oleh Zaid. Setelah masa Khulafaur Rasyidin usaha
memelihara Al Qur’an dilakukan dengan cara memperbaiki/memperindah penulisan Al
Quran dan mencetak/pencetakan Al-Qur’an.
Tulisan Al-Qur’an yang tetap/baku adalah tulisan menurut Model Utsmani, yang
mana tertib surat dan ayatnya ditentukan oleh Rasulullah SAW, pembakuan dan pembukuan.
dilakukan pada zaman utsman yang diketuai oleh ketua panitia yaitu Zaid bin Tsabit. Tugas
kepanitiaan yang dibentuk tersebut yaitu untuk membukukan Al-Qur’an dengan menyalin
lembaran-lembaran mushaf pada zaman Abu-Bakar menjadi sebuah buku/kitab yang mana
dilaksanakan pada tahun ke-25 H. Awalnya Al-Qur’an dituliskan tanpa titik-titik dan harokat,
dalam perkembangannya
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihan, 2008 Ulum Al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia,. hal. 32.
13
Amal Taufik Adnan, 2013 Oktober. (Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, Jakarta: PT. Pustaka
hal.1.
Anshori, (2014) Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali Pers,), hlm. 82.
Hamid Abdul, 2016 Pengantar Studi Al-Qur’an (Jakarta: Prenadamedia Group,), hlm.36.
14
15