Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH PEMBUKUAN DAN PEMBAKUAN

AL-QUR'AN
Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Studi Al-qur’an

Dosen Pengampu: Ulfa M.Pd.I


Disusun oleh kelompok 1:
1. Nur Sulaimid Diana (20480352)
2. Putri indah Nur Y. ( 20480337)
3. Shania Nur Haqiqi ( 20480357)

FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
UNIVRSITAS NAHDATUL ULAMA SUNAN GIRI
BOJONEGORO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah studi Al-qur’an
yang berjudul SEJARAH PEMBUKUAN DAN PEMBAKUAN AL-QUR’AN telah kami
selesaikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait dalam pembuatan
makalah ini terutama dosen pengampu, ibu ulfa M.Pd.I yang telah memberikan amanah
berupa pembuatan tugas makalah sehingga bertambah pengetahuan kami khususnya
mengenai apa sejarah pembukuan dan pembakuan Al-qur’an, walaupun kami menyadari
sepenuhnya bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, kami ucapkan semoga tulisan yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat
bagi siapa pun yang membacanya.

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar belakang........................................................................................... 1
Rumusan masalah..................................................................................... 1
Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Al-quran.................................................................................... 2
Sejarah Pembakuan dan Pembukuan Al-quran .......................................... 3
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................. 7
Saran.......................................................................................................... 7
Daftar Pusaka.............................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang dijadikan sebagai penguasa kehidupan
Untuk seluruh umat manusia. Namun saat ini masih banyak yang belum mengetahui
apa itu Al-Qur’an dan tidak tahu bagaimana proses awal pembukuan dan standardisasi
Al-Qur’an menjadi Al-Qur’an yang banyak kita jumpai saat ini.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang pengertian
Al-Qur’an dan proses pembukuan dan standar isasi Al-Qur’an. Semoga ini makalah
dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-qur’an?
2. Bagaimana proses sejarah pembukuan dan pembakuan Al-qur’an?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-qur’an.
2. Untuk mengetahui proses sejarah pembukuan dan pembakuan Al-qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-qur’an

Secara bahasa diambil dari kata: ‫ يقرا – ا قر‬-‫ قراة‬-‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu
yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk
membaca Alquran. Alquran juga bentuk mashdar dari ‫ القراة‬yang berarti
menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab seolah-olah Alquran
menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga tersusun
rapi dan benar. Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai dengan
makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dengan tujuan apa yang dialami masyarakat untuk menghidupkan
Alquran baik secara teks, lisan ataupun budaya.

Menurut M. Quraish Shihab. Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang


sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu
bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang
dapat menandingi Alquran, bacaan sempurna lagi mulia. Dan juga Alquran
mempunyai arti menumpulkan dan menghimpun qira’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang
tersusun rapih. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari kata
Qara’a, gira’atan, qur’anan.

Selanjutnya adalah pengertian Al Qur’an secara terminologi. Pengertian al


Qur’an ternyata cukup menjadi perhatian para Ulama dan para ahli bahasa. Tetapi
mereka memiliki pandangan yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga
didapatkan pengertian yang berbeda-beda pada tingkat redaksi definisi yang
dijabarkan, namun secara subtansi tetap sama bahwa al Qur’an adalah firman .(‫كالم‬
‫ )هللا‬Allah yang telah diwahyukan

Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami


pengertian suatu konsep, lazimnya, pembahasan apa pun selalu diawali dengan
memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna menangkap substansi
yang terkandung di dalamnya[13]. Oleh karena itulah pengertian al Qur’an secara
terminologi ini, diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadapnya. Ada
beberapa pengertian yang diungkapkan para Ulama maupun para ahli
Bahasa yang dapat dijadikan dasar untuk memahami apa sebenarnya Al-
Qur’an itu. Menurut Umar Shihab [14] Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang
diturunkan oleh Allah SWT, kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad
SAW untuk dijadikan pedoman hidup.

B. Sejarah Pembakuan dan Pembukuan Al-quran

Penulisan Al Qur’an terdiri dari beberapa periode hingga pada tahap


pembukuan serta pembakuannya, yaitu :
a. periode nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad menaruh perhatian serius untuk penulisan wahyu. Beliau
menunjuk beberapa sahabat untuk dijadikan sekertaris, penulis wahyu dengan
menyusun tertib ayat sesuai petunjuk beliau berdasarkan petunjuk Allah lewat
malaikat Jibril. Mereka diantarinya adalah, Zait bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, Anas bin Malik, Ubai bin Ka’ab,
Muawiyah bin Abu Sufyan, Zubair bin Awwam, Abdullah bin Arqam, Abdullah
bin Rawahah dan lainnya. Namun yang paling berkompeten diantara mereka
adalah Zait bin Tsabit.

Semua ayat Al Qur’an yang di tulis dihadapan nabi di tulis di atas benda
yang bermacam-macam, antara lain batu, tulang, kulit binatang, pelepah kurma
dan sebagainya, di simpan di rumah nabi dalam keadaan masih terpencar-pencar
ayatnya, belum terhimpun dalam satu mushaf. Di samping itu para penulis wahyu
secara pribadi masing-masing membuat naskah dari tulisan ayat-ayat tersebut
untuk koleksi pribadi masing-masing.

Naskah Al-Qur’an yang di simpan di rumah nabi dan di perkuat oleh


naskah-naskah yang di buat oleh para penulis wahyu serta di tunjang oleh hafalan
para sahabat yang banyak jumlahnya akan dapat menjamin Al-Qur’an tetap
terpelihara secara lengkap dan orisinil. Sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an
(QS. Al- Hijr:9) bahwa Allah akan menjaganya sepanjang masa.

b. Periode Khalifah Abu Bakar


Setelah nabi Muhammad wafat, lalu Abu Bakar di pilih sebagai khalifah,
terjadilah gerakan pembangkangan membayar zakat dan gerakan keluar dari
agama Islam di bawah pimpinan Musailamah al Kadzdzab. Gerakan ini segera di
sikapi oleh Abu Bakar dengan mengirimnya pasukan yang di pimpin oleh Khalid
bin Walid. Terjadilah perang fisik di Yamamah pada tahun 12 H, yang
menimbulkan korban tidak sedikit dari kalangan muslimin, termasuk 70 sahabat
yang hafal Al-Qur’an terbunuh sebagai syuhada.
Peristiwa tragis ini mendorong Umar bin Khattab untuk menyarankan
kepada Abu Bakar agar segera di himpun ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk
mushaf, karena dikhawatirkan hilangnya sebagian al-Qur’an dengan wafatnya
sebagian para penghafalnya. Inisiatif Umar dapat diterima oleh Abu Bakar setelah
di adakan diskusi dengan pertimbangan-pertimbangan yang saksama.Kemudian
Abu Bakar segera memerintah Zaid bin Tsabit untuk segera menghimpun ayat-
ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf. Namun Zaid merasa keberatan dengan
tawaran ini, karena hal ini menurut Zaid tidak pernah di lakukan oleh nabi. Tapi
berkat diplomasi yang dilakukan oleh Abu Bakar yang sepenuhnya di dukung oleh
Umar bin khattab, akhirnya Zaid menerimanya dengan lapang dada. Zaid bin
Tsabit sangat hati-hati dalam menjalankan tugas berat ini , sekalipun ia seorang
penulis wahyu utama dan hafal seluruh Al-Qur’an,.dia dalam menjalankan
tugasnya berpegang pada dua hal, yaitu:
1. Ayat-ayat Al-Qur’an yang di tulis di hadapan Nabi dan yang di simpan
di rumah Nabi.
2. Ayat-ayat yang di hafal oleh para sahabat yang hafal Al-Qur’an .
Zaid tidak mau menerima tulisan ayat-ayat Al-Qur’an, kecuali dengan
disaksikan oleh dua orang saksi yang adil, bahwa ayat-ayat itu benar-benar ditulis
di hadapan nabi dan atas perintah dan petunjuknya.

Tugas menghimpun Al-Qur’an itu dapat dilaksanakan oleh Zaid dalam


waktu kurang lebih satu tahun, yakni antara setelah terjadinya perang yamamah
dan sebelum wafatnya Abu Bakar. Dengan demikian tercatatlah dalam sejarah,
bahwa Abu Bakar sebagai orang yang pertama kali menghimpun Al-Qur’an dalam
mushaf atas inisiatif Umar bin Hattab dan Zaid bin Tsabit yang ditunjuk untuk
menulisnya.

Mushaf Al-Qur’an karya Zaid bin Tsabit itu disimpan oleh Abu Bakar
kemudian Umar setelah Abu Bakar wafat, lalu Hafsah putri Umar selaku istri nabi
yang ia hafal Al-Qur’an juga bisa baca tulis.

c. Periode Khalifah Utsman bin Affan


Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, terjadilah perbedaan bacaan
Al-Qur’an di kalangan umat Islam. Kalau hal ini dibiarkan akan mengganggu
terhadap persatuan dan kesatuan umat Islam. Karena itu sahabat Hudzaifah
menyarankan kepada Utsman agar segera mengusahakan keseragaman bacaan Al-
Qur’an dengan cara menyeragamkan tulisan Al-Qur’an. Kalau misalnya masih
terjadi perbedaan bacaan diusahakan masih dalam batas-batas ma’tsur (diajarkan
oleh nabi), mengingat Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan tujuh dialek
bahasa arab yang hidup pada masa itu.

Utsman bin Affan dapat menerima ide pembakuan Al-Qur’an ini ,


kemudian membentuk panitia yang terdiri dari empat orang yaitu, Zaid bin Tsabit,
Sa’id bin Al Ash, Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin harits bin Hisyam.
Panitia ini di ketuai oleh zaid bin Tsabit yang bertugas menyalin Al-Qur’an yang
disimpan oleh Hafsah, sebab mushaf Hafsah dipandang sebagai naskah al-Qur’an
standar.

Panitia bekerja menyalin mushaf ini hingga menghasilkan lima buah


mushaf untuk di kirim ke beberapa daerah, dengan di sertai instruksi bahwa
mushaf Al-Qur’an yang berbeda dengan mushaf Utsman yang dikirim tersebut
harus dimusnahkan. Publik pada waktu itu, termasuk para sahabat nabi
menyambut baik terhadap terbitnya mushaf Utsmani (mushaf al Imam)ini, dan
mematuhi instruksi Utsman bin Affan dengan senang hati.

Setelah tim penyusun berhasil melaksanakan tugasnya, mushaf Hafsah


yang di pinjamnya itu di kembalikan kepada Hafsah. Marwan bin Hakam, seorang
khalifah bani Umayyah (w.65H) pernah meminta Hafsah agar mushafnya di
bakar, tetapi di tolak oleh Hafsah. Baru setelah Hafsah wafat , mushafnya diambil
oleh Marwan , kemudian di bakarnya. Tindakan Marwan ini dilakukan karena
terpaksa, untuk menjaga eksistensi keseragaman Al-Qur’an yang telah di bakukan
oleh Utsman, juga untuk menghindari keragu-raguan umat Islam di masa
mendatang terhadap mushaf Al-Qur’an jika masih terdapat dua macam mushaf ,
yaitu mushaf Hafsah dan mushaf Utsman.

PEMBUKUAN AUTENTISITAS AL-QUR’AN

Sudah merupakan wacana klasik perdebatan tentang status Al-Qur’an ,


apakah Al-Qur’an bersifat “qadim” atau “hadits”, apakah Al-Qur’an bersifat
“azali” ataukah diciptakan. Perbedaan ini meruncing di antara dua kelompok
Islam (mutakallimin).yaitu kelampok mu’tazilah dan kelompok ahlussunnah wal
hadits.

Di samping itu, keautentikan Al-Qur’an menjadi pembahasan serius di


kalangan ahli Al-Qur’an. Masalah yang muncul adalah bagaimana proses
penurunan Al-Qur’an itu sendiri. Konsep yang kemudian di rumuskan adalah
bahwa Al-Qur’an diturunkan melalui dua fase. Fase pertama, Al-Qur’an di
turunkan secara sekaligus dari Lauh al-Mahfudz ke langit dunia. Sedangkan fase
kedua Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dari langit dunia ke bumi melalui
nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Pemikiran ini dapat menjembatani
kesenggangan mengenai problem keqadiman dan kehaditsan Al-Qur’an. Namun
konsep ini menurut Ali Shadiqin, hanya dapat dipahami pada tataran teologis,
karena secara empiris, Al-Qur’an di turunkan di tengah-tengah masyarakat yang
memiliki kebudayaan yang mengakar. Artinya secara historis Al-Qur’an tidak
turun dalam ruang hampa yang tanpa konteks. Sebagai pesan Tuhan, wahyu
memiliki obyek sasaran dan sasaran itu adalah masyarakat arab pada abad ke 7
Masehi. Dengan demikian, melepaskan wahyu dari konteks sosial budayanya
adalah pengabaian terhadap historis dan realitas.

Para ulama ahli Al-Qur’an juga mengakui keterkaitan wahyu dengan


konteks dengan memunculkan konsep makkiyah-madaniyah tidak hanya
mengidentifikasi ayat berdasarkan tempat turunnya, tetapi pesannya juga terkait
dengan problem kemasyarakatan di wilayah tersebut. Asbabun nuzul
mengindikasikan adanya proses resiprokasi antara wahyu dengan realitas. Seakan-
akan wahyu memandu dan memberikan solusi terhadap problem-problem yang
muncul saat itu. Di sisi lain nasikh mansukh, merupakan proses penahapan
pengiriman pesan Ilahi dengan penyesuaian terhadap realitas yang berkembang.
Konsep-konsep tersebut menunjukkan indikasi bahwa Al-Qur’an adalah di
ciptakan(makhluk) tuhan untuk masyarakat penerimanya .

Indikasi lainnya dapat dilihat pada proses dialektika antara wahyu dengan
budaya lokal arab. Proses penurunan Al-Qur’an mengindikasikan penggunaan
pendekatan budaya dari pemberi pesan (Tuhan) kepada penerima pesan. Dari segi
bahasa misalnya, Al-Qur’an menggunakan bahasa objek penerima, yaitu bahasa
arab. Penggunaan bahasa arab sebagai media penyampai pesan Tuhan tentu
memiliki pertimbangan efektivitas komunikasi dan transformasi dari pemberi
pesan kepada penerima pesan. Penerima pesan akan dapat menangkap pesan
wahyu yang di sampaikan karena menggunakan bahasa mereka sendiri.

Di samping itu juga, pemilihan Nabi Muhammad sebagai rasul penyampai


pesan Al-Qur’an juga menggunakan pendekatan budaya. Dari segi suku, nabi
Muhammad berasal dari suku quraisy, suku yang paling mulia dan dihormati oleh
suku-suku arab lainnya. Apa yang disampaikan beliau akan mudah di dengar oleh
suku lain, disamping karena keutamaan dan keteladanan pribadinya.
Tuhan juga menggunakan budaya lokal sebagai media untuk
mentransformasikan ajaran-Nya. Hal ini terlihat dengan banyaknya budaya lokal
berdialektika dengan Al-Qur’an. Adat istiadat itu meliputi berbagai bidang, baik
keagamaan, sosial, ekonomi, politik maupun hukum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1.Al Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia.
2. Pembukuan al-Qur’an dilatar belakangi banyaknya para penghafal al-
Qur’an yang wafat atau gugur. Pembukuan ini terjadi pada masa Khalifah Abu
Bakar as Shiddiq atas prakarsa Umar bin Khattab dengan ketua tim penulisnya
Zaid bin Thabit.
3. Pembakuan al-Qur’an dilatar belakangi banyak perbedaan bacaan al-
Qur’an yang dapat mengakibatkan perpecahan Umat Islam. Pembakuan ini terjadi
pada masa khalifah Uthman bin Affan atas saran Hudaifah dengan tim yang sama
dengan tim pembukuannya.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan


dan kekeliruan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini baik dari segi
penulisannya maupun bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharap kritikan
yang membangun agar dapat menulis makalah-makalah selanjutnya dapat lebih
sempurna.
DAFTAR PUSAKA

Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), p.17

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), p.3

Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera

Antar Nusa, 2015),p. 15


http://avry-assyifa.blogspot.com/2011/01/blog-post.html?m=1

Al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus,


Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Zuhdi, Achmad dll Studi Al Qur’an, Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2017.
Amal, Taufiq Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al Qur’an. Yogyakarta: FkBA,
2001.
Hidayat, H. Syaiful dan Channa Dra. Liliek.  Ulum Al Qur’an dan
Pembelajarannya,  Surabaya : Kopertais IV Press, 2010.

Anda mungkin juga menyukai