Anda di halaman 1dari 14

JAM’UL QUR’AN WA TARTIBUHU

Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Studi Qur’an Hadits

Pengampu : H. Edi Bahtiar, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Dinan Anwas (2210210011)


2. Hanifa Nisma Hidaya (2210210016)
3. Firda Amalya Zuliyani (2210210020)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
sehingga makalah yang dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Qur’an
Hadits dapat terselesaikan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bp. H. Edi Bahtiar, M.Ag. selaku dosen
mata kuliah Studi Qur’an Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kudus, 04 Juni 2023.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I 3

PENDAHULUAN 4

A...Latar
Belakang..................................................................................................................4
B...Rumusan
Masalah............................................................................................................4
C...Tujuan...............................................................................................................................
5

BAB II 5

PEMBAHASAN 6

A. Pengertian Jam’ul Qur’an.................................................................................................7


B. Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, dan
Utsman bin
Affan...........................................................................................................................8
C. Tertib Ayat dan Tertib Surat......................................................................................11

BAB
III.......................................................................................................................................13

PENUTUP..........................................................................................................................13.

A. Kesimpulan........................................................................................................13.
B. Saran.....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral
bagi seluruh disiplin ilmu ke Islaman. Kitab suci ini, di samping al-Huda (petunjuk),
juga sebagai al-bayyinat (penjelas), serta menjadi Al-Furqon (pemisah antara yang
benar dan yang salah) yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih dua puluh
tiga tahu lamanya. Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an dalam bentuk seperti
saat ini, tidak terjadi dalam satu masa, tapi berlangsung beberapa tahun atas supaya
beberapa orang dan berbagai kelompok.
Cara paling lazim dalam menjaga pada masa Nabi dan Sahabat adalah dengan
hafalan. Hal ini karena masih banyak Sahabat yang buta huruf, juga karena hafalan
orang Arab ketika itu terkenal kuat. Bisa dimaklumi jika pencatatan Al-Qur’an belum
merupakan alat pemeliharaan yang handal, karena dari segi teknis, alat-alat tulis
ketika itu masih sangat sederhana dan rawan terhadap kerusakan.
Seiring perjalanan waktu dalam sejarah, mulai diturunkannya Al-Qur’an hingga
wafatnya Rasulullah SAW sampai kepada periode Khulafa- Al-Rasyidin, masing-
masing periode memiliki cara dan metode dalam memelihara dan mengumpulkan Al-
Qur’an. Dari hal tersebut, maka menarik untuk dikaji, khususnya aspek sejarah dari
proses pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw sampai pada masa
Sahabat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Jam’ul Qur’an?

4
2. Bagaimana Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad SAW, Abu
Bakar, dan Utsman bin Affan?
3. Apa pengertian tertib ayat dan tertib surat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penegertian Jam’ul Qur’an.
2. Untuk mengetahui pengumpulan al-qur’an pada zaman Nabi Muhammad SAW,
Abu Bakar, dan Utsman Bin Affan.
3. Untuk mengetahui pengertian tertib ayat dan tertib surat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Jam’ul Qur’an


Kata Jam’ul berasal dari kata “Jama’a Yajma’u Jam’an” yang berarti
berkumpul. Sedangkan untuk makna Al-Qur’an menurut bahasa, kata qur’an adalah
bentuk Masdar atau verbal qara’a yang artinya membaca, jadi jam’ul qur’an berarti
upaya untuk mengumpulkan Al-Qur’an yang terpisah unntuk penelitian dan
penyelidikan. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud dari Jam’ul Qur’an adalah
menghimpun al-Qur’an dalam hati atau menghafal al-Qur’an1. Dalam sebagian besar
literatur yang membahas tentang ilmu- ilmu Al-Qur’an, istilah yang dipakai untuk
menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau kodifikasi Al- Qur’an adalah “Jam’u
Al- Qur’an” yang berarti pengumpulan AlQur’an. Tetapi ada juga sebagian kecil
literatur yang memakai istilah “Kitabat Al-Qur’an” artinya penulisan al- qur’an serta
“Tadwin Al- Qur’an” berarti Pembukuan al- qur’an2.
Dalam kalalangan para ulama, jam’ul Qur’an memiliki dua makna yaitu hifzuhu
kulluh fi al-sudur dan kitabatuhu kulluh fi al-sutur3.
1. Jam’ al-Qur’an dalam arti Hifzuhu
Periode ini dimulai dari awal turunnya al-Qur’an. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW adalah orang yang pertama yang menghafalkannya. Allah

1
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003) , hal. 82
2
Said Agil Husin Al- Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat Press,2002),
hal.15-16
3
Ibrahim „Abd al-Rahman Khalifah, Al-Mausu’ah al-Qur’aniyyah al-Mutakhassisah. hal. 135

5
SWT menjamin akan mengumpulkannya di dada Nabi sebagaimana dalam
firman Allah (QS. Al Qiyamah 75 : 16-19 ).
2. Jam’ al-Qur’an dalam arti Kitabatuhu
Ini dimaksudkan adalah baik dengan memisah-misahkan ayatayat dan
surah-surahnya, atau pun dengan menertibkan ayat-ayatnya semata, baik
setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun
menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaranlembaran yang
terkumpul, yang menghimpun semua surah, yang sebagiannya ditulis
sesudah bagian yang lain.

Berdasarkan dua pengertian diatas, sebenarnya istilah- istilah yang digunakan


memiliki maksud yang sama, yaitu proses penyampaian wahyu yang turun, oleh Rasulullah
kepada para sahabat, pencatatan atau penulisanya sampai dihimpun catatan-catatan tersebut
dalam 1 mushaf yang utuh dan tersusun secara tertib.

B. Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, dan
Utsman bin Affan.
 Pengumpulan Al-Qur’an dalam Konteks Hafalan Pada Masa Nabi
Rasulullah SAW amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu
penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya,
persisi dijanjikan Allah. Oleh sebab itu, ia adala hafizh (penghafal) Al-Qur’an
pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam
menghafalnya, sebagai bentuk cinta mereka kepada sumber agama dan rislalah
Islam. Al-Qur’an diturunkan selama dua puluh tahu lebih. Proses
pemurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai
dua puluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan
diletakkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai
daya hafal yang kuat. Sebab pada umumnya mereka buta huruf, sehingga
dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah mereka dilakukan
dengan catatan di hati mereka.
Dalam kitab Shahih-nya, Al-Bukhari telah mengemukakan tentang tujuh
penghafal Al-Qur’an dengan tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin
Mas’ud, Salim bin Ma’qil maula Abi Hudzaifahm Muadz bin Jabal, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Ad-Darda’4. Pembatas
4
MANNA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,2009), hal. 154

6
tujuh orang sebagaimana disebutkan Al-Bukhari dengan tiga riwayat diatas,
maksudnya adalah mereka itulah yang hafal seluruh isi Al-Qur’an di luar
kepala, dan selalu merujukkan hafalannya di hadapan Nabi dan isnad-isnadnya
sampai kepada kita. Sedangkan para penghafal Al-Qur’an lainnya yang
berjumlah banyak tidak memenuhi hal-hal tersebut terutama karena para
sahabat telah tersebar di berbagai wilayah dan sebaagian mereka menghafal
yang lain.
 Pengumpulan Al-Qur’an dalam Konteks Penulisannya Pada Masa Nabi
Rasulullah SAW mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an (asisiten)
dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid
bin Tsabit. Bila ayat turun, ini memerintahkan mereka menuliskannya dan
menunjukkan, d imana tempat ayat tersebut dalam surat. Maka penulisan pada
lembaran itu membantu penghafalan dalam hati. Sebagian sahabat juga
menulis Al-Qur’an atas inisiatif sendiri pada pelepah kurma, lempengan batu,
papan tipis, kulit atau daun kayu, dan potongan tulang belulang binatang.
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam mushaf.
Biasanya yang ada di tangan seorang sahabat misalnya, belum tentu dimiliki
oleh orang lain. Tetapi Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf
yang menyeluruh (lengkap), sebab apabila wahyu turun segera dihafal oleh
para qurra’ dan ditulis oleh para penulis. Dan saat itu belum ada tuntutan
kondisi untuk membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu
menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula
terdapat ayat yang menasakh (menghapuskan) ayat yang turun sebelumnya.
Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah
mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafa’ur
Rasyidin sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada umat ini tentang jaminan
pemeliharaannya.
 Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sepeninggal Rasulullah SAW., kaum muslimin melakukan konsensus
untuk mengangkat Abu Bakar Ash- Shiddiq sebagai khalifah menggantikan
Nabi Saw. Pada awal masa pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan oleh
Musailamah al- Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak
membayar zakat dan murtad dari islam. Pasukan yang dipimpin Khalid bin
Walid segera menumpas gerakan ini. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah

7
tahun 12 H. Akibatnya banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang yang
diyakini telah hafal Al- Qur’an5. Peristiwa tersebut menggugah hati Umar bin
Khattab untuk meminta kepada Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq agar Al
Qur’an segera di kumpulkan dan di tulis dalam sebuah kitab yang nantinya
dinamakan dengan mushaf.
Suatu saat Allah membukakan hati Abu Bakar dan menerima gagasan itu
setelah betul-betul mempertimbangkan kebaiakn dan manfaatnya. Abu Bakar
ra tahu bahwa dengan mengumpulkan Al Qur’an sebagaimana yang diusulkan
oleh Umar bin Khattab sarana yang sangat penting untuk menjaga kitab suci
Al Qur’an dari kemusnahan, perubahan dan penyelewengan. Maka
dibentuklah sebuah tim yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dalam rangka
merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut, melihat kedudukanya dalam
masalah qiraat, hafalan, penulisan, pemahaman dan kecerdasanya serta
kehadiranya pada pembacaan yang terakhir kali. Sebagaimana halnya dengan
Abu Bakar dahulu, Zaid bin Tsabit pada awalnya menolak perintah Abu Bakar
ra tersebut. Kemudian timbulah diskusi panjang antara Abu Bakar ra dan Zaid
bin Tsabit hingga beliau menerima permintaan Abu bakar Ash Shiddiq. Atas
kesediaan Zaid bin Tsabit, dibuatlah sebuah panitia yang diketuainya, sedang
anggotanya adalah Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin
Affan6. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran- lembaran itu berpindah
ke tangan Umar selaku khalifah kedua dan tetap berada di tanganya hingga ia
wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, puteri Umar.
Masa pengumpulan al-Qur’an ini terlihat sangat singkat. Sebagai mana
diketahui, Abu Bakar hanya memerintah kekhalifahan Islam. Ketika itu
selama kurang lebih dua tahun mulai Rabi’ul Awwal 11 H sampai Jumadil
Tsani 13 H.. Sementara Zaid melalui tugasnya setelah peperanagn Yamamah
(bulan ketiga tahun 12 H). Hal ini berarti bahwa waktu yang tersisa bagi Zaid
hanya 15 bulan7.
 Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan terjadi perluasan wilayah
islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan
hanya terdiri dari bangsa arab saja (Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki
5
Mardan, Al-QUR’AN: Sebuah Pengantar (Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010), hal.84.
6
Hasybi al-Siddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir, hal. 100.
7
Taufik Adnan Amal, Sejarah al-Qur’an (Cet I; Jakarta: Forum kajian Budaya dan Agama,2001), hal. 148.

8
dampak positif dan negatif. Salah satu dampaknya adalah ketika mereka
membaca Al-Qur’an, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab.
Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang
sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang
bernama Hudzaifah bin al-yaman. Utsman kemudian mengirim utusan
kepada Hafshah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya)
dan Hafshaf pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian
Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari, Abdullah bin Az-Zubair, Said
bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam (tiga orang Qurasy).
Lalu ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf,
jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga Quraisy itu, hendaklah ditulis
dalam bahasa Quraisy, karena Al-Qur’an turun dalam dialek bahasa meereka8.
Mereka melaksanakan perintah Utsman. Setelah mereka selesai
menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lembaran-
lembaran asli itu kepada Hafshah. Selanjutnya Utsman mengirimkan mushaf
baru tersebut ke setiap wilayah dan memerintahkan agar semua Al-Qur’an
atau seluruh mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata, “Ketika kamu menyalin
mushaf, saya teringat akan satu ayat dari surat Al-Ahzab yang pernah aku
dengar dibacakan oleh Rasulullah. Maka kami mencarinya, dan kami dapatkan
ada pada Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshari yaitu QS.Al-Ahzab :23.
Ini menunjukkan bahwa, apa yang dilakukan Utsma telah disepakati oleh
para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh
huruf Al-Qur’an seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam qiro’at.
Utsman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafshah.
Lalu, dia kirimkan pula ke setiap wilayah masing-masing satu mushaf, dan
ditahannya satu mushaf di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang kemudian
dikenal dengan nama “mushaf Imam”. Kemudian ia memerintahkan
membakar semua bentuk lembaran atau mushaf yang selain itu. Umat pun
menerima perintah itu dengan patuh, sedang qiro’at dengan enam huruf
lainnya ditinggalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiro’at dengan tujuh
huruf semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga
menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa

8
MANNA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,2009), hal. 163

9
qiro’at dengan tujuh huruf itu termasuk dalam kategori keringanan. Yang
wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara
mutawatir.
C. Pengertian tertib ayat dan tertib surat
 Tertib Ayat
Al-Qur’an terdiri atas surat-surat dan ayat-ayat, baik pendek maupun
yang panjang. Adapun ayat, ia adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat
dalam suatu surat Al-Qur’an sedangkan surat adalah sejumlah ayat Al-Qur’an
yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Penempatan secara tertib urutan
ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah bersifat tauqifi berdasarkan ketentuan dari
Rasululah SAW. Ketika pengumpulan Al-Qur’an, Utsman selalu berada di
tempat setiap kali suatu ayat atau surat akan diletakkan di dalam mushaf,
sekalipun ayat itu telah mansukh hukumnya, tanpa mengubahnya. Ini
menunjukkan, penulisan ayat dengan tertib seperti itu adalah tauqifi9.
Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat
dari surat-surat tertentu. Inimenunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat
tauqifi. Sebab jika susunannya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan
didukung oleh hadits-hadits tertentu. Disamping itu, banyak huga riwayat
yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW membaca sejumlah surat dengan
tertib ayat-ayatnya dalam sholat atau dalam khutbah Jum’at, seperti surat Al-
Baqarah, Ali Imran dan An-Nisaa’.
 Tertib Surat
Ada yang berpendapat bahwa tertib surat itu tauqifi dan ditangani
langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Malaikat Jibril kepadanya atas
perintah Allah. Dengan demikia, Al-Qur’an pada masa Nabi telah tersusun
surat-suratnya secara tertib sebagaimana tertib ayat-ayatnya, yaitu seperti
tertib mushaf Utsman yang tak ada seorang sahabat pun menentangnya.
Kelompok ini berdalil bahwa Rasulullah telah membaca beberapa surat secara
tertib di dalam sholatnya.
Kelompok kedua berpendapat bahwa tertib surat itu berdasarkan ijtihad
para sahabat, sebab ternyata ada perbedaan tertib di dalam Mushaf mereka.

9
MANNA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,2009), hal. 175

10
Misalnya mushaf Ali disusun menueut tertib nuzul yakni dimulai dengan
Iqra’, kemudian Al-Muddatstsir, lalu nun, qalam, kemudian Al-Muzammil,
dan seterusnya hingga akhir surat Makkiyah dan Madaniyah. Kelompok ketiga
berpendapat, sebagian surat itu tertibnya bersifat tauqifi dan sebagian lainnya
berdasarkan ijtihad para sahabat. Hal ini karena terdapat dalil yang
menunjukkan tertib sebagian surat pada masa Nabi. Misalnya, keterangan
yang menunjukkan tertib as-sab’u ath-thiwal, al-hawamim dan al-mufashshal
pada masa hidup Rasulullah.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata Jam’ul berasal dari kata “Jama’a Yajma’u Jam’an” yang berarti
berkumpul. Sedangkan untuk makna Al-Qur’an menurut bahasa, kata qur’an adalah
bentuk Masdar atau verbal qara’a yang artinya membaca, jadi jam’ul qur’an berarti
upaya untuk mengumpulkan Al-Qur’an yang terpisah unntuk penelitian dan
penyelidikan. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud dari Jam’ul Qur’an adalah
menghimpun al-Qur’an dalam hati atau menghafal al-Qur’an10. Dalam sebagian besar
literatur yang membahas tentang ilmu- ilmu Al-Qur’an, istilah yang dipakai untuk
menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau kodifikasi Al- Qur’an adalah “Jam’u
Al- Qur’an” yang berarti pengumpulan AlQur’an.
Rasulullah SAW amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan
wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persisi dijanjikan Allah.
Oleh sebab itu, ia adala hafizh (penghafal) Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh
paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai bentuk cinta mereka
kepada sumber agama dan rislalah Islam. Al-Qur’an diturunkan selama dua puluh
tahu lebih. Pengumpulan Al-Qur’an melalui beberapa tahap yaitu: Pengumpulan Al-
Qur’an dalam konteks hafalan dan penulisannya pada masa nabi, pada masa Abu
Bakar dan Umar bi Affan.
Al-Qur’an terdiri atas surat-surat dan ayat-ayat, baik pendek maupun yang
panjang. Adapun ayat, ia adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam suatu
surat Al-Qur’an sedangkan surat adalah sejumlah ayat Al-Qur’an yang mempunyai
permulaan dan kesudahan. Penempatan secara tertib urutan ayat-ayat Al-Qur’an ini
adalah bersifat tauqifi berdasarkan ketentuan dari Rasululah SAW.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Kami
menerima saran dan kritik kalian terhadap makalah ini jika terdapat sumber yang
tidak konkrit terhadap masalah yang dijelaskan. Penulis mengharapkan untuk
kedepannya pembaca dapat memahami dan memaknai tentang kodifikasi Al-Qur’an.
10
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003) , hal. 82

12
Semoga kita selalu diberikan Kesehatan, keselamatan, keberkahan, keridhoan,
perlindungan, dan nikmat ibadah dari Allah SWT.

13
DAFTAR PUSTAKA
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003) , hal. 82
Said Agil Husin Al- Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta:
Ciputat Press,2002), hal.15-16
Ibrahim „Abd al-Rahman Khalifah, Al-Mausu’ah al-Qur’aniyyah al-Mutakhassisah. hal.
135
MANNA, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,2009), hal. 154
Mardan, Al-QUR’AN: Sebuah Pengantar (Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010), hal.84.
Hasybi al-Siddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir, hal. 100.
Taufik Adnan Amal, Sejarah al-Qur’an (Cet I; Jakarta: Forum kajian Budaya dan
Agama,2001), hal. 148.

14

Anda mungkin juga menyukai