Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami karunia nikmat dan

kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan

sebuah tugas dari mata kuliah Studi Al-Qur’an dengan judul Jam’ul Qur’an. Adapun tujuan

penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang

sedang dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan

negara.

Dengan tersusunnya makalah ini penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan

dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini penyusun sangat berharap perbaikan, kritik dan

saran yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi

penyusun sendiri umumnya para pembaca makalah ini.

Barru, 13 Juni 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….…………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI….…………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN….……………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang….………………………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah….…………………………………………………………………… 1

C. Tujuan ….………………………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN….………………………………………………………………… 3

A. Pengertian Jam’Ul Qur’an ….………………………………………………………. 3

B. Pengumpulan Al-Qur’An Masa Nabi Muhammad Saw….……………………… 3

C. Pengumpulan L-Qur’An Masa Khulafa’Ur Rasyidin….……………………………. 6

D. Usaha Lanjutan Pengumpulan Dan Pemeliharaan Al-Qur’An Pasca Khulafa’Ur 9


Rasyidin….………………………………………………………………………….

E. Rasm Qur’An….…………………………………………………………………….. 10

BAB III PENUTUP….……………………………………………………………………… 13

A. Kesimpulan….…………………………………………………………………………… 13

B. Saran….………………………………………………………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA….……………………………………………………………………. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber rujukan utama yang menempati posisi sentral bagi
seluruh disiplin ilmu keIslaman. Kitab suci ini, di samping menjadi Al-huda (petunjuk), juga
sebagai Al-bayyinat (penjelas) serta menjadi al-furqan (pemisah antara yang benar dan yang
salah) yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun lamanya.
Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an dalam bentuk seperti saat ini, tidak terjadi
dalam satu masa, tapi berlangsung beberapa tahun atas upaya beberapa orang dan berbagai
kelompok.1
Cara paling lazim dalam menjaga al-Qur’an pada masa Nabi dan Sahabat adalah
dengan hafalan ( al-jan’ fi shudur). Hal ini selain karena masih banyak Sahabat yang buta
huruf, juga karena hafalan orang Arab ketika itu terkenal kuat. Bisa dimaklumi jika
pencatatan al-Qur’an belum merupakan alat pemeliharaan yang handal, karena dari segi
teknis, alat-alat tulis ketika itu masih sangat sederhana dan rawan terhadap kerusakan. Bahan
tempat menulis berasal dari pelepah-pelepah kurma dan tulang-belulang yang gampang
lapuk dan patah, tinta yang mudah luntur, dan alat tulis yang sangat sederhana.2
Seiring perjalanan waktu dalam sejarah, mulai diturunkannya al-Qur’an hingga
wafatnya Rasulullah saw sampai kepada periode Khulafa al-Rasyidin, masing-masing
periode memiliki cara dan metode dalam memelihara dan mengumpulkan al-Qur’an.
Dari hal tersebut di atas, maka menarik untuk dikaji, khususnya aspek sejarah dari
proses pengumpulan al-Qur’an pada masa Rasulullah saw. sampai pada masa sahabat.  
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis mencoba
mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan dengan  materi makalah ini, yaitu;
1. Bagaimana pengertian Jam’ul Qur’an?
2. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an pada masa nabi Muhammad Saw.?
3. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa’ur Rasyidin?

1
Muhammad Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Qur’an, terj.Thoha Musawa.(Cet. II; Jakarta: Al-Huda, 2007), h. 129.
2
Quraish Shihab, et al., Sejarah dan Ulumul Qur’an, (Cet. I;Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 25.

1
4. Bagaimana usaha lanjutan pengumpulan dan pemeliharaan Al-Qur’an pasca Khulafa’ur
Rasyidin
5. Apa yang dimaksud Rasm Al-Qur’an?
C. Tujuan
1. Mengetahui makna jam’ul Qur’an.
2. Mengetahui dan memahami awal mula pengumpulan al-Qur’an pada masa nabi
Muhammad Saw.
3. Mengetahui dan memahami alur pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa’ur
Rasyidin.
4. Mengetahui dan memahami usaha lanjutan pengumpulan dan pemeliharaan Al-Qur’an
pasca Khulafa’ur Rasyidin/.
5. Mengetahui dan memahami maksud Rasm Al-Qur’an.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jamu’ul Qur’an


Kata al-Jam’u berasal dari kata ”Jama’a - Yajma’u - Jam’an” yang berarti
pengumpulan atau penghimpunan.3 Adapun makna al-Qur’an menurut bahasa,
kata qur’an adalah bentuk masdar (kata benda verbal) dari qara’a yang berarti membaca,
baik membaca dengan melihat tulisan ataupun secara menghafal. 4 Jadi Jam’ul
Qur’an berarti upaya mengumpulkan al-Quran yang berserakan untuk diteliti dan diselidiki.
Manna’ al-Qattan membagi pengertian Jam’ul Qur’an ke dalam dua bagian yaitu:
1. Jam’ul Qur’an dalam arti hifdzuhu (menghafalnya dalam hati). Inilah  makna yang
dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi. Nabi senantiasa menggerak;gerakkan
kedua bibir dan lidahnya untuk membaca al-Qur’an ketika diturunkan kepadanya.
2. Jam’ul Qur’an dalam arti kitabuhu kullihi (penulisan al-Qur’an semuanya) baik dengan
memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata
dan setiap surah ditulis dalam suatu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-
ayat dan surah-surahnya, sebagian ditulis sesudah bagian yang lain.5
Sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu al-Qur’an menjelaskan
bahwa Jam’ul Qur’an meliputi  proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan
kodifikasi hingga menjadi mushaf al-Qur’an.
B. Pengumpulan al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Kodifikasi atau pengumpulan al-Qur’an telah dimulai sejak zaman Rasulullah saw,
bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya al-Qur’an. Sebagaimana diketahui, al-
Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, hal ini disesuaikan dengan keadaan Rasulullah
dan agar lebih mudah untuk menghafalnya baik oleh Nabi maupun para sahabat.
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an di masa Nabi saw terbagi atas dua kategori:

3
Ahmad Warsan al-Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,  (Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progres, 1997), h.209
4
Majma’ al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, jld II. [t.t.], [t.p],[t.th], h.750
5
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an,(t.t Mansyuriah al Haditsah,1973), h.118

4
1. Pengumpulan al-Qur’an dalam dada.
Al- Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Saw, di mana beliau dikenal seorang
ummi(tidak dapat membaca dan menulis). Oleh karenanya setiap ayat al-Qur’an
diturunkan, beliau hanya menghafal dan menghayatainya agar penguasaannya terhadap
al-Qur’an persis sebagaimana aslinya. Dan setelah itu, beliau membacakannya kepada
sahabat dan ummatnya sejelas mungkin dan memerintahkan kepada mereka untuk dapat
menghafal dan memantapkannya.6 Hal ini persis dengan janji Allah dalam QS. Al-
Qiyamah (75):16-19.7

‫اَل حُت َ ّ ِركْ ِب ٖه ِل َسان ََك ِل َت ْع َج َل ِب ٖ ۗه ۚ ِا َّن عَلَ ْينَا مَج ْ َع ٗه َوقُ ْر ٰان َ ٗ ۚه فَ ِا َذا قَ َرْأنٰ ُه فَات َّ ِب ْع قُ ْر ٰان َ ٗه‬
ۗ ‫ۚمُث َّ ِا َّن عَلَ ْينَا ب َ َيان َ ٗه‬
Artinya:  Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.

Para sahabat langsung menghafal Al- Qur’an tersebut di luar kepala  setiap kali
Rasulullah saw menyampaikan wahyu kepada mereka. Hal ini bisa mereka lakukan oleh
mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang Arab yang menjaga
peninggalan nenek moyang mereka dengan cara hafalan.
Manna’al-Qattan mengutip hadits dari  kitab Shahih Bukhari tentang tujuh hafidz,
melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Muas bin
Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda’.8

2. Pemeliharaan Al- Qur’an dengan tulisan


6
Hasybi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir,(Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang,1980   ), h. 82.
7
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya,(Jakarta:PT.Bumi Restu,1977),  h. 999.
8
Manna’ al-Qattan, op.  cit.,  h. 119

5
Walaupun Nabi Muhammad saw dan para sahabat menghafal ayat-ayat al-Qur’an
secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak
hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan.
Sejarah menginformasikan bahwa setiap ayat yang turun Rasulullah memanggil
sahabat sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat beberapa penulis
wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit. Bila ayat turun, ia
memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan di mana tempat ayat tersebut
dalam surat. Ayat- ayat Al-Qur’an mereka tulis  pada pelepah kurma, lempengan batu,
kulit dan tulang binatang.9
Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf.
Biasanya yang ada ditangan seorang sahabat misalnya belum tentu dimiliki olehn yang
lainnya. Menurut para ulama, di antara sahabat yang menghafal seluruh isi al-Qur’an
ketika Rasulullah masih hidup adalah Ali bin Abi Thalib, Muadz bin Jabal, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas’ud.10
Al–Zarqani menyebutkan dalam kitabnya Manahil al-Irfan bahwasanya faktor-
faktor yang mempengaruhi sehingga Al-Qur’an tidak dibukukan pada masa Nabi adalah
sebagai berikut:
a. Sarana tulis menulis pada waktu itu sangat minim dan sangat susah
mendapatkannya.
b. Nabi senantiasa menunggu kedatangan wahyu karena adanya ayat-ayat yang
dinasakh setelah diturunkannya.
c. Ayat-ayat tidak diturunkan sekaligus.
d. Ayat-ayat Al-Qur’an turun pada umumnya sebagai jawaban dari suatu pertanyaan
atau kondisi masyarakat sehingga tidak turun dalam keadaan tersusun ayatnya.11
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa sejak zaman
Rasulullah telah terjadi pengumpulan Al-Qur’an walaupun tulisan tersebut belum dalam
bentuk mushaf seperti sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti bahwa sudah ada
penulisan Al-Qur’an pada saat itu.     

9
M. Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan,(Cet.IX;Bandung:
Mizan,1995), h. 21.
10
Manna’ al-Qattan, op.  cit., h. 124.
11
Muhammad Abd al-Adzim  al-Zarqani, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-Qur’an, Juz I(t.t:Dar al-Fikr, 1996), h. 248

6
C. Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Khulafa’ur Rasydin
1. Masa Abu Bakar As-siddiq
Rasulullah saw berpulang kerahmatullah setelah beliau menyampaikan risalah dan
menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada umatnya untuk menjalankan
agama yang lurus. Setelah beliau wafat, kekhalifahan dipegang oleh Abu Bakar As-
Siddiq r.a. Pada masa pemerintahannya, ia banyak menghadapi masalah diantaranya
memerangi orang-orang yang murtad, serta memerangi pengikut Musailamah al-Kazzab
yang mengaku sebagai nabi.
Ketika terjadi perang Yamamah, banyak kalangan sahabat penghafal Al-Qur’an dan
ahli bacanya yang gugur. Jumlahnya lebih 70 orang huffaz ternama. Melihat banyaknya
penghafal Al-Qur’an yang gugur, Umar merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar
dan berkata: “Telah banyak di antara para huffadz dan qurra’ yang gugur dalam medan
pertempuran, aku khawatir akan gugur pula yang lainnya, sehingga hilang apa yang
tersimpan dalam dada mereka dan lenyaplah ayat-ayat al-Qur’an itu. Menurut
pendapatku, baiklah kiranya jika engkau memerintahkan agar al-Qur’an dikumpulkan”. 12
Pada awalnya Abu Bakar ragu, karena hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi.
Namun setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai positifnya, ia kemudian menerima
usul tersebut.13
Zaid bin Tsabit adalah orang yang ditunjuk Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-
Qur’an dalam satu mushaf. Adapun alasan penunjukan Zaid oleh karena beliau berusia
muda, intelegensi tinggi dan pekerjaannya di masa Nabi sebagai penulis wahyu.14
Meskipun pada awalnya Zaid bin Tsabit juga ragu namun pada akhirnya ia bersedia
melaksanakan hal tersebut. Atas kesediaan Zaid bin Tsabit, dibuatlah sebuah
panitia  yang diketuainya, sedang anggotanya adalah Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib
dan Utsman bin Affan.15
Dalam menjalankan tugasnya, berbagai metode dilakukan untuk mengumpulkan al-
Qur’an. Diantaranya mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an dari para sahabat,

12
W. Wontgomery Watt, Bell’s Introduction to the Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal dengan
judul, Pengantar Studi al-Qur’an, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 61.
13
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.
100. 
14
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an (Cet.I;Jakarta:Forum kajian Budaya dan Agama,2001),  h. 145.
15
Hasybi Ash Shiddieqi, op.  cit., h. 100.

7
mencocokkan dengan hafalan para sahabat, ataupun menghadirkan dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa pembawa Al-Qur’an itu telah mendengarnya dari lisan Rasulullah
saw.16
Dalam rentang waktu kerja tim, Zaid kesulitan terberat dialaminya pada saat tidak
menemukan naskah mengenai ayat 128 dari Surat at-Taubah. Ayat tersebut dihafal oleh
banyak sahabat termasuk Zaid, namun tidak ditemukan dalam bentuk tulisan. Kesulitan
itu nanti berakhir ketika naskah dari ayat tersebut ditemukan ditangan Abu Khuzaimah
al-Anshari.17
Dengan cara seperti inilah Zaid mengumpulkan ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an
dan mengumpulkannya yang sebelumnya terpisah-pisah. Setelah selesainya
pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an ini, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar dan
beliau menyimpannya sampai wafat.
Masa pengumpulan Al-Qur’an ini terlihat sangat singkat. Sebagaimana diketahui,
Abu Bakar hanya memerintah kekhalifaan Islam ketika itu selama kurang lebih dua
tahun mulai Rabi’ul Awwal 11 H sampai Jumadil Tsani 13 H. Sementara Zaid melalui
tugasnya setelah peperangan Yamamah (bulan ketiga tahun 12 H).Hal ini berarti bahwa
waktu yang tersisa bagi Zaid hanya 15 bulan.18
Al-Zarqani mengemukakan bahwa mushaf yang disusun pada masa Abu Bakar
hanyalah penulisan urutan-urutan ayat-ayatnya saja tanpa mengurut surah-surahnya.19
Demikianlah pengumpulan Al-Qur’an pada masa kekhalifahan Abu Bakar, yang
dilakukan dengan berbagai metode dalam rangka menjaga validitas dan keutuhan Al-
Qur’an.
2. Masa Utsman bin Affan
Ketika Utsman bin Affan memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar
keberbagai daerah dan masing-masing membawa bacaan yang didengarnya dari
Rasulullah saw. serta diantara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki
oleh lainnya, orang-orang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca (qari’)

16
Muhammad Hadi Ma’rifat, op.  cit., h.136.
17
 Manna’ al-Qattan, op.  cit., h. 126.
18
TaufikAdnan Amal, op. cit., h. 148.
19
Al-Zarqani, op. cit., h. 182.

8
mengunggulkan bacaannya dan menyalahkan bacaan qari’ lainnya sehingga
permasalahan tersebut menjadi besar, perselisihan pun semakin memuncak.
Sebagaimana yang digambarkan dalam sejarah, bahwa sekembalinya Huzaifah bin
Al-Yamamah dari peperangan menaklukkan daerah Armenia dan Azerbaijan, ia
mengutarakan kekhawatiran kepada khalifah Usman bin Affan tentang perbedaan
bacaan Al-Qur’an di kalangan kaum muslimin. Mihsan menggambarkan
bahwa  penduduk Syam memakai bacaan Ubay  bin Ka’ab, penduduk Kuffah memakai
bacaan Abdullah bin Mas’ud dan penduduk lainnya memakai bacaan Abu Musa Al-
Asy’ari.20
Atas kejadian tersebut, Utsman kemudian bermusyawarah dengan para sahabat
mengenai apa yang harus dilakukan. Dalam musyawarah tersebut Utsman dan para
sahabat bersepakat untuk menyalin kembali Mushaf al-Qur’an yang ada tangan Hafsah
untuk dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca al-Qur’an.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin Hasyim.21
Setelah kumpulan tulisan itu sampai ketangan Utsman, ia kemudian menugaskan
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdul Rahman bin al-Harits
bin Hisyam untuk menyalin shuhuf-shuhuf tersebut kedalam beberapa mushaf. Proses
penyalinan lembaran tersebut ke dalam mushaf disertai dengan perintah Utsman bahwa
apabila terdapat perbedaan atas beberapa tulisan dalam lembaran tersebut, maka tulislah
dalam bahasa Quraisy dengan alasan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan lisan (bahasa)
Quraisy.22
Ladjnah yang dibentuk oleh Usman itu menyelesaikan usahanya pada tahun 25
Hijriyah, atau pada tahun 30 Hijriyah setelah delapan tahun tampuk pemerintahan
dipegang oleh Usman ibn Affan. Menurut dugaan, besar sekali kemungkinan, bahwa
pekerjaan tersebut diselesaikan antara 25 H dan 30 H itu.23
Mushaf yang disusun pada masa khalifah Usman bin Affan ini lebih lengkap jika
dibandingkan dengan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar. Al-Zarqani menjelaskan

20
Muhammad Salim Mihsan, Tarikh al-Qur’an, (Iskandariah: Muassasah al-Syabab al-Jamiah, t,th), h. 143.
21
Manna al-Qattan, op. cit.,  h. 129.
22
Hasybi Ash Shiddieqi, op. cit., h. 102.
23
Ibid, h. 103

9
bahwa mushaf Usmani telah dilengkapi penulisannya selain tertib urutan ayat, juga
sudah ada urutan-urutan surah.24
Al-Zarkasyi menjelaskan hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf al-Qur’an.
Tiga diantaranya di kirim ke Syam, Kufah dan Basrah dan satu mushaf ditinggalkan di
Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-Imam.
Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan dengan tuntas,
maka Usman memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan hasil kerja panitia
yang empat itu dibakar.25
Dengan usahanya itu, Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dengan
mengikis sumber perselisihan serta menjaga al-Qur’an dari perubahan dan
penyimpangan sepanjang zaman.  
D. Usaha lanjutan pengumpulan dan pemeliharaan Al-Qur’an pasca Khulafa’ur Rasyidin
Setelah periode khalifah Utsman Bin Affan, pemelihara Al-Qur’an dikalangan umat
Islam semakin diperketat dengan teliti dan hati-hati. Sebagaimana diketahui bahwa mushaf
yang ditulis pada masa Utsman Bin Affan tidak bertitik dan tidak bertanda baca. Pada masa
Bani Umayyah, yaitu pada masa Khalifah Muawiyyah dirasakan perlunya memberi bertanda
baca, mengingat banyaknya orang non Arab yang masuk Islam. Jika mereka membaca Al-
Qur’an , akan mengalami kendala karena tidak ada tanda baca tersebut. Untuk melakukan
hal ini maka ditunjuklah Abul Azwad untuk mendiktekan. Lalu dilakukanlah pemberian
tanda baca dengan memberi titik pada huruf-huruf akhir pada setiap kalimat. Titik di atas
huruf berarti fathah. Titik di bawah huruf berarti dommah, dan seterusnya.
Pada periode berikutnya, mushaf terus mengalami perbaikan seperti penomoran ayat,
pemberian nama surah, jumlah ayat pada satu surah dan urutan turunnya, tanda wakaf, dan
sebagainya.
Penerbitan Al-Qur’an dengan lebel Islam baru dimulai pada tahun 1787, yang
menerbitkannya adalah Maulaya Ustman. Dan mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg,
Rusia, atau Leningrad, Uni Soviet sekarang. Lahir lagi kemudian, mushaf cetakan di Kazan.
Kemudian terbit lagi di Iran. Di negara Arab, Raja Fuad dari Mesir membentuk panitia
khusus penerbitan Al-Qur’an ini pada tahun 1342H/1923M, berhasil menerbitkan mushaf

24
Al-zarqani, op. Cit., h. 73.
25
Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan Fii Ulum al-r’an (Kairo:al-Babi al-Halabi, 1957) ,  h.240

10
Al-Qur’an cetakan yang bagus. Mushaf yang pertama terbit di negara Asia ini dicetak sesuai
dengan Hafsah. Sejak itu berjuta-juta mushaf di cetak di Mesir danberbagai negara.
Di Indonesia sendiri percetakan Al-Qur’an telah berlangsung lama dan masih terus
dilakukan. Departemen Agama Republik Indonesia dalam hal ini mempunyai peranan
penting dan mulia dengan dibentunya “Lajnah pentashih mushaf Al-Qur’an” yang bertugas
mencetak dan mentashih naskah-naskah Al-Qur’an yang akan dicetak atau yang telah
dicetak. Lembaga inilah yang mengawasi seluruh peredaran mushaf Al-Qur’an di Indonesia.
Demikianlah periode masa dibukukannya Al–Qur’an, sejak zaman Khalifah Utsman bin
Affan sampai dengan Al–qur’an yang ada pada sekarang. Bahkan sampai saat ini, dengan
adanya mushaf Al–Qur’an, Al–Qur’an menjadi satu–satunya buku yang paling banyak
dihafal oleh manusia di dunia, baik sebagian maupun keseluruhan isinya. Sehingga
keberadaan dan kemurnian Al–Qur’an akan selalu terjaga sampai hari kiamat sebagaimana
tersebut dalam firman Allah SWT QS. Al-Hijr : 9.26

‫ِااَّن حَن ْ ُن نَ َّزلْنَا ِّاذل ْك َر َو ِااَّن هَل ٗ لَ ٰح ِف ُظ ْو َن‬


Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami
(pula) yang memeliharanya.

E. Rasm Al-Qur’an
Rasm Al-Qur’an atau yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang penulisan Mushaf
Al-Qur’an yang dilakukan dengan metode khusus, tidak sewenang-wenang dalam penulisan
lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang dipergunakan. Rasimul Qur’an dikenali
juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani, Khalifah Usman bin Affan memerintahkan bagi
membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar seluruh mushaf selain mushaf Al-Imam
ini sebab pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan Islam telah tersebar meliputi daerah-
daerah selain Arab yang memiliki sosio-kultur berlainan. Hal ini mengakibatkan
percampuran kultur antar daerah. Sehingga ditakutkan hukum budaya istiadat arab murni
termasuk di dalamnya lahjah dan metode bacaan menjadi rusak atau bahkan lenyap tergilas

26
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta:PT.Bumi Restu,1977

11
hukum budaya istiadat dari daerah lainnya. Implikasi yang paling ditakutkan yaitu rusaknya
hukum budaya istiadat oral arab akan mengakibatkan jumlah perbedaan dalam membaca Al-
Qur’an.
1. Hukum dan Jabatan Rasm Al-Qur’an
Jumhur ulama berpendapat bahwa pola rasm Utsmani bersifat dengan gagasan
bahwa para penulis wahyu yaitu sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercayai Nabi saw.
Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para sahabat Nabi, dan para sahabat
tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak dan restu Nabi.27 
Terdapat sekelompok ulama berpendapat lain, bahwa pola penulisan di dalam rams
Ustmani tidak bersifat taufiqi, tetapi hanya ijtihad para sahabat. Tidak pernah ditemukan
riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat Nabi
mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab
Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi
tidak memberikan ajar teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan
pola-pola tertentu.
2. Kesalahan dalam penulisan
Mengenai mushaf Utsmani, walaupun sejak awal telah dilakukan evaluasi ulang,
ketika dilakukan tauhid al-Mashahif, ternyata tidak luput dari kesalahan dan
inkosistensi. Hal demikian terjadi sebab pada saat dilakukannya tauhid al-Mashahif,
kaum muslimin belum begitu mengenal dengan tidak sewenang-wenang seni khath dan
metode penulisan (usluh al-Kitabah). Bahkan mereka belum mengenal tulisan, kecuali
beberapa orang saja. Mempunyainya kesalahan (lahn) ini, diakui oleh Ustman sendiri.
Ibnu Abi Daud meriwayatkan bahwa setelah mereka menyelesaikan naskh Al-Mahsahif,
mereka membawa sebuah mushaf kepada Utsman, yang belakang sekali beliau
melihatnya dan mengatakan :“Sungguh kalian telah melakukan hal yang tidak
sewenang-wenang. Didalamnya diri sendiri melihat mempunyai kesalahan (lahn) yang
lanjutnya Utsman mengatakan : “Seandainya yang mengimlakan dan Hudzail dan yang
menulis dari Tsaqif, tentu ini tidak akan terjadi di atasnya.

27
Shihab, Quraish Muhammad dkk. Sejarah dan Ulumul Al-Qur’an, Jakarta : Referensi Firdaus. 2000, hal 19

12
Waktu akan diluruskan oleh (kemampuan) bahasa “mereka sepanjang sejarah tidak
dilakukan. Disini terdapat hikmah. Sebab bila dilakukan, justru oleh tangan-tangan
pandai kebatilan yang mengatasnamakan istilah atas kesalahan, atau dibuat menjadi alat
bermain para pengekor hawa nafsu. Oleh sebab itu pula, seperti di atas, Ali bin Abi
Thalib a.s mengatakan. “Sejak ini Al-Qur’an tidak dapat diubah apapun.28

BAB III
PENUTUP

28
Subhi ash-Shalih, Mabâhits fî `Ulûm Al-Qur`an (Beirut:Dâr al`Ilmi li al- Malâyîn, 1977)

13
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Jam’ul Qur’an adalah  proses penyampaian, pencatatan, pengumpulan catatan dan
kodifikasi hingga menjadi mushaf Al-Qur’an.
2. Bahwa pengumpulan Al-Qur’an masa Rasulullah saw. adalah untuk menjaga
kesempurnaan Al-Qur’an selama proses diturunkannya.
3. pengumpulan Al-Qur’an masa khulafau’r Rasyidin:
a. kekhalifahan Abu Bakar dilatar belakangi oleh peristiwa perang Yamamah dimana
para sahabat huffadz banyak yang syahid dalam peperangan tersebut.
b. Pada masa kekhalifan Utsman, pada masa ini terjadi perselisihan terhadap perbedaan
bacaan dikalangan umat yang berujung pada saling menyalahkan bahkan muncul
pertikaian. Olehnya itu Utsman kemudian berinisiatif untuk mengumpulkan Al-
Qur’an menjadi satu mushaf yang menjadi pegangan bersama oleh semua umat
Islam pada masa itu.
4. Pada masa Bani Umayyah, yaitu pada masa Khalifah Muawiyyah mushaf Al-Qur’an
diberi tanda baca dengan memberi titik pada huruf-huruf akhir pada setiap kalimat.
Hingga saat ini pengawasan dan penjagaan naskah Al-Qur’an tetap dilakukan.
5. Rasm Al-Qur’an atau yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang penulisan Mushaf
Al-Qur’an yang dilakukan dengan metode khusus, tidak sewenang-wenang dalam
penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang
dipergunakan.                             
B. Saran
Dengan mengetahui sejarah jam’ul Qur’an dari masa Nabi Muhammad Saw. Hingga
sekarang menjadikan kita turut andil dalam penjagaan nasakh Al-Qur’an,jika menemukan
adanya kesalahan ataupun kekeliruan dalam mushaf yang baru-baru ini diterbitkan, segera
lapor kepada lembaga Lajnah pentashih mushaf Al-Qur’an ataupun penerbit mushaf
tersebut. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan, yang
nantinya akan membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulis
makalah di kesempatan-kesempatana berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita

14
semua.

DAFTAR PUSTAKA

15
Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Cet. I, Yogjakarta: Forum kajian Budaya
dan Agama, 2001

Al- Zarqani, Muhammad Abd al-Adzim, Manahal al-Irfan fi Ulumu al-Qur’an, Juz I, t.t:Dar al-
Fikr, 1996.

Al-Munawwir, Ahmad Warsan, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia,  Cet. XIV; Surabaya:


Pustaka Progres, 1997

Al-Qattan,  Manna’, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, t.t Mansyuriah al Haditsah,1973

Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah, al-Burhan Fii Ulum al-Qur’an, Kairo:al-
Babi al-Halabi, 1957

Ash Shiddieqy, Hasybi Sejarah dan Pengantar Ilmu al Qur’an/Tafsir,Cet. VIII; Jakarta: Bulan
Bintang,1980

Ash-Shabuny, Ali Muhammad, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. Cet. I, Bandung: Pustaka


Setia, 1999

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta:PT.Bumi Restu,1977

Ma’rifat,  Muhammad Hadi, Sejarah Al-Qur’an, terj.Thoha Musawa.Cet. II, Jakarta: Al-Huda,


2007

Mihsan, Muhammad Salim, Tarikh al-Qur’an, Iskandariah: Muassasah al-Syabab al-Jamiah, t,th.

Shihab, Quraish Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan,


Cet.IX;Bandung: Mizan,1995
Shihab, Quraish, et al., Sejarah dan Ulumul Qur’an, Cet. I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999

16
Watt, W. Wontgomery, Bell’s Introduction to the Qur’an, diterjemahkan oleh Taufik Adnan
Amal dengan judul, Pengantar Studi al-Qur’an, Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995

17

Anda mungkin juga menyukai