JAM’U AL-QUR’AN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
banyak bantuan pihak yang memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalah
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang kami milik. Oleh karena itu
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua teruntuk bagi dunia pendidikan.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Bekalang.............................................................................................3
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................5
c. Setelah Khulafaurrosyidin....................................................................18
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................19
Kesimpulan................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
susunannya tidak pernah berubah dan tetap terpelihara sepanjang zaman. Dari
awal hingga akhir turunnya Al-Qur’an seluruh ayat terjaga baik hafalan
maupun tulisan.
waktu yang lama, yakni dimulai sejak Nabi Muhammad SAW dingkat
Pada masa selain pemerintahaan Abu Bakar As-shiddiq dan Utsman bin
Dari uraian diatas dapat kita sampaikan sejarah yang luar biasa mulai
kami akan membahas tentang Pengertian Jam’u Al-Qur’an baik dalam bentuk
hafalan maupun tulisan. Dan sejarah jam’ul Qur’an pada masa nabi,
3
perluasan wawasan bagi mahasiswa dalam memahami proses pengumpulan
baik.
B.Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2. Ingin mengetahui proses Jam’u Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW,
4
BAB II
PEMBAHASAN
Kata jam’u adalah bentuk masdar dari jama’a yang berarti pengumpulan
Qur’an adalah bentuk masdar (kata benda) dari qara’a yang berarti membaca,
baik membaca dengan melihat tulisan ataupun secara mengahafal. Jadi Jam’u
bagian yaitu :
1. Jam’u Qur’an dalam arti hifzuhu (menghafal dalam hati). Inilah makna
menghafalnya.
1
Kalimatul Ulya, Membincang Sejarah Para Penulis Wahyu (STAIN Kediri,2017),hlm 53
5
Artinya : “janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena
19)2
yang turun akan terlewat ia ingin segera menghafalnya. Maka Allah menurunkan
ayat itu.
2
Q.S Al – Qiyamah (75) Ayat : 16 - 19
6
Dalam berbagai literatur, penggunaan istilah jam’ul Qur’an (pengumpulan Al-
Qur’an) lebih sering digunakan dari pada istilah kitabat Al-Qur’an (penulisan Al-
Al-Qur’an dikumpulkan pada dua masa, masa Rasulullah SAW dan masa
terperinci, agar jelas bagi kita, perhatian terhadap Al-Qur’an, baik penulisan dan
pembukuannya sebagai Kitab Allah yang suci dan mukjizat Nabi Muhammad
SAW yang abadi, yang tidak dimiliki oleh kitab samawi lainnya.
3
Kalimatul Ulya, Membincang Sejarah Para Penulis Wahyu (STAIN Kediri,2017),hlm 55
7
a. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Nabi SAW.
lain-lain). Jadi, ketika para ulama berbicara tentang jam’u Al-Qur’ān pada
masa Nabi SAW, maka yang dimaksudkan dengan ungkapan ini adalah
pengumpulan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW melalui kedua cara
dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan masyarakat Arab
menghafalkannya.
para sahabat seolah berlomba penuh antusias menghafal setiap ayat Al-
8
antusiasme yang tinggi dari para sahabat untuk menghafal Al-Qur’an ini,
mereka (sekalipun dengan nama dan jumlah yang beragam). Di antara mereka
yang sering disebut adalah Ubay bin Ka’ab (w. 642), Mu’az bin Jabal (w.
639), Zaid bin Sabit, dan Abu Zaid Al-Anṣari (w. 15 H.). 4Sementara dalam
tersebut. Mereka yang juga sering disebut dalam riwayat adalah Utsman bin
Affan, Tamim Al-Dari (w. 660), Abdullah bin Mas’ud (w. 625), Salim bin
Ma’qil (w. 633), Ubadah bin Samit, Abu Ayyub (w. 672), dan Mu’jam Al-
Muhammad atau hanya sebagian besar darinya? Jika dilihat dari peran tulisan
ada satu pun unit wahyu yang tidak tersimpan dalam dada (ingatan) para
9
Penulisan pada masa Nabi SAW merupakan langkah kedua dalam
pemeliharaan dan pelestarian unit-unit wahyu yang diterima oleh Nabi SAW
tertulis, bisa ditemukan dalam kisah masuknya Umar bin Khattab, empat
tahun menjelang hijrahnya Nabi SAW ke Madinah. Jika kisah ini dapat
dipercaya, maka menunjukkan bahwa sejak semula telah terdapat upaya yang
dilakukan secara serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW untuk
sesuatu yang logis. Hal ini, di samping didasarkan pada analisis historis, juga
(bahkan) didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri. Dari sudut pandang
dalam masyarakat, terutama masyarakan Mekah dan Madinah. Kedua kota ini
transaksi jual beli dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, Watt meragukan
pendapat sebagian pakar yang menyatakan bahwa Nabi SAW adalah seorang
yang ummi (dalam pengertian: tidak bisa membaca dan menulis). Kata ummi,
dalam beberapa ayat Al-Qur’an menurut Watt, kurang tepat bila diartikan
“buta huruf”, tetapi lebih tepat diartikan dengan “orang-orang yang tidak
10
Terlepas apakah kesimpulan Watt di atas benar atau salah, yang jelas
penulis wahyu sudah dikenal secara umum. Di antara mereka adalah Abu
Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Ṭhalib,
Mu’awiyah, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit, Sabit bin Qais,
Amr bin Fuhairah, Amr bin As, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abu Darda’.
yang ditugaskan mencatat wahyu. Berdasarkan hal ini, dapat dipastikan bahwa
unit-unit wahyu yang diterima Nabi SAW telah dipelihara dan dilestarikan
Pada titik ini, masalah yang muncul adalah sejauh mana rekaman-rekaman
tertulis Al-Qur’an itu memiliki bentuk seperti Al-Qur’an yang kita kenal
dewasa ini. Masalah ini memang pelik, karena di satu sisi, meski unit-unit
wahyu telah ditulis pada masa Nabi SAW, tetapi Nabi SAW sendiri tidak
resmi (dalam satu mushaf). Sedangkan di sisi lain, adalah merupakan satu hal
pasti bahwa Nabi SAW sendirilah yang merangkai berbagai bagian atau ayat
pasti dalam surat-surat yang ada (tauifiī). Oleh karena itulah, ketika dibuka
11
b. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Khulafaurrosyidin
Al-Qur’an yang meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam satu riwayat
disebutkan 500 orang. Sementara umat Islam yang gugur dalam peperangan
Tragedi Yamamah ini menggugah hati Umar bin Khaṭṭab untuk meminta
kepada khalifah Abu Bakar agar Al-Qur’an segera dikumpulkan dan ditulis dalam
ragu terhadap gagasan Umar ini, tetapi akhirnya Abu Bakar menerimanya,
Setelah Abu Bakar wafat, mushaf terjaga dengan ketat di bawah tanggung
jawab Umar bin Khattab, sebagai khalifah kedua. Di masa Umar bin Khattab,
mushaf itu diperintahkan untuk disalin ke dalam lembaran (ṣaḥifah). Umar tidak
menggandakan lagi ṣaḥīfah itu, karena memang hanya untuk dijadikan naskah
orisinil, bukan sebagai bahan hafalan. Setelah seluruh rangkaian penulisan selesai,
naskah tersebut diserahkan kepada Hafsah binti Umar (istri Rasulullah SAW)
untuk disimpan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Umar bin Khattab
12
sebagai penggagas intelektual (Intellektuelle Urheber), sedangkan Abu Bakar
penguasa) dan menunjuk pelaksana teknis, serta menerima hasil pekerjaan berupa
muṣḥaf Al-Qur’an.
Bakar. Pertama, motif didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi SAW belum
dipastikan bahwa Nabi SAW sama sekali tidak meninggalkan koteks Al-Qur’an
dalam bentuk lengkap dan resmi yang bisa dijadikan pegangan bagi umat Islam,
tetapi untuk motif kedua, terdapat beberapa kritik yang ditujukan kepadanya.
Telah jelas bahwa terdapat upaya serius dan sadar di kalangan sahabat Nabi SAW
untuk memelihara wahyu dalam bentuk tertulis, seraya tetap berpatokan pada
Di samping itu, kritikan yang lebih tajam dikemukakan oleh para pemikir
Barat. Sebagaimana keterangan di atas, bahwa jumlah penghafal yang gugur pada
peristiwa Yamamah sebanyak 70 orang (bahkan menurut riwayat lain 500 orang).
13
Namun ketika nama-nama para penghafal Al-Qur’an ditelusuri dalam daftar
Caetani bahkan menunjukkan yang gugur ketika itu hampir seluruhnya pengikut
yang meyakinkan, yaitu Abdullah bin Hafsh ibn Ganim dan Salim bin Ma’qil.
Dengan demikian, pengaitan motif pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushaf pada masa Abu Bakar memeliki
yang sempurna.
2. Yang tercatat dalam mushaf hanyalah bacaan yang pasti, tidak ada
14
2. Pada masa ke khalifahan Utsman bin affan
ini disebabkan daerah Islam waktu itu sudah semakin meluas. Lebih dari itu,
menerima bacaan Al-Qur’an dari sahabat ahli qira’at yang tinggal di daerah
dengan qira’at Ubay bin Ka’ab, penduduk Kuffah pada Abdullāh bin Mas’ud,
Perlu diketahui, bahwa versi qira’at yang dimiliki dan diajarkan oleh
masing-masing sahabat ahli qira’at tersebut satu sama lain berlainan. Hal ini
rupanya menimbulkan dampak negatif di kalangan umat Islam waktu itu, yaitu
saling mengaku bahwa versi qira’at mereka lah yang paling baik dan benar.
karenanya ia segera mengundang para pemuda sahabat, baik dari golongan Ansar
mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa
mushaf dengan dialek Quraisy. Dalam hal ini, Usman bin Affan menunjuk suatu
tim yang terdiri atas empat orang sahabat pilihan, yaitu: Zaid bin Sabit, Abdullah
bin Zubair, Sa’id bin Al-‘As, dan Abdurrahman bin Al-Haris bin Hisyam. Setelah
5
Munawir, Jurnal Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir (Purwokerto: IAIN Purwokerto,2018),hlm. 156
15
tim ini menyelesaikan tugasnya, Utsman bin Affan segera mengembalikan mushaf
orisinal kepada Hafsahah, kemudian beberapa mushaf hasil kerja tim tersebut
ada pada saat itu diperintahkan oleh Utsman bin Affan untuk dibakar.
Adapun mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar tetap tersimpan pada
Hafsahah sampai akhir hayatnya, setelah itu Marwan bin Al-Hakam (w. 65 H)
wali kota Madinah saat itu, memerintahkan untuk mengambil mushaf tersebut dan
membakarnya.
Secara umum, ada empat ciri yang dimiliki mushaf Al-Qur’an yang ditulis
5. Mushaf-mushaf yang ditulis pada masa Utsman tersebut, mencakup tujuh huruf
sebagaimana pada masa Abu Bakar, juga terdapat beberapa kritikan yang bisa
16
sebagai suatu yang meragukan. Perjalanan historis mushaf tersebut (dari Abu
pemilikan pribadi Hafsahah, sekalipun ia merupakan putri Khalifah Umar dan istri
Nabi SAW. Di samping itu, adanya keterangan yang menyebutkan bahwa mushaf
tersebut diminta oleh Marwan bin Al-Hakam untuk dimusnahkan, karena adanya
dialek Quraisy, karena Nabi SAW dan para pengikut awal berasal dari suku
Quraisy, sehingga mereka tentunya telah membaca Al-Qur’an dalam dialek suku
bahwa ia kurang lebih identik dengan bahasa yang digunakan dalam syair-syair
pra Islam. Bahasa ini merupakan lingua franca (lazimnya disebut ‘Arabiyyah)
yang dipahami oleh seluruh suku di jazirah Arab, dan merupakan satu-kesatuan
gramatik. Oleh sebab itu, bahasa ini bukanlah dialek suku atau suku-suku tertentu
17
c. Jam’u Al – Qur’an sesudah Khulafaurrosyidin
Shiffin yang terjadi antara Ali dan Muawiyyah dan di isyaratkan oleh Amr bin
‘Asha dalam mengangkat Mushaf ketika terasa olehnya akan kemenangan Ali
Banyak yang idak menduga kaum muslimin saat itu mempunyai mushaf sejumlah
itu. Dugaan waktu itu apa yang ada pada mereka tidsk mencapai jumlah sebanyak
itu, karena utsman menulis mushaf Al – Imam dan mengirimnya ke kota – kota
besar dengan jumlah sangat sedikit sekali. Namun demikian utsman memberikan
Ketika wilayah islam semakin luas dan menjangkau daerah non Arab, seperti,
berkenaan dengan mushaf tanpa tanda baca semakin terasa. Suatu ketika seorang
6
Kalimatul Ulya, Membincang Sejarah Para Penulis Wahyu (STAIN Kediri,2017),hlm 60
7
Munawir, Jurnal Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir (Purwokerto: IAIN Purwokerto,2018),hlm 158
18
“ Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang – orang musyrik dan Rasul –
Nya”
Perbedaan Bacan inu terjadi karena tidak adanya tanda baca. Ini
yang sangat besar, dan ini sangat berbahaya bagi perjuangan kebenaran.
ulama besar Al – Hajjaj Bin Yusuf As – Saqati untuk segeran memberi tanda
baca (Syakal) pada Al qur’an. Tanda baca hasil karya Al – Hajjaj bin yusuf as –
besar ini, al – hajjaj bin Yusuf as – saqati di bantu Nashar bin ‘Ashim dan Yahya
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi terjadi secra berangsur –
puncak keindahan dan kesempurnaannya akhir abad III H. Sehingga menurut Abu
‘Amar Ad Dani bahwa tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Abu
Aswad Ad – Duwali di kenal karena dialah yang pertama kali meletakkan kaidah
tata bahasa Arab atas perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
aswad Ad Duali membuat tanda baca berupa titik tersebut atas intruksi dari
khalifah Abdul Malik bin Marwan. Sehingga menurut sebagian ulama, penemuan
akan cara penulisan Al Qur’an sdengan huruf huruf bertitik adalah melanjutkan
19
Hal hal yang baru pada awal Mulanya tidak di sukai dan di anggap bid’ah oleh
para ulama, tetapi kemudian di anggap baik adalah penulisan tanda – tanda pada
setiap awal surat, peletakkan tanda tanda yang memisahkan ayat ayat dan
pembagian al – qur’an ke dalam juz juz tersebut. Semua yang di lakukan itu adala
sebuah usaha dan kerja yang sangat mulia dan akan mendapat ganjaran dari Allah
Swt.
Hamborg Jerman dan berikutnya Marraci pada tahaun 1698 M di kota Padoue
(italia utara). Waktu itu belum ada percetakan dalam dnia islam, baru pada tahun
1787 berdirlah percetakan islam di kota Saint Petersbourg Rusia didirkan Maulana
Utsman ( Sultan Ottoman Turki). Kemudian pada tahun 1342 H (1923) muncul L
20
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
para sahabat yang telah ditujuk langsung menghafal dan menulisnya pada
binatang. Sedangkan pada masa Abu bakar dan pada saat itu terjadi
peperangan Yamamah sekitar 700 orang penghafal gugur, selain itu banyak
peperangan lain yang juga banyak memakan korban dari pihak muslimin dan
sebagian penghafal al-Qur’an atas dasar itu juga dan saran dari Umar bin
yang masih tercece ke dalam satu mushaf. Dan pada masa pemerintahan
kaum muslimin Quraisy. Langkah ini diambil guna menyamakan qira’at, dan
keputusan tersebut diterima dan disambut baik oleh kaum muslimin pada
21
Syam, dan Yaman, dan satu mushaf lagi disimpan oleh Utsman yang
DAFTAR PUSTAKA
Husni, Munawir. 2016. Studi Keilmuan Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Diniyah
As-syuthi Jalaludin Imam, Samudera Ulumul Qur’an. Bina Ilmu,2009
Ash-shabunny Ali Muhammad. 1998. Studi Ilmu Al-Qur’an. Penerjemah:
Drs.H.Aminuddin
Munawir. 2018. Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Vol.3
Munawir, Jurnal Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir (Purwokerto: IAIN
Purwokerto,2018)
Kalimatul Ulya, Membincang Sejarah Para Penulis Wahyu (STAIN Kediri,2017)
22
23