(PENGUMPULAN AL-QUR’AN)
Makalah ini disusun Untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Studi al-Qur’an
DISUSUN OLEH:
MUSLIMIN
NIM: 161920211120009
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah
dan inayahNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, sahabat dan tabiin hingga hari akhir. Amiin.
Tugas yang berjudul Jum’ul Qur’an ini selain salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar magister Prodi Pendidikan Agama Islam Multikultural,
juga merupakan salah satu usaha dalam mengkaji dan mempelajari proses
pengumpulan AlQur’an itu sendiri pada masa Kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW hingga pasca khulafaur Rasyidin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jam’ul Qur’an...........................................................................7
B. Pengumpulan al-Qur’an dalam arti menghafal dan penulisannya pada
masa Nabi Muhammad SAW........................................................................8
C. Pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafaurr Rasyidin........................12
1. Pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar as-Sidiq ra..............12
2. Pengumpulan al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan ra.................14
D. Pengumpulan Al-Qur’an dan Pemeliharaan Pasca Khulafaur Rasyidin. .16
E. Rasm...........................................................................................................20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................24
B. Rekomendasi..............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dan membacanya bernilai Ibadah. Yang diawali dengan Surat al-Fatihah dan
Proses itu dimulai pada masa Rasulullah SAW. Setiap kali menerima
wahyu al-Qur’an, Rasulullah SAW. Langsung mengingat, menghafalnya, dan
memberitahukan serta membacakannya kepada para sahabat, agar mereka
mengingat dan menghafalnya pula.
1
Muhammad Ali ash- Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, (Jakarta : Pustaka Amani,
2001). hlm. 3
2
Al-Qathathan, syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet. 1 (Jakarta: Al-
Kautsar, 2005), hlm 158
4
5
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Jam’ul al-Qur’an ?
2. Bagaimana cara pengumpulan al-Qur’an dalam arti menghafal dan
penulisannya pada masa Nabi Muhammad SAW ?
3. Bagaimana cara pengmpulan al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin ?
4. Bagaimana usaha pemeliharaan al-Qur’an Pasca Khulafaur Rasyidin ?
5. Bagaimana penulisan Rasm?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari jam’ul al-Qur’an
2. Untuk mengetahui cara pengumpulan al-Qur’an dalam arti menghafal
dan menuliskannya pada masa Nabi Muhammad SAW
3. Untuk mengetahui cara pengumpulan Al-Qur’an pada masa Khulafaur
Rasyidin
4. Untuk mengetahui cara usaha lanjutan pemeliharaan al-Qur’an Pasca
Khulafaurr Rasyidin
5. Untuk mengetahui penulisan rasm.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jam’ul Qur’an
terhimpun di dalamnya. Kedua pengertian itu merujuk pada makna jam’u al-
lubuk hati, sehingga orang-orang yang hafal al-Qur’an disebut jumma’ul al-
dalam bentuk tulisan, yang memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau
ayat dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga
menjadi suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah
yaitu menuliskan huruf demi huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan
sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu- ilmu al-Qur’an, istilah
4
Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin, Studi All-Qur’an, hlm 77-78
5
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis (Bogor: Idea Pustaka Utama, 2003) , hlm 82
7
8
al- Qur’an adalah “Jam’u al- Qur’an” yang berarti pengumpulan al-Qur’an.
Tetapi ada juga sebagian kecil literatur yang memakai istilah “Kitabat al-
Pembukuan al-Qur’an.6
al-Qur’an) dalam literatur klasik itu mempunyai berbagai makna, antara lain:7
1. Al-Qur’an dicerna oleh hati.
telah melalui proses panjang. Mulai dari ayat yang pertama turun sampai ayat
dan memelihara ayat-ayat agar tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan
6
Said Agil Husin Al- Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
(Jakarta: Ciputat Press,2002), hlm15-16
7
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis, Op.Cit., hlm 82
9
Terjemahan:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran
karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (QS. Al
Qiyamah/75:16-19 ).8
karena takut apa yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera
8
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,1989.
9
Mardan, Al-QUR’AN: Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh (Jakarta:
Pustaka MAPAN, 2009), hlm 64.
10
H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Makassar: Alauddin Universiti
Press, 2011), hlm 55
10
Salah satu di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan
Semasa hidup Nabi Muhammad dikenal beberapa orang yang dijuluki sebagai
Qari yaitu seorang yang menghafal al-Qur’an, adapun para Qari pada masa
Tholhah, Said, Ibn Mas’ud, Hudaifa, Abu Hurairah, Ibn Umar, Ibn Abbas,
‘Amr bin Ash, Abdullah bin Amr bin Ash, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Ibn
untuk penulisan wahyu yang turun, dikenal beberapa sahabat yang bertugas
untuk menuliskan wahyu yang turun atas perintah Rasulullah sendiri. Para
Adapun para penulis wahyu pada masa nabi muhammad yaitu Khulafaur
Rasyidin, Muawiyah, Zaid bin Sabit, Ubai bin Ka’ab, Khalid bin Al-Walid
itu sehingga para sahabat menggunakan apa saja yang dapat digunakan
sebagai media tulis dalam menuliskan wahyu. Beberapa media tulis yang
walupun telah ada penulisan pada masa Rasulullah atas perintah beliau
sendiri, hanya saja pada saat itu al-Qur’an yang dituli masih berupa lembaran
yang tercecer dan belum disatukan. Mengenai hal tersebut, az-Zarqany secara
13
Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid I,
(Beirut : Dar alKitab al-`Araby, 1995), hlm 202
14
Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid I,
hlm 204
12
dimaksud di sini ialah kesaksian atas tulisan yang ditulis di depan Nabi
Muhammad SAW. Dengan cara itulah, penulisan tersebut telah selesai
dengan sempurna sehingga terkumpul dalam lembaran yang diikat
dengan benang, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebagian riwayat.
Inilah peranan yang dimainkan oleh Zayd bin Tsabit.
18
Muhammad Ali ash- Shabuni, Ibid, hlm 89
15
a. Menjadikan Mushaf Abu Bakar yang telah dibukukan oleh Zaid bin
Tsabit sebagai acuan pokok dan sumber utama dalam penulisan al-
Qur’an.
b. Mengacu pada Mushaf Abu Bakar tersebut dalam hal penulisan dan
urutannya, dan apabila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
anggota panitia, maka mengacu berdasarkan dialek Quraisy karena
al-Qur’an diturunkan dengan dialek Quraisy.
c. Dan al-Qur’an tidak ditulis kecuali berdasarkan persetujuan antara
para panitia, dan para sahabat bersepakat bahwa al-Qur’an yang
telah dibukukan tersebut sebagai al-Qur’an sebagaimana yang
diturunkan kepada Rasulullah.
Usaha yang dilakukan oleh Ustman tersebut mendapatkan
apresiasi yang sangat dikalangan sahabat, sehingga hasil dari usaha
tersebut mendapat pengakuan dari kalangan sahabat dan mereka
meyakini bahwa al-Qur’an yang dikumpulkan oleh Utsman tersebut telah
sesuai dan sama persis dengan al-Qur’an yang ada pada masa Nabi
19
Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkany, Op. Cit, hlm 236
20
Muhamad Sirojudin dan Supiah, Makalah Ilmu al-Qur’an, (Cirebon : Sekolah Tinggi
Islam Ma’had Ali), hlm 14
16
Muhammad. Baik dari segi urutan ayat (Tartibul Ayat), maupun urutan
Surat (Tartibus suwar), maupun Qira’atnya. Mushaf Utsman yang telah
mendapatkan pengakuan dari para sahabat tersebut kemudian disebarkan
dan menjadi pegangan dalam penulisan al-Qur’an hingga saat ini yang
dikenal dengan Mushaf atau Rasm Ustmany.21
Kesimpulannya bahwa Utman bin Affan berusa membukukan al-
Qur’an kembali, hal tersebut dikarenakan perbedaan bacaan al-Qur’an
dari setiap daerah yang membuat merubah makna al-Qur’an menjadi
berbeda. Setelah di bukukannya al-Qur’an kemudian Utsman bin Affan
menyatakan bahwa al-Qur’an adalah sebagai dasar hukum utama setelah
hadits dan al-Qur’an tidak akan di tulis kembali jika belum di setujui oleh
para panitia.
Pada abad ke-7 Masehi, yakni pada masa Rasulullah, tulisan yang
digunakan hanya terdiri atas simbol dasar yang hanya melukiskan struktur
konsonan dari sebuah kata dan bahkan sering mengandung kekaburan.
Bahkan masa permulaan Islam, seluruh huruf biasanya dituliskan dengan cara
yang amat sederhana yakni dalam bentuk garis lurus tanpa titik dan baris.22
Keadaan semacam ini masih berlanjut sampai pasca Nabi wafat dan masa
khalifah, penulisan al-Qur’an masih dalam bentuk yang sama belum ada
penambahan apapun.
Bahkan pada masa Usman pun mushaf masih diseragamkan kedalam
satu bacaan, yang belum menggunakan tanda baca seperti titik dan simbol-
simbol bacaan lainnya. Hal ini semata-mata didasarkan pada watak
pembawaan orang-orang Arab yang masih murni mengandalkan hafalan.
21
Muhamad Sirojudin dan Supiah, Makalah Ilmu al-Qur’an, (Cirebon : Sekolah Tinggi
Islam Ma’had Ali), hlm 15
22
Anshori, Ulumul Qur’an; Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013), hlm. 97
17
Sehingga mereka tidak membutuhkan pemberian titik dan harakat. Bagi orang
awam, ketiadaan tanda baca tersebut akan menyebabkan adanya peluang
terjadinya kekeliruan dalam membaca al-Qur’an. Bahkan bagi orang yang
telah membaca mushaf selama lebih dari empat puluh tahun hingga masa
kekhalifahan Abdul Malik pun masih banyak yang membuat kesalahan, dan
kesalahan itu merajalela di Irak.
Kesulitan pembacaan tulisan Arab khususnya al-Qur’an mulai muncul
ketika dunia Islam meluas ke wilayah-wilayah non-Arab, seperti Persia
disebelah timur, Afrika disebelah selatan, dan beberapa wilayah non Arab
sebelah Barat. Sehingga menjadikan bahasa Arab mengalami kerusakan
karena banyaknya pencampuran (dengan bahasa non-Arab), maka para
penguasa mulai mementingkan upaya perbaikan penulisan mushaf dengan
syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan al-Qur’an.23
Adanya kekhawatiran salah baca inilah kemudian menggerakkan Ziyad,
Gubernur Basrah memerintahkan Abu Aswad ad-Du’ali untuk memberikan
tanda baca pada al-Qur’an. Adapun as-Suyuthi dalam al-Itqan menyebutkan
bahwa yang memerintahkan ad-Du’ali bukanlah Ziyad, melainkan Abdul
Malik bin Marwan pada masa kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Seketika Ad-Duwali tidak langsung memenuhi permintaan tersebut. Karena
sebagaimana hal ini bertentangan dengan zaman Nabi, dikategorikan bid’ah.
Terlebih dalam hal ini adalah penambahan simbol bacaan al-Qur’an yang
tidak dilakukan pada masa sebelumnya. Akan tetapi setelah mendengarkan
suatu kasus salah pembacaan yang fatal, yakni pada QS. At-Taubah:3..
23
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir, cet. 16, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2013), hlm 219
18
dengan warna merah tanpa huruf.27 Bahkan menurut sebagian riwayat, tidak
seluruh huruf dalam mushaf dibubuhi tanda vokal. Tanda-tanda ini hanya
dicantumkan pada huruf-huruf terakhir setiap kata, atau pada huruf-huruf
tertentu yang memungkinkan terjadinya kekeliruan bacaan.28 Dari tanda-tanda
vokal yang diproduksi al-Khalil inilah kemudian dilakukan penyempurnaan
akhir sehingga berkembang bentuk yang dikenal dewasa ini. Selanjutnya
rasm mengalami perkembangan, tepatnya ketika Malik bin Marwan
memerintahkan al-Hajjaj ibn Yusuf al-Saqafi29 untuk menciptakan tanda-
tanda huruf al-Qur’an (nuqt al-Qur’an). Ia mendelegasikan tugas tersebut
kepada Nashr ibn’Ashim dan Yahya bin Ma’mur, keduanya adalah murid ad-
Du’ali. Kedua orang inilah yang membubuhi titik pada sejumlah huruf
tertentu yang mempunyai kemiripan antara satu dengan yang lainnya
misalnya penambahan titik diatas huruf maka menjadi huruf .
Penambahan titik yang bervariasi pada sejumlah huruf dasar maka menjadi
huruf , huruf dasar menjadi , , dibedakan dengan , dst. Pada dan
tanwin sebelum huruf diberi tanda iqlab dengan huruf berwarna merah.
Sedangkan dan tanwin sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda sukun
dengan warna merah. Adapun huruf nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-
apa ketika idgham dan ikhfa’. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati)
diberi tanda sukun dan huruf yang di-idghamkan tidak diberi tanda sukun
tetapi huruf yang sesudahnya diberi tanda syiddah; kecuali huruf , sebelum
maka sukun tetap dituliskan dengan sukun diatasnya.30
Tanda titik lainnya diperkirakan muncul lebih belakangan dari tanda-
tanda harakat. Hamzah () dalam ranah rasm al-Qur’an merupakan salah satu
27
Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulumul Qur’an (al-Itqan fi Ulum al-Qur’an), Jilid 4, terj.
Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi, (Surabaya: Bina Ilmu, t.t.), hlm 543
28
Adnan Amal, Rekonstruksi sejarah al-Qur’an., hlm 321
29
Al-Hajjaj ibn Yusuf al-Saqafi (W. 95 H) adalah orang yang melakukan penyempurnaan
rasm al-Qur’an sebagaimana ad-Duwali.
30
Jalaluddin al-Suyuti, Samudera Ulumul Qur’an (al-Itqan fi Ulum al-Qur’an), Jilid 4, terj.
Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi, (Surabaya: Bina Ilmu, t.t.), hlm 534
20
31
Abu Abdullah az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki
dan A. Qurthubi Hassan, dalam Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i dan Abu
Abdullah az-Zanjani, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, edisi two book in one, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2009), hlm. 391
32
Muhammad Quraish Shihab, Sejarah & ‘Ulum al-Qur’an, Cet. 4, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), hlm 91.
33
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir, cet. 16, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2013), hlm 146
21
Adapun yang dikemukakan oleh Badan Litbang, ilmu rasm Usmani ini
didefinisikan sebagai ilmu untuk mengetahui segi-segi perbedaan antara rasm
Usmani dan kaidah-kaidah rasm Qiyasi atau imla’I (rasm biasa yang selalu
memperhatikan kecocokan antara tulisan dan ucapan).34
Adapun telah disinggung tentang adanya macam-macam rasm, secara
umum dari spesifikasi cara penulisan kalimat-kalimat Arab, maka rasm dibagi
menjadi 3 macam:35
a. Rasm Qiyasi ()الرسم القياسى
Rasm Qiyasi atau disebut Imla’I adalah penulisan menurut kelaziman
pengucapan/peraturan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa al-Qur’an
dengan rasm imla’I dapat dibenarkan, tetapi khusu bagi orang awam. Bagi
para ulama atau yang memahami rasm Utsmani tetap wajib mempertahankan
keaslian rasm Utsmani.
Pendepat di atas diperkuat oleh al Zarqani dengan mengatakan bahwa
rasm imla’I diperlukan untuk menghindarkan umat dari kesalahan membaca
al-Qur’an, sedangkan rasm Utsmani diperlukan untuk memelihara keaslian
mushaf al-Qur’an. Tampaknya, pendapat ini lebih moderat dan lebih sesui
dengan kondisi umat, di satu sisi mereka ingin melestarikan rasm Utsmani,
sementara di pihak lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan al-
Qur’an dengan rasm Imla’I untuk memberikan kemudahan bagi kaum
muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca al-Qur’an dengan
rasm Utsmani. Namun demikian, kesepakatan para penulis al-Qur’an dengan
rasm Utsmani harus diindahkan dalam pengertian menjadikannya sebagai
rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam.
34
Mazmur Sya’roni, Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf al-Qur’an
dengan Rasm Usmani, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Puslitbang Lektur
Agama, 1999), hlm 10
35
Fatchiya, http://aljasmine21.blogspot.com/2012/10/ilmu-rasm-quran.html?m=1, di akses
pada Jum’at, 08 Oktober 2021, Pukul 21.03
22
24
25
bertugas menulis ialah Zaid bin Tsabit, Abdullâh bin Zubayr, Sa’id bin
al-Ash, Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam.
4. Usaha lanjutan pemeliharaan al-Qur’an Pasca Khulafaur Rasyidin banyak
terjadi penyempurnaan diantaranya pemberian titik oleh Nasr bin Ashim
(W. 89 H) atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang
gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H), dan yang
memberikan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid
seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy
(W.170 H) pada abad ke II H.
5. Rasm atau penulisan al-Qur’an terbagi menjadi tiga yakni rasm Qiyasi,
rasm ‘Arudi dan Rasm Ustmani. Rasm utsmani inilah yang sering
digunakan oleh masyarakat.
B. Rekomendasi
Begitu banyak khazanah setelah mempelajari tentang jam’ul al-Qur’an
dari awal pada zaman Rasulullah SAW hingga pasca Khulafaur Rasyidin.
Namun butuh dibahas lebih mendalam lagi terkait jam’ul al-Qur’an pada
penulisan mahrajul huruf yang sekarang kita sudah kenal, penentuan hukum
tadjwid dan lain sebagainya. Maka penulis menyampaikan semoga makalah
ini dapat berguna bagi pembaca yang menginginkan reverensi untuk
menambah wawasan keilmuan. Penulis juga berterimakasih kepada teman-
teman yang selalu mensupotr penulis sehinnga makalah ini selesai tepat
waktu.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
Muhammad Ali ash- Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Jakarta : Pustaka
Amani, 2001.
Muhammad Ali Ash- Shabuni, Studi Ilmu Al- Qur’an Bandung Pustaka Setia,
1991.
Muhammad Quraish Shihab, Sejarah & ‘Ulum al-Qur’an, Cet. 4, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008.
Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin, Studi All-Qur’an, Pekanbaru: CV. Asa
Riau, 2016.
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013
Said Agil Husin Al- Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Shubhi Sholih, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. 10, (Beirut : Dar al-Ilmi, 1977.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005.
Fatchiya, http://aljasmine21.blogspot.com/2012/10/ilmu-rasm-quran.html?m=1,
di akses pada Jum’at, 08 Oktober 2021, Pukul 21.03
27