PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
beragama yang satu menghormati dan menghargai umat yang lain. Rasa
jujur dan membantu tanpa ada pengaruh dari siapapun. Konsekuensi dari
perdamaian antar agama yaitu masing- masing agama harus terbuka untuk
ketiadaan yang lain. Damai tidak akan ada jika tidak ada konflik. Damai
menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai ditawarkan,
yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka waktu
1
Sumartana Dkk (Ed), Pluralisme, Konflik Dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidie, 2002, h. 12.
sekolah, komunitas, masyarakat hingga negara. Rasa damai dan aman
dinamis dalam setiap interaksi manusia, tanpa ada rasa takut dan tekanan
dari tingkat paling kecil sampai ketingkat yang besar, negara misalnya,
orang lain, saling pengertian, empati, kerjasama, dan respect terhadap orang
lain.3
B. Rumusan Masalah
2
Eka Hendry, Sosiologi Konflik:Telaah Teoritis Seputar Konflik Dan Perdamaian,
Pontianak: STAIN Pontianak Press,2009, h. 151.
3
Taat Wulandari, Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Di Sekolah,
Volume V Nomor 1, Januari 2010: Jurnal Dosen Program Studi Pendidikan IPS FISE
UNY. Mozaik
4
Musa Asy‟arie, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan, Yogyakarta:
Lesfi, 2002, h. 124.
BAB II
PEMBAHASAN
pula keimanan yang merupakan wujud dari sebuah keyakinan pada Tuhan
yang nantinya juga akan berdampak secara sosial berupa pemberian rasa
aman dan nyaman bagi orang lain.5 Bukankah Rasulullah SAW pernah
berkata:
ُ هللا ُ َع ْنهFن هَ َج َر َما نهَىFْ و المها ِج َر َم, ن ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِهFَ ْن َسلِ َم الم ْسلِ ُموFْ الم ْسلِ ُم َم
5
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=882573&val=10050&title=ISLAM%20DAN%20PENDIDIKAN
%20PERDAMAIAN/Kamis/pukul 07.00 WIT
Artinya :“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang
selamatkan orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang
yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang
oleh Allah .” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).
Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat hadis
Nabi.Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu Hadis pun
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya: 10).
Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa ada dua hal utama yang perlu diketahui
lil’alamin.Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Ada yang
berpendapat bahwa cinta kasih Rasulullah saw. hanya untuk orang muslim
6
https://muslimah.or.id/3727-sifat-muslim-yang-sempurna.html/kamis/pukul
07.30 WIT
7
Budhy Munawar-Rahman, Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan
Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, (Jakarta: LSAF, 2010), h. 48.
saja. Tapi ulama lain berpendapat bahwa cinta kasih Rasulullah saw untuk
semua umat manusia. Hal ini mengacu pada ayat terdahulu yang
(kaffatan li an-nas).8
mengakar lama sejak zaman putra Adam, Qabil dan Habil. Al-Qur’an
korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan
tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): “Aku pasti
neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.
8
Menurut Imam al-Razi, sebagaimana dikutip oleh Zuhairi Misrawi, bahwa kasih
sayang Nabi Muhammad saw tidak hanya bagi orang muslim dan non-muslim, melainkan
juga untuk agama dan dunia. Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, h. 215-216.
orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
“Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu
Ma`idah: 27-31)
Menurut Jaudat Sa’id, kisah Qabil dan Habil itu memberi makna
yang dalam. Pertama, ada aspek kepasrahan total kepada Tuhan. Kedua, ada
kemampuan untuk berkorban dengan jiwa sekalipun agar orang lain
menemukan jalan kebenaran. Ketiga, teladan bagaimana memutus siklus
kekerasan. Habil sebagai simbol kebaikan dan kesalehan, menolak
mengotori tangannya dengan darah. Sementara Qabil mewakili kekerasan,
kebuasan serta ringan tangan untuk membunuh atas dalih apa saja.9
B. Tujuan Perdamaian
al-Qur’an menggunakan istilah al-Salȃm untuk menyampaikan
makna perdamaian. Kata ini terulang sebanyak 42 kali dalam al-Qur’an
dalam berbagai konteks. Di luar al-Qur’an pun kata ini sangat populer,
bukan saja dalam literatur agama atau kalangan agamawan, tetapi juga di
kalangan politisi. Bahkan, di tingkat dunia sekalipun ditemukan ajakan
untuk menegakkan perdamaian. Meskipun kata ini sering digunakan dalam
dinamika kehidupan umat manusia, kata tersebut hanya mudah ditemukan
dalam tulisan dan ucapan, tetapi sulit untuk ditemukan dalam realitas
kehidupan manusia.10
9
Jaudat Sa’id, Mazhab Ibn Adam al-Awal: Musykilat al-‘Unf fi al-‘Amal al-Islamy,
(Beirut: Dar al- Fikr, 1993), h. 23.
10
Alim Roswantoro, dkk., Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan Filsafat
(Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010), h. 16-17.
Kata salām terambil dari kata sin, lam, dan mim yang menunjuk
pada makna selamat, aman, bersih, damai dari kacau balau dan dari
penyakit lahir dan tidak nyata. Salām juga mengandung makna tidak ada
perang, sehingga hidup bersandar pada cinta dan kasih sayang. Orang-
orang muslim pun menggunakan kalimat assalāmu‘alaikum yang memberi
kesan untuk saling memberi kedamaian dan tidak ada perang. M. Quraish
Shihab dalam Secercah Cahaya Ilahi menjelaskan bahwa makna dasar dari
kata salȃm adalah luput dari kekurangan, kerusakan dan aib. Dari sini kata
selamat diucapkan misalnya jika terjadi hal yang tidak diinginkan, namun
tidak mengakibatkan kekurangan atau kecelakaan. Salȃm seperti ini
dinamai salȃm (damai) yang pasif. Ada juga yang disebut dengan salam
(damai) yang aktif, yakni perolehan kesuksesan atau kebahagiaan dalam
usaha sehingga darinya diucapkan kata selamat.11
Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. selalu menyeru dan
meneladankan perdamaian. Bahkan memerintahkan untuk mengadakan
perdamaian (QS. al-Nisȃ`: 114). Terhadap orang musyrik sekalipun kita
dilarang berlaku semena-mena, kita wajib memberi perlindungan tatkala
mereka memohon suaka (tempat berlindung) dan Kita wajib berbuat yang
baik ketika mereka juga berbuat baik (QS. Al-Taubah: 6-7) apalagi
terhadap sesama muslim. Kita juga diajarkan untuk berbesar hati
memaafkan dan membalas keburukan dengan kebaikan agar orang yang
tidak menyukai kita jadi berbalik menyukai dan menganggap kita teman
(QS. Fusilat: 34) meskipun Allah juga mengizinkan hukum qisȃs
dilakukan. Solusi bijak yang dapat di lakukan sebagai umat islam untuk
perdamaian Indonesia dan dunia melalui tiga hal yaitu:
11
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, cet. 2
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h. 416.
dengan ideologi pancasila. Untuk mewujudkan cita-cita para pejuang dulu
untuk menciptakan Indonesia yang damai dengan keragamannya bukan
keseragamannya. Niscaya kebenaran itu tidak akan mengingkari nilai
kemanusiaan dan hati nurani. Sebagaimana al-Qur’an menerangkannya
dalam beberapa ayat yang tidak sedikit jumlahnya. Hubungan hablun min
Allah harus seimbang dengan hubungan hablun min an-nās. Artinya jika
seseorang beriman dan menyakini keberadaan Allah dengan selalu
menjaga kehadiran Allah dalam dirinya, otomatis hubungan horizontal
sesama manusia juga dijaga sebaik mungkin untuk perdamaian.
Kedua, harus diluruskan, murnikan lagi niat ada niat benar-benar
untuk menjadi umat beragama yang baik, taat dan berwawasan luas. Niat
untuk menjaga Indonesia, suku, bahasa dan keragamannya dengan sikap
tenggang rasa dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Niat untuk
mampu menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.
Ketiga, perlunya evaluasi dan merenungkan kembali kesalahan
individual. Dengan disibukkannya aktivitas supuya untuk
memperbaiki kesalah kecil. Bukan saling tunjuk dan mengkambing
hitamkan. Tidak perlu saling menghujat dan menuding. Jika tidak mampu
dan merasa memiliki kapasitas maka wajib maju sebagai orang yang
bijaksana bukan malah sibuk menyalahkan dalam menjunjung tinggi
perdamaian.12
C. Hikmah dari Perdamaian
Islam sebagai agama damai sesungguhnya tidak membenarkan
adanya praktek kekerasan. Cara-cara radikal untuk mencapai tujuan
politis atau mempertahankan apa yang dianggap sakral bukanlah cara-cara
yang Islami. Di dalam tradisi peradaban Islam sendiri juga tidak dikenal
adanya label radikalisme. Firman Allah (QS. al-`Anbiyȃ` [21]: 107).13
12
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008
13
Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an danTerjemahnya.Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2012.
ك اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل ٰعلَ ِمي َْن
َ َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن
Terjemahnya :“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Perdamaian merupakan hal yang pokok dalam kehidupan
manusia, karena dengan kedamaian akan tercipta kehidupan yang sehat,
nyaman dan harmonis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam
suasana aman dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan
dan kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai
perdamaian. Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap
individu.
14
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. (Yogyakarta: LABSOS
UIN Sunan Kalijaga, 2011), h. 45.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam
al-Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat
Hadis Nabi. Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu
Hadis pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan,
pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatif dan represif yang
mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Agama Islam yang
disebarkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad merupakan agama yang
ditujukan demi kesejahteraan dan keselamatan seluruh umat sekalian
alam. Kata Islam sendiri yang berasal dari bahasa Arab berarti tunduk,
patuh, selamat, sejahtera, dan damai. Maka, agama Islam mengajarkan
umatnya untuk selalu menegakkan perdamaian di dunia sehingga
persaudaraan dapat terjalin dengan erat Islam juga mengajarkan
bagaimana menghadapi perpecahan dan segala perselisihan yang
bermaksud memecah belah umat.
Jurdi, Syarifuddin Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. Yogyakarta: LABSOS UIN
Sunan Kalijaga, 2011.
Roswantoro, Alim. Dkk. Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan Filsafat
Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010.
Sa’id, Jaudat. Mazhab Ibn Adam al-Awal: Musykilat al-‘Unf fi al-‘Amal al-Islamy,
Beirut: Dar al- Fikr, 1993.
Sumartana, Dkk Ed, Pluralisme, Konflik Dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidie, 2002.