Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Perdamaian dalam konteks pluralisme agama adalah ketika umat

beragama yang satu menghormati dan menghargai umat yang lain. Rasa

hormat dan menghargai bukan karena kepentingan, tetapi dengan ketulusan,

jujur dan membantu tanpa ada pengaruh dari siapapun. Konsekuensi dari

perdamaian antar agama yaitu masing- masing agama harus terbuka untuk

melakukan hubungan dialogis dan konstruktif. disitulah nilai-nilai

kemanusiaan dipertaruhkan, dan makna nilai agama menjadi nyata.1

Damai adalah lawan kata dari kata konflik, permusuhan, perseteruan,

sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian, dalam logika biner,

keberadaan atau ketiadaan salah satu merupakan keberadaan dan sekaligus

ketiadaan yang lain. Damai tidak akan ada jika tidak ada konflik. Damai

menjadi ada hanya karena konflik juga ada. Ketika damai ditawarkan,

hadirlah konflik. Jika konflik ditawarkan, hadirlah damai. Damai adalah

cermin dari terkelolannya konflik.

Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena perdamaian

yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka waktu

panjang. Damai sejati dapat terwujud manakalah nilai-nilai kemanusiaan

universal telah mengakar disegala ini, mulai dari kehidupan keluarga,

1
Sumartana Dkk (Ed), Pluralisme, Konflik Dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidie, 2002, h. 12.
sekolah, komunitas, masyarakat hingga negara. Rasa damai dan aman

merupakan nilai yang melekat dalam kehidupan manusia. Dengan

kedamaian akan tercipta tatanan kehidupan yang sehat, harmonis dan

dinamis dalam setiap interaksi manusia, tanpa ada rasa takut dan tekanan

dari pihak-pihak lain.2

Perdamaian adalah sebuah istilah atau kata untuk menyebut suatu

kondisi adanya harmoni, keamanan (tidak terjadi perang), sepadan, dan

adanya saling pengertian. Perdamaian juga bisa diartikan suasana yang

tenang dan tidak adanya kekerasan. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat

dari tingkat paling kecil sampai ketingkat yang besar, negara misalnya,

dalam diri setiap orang perlu dikembangkan sikap tenggangrasa dengan

orang lain, saling pengertian, empati, kerjasama, dan respect terhadap orang

lain.3

Agama untuk menghentikan konflik sejatinya mengarahkan kebaikan,

penghargaan, terhadap hak-hak orang lain, keadilan, dan sebagainya. Agama

juga dapat difungsikan untuk menghentikan konflik kekerasan menjadi

kedamaian untuk kedamaian hidup di bumi dan di langit.4

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Menciptakan Kedamaian dan Rasa Aman dalam kehidupan


menurut Agama Islam?
2. Apa tujuan dan hikmah Menciptakan Kedamaian dan Rasa Aman?

2
Eka Hendry, Sosiologi Konflik:Telaah Teoritis Seputar Konflik Dan Perdamaian,
Pontianak: STAIN Pontianak Press,2009, h. 151.
3
Taat Wulandari, Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Di Sekolah,
Volume V Nomor 1, Januari 2010: Jurnal Dosen Program Studi Pendidikan IPS FISE
UNY. Mozaik
4
Musa Asy‟arie, Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan, Yogyakarta:
Lesfi, 2002, h. 124.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menciptakan Perdamaian dan Rasa Aman dalam Prespektif Agama

Pada tataran ontologis, agama manapun pada hakikatnya tidak

mengajarkan kekerasan, dan kekerasan itu sendiri bukan bagian integral

dari agama. Agama mengajarkan sikap cinta-kasih dan keharmonisan dalam

hidup. Agama memprioritaskan cara-cara damai dan kemanusiaan dalam

bersikap sebagaimana diamanatkan oleh nilai-nilai universal agama itu

sendiri.Islam, misalnya, merupakan penegasian atas sikap kekerasan. Islam,

di satu sisi, berarti kepatuhan/ketundukan diri (submission) kepada

kehendak Tuhan dan pada sisi lain, mewujudkan perdamaian. Dengan

demikian, Islam berarti menciptakan perdamaian sedangkan Muslim berarti

orang yang menciptakan perdamaian melalui aksi dan perbuatannya. Begitu

pula keimanan yang merupakan wujud dari sebuah keyakinan pada Tuhan

yang nantinya juga akan berdampak secara sosial berupa pemberian rasa

aman dan nyaman bagi orang lain.5 Bukankah Rasulullah SAW pernah

berkata:

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫ هللا ُ َع ْنه‬F‫ن هَ َج َر َما نهَى‬Fْ ‫ و المها ِج َر َم‬, ‫ن ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬Fَ ْ‫ن َسلِ َم الم ْسلِ ُمو‬Fْ ‫الم ْسلِ ُم َم‬
5
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=882573&val=10050&title=ISLAM%20DAN%20PENDIDIKAN
%20PERDAMAIAN/Kamis/pukul 07.00 WIT
Artinya :“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang
selamatkan orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang
yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang
oleh Allah .” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40).

Dan dalam riwayat Tirmidzi dan An Nasa’i,

‫ من أمنة الناس على دمائهم و أموالهم‬F‫و المؤمن‬

Artinya :“Seorang mu’min (yang sempurna) yaitu orang yang manusia


merasa aman darah mereka dan harta mereka dari gangguannya.” 6

Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam al-

Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat hadis

Nabi.Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu Hadis pun

yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan, pertentangan, atau

segala bentuk perilaku negative dan represif yang mengancam stabilitas

dan kualitas kedamaian hidup.7

Al-Qur’an menegaskan bahwa Rasulullah SAW diutus oleh Allah

untuk menebarkan kasih sayang: “dan Tiadalah Kami mengutus kamu,

melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya: 10).

Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa ada dua hal utama yang perlu diketahui

dari ayat tersebut. Pertama, makna rahmatan. Secara linguistik, rahmatun

berarti kelembutan dan kepedulian (al-riqqah wa al-ta’aththuf). Kedua, makna

lil’alamin.Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Ada yang

berpendapat bahwa cinta kasih Rasulullah saw. hanya untuk orang muslim
6
https://muslimah.or.id/3727-sifat-muslim-yang-sempurna.html/kamis/pukul
07.30 WIT
7
Budhy Munawar-Rahman, Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan
Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, (Jakarta: LSAF, 2010), h. 48.
saja. Tapi ulama lain berpendapat bahwa cinta kasih Rasulullah saw untuk

semua umat manusia. Hal ini mengacu pada ayat terdahulu yang

menyatakan bahwa Rasulullah saw diutus untuk seluruh umat manusia

(kaffatan li an-nas).8

Lebih lanjut, Jaudat Sa’id menyatakan bahwa prinsip-prinsip

nirkekerasan dan perdamaian serta hubungannya dengan ajaran Islam telah

mengakar lama sejak zaman putra Adam, Qabil dan Habil. Al-Qur’an

merekam kisah Qabil dan Habil sebagaimana beriktu:

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan

Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan

korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan

tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): “Aku pasti

membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima

(korban) dari orang-orang yang bertakwa”. Sungguh kalau kamu

menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali

tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.

Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.

Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa

(membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni

neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.

Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh

saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara

8
Menurut Imam al-Razi, sebagaimana dikutip oleh Zuhairi Misrawi, bahwa kasih
sayang Nabi Muhammad saw tidak hanya bagi orang muslim dan non-muslim, melainkan
juga untuk agama dan dunia. Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, h. 215-216.
orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak

menggali- gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil)

bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:

“Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung

gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu

jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal”. (Q.S. al-

Ma`idah: 27-31)

Menurut Jaudat Sa’id, kisah Qabil dan Habil itu memberi makna
yang dalam. Pertama, ada aspek kepasrahan total kepada Tuhan. Kedua, ada
kemampuan untuk berkorban dengan jiwa sekalipun agar orang lain
menemukan jalan kebenaran. Ketiga, teladan bagaimana memutus siklus
kekerasan. Habil sebagai simbol kebaikan dan kesalehan, menolak
mengotori tangannya dengan darah. Sementara Qabil mewakili kekerasan,
kebuasan serta ringan tangan untuk membunuh atas dalih apa saja.9

B. Tujuan Perdamaian
al-Qur’an menggunakan istilah al-Salȃm untuk menyampaikan
makna perdamaian. Kata ini terulang sebanyak 42 kali dalam al-Qur’an
dalam berbagai konteks. Di luar al-Qur’an pun kata ini sangat populer,
bukan saja dalam literatur agama atau kalangan agamawan, tetapi juga di
kalangan politisi. Bahkan, di tingkat dunia sekalipun ditemukan ajakan
untuk menegakkan perdamaian. Meskipun kata ini sering digunakan dalam
dinamika kehidupan umat manusia, kata tersebut hanya mudah ditemukan
dalam tulisan dan ucapan, tetapi sulit untuk ditemukan dalam realitas
kehidupan manusia.10

9
Jaudat Sa’id, Mazhab Ibn Adam al-Awal: Musykilat al-‘Unf fi al-‘Amal al-Islamy,
(Beirut: Dar al- Fikr, 1993), h. 23.
10
Alim Roswantoro, dkk., Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan Filsafat
(Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010), h. 16-17.
Kata salām terambil dari kata sin, lam, dan mim yang menunjuk
pada makna selamat, aman, bersih, damai dari kacau balau dan dari
penyakit lahir dan tidak nyata. Salām juga mengandung makna tidak ada
perang, sehingga hidup bersandar pada cinta dan kasih sayang. Orang-
orang muslim pun menggunakan kalimat assalāmu‘alaikum yang memberi
kesan untuk saling memberi kedamaian dan tidak ada perang. M. Quraish
Shihab dalam Secercah Cahaya Ilahi menjelaskan bahwa makna dasar dari
kata salȃm adalah luput dari kekurangan, kerusakan dan aib. Dari sini kata
selamat diucapkan misalnya jika terjadi hal yang tidak diinginkan, namun
tidak mengakibatkan kekurangan atau kecelakaan. Salȃm seperti ini
dinamai salȃm (damai) yang pasif. Ada juga yang disebut dengan salam
(damai) yang aktif, yakni perolehan kesuksesan atau kebahagiaan dalam
usaha sehingga darinya diucapkan kata selamat.11
Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. selalu menyeru dan
meneladankan perdamaian. Bahkan memerintahkan untuk mengadakan
perdamaian (QS. al-Nisȃ`: 114). Terhadap orang musyrik sekalipun kita
dilarang berlaku semena-mena, kita wajib memberi perlindungan tatkala
mereka memohon suaka (tempat berlindung) dan Kita wajib berbuat yang
baik ketika mereka juga berbuat baik (QS. Al-Taubah: 6-7) apalagi
terhadap sesama muslim. Kita juga diajarkan untuk berbesar hati
memaafkan dan membalas keburukan dengan kebaikan agar orang yang
tidak menyukai kita jadi berbalik menyukai dan menganggap kita teman
(QS. Fusilat: 34) meskipun Allah juga mengizinkan hukum qisȃs
dilakukan. Solusi bijak yang dapat di lakukan sebagai umat islam untuk
perdamaian Indonesia dan dunia melalui tiga hal yaitu:

Pertama, sudah saatnya sebagai umat Islam kembali pada al-


Qur’an dan Hadis sebagai sumber kebenaran. Telaah dan pelajari kembali
dua dalil sahih yang kemudian kita komparasikan dengan ke Indonesiaan,

11
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, cet. 2
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h. 416.
dengan ideologi pancasila. Untuk mewujudkan cita-cita para pejuang dulu
untuk menciptakan Indonesia yang damai dengan keragamannya bukan
keseragamannya. Niscaya kebenaran itu tidak akan mengingkari nilai
kemanusiaan dan hati nurani. Sebagaimana al-Qur’an menerangkannya
dalam beberapa ayat yang tidak sedikit jumlahnya. Hubungan hablun min
Allah harus seimbang dengan hubungan hablun min an-nās. Artinya jika
seseorang beriman dan menyakini keberadaan Allah dengan selalu
menjaga kehadiran Allah dalam dirinya, otomatis hubungan horizontal
sesama manusia juga dijaga sebaik mungkin untuk perdamaian.
Kedua, harus diluruskan, murnikan lagi niat ada niat benar-benar
untuk menjadi umat beragama yang baik, taat dan berwawasan luas. Niat
untuk menjaga Indonesia, suku, bahasa dan keragamannya dengan sikap
tenggang rasa dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Niat untuk
mampu menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.
Ketiga, perlunya evaluasi dan merenungkan kembali kesalahan
individual. Dengan disibukkannya aktivitas supuya untuk
memperbaiki kesalah kecil. Bukan saling tunjuk dan mengkambing
hitamkan. Tidak perlu saling menghujat dan menuding. Jika tidak mampu
dan merasa memiliki kapasitas maka wajib maju sebagai orang yang
bijaksana bukan malah sibuk menyalahkan dalam menjunjung tinggi
perdamaian.12
C. Hikmah dari Perdamaian
Islam sebagai agama damai sesungguhnya tidak membenarkan
adanya praktek kekerasan. Cara-cara radikal untuk mencapai tujuan
politis atau mempertahankan apa yang dianggap sakral bukanlah cara-cara
yang Islami. Di dalam tradisi peradaban Islam sendiri juga tidak dikenal
adanya label radikalisme. Firman Allah (QS. al-`Anbiyȃ` [21]: 107).13

12
Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008
13
Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an danTerjemahnya.Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2012.
‫ك اِاَّل َرحْ َمةً لِّ ْل ٰعلَ ِمي َْن‬
َ ‫َو َمٓا اَرْ َس ْل ٰن‬
Terjemahnya :“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Perdamaian merupakan hal yang pokok dalam kehidupan
manusia, karena dengan kedamaian akan tercipta kehidupan yang sehat,
nyaman dan harmonis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam
suasana aman dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan
dan kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai
perdamaian. Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap
individu.

Bahkan kehadiran damai dalam kehidupan setiap mahluk merupakan


tuntutan, karena dibalik ungkapan damai itu menyimpan keramahan,
kelembutan, persaudaraan dan keadilan. Dari paradigma ini, Islam
diturunkan oleh Allah swt. ke muka bumi dengan perantaraan seorang
Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam, dan bukan hanya untuk pengikut Muhammad semata.
makhluk, Islam mendahulukan sikap kasih sayang, keharmonisan dan
kedamaian.

Di dalam Islam gagasan tentang perdamaian merupakan pemikiran yang


sangat mendasar dan mendalam karena berkait erat dengan watak agama
Islam, bahkan merupakan pemikiran universal Islam mengenai alam,
kehidupan, dan manusia. Yang dimaksud universal disini adalah
pemikiran Islam yang sama tujuannya dengan ajaran-ajaran Nabi- Nabi
terdahulu dalam upaya menciptakan kemanusiaan dan keadilan di muka
bumi.
Ada berbagai pendapat tentang kejelasan maksud arti dari “rahmat
bagi semesta alam,” ada yang berpendapat bahwa rahmat tersebut hanya
berlaku untuk orang Islam saja dan ada yang mengatakan bahwa rahmat
tersebut berlaku untuk seluruh umat manusia. Telah di sepakat dengan
pendapat yang kedua bahwa kasih sayang diberikan kepada siapa saja
yang berada di muka bumi tanpa membedakan dari segi apapun baik suku,
bangsa, agama, ras dan lain sebagainya sesuai dengan watak perdamaian
dalam islam. Di samping sumber dari al-Qur’an, hadits-hadits juga banyak
mencantumkan tema perdamaian. Sebagai contoh: “Allah mencintai
kelembutan, Allah memberikan keberkahan atas kelembutan, dan bukan
atas kekerasan”.
Dalam hadis tersebut, perdamaian digambarkan dengan
kelembutan. Artinya, perdamaian akan tercipta jika setiap orang
melakukan sesuatu dengan kelembutan. Misalnya di Negara kita yang
multikultural ini, perbedaan-perbedaan akan selalu ada, baik agama,
kebudayaan, warna kulit dan lain sebagainya. Maka jika kelembutan tidak
kita terapkan dalam menerima perbedaan tersebut maka perdamaian tidak
akan terwujud.
Islam pada intinya bertujuan menciptakan perdamaian dan keadilan
bagi seluruh manusia, sesuai dengan nama agama ini: yaitu al-islām. Islam
bukan nama dari agama tertentu, melainkan nama dari persekutuan agama
yang dibawa oleh Nabi-Nabi dan dinisbatkan kepada seluruh pengikut
mereka. Itulah misi dan tujuan diturunkannya Islam kepada manusia. Karena
itu, Islam diturunkan tidak untuk memelihara permusuhan atau menyebarkan
dendam di antara umat manusia. Konsepsi dan fakta-fakta sejarah Islam
menunjukan, bagaimana sikap tasȃmuh (toleran) dan kasih sayang kaum
muslim terhadap pemeluk agama lain, baik yang tergolong ke dalam ahlu
al-kitāb maupun kaum musyrik, bahkan terhadap seluruh.14

14
Syarifuddin Jurdi, Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. (Yogyakarta: LABSOS
UIN Sunan Kalijaga, 2011), h. 45.
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam
al-Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat
Hadis Nabi. Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an, dan tidak ada satu
Hadis pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan,
pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatif dan represif yang
mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Agama Islam yang
disebarkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad merupakan agama yang
ditujukan demi kesejahteraan dan keselamatan seluruh umat sekalian
alam. Kata Islam sendiri yang berasal dari bahasa Arab berarti tunduk,
patuh, selamat, sejahtera, dan damai. Maka, agama Islam mengajarkan
umatnya untuk selalu menegakkan perdamaian di dunia sehingga
persaudaraan dapat terjalin dengan erat Islam juga mengajarkan
bagaimana menghadapi perpecahan dan segala perselisihan yang
bermaksud memecah belah umat.

Perdamaian merupakan hal yang pokok dalam kehidupan manusia,


karena dengan kedamaian akan tercipta kehidupan yang sehat, nyaman
dan harmonis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam suasana aman
dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan dan
kegembiraan juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai
perdamaian. Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap
individu.
B. Saran
Berdasarkan hasil makalah mengenai ” Menciptakan Perdamaian dan rasa
aman” penulis memberikan saran kepada masyarakat luas agar dalam
mengarungi kehidupan mengimplementasikan dari sekian banyak jalan
yang ditawarkan al-Quran melalui untuk menciptakan keadaan dan
interaksi yang damai dan harmonis. Dan sebagai salah satu instrumennya
untuk mencapai tujuan tersebut semestinya dipahami bersama dan
dibumikan bersama sebagai wujud persaudaraan global antara sesama
manusia dengan cara memberi atau menjawab penghormatan dengan suatu
penghormatan yang lebih baik, atau yang sebanding.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut oleh akademisi dalam mengkaji
perdamaian yang lebih spesifik dan terperinci agar tidak terlalu global.
Kemudian penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk
seluruh lapisan masyarakat, akademisi, dan terutama penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Asy‟arie, Musa. Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan, Yogyakarta:


Lesfi, 2002.

Eka Hendry, Sosiologi Konflik:Telaah Teoritis Seputar Konflik Dan Perdamaian,


Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2009.

Jurdi, Syarifuddin Islam dan Ilmu Sosial Indonesia. Yogyakarta: LABSOS UIN
Sunan Kalijaga, 2011.

Kementrian Agama Republik Indonesia, Hubungan Antar-Umat Beragama,


Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2008.

Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:


Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2012.
Munawar-Rahman, Budhy. Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan
Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia, Jakarta: LSAF, 2010.

Roswantoro, Alim. Dkk. Antologi Isu-isu Global dalam Kajian Agama dan Filsafat
Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2010.

Sa’id, Jaudat. Mazhab Ibn Adam al-Awal: Musykilat al-‘Unf fi al-‘Amal al-Islamy,
Beirut: Dar al- Fikr, 1993.

Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, cet. 2


Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.

Sumartana, Dkk Ed, Pluralisme, Konflik Dan Perdamaian Studi Bersama Antar
Iman, Yogyakarta: Institut Dian/Interfidie, 2002.

Wulandari, Taat. Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Di Sekolah,


Volume V Nomor 1, Januari 2010: Jurnal Dosen Program Studi Pendidikan IPS
FISE UNY. Mozaik

Anda mungkin juga menyukai