Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah al-Qur’an dan Sosial Budaya
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARI’AH
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Hanya
kepada-Nya kami menyembah dan kepada-Nya pula kami memohon pertolongan.
Tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Serta para keluarga dan sahabat beliau. Semoga kita mendapat syafaat beliau pada
hari akhir kelak.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Dengan
keterbatasan kami dan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada
ketidaksesuaian ataupun kesalahan dalam kalimat. Kritik yang terbuka dan
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat kedepannya bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
Adapun makna yang lebih tepat digunakan dalam hal ini ialah makna
yang terahir, yakni sebagai sisi yang menjadi pegangan. Secara istilah,
kerukunan juga disebut sebagai al-Ta’ayush al-silmi yaitu hidup dalam
keadaan rukun dan damai atau hidup dalam iklim persatuan dan
persahabatan, sehingga dapat melahirkan kehidupan yang berdampingan
secara damai. Dalam konteks ini, istilah kerukunan terbagi menjadi tiga
bagian, yakni kerukunan dalam konotasi politis ideologis, ekonomi dan
yang paling mutakhir ialah kerukunan dalam konotasi religi, kebudayaan,
yaitu keinginan dari para pemeluk agama dan budaya yang berbeda untuk
mencari titik temu dalam mewujudkan keamanan dan perdamaian di muka
bumi, di mana sesame manusia dapat hidup dalam iklim persaudaraan dan
saling tolong menolong dalam kebaikan.
Poin-poin yang ada dalam Piagam Madinah ini menjadi modal besar
bagi umat Islam untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama,
Sementara dalam kaitan kerukunan intern-umat seagama, persatuan, saling
membantu satu sama lain, kesetaraan sesama Muslim, serta menjadikan al-
Qur’an dan hadis sebagai patokan bersama, adalah poin yang mesti
dipegangi oleh kaum muslimin.
١ س ِم ْي ٌع َع ِل ْي ٌم
َ َّٰللا س ْو ِل ٖه َواتَّقُوا ه
ّٰللاَ ۗا َِّن ه ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تُقَ ِد ُم ْوا َبيْنَ يَدَي ِ ه
ُ ّٰللاِ َو َر
1
Abd. Halim, “Budaya Perdamaian Dalam Al-Qur’an”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan
Hadits, no. 1 (2014): 25.
2
Hamim Ilyas, “Pendidikan Multikultural dalam Wacana Tafsir al-Quran” (Yogyakarta: PPs UIN
Suka dan Idea Press, 2009), hlm. xix
3
Kata tagut disebutkan untuk setiap yang melampaui batas dalam keburukan. Oleh karena itu, setan,
dajal, penyihir, penetap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah Swt., dan penguasa yang
tirani dinamakan tagut.
Al-Baqarah 256 turun atas sebab seorang sahabat dari golongan Anshor
bernama Hushain yang mempunyai dua putra yang beragama Nasrani,
Hushain bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: “Wahai Rasulullah,
bolehkan saya memaksa kedua anakku masuk agama Islam? Keduanya
tidak mau menganut agama apapun, kecuali agama Nasrani”. Kemudian
Allah SWT menurunkan Q.S Al-Baqarah ayat 256 sebagai bentuk jawaban
atas peristiwa tersebut.4
4
Al-Suyuthi, “Asbabun Nuzul” Terj. Andi M. Syahril, Yasir Maqasid, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar): 83-84.
tidak menerima yang pada akhirnya melakukan balas dendam dengan
membalas terhadap Allah SWT.5
5
Wahbah al-Zuhaylī, Al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Sharī’ah wa al-Manhaj. Vol. 7. Beirūt:
Dār Al-Fikr, 1991, 324
6
Sayyid Qutb, “Tafsir Fi Zilali al-Qur’an”. Vol. 4 (Beirut: Dar Al-Shuruq, 1992): 182-183.
keberagaman agama masing-masing, hal ini akan memicu
konflik sosial dan menganggu keharmonisan antar ummat
beragama.7
c. Berdakwah dengan santun
Berdakwah tanpa ada unsur mengina atau mencela terhadap
sesembahan agama lain, timbul adanya perbedaan keyakinan
adalah yang sangat penting dalam berdakwah. Apabila
seseorang apabila berdakwah atau mengajak kepada kebaikan
dengan lemah lembut, sopan santun dan sebagainya. Salah satu
maksud dan tujuan Allah menurunkan ayat ini adalah agar setiap
muslim ataupu nonmuslim tidak saling melakukan penghinaan
dan pelecehan terhadap berbagai macam perbedaan budaya, ras,
suku serta agama.8
7
Muhammad Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan,dan Keserasian Al-Qur’an”. Vol.
4 (Jakarta: Lentera Hati, 2002): 183
8
Masrul Anam, dkk, “Prinsip Toleransi Beragama Perspektif QS. Al-An’ām[6]:108 dan
Relevansinya dalam Konteks Keindonesiaan”, QOF: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir, no. 01,
(2023): 72-76.
Sesungguhnya Allah hanya melarangmu (berteman akrab) dengan
orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama,
mengusirmu dari kampung halamanmu, dan membantu (orang lain)
dalam mengusirmu. Siapa yang menjadikan mereka sebagai teman
akrab, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Hidayat, Nur. “Nilai-Nilai Ajaran Islam Tentang Perdamaian (Kajian Antara Teori
Dan Praktek).” Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama 17, no. 1
(2018): 15. https://doi.org/10.14421/aplikasia.v17i1.1271.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Fauzi, Ihsan Ali, dkk., Agama, Kerukunan, dan Binadamai di Indonesia: Modul
Lokakarya Penyuluh Agama, Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi,
2018.
Sayyid Qutb, “Tafsir Fi Zilali al-Qur’an”. Vol. 4 (Beirut: Dar Al-Shuruq, 1992)