Anda di halaman 1dari 14

1.

Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya, Muhammad SAW
sebagai rahmat bagi alam semesta, rahmatan li al-‘alamin, dan berlaku secara universal sebagai
petunjuk bagi manusia di seantero dunia, di Timur maupun di Barat, min masyariq al-ardhi ila
magharibiha. Namun, agama wahyu yang bersifat universal ini tetap mengakui dan menerima
kenyataan pluralitas agama di muka bumi, bahwa Allah memang telah memberikan kebebasan
kepada manusia untuk menentukan dan memilih agama yang disukai. Selanjutnya, sebagai
rahmat bagi kehidupan semesta alam, Islam sudah barang tentu memiliki komitmen untuk
menciptakan suasana kerukunan dan kedamaian bagi kehidupan bani insani. Maka, di samping
istiqamah berpegang teguh kepada dan ketat memelihara kemurnian akidah tauhidiah di
tengahtengah interaksi antarumat beragama, Islam menjadi pelopor toleransi, demi kerukunan
dan kedamaian kehidupan manusia di muka bumi. Kekayaan akhlak toleransi Islam tersebut
dapat ditelusuri dan mudah ditemukan dari dasar teologis atau akidah, dari aspek syariah dan
mu‘amalah, dari etika dakwah, dan dari akhlak al-ukhuwah albasyariah atau persaudaraan
universal. Akhlak toleransi Islam ini tidak sekedar khazanah teoretis, melainkan telah
dipraktikkan secara historis oleh Rasulullah SAW dan oleh kaum muslimin dari generasi ke
generasi, baik dalam tataran kehidupan sosial sehari-hari maupun dalam politik di suatu neger

2. Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya (Hasan, 2010: 9). Dalam
masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada tuhan menurut agama
dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia maka dari
itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama
yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.

TOLERANSI ANTAR-UMAT
3.

BERAGAMA DALAM PANDANGAN


ISLAM
by Admin | Jun 9, 2016 | Kegiatan, Press Release | 0 comments
Firman Allah Swt., artinya: ”Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal’’ (terj. QS. Al-Hujurat 13).
TOLERANSI(Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk mengambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kolompok masyarakatyang
berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik maupun agama. Toleransi , karena itu,
merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran
agama-agama, termasuk agama islam.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, islam memiliki konsep yang jelas. “tidak ada
paksaan dalam agama”, “bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah
contoh populer dari toleransi dalam islam. Selain ayat-ayat itu banyak ayat lain yang
tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah islam.
Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukan konsep
asing. Toleransi adalah bagian intergral dari islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian
dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan
ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya
menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.
Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap
alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas
semacam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah
masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif,
primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.
Makalah berikut akan mengulas pandangan Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan
baik pada tingkat paradigma, doktrin, teori maupun praktik toleransi dalam kehidupan
manusia.
Konsep Toleransi Dalam Islam
Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang
demikan sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’alamin” (agama yang
mengayomi seluruh islam). Ini bararti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama
yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati.
Islam menyadari bahwa keagaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah
kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang
artinya, “dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang yang beriman semuanya?”.
Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua
(wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Daku (saja). Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat
manusia itu tunggal tapi mereka berpencar memilih keyakinan nya masing-masing. Ini
mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga
menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari bathil”.
Selanjutnya, di surah Yunus Allah menandaskan lagi, yang artinya: “Katakannlah olehmu
(ya muhammad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimat sawa atau
common values) antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah
dan tidak pula mempersirakatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak
mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!” ayat ini mengajak
umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan
menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati. Ayat
ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid, yaitu sikap tidak
menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan
suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama,
yaitu ‘menjauhi konflik’
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
komprehesif. Konsenkuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama.
Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat
manusia. Abu ju’la dengan amat menarik mengemukakan, “Al-khalqu kulluhum ‘iyalullahi fa
ahabbuhum ilahi anfa’uhum li’iyalihi” (“Semua makhluk adalah tanggung Allah, dan yang
paling di cintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggunngannya”)
Selain itu hadits Nabi tentang pesaudaran universal juga menyatakan, “irhamuu man fil
ardhi yarhamukum man fil sama”(sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang
pula mereka yang di langit kepadamu). Persaudraan universal adalah bentuk dari toleransi
yang di ajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindungnya hak-hak orang lain
dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal
juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan
serta menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah
satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaska toleransi beragama
adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyekati
serta saling melindungi anggotayang terikat dalam Piagam Madinah.
Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan
juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini di anggap sebagai
bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
dalam Syu’ab al-Iman, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa
yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar
aibnya di hari pembalasan”.
Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman
bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila
merekan saling menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti
toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu merupakan [a] Inti Islam, [b] Seutama
iman, dan [c] Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq). Dalam konteks ini Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam, bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki
hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu?
Jawabanya: ‘Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampaui
batas dan tidak ada rasa dengki’. Ditanyakan: Siapa lagi setelah itu? Jawabnya: ‘Seorang
mukmin yang berbudi pekerti luhur.”
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa
toleransi dalam Islam itu sangat komperehensif dan serba-meliputi. Baik lahir maupun batin.
Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga
memerlukan pengorbanan material maupun spritual, lahir maupun batin. Disinilah, konsep
Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan
mu’amalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spritual kokoh (hablum minallah).
Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam
Sejarah Islam adalah sejarah toleransi. Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar
Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa Islamdapat di terima sebagai
rahmatal lil’alamin (pangayom semua manusia dan alam semesta). Ekspansi-ekspansi
Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke seluruh dunia melalui jalan damai. Islam
tidak memaksakan agama kepada mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka
menemukan kebenaran Islam itu sendiri melalui intraksi intensif wilayah yang sangat luas
ke hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik.
Memang perlu diakui bahwa perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan.
Tapi peperangan itu dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami
kekalahan. Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi
karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah penduduk. Pemaksaan
keyakinan agama adalah dilarang dalam Islam. Bahkan sekalipun Islam telah berkuasa,
banyak agama lokal yang tetap dibolehkan hidup.
Demikanlah, sikap toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinan-keyakinan lokal
dalam kekuasaan Islam menunjukan garis kontinum antara perinsip Syari’ah dengan
praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering mengalami intrupsi, namun secara
doktrin tak ada dukungan teks Syari’ah. Ini berati kekerasan yang terjadi atas nama Islam
bukanlah otentisitas ajaran Islam itu sendiri. Bahkan bukti-bukti sejarah menunjukkan
pemerintah-pemerintah muslim membiarkan, bekerjasama, dan memakai orang-orang
Kristen, Yahudi, Shabi’un dan penyembah berhala dalam pemerintahan mereka atau
sebagai pegawai dalam pemerintahan.
Selanjutnya, dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, ia dilakukan melalui
perdagangan dan intraksi kawin-kawin. Ia tidak di lakukan melalui kolonialisme penjajahan
sehingga penerima masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan dengan suka rela memeluk
agama memeluk Islam. Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya
juga tidak dimusuhi. Di sini, perlu dicatat bahwa model akultrasi dan enkulturasi budaya
juga dilakukan demi toleransi dengan budaya-budaya setempat sehingga tak menimbulkan
konflik. Apa yang dicontohkan para walisongo di Jawa, misalnya, merupakan contoh sahih
betapa penyebaran Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi yang amat mencengangkan
bagi keagungan ajaran Islam.
Secara perlahan dan pasti, islamisasi di seluruh Nusantara hampir mendekati sempurna
yang dilakukan tanpa konflik sedikitpun. Hingga hari ini kegairah beragama Islam dengan
segala gempita-gampitanya menandai keberhasilan toelransi Islam. Ini menimbulkan bahwa
jika tak ada toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka pekermbangan
Islam di Nusantara tak akan sefantastik sekarang.
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,,
Alhamdulillah.. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya
sehingga penulis dapat merampungkan makalah ini dengan baik. Dalam penyusunan
makalah  ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung dan dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan yang ada pada penulis. Untuk itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun akan
senantiasa penulis terima kasih demi kesempurnaan dan kebaikan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT. senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amiin..

  Pamekasan, 26-Mei-2016
 

    Penulis,

DAFTRA ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C.       Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Pengertian Toleransi........................................................................... 3
B.       Toleransi dalam Pandangan Islam ..................................................... 4
C.       Macam-macam Toleransi ................................................................... 7
D.       Mamfaat Toleransi.............................................................................. 10
E.        Akibat Mengabaikaan Toleransi......................................................... 11

BAB III PENUTUP


A.       Kesimpulan ........................................................................................ 13
B.       Saran .................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14

BAB I
 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Toleransi dalam Islam adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini
ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran,
diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama,
kebebasan berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh
dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan.
Padahal dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas.
“Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” 
adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang
tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-
fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.
Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian
dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini
disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi
praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian toleransi?
2.      Bagaimana toleransi dalam pandangan Islam itu sendiri ?
3.      Macam-Macam Toleransi?
4.      Apa saja manfaat dari toleransi ?
5.      Bagaimana akibat jika toleransi itu diabaikan ?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Definisi toleransi
2.       Untuk memahami makna toleransi dalam Islam
3.      Untuk Mengetahui Apa saja macam-Macam Toleransi?
4.      Agar mengetahui manfaat dari toleransi
5.      Agar mengetahui akibat bila mengabaikan toleransi

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Toleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata toleransi adalah sifat atau
sikap toleran.[1] Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
[2]
Kata toleransi sebenarnya bukanlah bahasa “asli” Indonesia, tetapi serapan dari bahasa
Inggris “tolerance”, yang definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleranLebih
lanjut menurut Abdul Malik Salman, kata tolerance sendiri berasal dari bahasa latin “tolerare”
yang berarti “berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal, atau berinteraksi dengan sesuatu yang
sebenarnya tidak disukai atau disenangi.[3] Dengan demikian, pada awalnya dalam makna
tolerance terkandung sikap keterpaksaan.
Adapun dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata
toleransi adalah ‫تسامح‬. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd (kemuliaan),[4] atau sa’at al-shadr
(lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka memaafkan).[5] Makna ini selanjutnya berkembang
menjadi sikap lapang dada/ terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber
dari kepribadian yang mulia.[6] Dengan demikian, berbeda dengan kata tolerance yang
mengandung nuansa keterpaksaan, maka kata tasâmuh memiliki keutamaan, karena
melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan diri (al-jûd wa al-karam) dan keikhlasan.
B.     Toleransi Dalam Pandangan Islam
Islam adalah agama yang sempurna memiliki sejumlah syariat yang sangat menjunjung
tinggi sikap toleransi.[7]
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada
Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat
menarik mengemukakan, “Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling
dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil
ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula
mereka yang di langit kepadamu).  Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan
diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga
terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta
menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.  Piagam ini adalah
satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara Madinah. Di antara butir-butir yang
menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan
tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.[8]
Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar bin Khattab. 
Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah kota suci itu ditaklukan
oleh kaum Muslimin.
Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman
bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat kemanusiaannya bila
mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menjadi
prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah
teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri
semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang
jelas. Sebagaimana dalam Q.s Al-Baqarah ayat 256“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama”,
“Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”  (QS. Al-Kafirun:6) [9]adalah contoh
populer dari toleransi dalam Islam.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar umat
Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam.  Al-
Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian,
hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat Islam dengan umat beragama lain.  Kerjasama
dalam bidang kehidupan masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan
penyakit sosial, pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh
kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain.
Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan mengakui
kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk mengikuti ibadat-ibadat
agama lain.  Toleransi harus dibedakan dari komfromisme, yaitu menerima apa saja yang
dikatakan orang lain asal bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.
Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara
lain:
1.      Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
2.      Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3.      Kelemah lembutan karena kemudahan
4.      Muka yang ceria karena kegembiraan
5.      Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6.     Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
7.      Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8.      Terikat dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan
Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik tersebut merupakan:
1.      Inti Islam
2.      Seutama iman,
3.      Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq).
Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang
memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa hati yang mahmum itu?”
Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas
dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya :
“Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa
toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi, baik lahir maupun batin.
Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan
pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang
toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil
(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang dilakukan oleh
seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan toleransi sebagai landasannya. 
Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat Al-Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-
orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)
Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah), keadilan
(al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-Tauhid). Konsep-konsep dasar inilah
yang mengikat makna tasamuh dalam Islam. Dan masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan
karena semuanya memiliki makna yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan ciri khas
Islam yang mampu membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh karena itu,
hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar (perspektif
Islam) tersebut.

C.   Macam Macam Toleransi


Toleransi / tasamuh terdiri dari dua macam yaitu : toleransi terhadap sesama muslim dan
toleransi terhadap selain muslim.
a.       Toleransi terhadap sesama muslim
 merupakan suatu kewajiban, karena di samping sebagai tuntutan sosial juga merupakan
wujud persaudaraan yang terikat oleh tali aqidah yang sama. Bahkan dalam hadits nabi
dijelaskan bahwa seseorang tidak sempurna imannya jika tidak memiliki rasa kasih sayang dan
tenggang rasa terhadap saudaranya yang lain.
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana
mencintai dirinya sendiri. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sikap toleran dan baik hati terhadap sesama terlebih lagi dia seorang muslim pada akhirnya
akan membias kembali kepada kita yaitu banyak memperoleh kemudahan dan peluang hidup
karena adanya relasi, disamping itu Allah akan membalas semua kebaikan kita di akhirat kelak.
b.      Adapun toleransi terhadap non muslim
mempunyai batasan tertentu selama mereka mau menghargai kita, dan tidak mengusir kita
dari kampung halaman. Mereka pun harus kita hargai karena pada dasarnya sama sebagai
makhluk Allah SWT.
Bersikap tasamuh bukan berarti kita toleran terhadap sesuatu secara membabi buta tanpa
memiliki pendirian, tetapi harus dibarengi dengan suatu prinsip yang adil dan membela
kebenaran. Kita tetap harus tegas dan adil jika dihadapkan pada suatu masalah baik menyangkut
diri sendiri, keluarga ataupun orang lain. Walaupun keputusan tersebut akan berakibat pahit pada
diri sendiri. Dalam ajaran Islam  keadilan ditegakkan tanpa memandang bulu baik rakyat jelata
maupun raja harus tunduk kepada hukum dan ajaran Allah SWT. Jika ia melanggar harus
menerima segala konsekwensinya.
Bentuk- bentuk tasamuh dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain :
1.      Tidak menggangu ketenangan tetangga
Rasulullah SAW bersabda :
Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman,. Saat itu beliau
ditanya “ Ya Rasullah siapakah yang tidak beriman itu “Rasulullah saw Bersabda ‘ (yakni)
orang yang tetangganya tidak merasa nyaman karena gangguannya. (H.R. Bukhori)
Hadits tersebut  menjelaskan bahwa pengakuan iman seseorang tidak sempurna apabila
masih suka menganggu ketenagan tenangganya, baik dengan ucapan yang jelek maupun
perbuatan.
2.      Kerukunan antar umat islam
Saat ini dalam agama Islam berkembang berbagai macam paham dan aliran. Walaupun
demikian antara muslim yang satu dengan muslim yang lainnya tetap merupakan saudara.
Munculnya aliran yang berbeda-beda dari perbedaan penafsiran karena penguasaan ilmu yang
mendukung penafsiran itu berbeda. Akan tetapi umat Islam harus menjunjung tinggi
persaudaraan karena yang mengikat persaudaraan diatara mereka adalah Islam. Dalam hadits
Rasulullah SAW bersabda : “Perumpamaan orang Islam di dalam sayang menyayangi dan kasih
mengasihi adalah bagaikan satu tubuh yang apabila ada salah satu anggota yang sakit maka
anggota tubuh yang lain akan merasakannya yaitu tidak bisa tidur dan merasa demam” (H.R.
Muslim)
Salah satu wujud kerukunan adalah adanya kemauan untuk saling membantu, menolong dan
saling menghargai satu sama lain.
3.      Kerukunan umat Islam dengan umat beragama lain
Islam merupakan agama yang mempunyai tolerasi tinggi terhadap golongan yang beragama
lain. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan cara kekerasan dan paksaan akan tetapi
harus dengan cara yang damai Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 256 yang artinya :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat[10]. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghutb dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat
Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
4.      Menyukai sesuatu untuk tetangganya, sebagaimana ia suka untuk dirinya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda : “Demi Dzat yang aku berada di dalam kekuasannya, tidaklah
seorang beriman sehingga ia menyukai buat tetangganya atau saudara sesuatu yang ia sukai buat
dirinya sendiri” (H.R. Muslim).

D.    Mamfaat dari Toleransi


      Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:[11]
a.       Menghindari terjadinya perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud
interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang
bersifat universal, berikut firman Allah SWT:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -
Nya orang yang kembali.”(As-Syuro:13)
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103)
Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang
intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun
sesama umat beragama.
b.      Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada
umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan
alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor
penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing
pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut
agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh
karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi
dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan
kesejahteraan.
c.       Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil haknya sebagaimana mestinya.
d.      Kepuasan batin yang tercermin dalam raut wajahnya menjadikan semakin eratnya hubungan
persaudaraan dengan orang lain.
e.       Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar terwujudnya kerjasama yang
baik dalam kehidupan bermasyarakat.
f.        Dapat memperluas kesempatan untuk memperoleh rezeki karena banyak relasi.
E.     Akibat Toleransi Diabaikan[12]
Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di dalam masyarakat diabaikan adalah :
1.      Menimbulkan konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya saling menghormati satu
sama lain.  Yang paling membahayakan dari konfllik adalah menyebabkan lahirnya kekerasan
dan adanya korban, dan hal ini dapat berpengaruh pada keamanan dan stabilitas suatu negara.
2.      Semakin maraknya pelanggaran HAM.  Hal ini disebabkan oleh reduksi universalitas agama
yang mengakibatkan agama tersekat dalam tempurung yang sempit dan mewujudkan angan-
angan tersendiri bagi pengikutnya bisa dalam bentuk fanatisme sempit yang tidak rasional
bahkan menimbulkan ketakutan terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi dengan
perilaku melanggar HAM.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dalam islam sangatlah memegang erat sebuah toleransi, karna itu merupakan konsep dalam
islam sejak masa Nabi dulu, Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam
mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak berbuat aniaya
kepada umat Islam.

B.     Saran
Toleransi sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapatkan
perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang terhindar dari perpecahan, menerima adanya
perbedaan serta mencintai silaturrahmi.
Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi
sejak Islam itu ada. Maka teori toleransi di dalam Islam harus diimplementasikan dan
dipraktikkan secara konsisten

                 
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (selanjutnya ditulis Depdikbud RI)..
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1. 1991.
http://1artikelislam.blogspot.com/2012/10/TOLERANSI-DALAM-ISLAM-KEBEBASAN-
BERAGAMA.html
http://masjidnh.blogspot.com/2012/09/sampang-dan-toleransi-dlam-islam.html
http://nunung-kyeopta.blogspot.com/2012/04/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html
Jamaluddin Muhammad bin Mukram Ibn al-Mandzur, Lisân al-‘Arab,  Beirut: Dar Shadir. Cet. ke-1.
Jilid 7. tt.
Malik Salman, Abdul. al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka Dharûratin li al-Nahdhah. Kairo: The
International Institute of Islamic Thought.1993.
Warson Munawwir, Ahmad.  Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap.  Surabaya: Pustaka
Progresif. Edisi ke-2. Cet. Ke-14.1997.

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (selanjutnya ditulis Depdikbud RI). 1991.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1. hlm. 1065
[2] Ibid.
[3] Abdul Malik Salman. al-Tasâmuh Tijâh al-Aqaliyyât ka Dharûratin li al-Nahdhah. Kairo: The
International Institute of Islamic Thought.1993, hlm. 2
[4] Jamaluddin Muhammad bin Mukram Ibn al-Mandzur, Lisân al-‘Arab,  Beirut: Dar Shadir. Cet. ke-1.
Jilid 7, tt,  hlm. 249

[5] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap,  Surabaya: Pustaka


Progresif. Edisi ke-2. Cet. Ke-14.1997,  hlm. 657
[6] Ibid.
[7] http://masjidnh.blogspot.com/2012/09/sampang-dan-toleransi-dlam-islam.html
[8]http://1artikelislam.blogspot.com/2012/10/TOLERANSI-DALAM-ISLAM-KEBEBASAN BERAGAMA.html

[9] Q.s Al-kafiruun ayat 6.


[10] [10] Q.s Al-Baqarah ayat 256.
[11]http://1artikelislam.blogspot.com/2012/10/TOLERANSI-DALAM-ISLAM
KEBEBASANBERAGAMA.html

[12] Ibid

Anda mungkin juga menyukai