Anda di halaman 1dari 12

TOLERANSI AGAMA: Pendekatan islam terhadap keberagaman atau agama lain.

Muhammad Syarif
Program Studi : Pendidikan Bahasa Arab
Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Pendahuluan
Toleransi dalam Islam adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini
ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran,
diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama,
kebebasan berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga
jauh dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan.
Padahal dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas.
“Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”
adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang
tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam.
Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep
asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian
dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan
ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya
menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

Pengertian Toleransi

Toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu “tolerare” yang berarti bertahan atau memikul.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran”, yang berarti bersifat
atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan
dengan pendiriannya. Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang
masih diperbolehkan.
Toleran diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau memberi tempat
kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat.
Dalam bahasa Arab, toleransi biasa disebut “tasamuh”, sikap saling menghormati dan saling
bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa,
budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung dan mulia yang
sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam.
Toleransi Dalam Islam

Bagaimana toleransi dalam islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Islam
diturunkan oleh Allah ke dunia bukan hanya bertujuan untuk mempertahankan eksistensi
sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi agama-agama lain dan juga memberinya hak
untuk hidup berdampingan sambil menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa
kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la
dengan amat menarik mengemukakan, “Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang
paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil
ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula
mereka yang di langit kepadamu). Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan
diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga
terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta
menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah
satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara Madinah. Di antara butir-butir yang
menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada
dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam
Madinah.
Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar bin Khattab.
Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah kota suci itu
ditaklukan oleh kaum Muslimin.
Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman
bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat kemanusiaannya bila
mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi,
menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah
teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri
semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada
paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” (QS. Al-
Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar umat
Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam. Al-
Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian,
hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat Islam dengan umat beragama lain. Kerjasama
dalam bidang kehidupan masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan
penyakit sosial, pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh
kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain.
Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan mengakui
kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk mengikuti ibadat-
ibadat agama lain. Toleransi harus dibedakan dari komfromisme, yaitu menerima apa saja
yang dikatakan orang lain asal bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa
kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la
dengan amat menarik mengemukakan, “Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang
paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil
ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula
mereka yang di langit kepadamu). Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan
diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga
terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta
menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah
satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara Madinah. Di antara butir-butir yang
menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada
dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam
Madinah.
Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar bin Khattab.
Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah kota suci itu
ditaklukan oleh kaum Muslimin.
Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman
bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat kemanusiaannya bila
mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi,
menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah
teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri
semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada
paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” (QS. Al-
Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar umat
Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam. Al-
Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian,
hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat Islam dengan umat beragama lain. Kerjasama
dalam bidang kehidupan masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan
penyakit sosial, pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh
kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain.
Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan mengakui
kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk mengikuti ibadat-
ibadat agama lain. Toleransi harus dibedakan dari komfromisme, yaitu menerima apa saja
yang dikatakan orang lain asal bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.
Adapun dalam tataran praktisnya toleransi dalam islam seperti yang telah di contohkan oleh
para Nabi, banyak sekali jenisnya, antara lain:
1.Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.

Allah Ta’ala berfirman.

Artinya "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di
muka bumi dengan membuat kerusakan.” [Hud : 85]

Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6


[1]Celakalah
[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)
[3](yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi
[4]dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi
[5]. pada suatu hari yang besar
[6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit

2. Toleransi dalam berhutang

Allah yang Maha Agung berfirman.

“Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beri tangguhlah sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang itu) labih baik bagimu,
jika kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 280]
Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah telah menghasung untuk memberi
tangguh orang yang kesulitan hutang dan memberikan keistimewaan agung sebagaimana
yang akan dijelaskan dalam pasal ‘Keutamaan Toleransi”, cukuplah bagimu untuk sekedar
tahu, bahwa memberi tangguh orang yang kesukaran dan mema’afkannya termasuk
penghapus dosa dan sebab Allah mema’afkan kesalahan-kesalahannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Dahulu ada seorang saudagar yang biasa menghutangi orang, bila dia melihat
orang yang kesukaran (dalam membayar hutang), maka dia memerintahkan para
pegawainya : “Ma’afkanlah dia mudah-mudahan Allah mema’afkan kita !” Maka Allah-pun
mema’afkan dia …” [Hadits Riwayat Bukhari 4/309- Al-Fath]
Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam menagih, menerima kekurangan
sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan mudah, tidak menjilat (rentenir, -pent), tidak
mempersulit orang dan mema’afkan mereka mudah-mudahan Allah merahmati kita.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang toleran bila menjual, membeli dan
menagih” [Hadits Riwayat Bukhari 4/206 -Al-Fath]
Lafadh “samhun” artinya “sahlun” yakni mudah, dia adalah sifat musyabbahah yang
menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi
keadaan jual-beli dan keputusan hukum. Hal ini menunjukkan sikap mempermudah dalam
hubungan sosial dan membuang sikap kikir serta memberikan hak-hak menusia dengan
segera (tidak terlambat).
Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang yang meminjam sesuatu lalu
mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih banyak dengan tanpa syarat adalah
orang yang berbuat baik, dan hal ini halal bagi pihak yang meminjamkan.

3. Toleransi Dengan Ilmu

Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini termasuk pintu
toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi dengan harta, sebab ilmu lebih
mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada setiap orang yang bertanya
tentangnya bahkan mengeluarkannya secara keseluruhan, bila ia ditanya tentang suatu
masalah. Maka dia memperinci jawabannya dengan perincian yang memuaskan dan
menyebutkan sisi-sisi dalilnya, dia tidak cukup menjawab pertanyaan si penanya, namun dia
menyebutkan contoh kasus serupa dengan kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat
memuaskan dan mencukupinya.
Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu dengan air laut, maka beliau menjawab.
“Artinya : Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya” [Hadits Riwayat Ashabus Sunan dan
Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam Ash-Shahihah 480]
Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka ketarangan tambahan
yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka butuhkab daripada apa yang mereka pertanyakan.
Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya
beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai
dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun
pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi.
4. Toleransi Dengan Kehormatan

Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa
permusuhan.
Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada Misthoh
bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.
Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul ifki (pembuat berita
dusta), lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam menuduh As-Sayyidah Aisyah
Radliyallahu ‘anha berbuat mesum, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu
bersumpah tidak akan memberi uang belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun
bershodaqoh dengan kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.
Sungguh indah ucapan penyair.
“Sesungguhnya kadar dosa Misthoh
dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya
Sunnguh telah terjadi apa yang terjadi
Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh)
Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu anha yang
memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : ” ….Maka Allah
menurunkan (ayat) tentang kesucianku” Abu Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun
menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena
kefamilian dan kefakirannya ” Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit
pun kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah” maka Allah
menurunkan (ayat).
“Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara
kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya,
orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka
mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ?
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [An-Nur : 22]
Abu Bakr mengatakan : “Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah mengampuniku”
beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan menyatakan : “Demi Allah
aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya” [Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan
Muslim 17/113-Nawawi]

5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban

Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu
bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi
dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab
ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin” [Al-Maidah : 54]
Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum mukminin, namun
dia tidak menghinakan dirinya.
Allah yang Maha Mulia berfirman.
“Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kalangan
orang-orang yang beriman” [Asy-Syu’ara : 215]
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab : “Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu ….” [Ali Imran :
159]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti halnya onta
jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau menambatkannya pada
sebuah batu maka diapun tertambat” [Lihat Ash-Shahihah : 936]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti onta jinak
yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia menanggung beban
dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan,
budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia
sedangkan orang jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun beliau
dibawa belaiu ikut.
Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : “Sungguh ada seorang budak
wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia
mengajak beliau sekehendaknya” [Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu’allaq dan
disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan
oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad’an
dia lemah namun dapat dijadikan penguat]
Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : “Yang dimaksud dengan ‘mengambil
tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan tunduk/patuh … Ungkapan
‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi
hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya.
Ini semua menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap
kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 10/490]

6. Toleransi dalam beragama.


Toleransi ini adalah menyangkut dengan keyakinan atau aqidah. Loyalitas dan keyakinan
terhadap agama melahirkan dogma-dogma yang kebenarannya tidak bisa di ganggu gugat,
sekalipun bertentangan dengan rasio atau logika. Orang sering menganggap bahwa apa saja
yang dating dari agama bersifat mutlak, dan kebenaran itu harus disampaikan kepada orang
lain agar orang lain itu tidak sesat dari anggapan inilah lahir pula anggapan bahwa keyakinan
di luar keyakinan dirinya itu adalah salah dan sesat
Prinsip-prinsip dasar dalam toleransi beragama
 Tidak ada pemaksaan dalam beragama

Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan. Oleh
karena itu, hal-hal yang dapat memicu lahirnya konflik anta kelompok harus dihindari. Salah
satu yang tidak diperkenankan adalah pemaksaan satu kelompok terhadap kelompok lain.
Agama bagi islam adalah keyakinan yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi
dan kekuasaan Tuhan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 256 Allah berfirman yang artinya,
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat
kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
 Kebebasan memilih dan menentukan keyakinan

Manusia, dalam perspektif islam adalah khalifah di muka bumi yang bebas memilih dan
menentukan pilihannya sesuai dengan keinginan hati nuraninya. Sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 29, yang artinya
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
 Tidak melarang untuk bekerjasama dengan orang yang tidak sepaham

Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa
saja, termasuk dengan agama lain sepanjang kerjasama mereka dilakukan untuk
kebaikan. Sebagaimana firman Allahdalam surat Al-Mumtahanah ayat 8 yang artinya,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”
 Mengakui adanya keragaman

Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini dengan bermacam suku bangsa, ras
maupun bahasa. Keragaman ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari dan harus
disikapi dengan wajar. Oleh karena itu, hak-hak hidup bagi orang dan pengikut agama yang
berbeda harus diberikan secara wajar dan proporsional. Allah berfirman dalam surat Yunus
ayat 99 yang artinya,
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-
orang yang beriman semuanya?”
Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang
memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa hati yang mahmum
itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap
melampui batas dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah
itu?”. Jawabnya : “Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan :
“Siapa lagi setelah itu?”. Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa
toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi, baik lahir maupun batin.
Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan
pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang
toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil
(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang dilakukan
oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan toleransi sebagai
landasannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat Al-Quran dibawah ini, Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-
orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)
Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah), keadilan
(al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-Tauhid). Konsep-konsep dasar
inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam. Dan masing-masing konsep tidak dapat
dipisahkan karena semuanya memiliki makna yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan
ciri khas Islam yang mampu membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh
karena itu, hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut.

Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang
memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa hati yang mahmum
itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap
melampui batas dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah
itu?”. Jawabnya : “Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan :
“Siapa lagi setelah itu?”. Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa
toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi, baik lahir maupun batin.
Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan
pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang
toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).
Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil
(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang dilakukan
oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan toleransi sebagai
landasannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat Al-Quran dibawah ini, Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-
orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)
Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah), keadilan
(al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-Tauhid). Konsep-konsep dasar
inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam. Dan masing-masing konsep tidak dapat
dipisahkan karena semuanya memiliki makna yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan
ciri khas Islam yang mampu membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh
karena itu, hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut

Manfaat dari Toleransi

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:


1. Menghindari terjadinya perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud
interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang
bersifat universal, berikut firman Allah SWT:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada -Nya orang yang kembali.”(As-Syuro:13)
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103)
Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang
intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun
sesama umat beragama.
2. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya.
Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan
dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah
satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-
masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa
setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan
tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk
memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud
perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
3. Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil haknya sebagaimana mestinya.
4. Kepuasan batin yang tercermin dalam raut wajahnya menjadikan semakin eratnya
hubungan persaudaraan dengan orang lain.
5. Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar terwujudnya kerjasama
yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Dapat memperluas kesempatan untuk memperoleh rezeki karena banyak relasi.

Akibat Toleransi Diabaikan

Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di dalam masyarakat diabaikan adalah:
1 Menimbulkan konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya saling menghormati
satu sama lain. Yang paling membahayakan dari konfllik adalah menyebabkan lahirnya
kekerasan dan adanya korban, dan hal ini dapat berpengaruh pada keamanan dan stabilitas
suatu negara.
2. Semakin maraknya pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh reduksi universalitas
agama yang mengakibatkan agama tersekat dalam tempurung yang sempit dan mewujudkan
angan-angan tersendiri bagi pengikutnya bisa dalam bentuk fanatisme sempit yang tidak
rasional bahkan menimbulkan ketakutan terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi
dengan perilaku melanggar HAM.
Kesimpulan

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif.
Kita harus bersikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan
keyakinan. Prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung
sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di
dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari
prinsip ini.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar umat
Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam.
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat
adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan
mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa
dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup dinegeri ini.

Daftar Pustaka
http://sharetikel.blogspot.co.id/2015/04/makalah-toleransi-dalam-islam.html
http://milakucaya.blogspot.co.id/p/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html

https://aljaami.wordpress.com/2011/03/31/toleransi-as-samahah-dalam-pandangan-islam/

http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-toleransi/

https://rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai