Anda di halaman 1dari 14

MATERI TOLERANSI DAN ETIKA PERGAULAN

Budi Pekerti berarti sikap dan perilaku yang baik. Sifat-sifat yang
baik akan mendatangkan kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan
menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itu kita perlu menjunjung
tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi pekerti menuntut kita agar
selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan
gubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan lingkungan, yang sering disebut dengan konsep tri hita
karana. Salah satu bagian dari konsep tri hita karana adalah hubungan
manusia dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh umat
manusia, karena manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
adanya hubungan dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan bertujuan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu sangat perlu
usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat
manusia.Salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap Toleransi, Etika
pergaulan.

Dalam makalah yang sangat sederhana berikut ini, pemakalah


berusaha mengelaborasi secara tematis konsep Islam tentang toleransi
dan etika pergaulan. Diawali dengan penjelasan seputar definisi,
kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk membuktikan bahwa Islam
rahmatan lil ‘alamin sekaligus memberikan jalan keluar dalam
mensikapinya, yaitu dengan prinsip toleransi (tasâmuh) dan beretika
dalam pergaulan. Pada bagian akhir akan diuraikan secara komprehensif
solusi dimaksud, sesuai dengan perspektif yang dimajukan al-Quran dan
sunnah.
A. Pengertian Toleransi dan Etika
Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama
yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi
beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Kata toleransi
sebenarnya bukanlah bahasa “asli” Indonesia, tetapi serapan dari bahasa
Inggris “tolerance”, yang definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata
toleransi/toleran. Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary of Current
English, toleransi adalah quality of tolerating opinions, beliefs, customs,
behaviors, etc, different from one’s own. Adapun dalam bahasa Arab,
istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata toleransi
adalah ‫سماحة‬atau ‫تسامح‬. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd (kemuliaan).
atau sa’at al-shadr (lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka memaafkan).
Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka
(welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari
kepribadian yang mulia.[2]
Etika adalah dalam bahasa Yunani “Ethos”, berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan menghindari hal- hal tindakan yang buruk.
2.2 Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Membahas Tentang Toleransi dan Etika
pergaulan
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam
secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi
Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama
rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti
bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada.
Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati.
Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan
keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan.
Dalam memahami Al-qur’an kita wajib untuk bisa membaca al-qur’an dan
bisa berbahasa arab. Dalam sebuah pepatah mengatakan “nahwu adlah
ibunya ilmu dan shorof adalah bapaknya ilmu”. Kenapa dikatakan seperti
itu?, karena banyak ilmu dalam al-qur’an berbagai sejarah dalam al-qur’an
yang harus kita ketahui seperti sejarah nabi Muhammad SAW. Untuk
mengetahui apa yang telah rasulullah perjuangkan dalam menyebarkan
agama islam. Dalam islam kita diajarkan untuk lebih beradab dalm
pergaulan dan kehidupan sesama makhluk agar memiliki rasa saling
menghormati dan toleransi dalam perbedaan dan Allah telah mengatakan
dalam surah al kafirun ayat 1-6.

Artinya :
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah.dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Surat ini adalah surat makkiyah, surat yang diturunkan pada periode
Makkah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa, surat ini
turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap
seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang
memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada
Allah, tanpa ada sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun
bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran disini adalah
sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan
tauhid Islam yang murni.[3]
B. toleransi dalam islam
Toleransi, yang bahasa Arabnya tasamuh adalah "sama-sama
berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf."Dalam pengertian
istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di
mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam
batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."

Setidak-tidaknya ada dua macam tasamuh.

Pertama, tasamuh antar sesama

manusia muslim yang berupa sikap dan perilaku tolong menolong saling

menghargai, saling menyayangi, saling menasehati, dan tidak curiga

mencurigai.

Kedua, tasamuh terhadap manusia non muslim, seperti menghargai hak-


hak mereka selaku manusia dan anggota masyarakat dalam satu negara.

Dengan kata lain, toleransi didasarkan atas

prinsip-prinsip :

bertetangga baik;

saling membantu dalam menghadapi musuh bersama;

membela mereka yang teraniaya;

saling menasehati, dan


menghormati kebebasan beragama.

Ajaran Islam tentang toleransi beragama atau hubungan antar ummat


beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni :

Pertama, tidak ada paksaan dalam agama, "Tidak ada paksaan dalam
agama

(karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah."
(Q.S. Al-Baqarah : 256).

Kedua, mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya


kebebasan

beragama, sebagaimana digariskan dalam Q.S. Al-Kafirun :

Katakanlah : "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa

yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah.

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku." (Q.S. Al-Kafirun 1-6).

Ketiga, tidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka (Q.S. Al-

An'am : 108).

Keempat, tetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak
memusuhi (Q.S. Al-Mumtahanah 8-9; Q.S. Fushshilat : 34).

Kelima, memberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Pesan Nabi

"Barangsiapa menyakiti orang dzimmi berarti ia menyakiti diriku!"

Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam


bukanlah toleransi yang pasif -- yang sekedar "menenggang, lapang dada
dan hidup berdampingan secara damai" -- tapi lebih luas lagi; bersifat aktif
dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil.

Agama Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan

perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah:


82; Q.S. Al-Hajj : 40).

Praktek Toleransi Islam

Ajaran Islam tentang toleransi ini bukan hanya merupakan teori belaka,
tapi juga terbukti dalam praktek, sebagaimana tercatat dalam sejarah
Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim.

Sejak agama Islam berkembang, Rasulullah sendiri memberi contoh


betapa toleransi

merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of


Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan
beragama. Melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, Rasulullah telah
meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di
antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi
kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka.

Ketika ummat Islam berkuasa di Spanyol selama hampir 700 tahun, soal
toleransi ini pun menjadi acuan dalam memperlakukan penduduk asli, baik
yang beragama Nasrani maupun Yahudi.

Toleransi Islam ini juga nyata di India, waktu Islam memerintah India,
terutama pada masa Sultan Akbar, Kesultanan Humayun Kabir, di mana
kaum Hindu juga mendapat keleluasaan.
Batas Toleransi
Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab toleransi
yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan "luntur iman."

Batas toleransi itu ialah, pertama : apabila toleransi kita tidak lagi

disambut baik atau ibarat "bertepuk sebelah tangan," di mana pihak lain
itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam.

Kalau sudah sampai "batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai
teman kepercayaan.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,

"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan


kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir
kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir
kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka
mereka itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung
membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan
untuk "memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan
ummatnya agar menolak kejahatan dengan cara yang baik?

"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan)

dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang antaramu dengannya

ada permusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia." (Q.S. Al-
Fushshilat : 34).

Apalagi kalau yang "memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kita sendiri,
maka penolakannya harus dengan cara yang lebih baik lagi.

Jadi masih kah kamu tidak mau bertoleransi ..

C. Manusia adalah makhluk social


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain. Istilah pergaulan
berarti kegiatan manusia untuk membaur bersama manusia lainnya
dan berinteraksi satu sama lain. Dalam islam pergaulan diatur
sedemikian mungkin sehingga menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti halnya konflik dan lain sebagainya. Seoerti yang
kita ketahui bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbagai
macam perbedaan dan berasal dari berbagai suku dan Allah
menghendaki manusia untuk saling mengenal satu sama lain
sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13 yang
berbunyi
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal” (QS. al-Hujurat: 13).
Etika Pergaulan Islami
Islam adalah agama yang mulia dan mengatur segala aspek kehidupan
termasuk pergaulan. Dalam islam ada beberapa etika yang harus dipenuhi
dan hal ini disebut dengan etika islam. Secara bahasa kata etika berasal
dari kata ethokos (Yunani) atau ethos yang memiliki arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan penggunaan.
Kata etika itu sendiri juga cenderung identik dengan kata dalam bahasa
latin mos yang artinya adat atau tata cara kehidupan. Dengan kata lain
etika islami adalah sistem atau tata cara yang mengatur tingkah laku
seseorang terutama dalam masyarakat. Etika islam adalah etika yang
dilandasi oleh hukum islam dan mutlak mengikat semua umat muslim
terutama dalam pergaulan. Pokok dasar etika islam tercantum dalam
alqur’an seperti firman Allah dalam Al qur’an surat Al qalam ayat 4 dan Ali
Imran ayat 104 yang bunyinya
”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang
agung”. (Al Qalam ; 4)
”Hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada
kebaikan (al-khair) menyerukan kepada ma’ruf (yang baik) dan melarang
dari perbuatan munkar dan itulah orangorang yang bahagia”(Q.S. Ali-
Imran: 104)
Sistem Pergaulan dalam Islam
Dalam agama islam ada beberapa aspek atau hal menyangkut pergaulan
yang harus diketahui diantaranya adalah dengan siapa kita bergaul dan
bagaimana cara bergaul dengan orang lain. Untuk lebih jelasnya simak
penjelasan berikut ini mengenai pergaulan dalam islam .
1. Pergaulan dengan sebaya
Teman sebaya atau karib adalah orang-orang atau teman yang usianya
tidak terpaut jauh dengan kita baik sama maupun lebih muda. Adapun
dalam bergaul dengan teman sebaya kita harus senantiasa berbuat baik
dan mengutamakan akhlak yang mulia (baca cara meningkatkan akhlak
terpuji). Hal-hal yang perlu diperhatika dalam pergaulan dengan teman
sebaya antara lain
• Mengucapkan salam setiap bertemu dengan teman sebaya dan
sesama muslim. Jika perlu kita bisa berjabat tangan tentunya jika orang
tersebut berjenis kelamin sama ataupun mahram kita.
• Mengucapkan salam hukumnya sunnah bagi umat islam dan
menjawab salam hukumnya wajib.
Senantiasa menyambung tali silaturahmi dengan saling berkunjung dan
berkumpul untuk hal-hal yang baik maupun belajar bersama (baca
keutamaan menyambung tali silaturahmi). Hal ini akan semakin
memperkuat ukhuwah islamiyah diantara para pemuda pada umumnya
(baca pengertian ukhuwah islamiyah, ihsaniyah dan wathoniyah)
• Saling mengerti serta memahami kebaikan dan kekurangan
masing-masing dan menghindari segala macam jenis perselisihan
• Teman sebaya hendaknya saling tolong menolong dalam hal
kebaikan dan menolong teman sebaya yang sedang dalam kesusahan
tentunya sangat dicintai Allah SWT misalnya dengan cara bersedekah
(baca keutamaan bersedekah)
• Mengasihi dan memberi perhatian satu sama lain terutama jika
ada teman yang sedang kesusahan atau ditimpa suatu masalah, kita
sebagai teman wajib mendukung dan bila perlu memberi pertolongan
• Senantiasa menjaga teman dari pengaruh buruk atau gangguan
orang lain
• Memberikan nasihat kebaikan satu sama lain
• Mendamaikan teman jika ada yang berselisih
• Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam
kebaikan
• Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta
mengantarkannya ke makam jika ia meninggal sesuai dengan hadits
berikut ini
Dari Abu Hurairah RA berkata ” Kewajiban orang muslim terhadap orang
muslim lain enam perkara. Orang beratnya kepada beliau; apakah itu ya
Rasulallah? Jawab Rasulallah SAW.: “ Jika berjumpa dengannya diberi
salam, jika diundang mendatanginya, jika dimintanya nasihat diberikan,
jika bersin dan ia menyebut nama Allah, dido’akan dengan beroleh
rahmat,jika ia sakit ditengok dan jika ia meninggal diantarkan”.
(H.R.Muslim)
2. Pergaulan dengan orang yang lebih tua
Adapun islam senantiasa mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada
orang tua dan orang yang lebih tua dari kita, menghormati dan
menghargainya. Beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam bergaul
dengan orang yang lebih tua adalah
• Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa
mengikuti nasihat mereka dalam kebaikan
• Mencontoh tingkah laku mereka yang baik dan menjadikannya
pelajaran
• Memberi salam setiap kali bertemu dan senantiasa bertutur kata
dengan lemah lembut dan menjaga sopan santun
• Tidak berkata kasar pada mereka dan menjaga perasaannya
walaupun ia berkata tidak baik, janganlah kita membalasnya dengan
perkataan yang tidak baik juga untuk menghidari konflik terutama konflik
dalam keluarga
• Senantiasa mendoakan terutama jika mereka adalah orangtua
atau saudara kita
3. Pergaulan dengan lawan jenis
Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam pergaulan islam
adalah tata cara bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri mengatur pola
hubungan antara pria dan wanita serta memisahkan keduanya sesuai
dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang perlu kita ketahui dan
pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut ini :
• Menghindari berkhalwat atau berdua-duaan seperti halnya dalam
pacaran (baca pacaran dalam islam) apalagi jika sampai memiliki
hubungan pacaran beda agama. Dikhawatirkan jika berkhalwat tersebut
dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina dan lain
sebagainya.
“Jauhilah berkhalwat dengan perempuan.Demi (Allah) yang diriku berada
dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-laki dengan
seorang perempuan kecuali syetan akan masuk di antara keduanya.” (HR.
al- Thabarani).
• Tidak memandang lawan jenis dengan syahwat atau pandangan
nafsu. Hindari memandang lawan jenis kecuali jika benar-benar diperlukan
• Hindari berjabat tangan dengan lawan jenis kecuali mahram
(baca pengertian mahram dan muhrim dalam islam) maupun jabat tangan
antara suami dan istri
• Menutup aurat jika bertemu dengan lawan jenis sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut
“Tidak dibolehkan seorang laki-laki melihat aurat (kemaluan) seorang laki-
laki lain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh melihat kemaluan
perempuan lain. Dan tidakboleh seorang laki-laki berselimut dengan laki-
laki lain dalam satu selimut baju, begitu juga seorang perempuan tidak
boleh berselimut dengan sesama perempuan dalam satu baju.” (HR.
Muslim).

Hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus pada zina (baca zina


dalam islam) seperti bersentuhan, berpelukan, berpegangan tangan,
berciuman apalagi sampai melakukan zina dan mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah (baca hukum hamil diluar
nikah dan hukum menikah saat hamil) sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surat Al isra ayat 32 yang berbunyi
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Demikianlah penjelasan pergaulan dalam islam berisi tentang etika dan
sistem pergaulan yang diatur dalam islam. Dalam bergaul dengan sesama
manusia hendaknya kita selalu memperhatikan hal-hal tersebut. Adapun
orangtua wajib mengetahui cara mendidik anak dengan pendidikan dalam
islam yang sesuai dan orangtua wajib mendidik anak dalam islam sejak
dini agar ia dapat bergaul dengan baik dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sodiq, MAg, Berakidah benar, Berakhlak Mulia, kelas XI Insan


Madani, Sleman, 2006
A.Mustadjib dkk, Materi pokok, Aqidah Akhlak Buku II Modul 7-12, Jakarta,
Dirjen Binbaga Islam dan UT, 1998
Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, (Beirut: Dar al-Fikri, 1976)
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid III, (Kairo: Muktabah an-Nahdhah,
1973)
Ahmad Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975)
http://assyafieq.blogspot.com/2010/11/etika-pergaulan-remaja-dalam-
pandangan.html
http://www.scribd.com/doc/23777988/Pergaulan-Dalam-Pandangan-Islam
https://faqihh.wordpress.com/2013/12/28/pergaulan-remaja-dalam-islam/
http://erwinalien.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pergaulan-remaja-masa-
kini.html

Anda mungkin juga menyukai