Anda di halaman 1dari 3

TOLERANSI BERAGAMA Kultum Al Muhajirin Pengertian Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran

(Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. 1 Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. 2 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas : Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompokkelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. [1] Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif. Toleransi adalah perilaku terbuka dan menghargai segala perbedaan yang ada dengan sesama. Biasanya orang bertoleransi terhadap perbedaan kebudayaan dan agama. Namun, konsep toleransi ini juga bisa diaplikasikan untuk perbedaan jenis kelamin, anakanak dengan gangguan fisik maupun intelektual dan perbedaan lainnya. Toleransi juga berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan, menjembatani kesenjangan budaya, menolak stereotip yang tidak adil, sehingga tercapai kesamaan sikap. Halim (2008) dalam arikel yang berjudul Menggali Oase Toleransi, menyatakan Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Secara umum, istilah ini mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelembutan. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengartikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima, dan saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi, dan karekter manusia. Untuk itu, toleransi harus didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berfikir dan beragama. Singkatnya toleransi setara dengan bersikap positif dan menghargai
1 2

Tafsir Pase, hal. 110 Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com

orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia. Ada dua model toleransi, yaitu : Pertama, toleransi pasif, yakni sikap menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Kedua, toleransi aktif, melibatkan diri dengan yang lain ditengah perbedaan dan keragaman. Toleransi aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai di antara keragaman. Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau system keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain. Sebagai pembawa agama toleransi Rasulullah saw sangat menghargai hak-hak azasi manusia. Beliau menganjurkan toleransi antar sesama umat lainnya. Namun berbeda dalam memper-tahankan aqidah. Ketika beliau diajak oleh orang kafir untuk saling menukar waktu, tempat dan bergantian menyembah tuhan, beliau menjawab tegas: LAKUM DNUKUM WALIYADN (Agama kamu untukmu dan agamaku untukku). Dalam kehidupannya, Rasulullah saw sangat menghormati kaum kafir. Beliau amat bijaksana dan sabar ketika dizalimi dan dikhianati kaumnya. Sesekali Nabi saw ditegur oleh sahabatnya ketika melayat jenazah Yahudi; Bukankah ia orang Yahudi?, Tanya sahabat. Ya! Namun aku sangat menghargai kemanusiaan, jawab Rasulullah saw. Bahkan ketika nabi saw ditanya tentang memberi bantuan materi kepada non Muslim, Apakah kami boleh memberi bantuan kepada orangorang Yahudi? Tanya sahabat kepada Rasulullah saw. Boleh, sebab mereka juga makhluk Allah, dan Allah akan menerima sedekah kita, jawab Rasulullah saw sambil bangga atas inisiatif sahabat-nya. Saling memberi, menghormati dan memaafkan terutama kepada sesama Muslim merupakan sikap Nabi saw yang wajib diteladani. Nabi saw selalu berdampingan dengan masyarakat yang beragam dan mampu mengayomi, namun tetap menjaga harga diri. Nabi saw juga suka berdamai dengan orang-orang Yahudi jika mereka ingin berdamai. Allah SWT berfirman: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Al-Anfal: 61) Selain perilaku Rasulullah saw dalam hal toleransi, juga Eric Fromm dan Julian Huxley, dua tokoh komunisme yang atheis telah meyakini, untuk mencari nilainilai kemanusiaan yang hakiki dapat diperoleh dengan memahami ajaran agama-agama di dunia semisal Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Kong Huchu. Ide Eric Fromm ini mensejajarkan adanya kesamaan antara psikologis, ideologis dan sosiologis dari lima agama yang sedang lestari di Indonesia. Sikap teloransi antar umat beragama di Indonesia telah mempunyai konstitusional yang memelihara keyakinan umat masing-masing. Secara lahiriyah, toleransi umat beragama di Indonesia merupakan harapan bangsa-bangsa di dunia. Boleh jadi teloransi beragama merupa-kan kunci perdamaian dunia.

Di mana kondisi para penganut agama-agama di dunia lupa akan prinsip toleransi terhadap ajaran-ajaran dan umat lain, justru umat Islam dianjurkan agar terus menjalin hubungan antar umat beragama. Dengan toleransi diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan dapat mengeksiskan kelangsungan Islam dan umatnya. Allah SWT berfirman: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. (QS.Al-Mumtahanah:

Anda mungkin juga menyukai